Junior

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Genre : Romance, Drama

Rate : Teens

Main Cast :

Haruno Sakura

Warning : Seluruh karakter ini milik Masashi Kishimoto, sedangkan ide ceita ini seratus persen milik saya. Pemain lain dapat kalian temukan di sini. Kemungkinan yang akan readers temui adalah typo(s), alurnya ngalur-ngidul, serta kejelekan lainnya. Oleh karena itu, harap berhati-hohoho.

Summary :

Haruno Sakura.

Siapa yang tidak mengenalnya? Dia adalah salah satu siswi kelas 11 yang terkenal berkat sikapnya yang santai dan tak sopan plus otak encernya. Hampir semua guru mengingat namanya karena dia siswi berprestasi yang aktif. Ia dipercaya sebagai tangan kanan wali kelas serta ketua ekskul paduan suara.

Teman satu angkatannya menjulukinya preman karena dia memang tomboy. Dia suka membuat masalah dan kena hukuman. Dia cukup ekspresif dan ringan tangan. Kalau dia tidak suka denganmu, bisa saja kau mendapat tonjokan mautnya.

Sayangnya, Gaara seorang junior yang tak tahu apa-apa mengenai Sakura, tak sengaja menyulut kemarahan Sakura si singa sekolah.

Apa yang terjadi? Kau pasti bisa menebaknya.

Happy Reading!


Chapter 1 : Prolog

"Haruno Sakura!"

Seruan dengan intonasi tegas itu sukses membuat suasana kelas yang tadinya seribut pasar pagi berubah menjadi seperti kuburan lama yang sudah tidak terurus lagi, begitu sunyi dan sepi. Penghuni kelas yang tadinya asik dengan kegiatan masing-masing kini melirik bangku belakang, dimana seorang siswi berpenampilan berantakan tengah tertidur pulas di atas meja dengan kedua tangan terlipat.

Bu Anko sang guru Biologi yang barusan berteriak memanggil anak bernama Sakura kini berjalan mendekati bangku belakang. Wajahnya merah padam menahan amarah yang masih tertahan sebagian. Ketika ia berdiri di samping meja anak itu, secara tiba-tiba ia menggebrak meja dengan keras, menumpahkan kemarahannya.

Atas dasar keterkejutannya, Sakura yang terkadang mengigau saat tidur merespon dengan suara lantang. "Naikkan gaji saya, Bu!"

Seluruh penghuni kelas tertawa keras. Sedangkan Sakura yang baru saja terbangun kini menoleh ke kanan dan ke kiri sambil mengelap air liur yang menetes di sudut bibirnya. Matanya melotot lebar saat ia melihat Bu Anko berdiri di samping mejanya dengan tangan terlipat di depan dada. Sakura menengak ludahnya.

"Sa-saya minta maaf, Bu! Kemarin sa-"

"Keluar dari kelas saya sekarang juga!" Anko memotong kalimat Sakura dengan hardikan keras. Sakura memejamkan matanya sejenak, kepalanya pusing karena mendengar suara Anko yang keras dan bernada tinggi.

"Kamu masih mengantuk juga? Sana! Hormat pada bendera sampai istirahat! Supaya mata kamu segar lagi!" Anko berteriak dengan geram. Ia menarik lengan Sakura yang kurus agar Sakura dapat bangkit dari kursinya.

Dengan sangat terpaksa, Sakura berjalan keluar dari kelas dengan beberapa kali menghela napas lelah. Ia berjalan lesu dengan kepala tertunduk. Dalam hati ia merutuki kecerobohannya sendiri. Mengapa ia tidur di jam pelajaran guru killer seperti Bu Anko? Ini karena Lee mengatakan bahwa guru ular itu ada urusan. Ternyata penyihir itu menyelesaikan urusannya dengan cepat. Hari ini memang nasibnya buruk.

Sakura pergi ke lapangan bakset dimana bendera merah putih berkibar dengan perkasa. Tanpa banyak bicara, ia melaksanakan hukuman dari Bu Anko. Sakura menegapkan badannya di bawah mentari pagi. Kepalanya mendongak ke atas, menatap bendera. Tangannya miring empat puluh lima derajat, membentuk sikap hormat sempurna dengan jari tengah berdempet pada ujung alis. Sebenarnya ia bersyukur mendapat hukuman seperti ini, daripada disuruh menyikat kamar mandi yang bau lebih baik ia hormat pada bendera sekaligus menonton pertandingan basket di lapangan yang ada di seberangnya. Hitung-hitung cuci mata sebentar.

"Oi! Tolong lempar bolanya!"

Sakura yang tadinya sibuk mendongak ke arah bendera kini menurunkan kepalanya. Ia melirik ke samping, sebuah bola basket menggelinding lalu berhenti tepat di sampingnya. Sebelum menanggapi permintaan tolong yang kurang ajar itu, Sakura lebih dulu melempar pandangannya ke arah lapangan basket. Dua tim yang sedang berkompetisi itu memandang ke arahnya, mengharapkan responnya.

"Ambil saja sendiri!" teriak Sakura bodo amat. Sepuluh orang yang dari tadi meliriknya menghela napas kesal. Mereka tak lagi menatap Sakura, namun dari ekor matanya Sakura dapat melihat bahwa mulut mereka terus bergerak menggumamkan umpatan kesal. Sayangnya Sakura tak peduli, ia lebih memilih untuk melaksanakan hukumannya.

"Melempar bola terlalu susah ya untukmu?" Salah satu pemain, tepatnya orang yang berteriak minta tolong itu bertanya dengan nada kesal. Laki-laki itu menatap Sakura dengan tatapan sinis. Sedangkan Sakura yang tak mau ambil pusing tak terlalu memperdulikannya. Bahkan menoleh pun dia enggan.

"Kau harus bicara lebih sopan saat minta tolong." balas Sakura seadanya. Laki-laki berambut merah itu mendelik, lalu tertawa hambar. Ia mendekati Sakura dan berdiri tepat di hadapannya dengan wajah merah padam menahan amarah.

"Hei! Kau pikir tidak menatap orang yang mengajakmu bicara itu sopan? Seharusnya kau bercermin dulu sebelum menceramahiku!" Laki-laki itu berseru kesal. Namun Sakura yang tenang tidak menanggapinya secara serius. Ia masih berdiri dengan tenang, tanpa ekspresi yang menunjukkan bagaimana perasaannya sekarang.

"Terus kau mau apa? Meninggalkan pertandinganmu demi menceramahiku?" Sakura menjawab dengan mengajukan pertanyaan baru. Intonasinya datar, begitu juga dengan ekspresi wajahnya.

"Ya! Aku akan meninggalkan pertandingan itu dan menceramahimu sampai aku puas!" Laki-laki itu menjawab dengan mantap.

Manik pale green miliknya berkilat marah, menunjukkan betapa kesalnya dia sekarang. Tetapi Sakura tetap tidak peduli. Ia tetap mengabaikan semua celotehan tak penting dari lawan bicaranya. Bagi Sakura, orang yang ada di depannya ini hanyalah anak kecil yang merengek karena mainannya rusak. Begitu ia puas berkoar-koar untuk meluapkan rasa kesalnya, tanpa disuruh nanti dia akan pergi sendiri, mencari mainan baru lagi. Intinya, Sakura sama sekali tak terpancing.

Kesal akan tingkah Sakura yang super bodo amat, laki-laki itu menurunkan pandangan Sakura dengan meletakkan bola yang dipegangnya ke atas kepala Sakura kemudian menekannya ke bawah sehingga sekarang mereka bertatapan. Manik giok Sakura yang dingin bertemu dengan iris pale green milik laki-laki kekanak-kanakan yang bersinar terang.

Sakura menghembuskan napas, berusaha untuk menahan amarahnya yang mulai naik ke permukaan. Ia menyingkirkan tangan laki-laki itu sehingga bola yang ada di atas kepalanya jatuh ke bawah. Sakura tak lagi hormat pada bendera. Kini pandangannya tertuju pada laki-laki berambut merah yang menatapnya dengan sorot mata tajam.

"Aku kira orang tidak sopan sepertimu tidak akan mau menatap mataku." Laki-laki itu berkata dengan senyum miring yang merendahkan Sakura.

Sudut bibir Sakura terangkat ke atas, membentuk satu lengkungan senyum sinis yang mendukung aura gelapnya. "Sebelum aku marah, sebaiknya kau angkat kaki dari sini. Lanjutkan pertandinganmu dan jangan sekali-sekali melihat ke arah sini lagi." Sakura memberi peringatan dengan intonasi lambat penuh penekanan.

"Tidak mau. Aku akan terus berdiri di sini sampai kau kesal lalu marah."

Sakura kembali menghembuskan napas. Ia memperhatikan penampilan anak tengil di depannya dari atas kepala sampai ujung kaki. Rambut merahnya berantakan. Wajahnya yang menyebalkan dipenuhi peluh. Kaos hitamnya basah. Celana olahraganya yang diganti dengan celana basket membuat kaos kaki yang tingginya di atas mata kaki terlihat. Dia memang anak-anak. Tepatnya, anak baru yang belum tahu apa-apa.

Sakura terkekeh pelan. "Harusnya kau jangan banyak tingkah, anak baru." Sakura menegurnya dengan senyuman meremehkan. Laki-laki itu sempat kaget namun sedetik kemudian ia kembali dengan ekspresi normalnya. Ia balas menampilkan senyum sinis yang menunjukkan bahwa ia meremehkan Sakura.

"Jadi gadis pendek sepertimu ini adalah kakak kelas? Aku kira kita seangkatan, soalnya tinggimu di bawahku sih." Laki-laki yang jelas-jelas anak baru itu membalas dengan nada menyindir. Sakura tersenyum paksa. Sakura melirik laki-laki itu, tingginya memang hanya setara dengan setengah lengan laki-laki itu.

Ada hal yang perlu kalian ketahui. Salah satu hal yang paling ia benci di dunia ini adalah disebut pendek! Memangnya kenapa kalau dia pendek? Memangnya tinggi badan menjadi standar untuk jadi kakak kelas? Ia akui, banyak anak kelas satu yang lebih tinggi darinya. Tidak, di angakatannya pun juga begitu.

"Tadi kau bilang apa?" tanya Sakura dengan mengepalkan tangan sampai buku-buku tangannya memutih. Anak baru itu nyengir, mengejek Sakura dengan bangga. Ia memang sengaja membuat Sakura tersulut amarahnya. Dan kehendaknya berhasil.

"Jadi gadis sepen- Ah!"

BUAGHH!

Laki-laki itu mengusap-usap sudut bibirnya yang kini mengeluarkan darah segar. Tinjuan Sakura memang cukup keras, wajar saja kalau sudut bibirnya sobek. Melihat hasil karyanya, Sakura tersenyum. Sedangkan segerombolan teman bermain laki-laki itu langsung berlari menghampiri dengan wajah cemas. Mereka sibuk menanyakan keadaan temannya yang masih tertunduk sembari mengusap sudut bibirnya. Sakura hanya menonton dengan menyunggingkan seringaian seramnya.

"Lain kali jangan banyak tingkah ya, adik kecil." Sakura mengucapkan salam perpisahan dengan senyum yang sengaja ia buat semanis mungkin. Laki-laki yang baru saja ditonjok Sakura langsung mendongakkan kepalanya ketika ia mendengar langkah kaki Sakura yang menjauh.

"Pak Kakashi! Ada yang melarikan diri setelah memukul orang!" Laki-laki itu berteriak dengan suara lantang.

Mendengar teriakan itu, pria berkepala dua itu memutar haluan menuju lapangan. Sakura yang diadukan pun segera berlari meningglkan tempat kejadian. Tetapi anak yang dipukulnya berhasil mencengkram lengannya sampai guru yang bernama Kakashi itu datang ke lepangan.

"Siapa yang melakukan ini?" tanya Kakashi saat ia melihat sudut bibir laki-laki berambut merah itu berdarah. Tanpa disuruh, secara serempak, sekumpulan kaum Adam yang terlibat dalam pertandingan basket menoleh ke arah Sakura yang tengah memejamkan matanya.

"Sakura? Kau membuat ulah lagi?" Kakashi menatap Sakura yang menundukkan kepalanya sembari mengatur pernapasannya. Sakura mengangkat kepalanya, bersiap mengakui dosa yang sudah ia lakukan.

"Yes, sir!" Sakura menjawab layaknya seorang prajurit pada komandannya. Laki-laki itu melepaskan cengkramannya pada Sakura.

Sakura kini berdiri tegap. Matanya menyorot tajam. Tidak ada rasa bersalah yang tersirat melalui ekspresinya. Kakashi menghembuskan napas lelah. Ia adalah seorang wali kelas. Ia sangat biasa dengan masalah seperti ini. Parahnya, ia adalah wali kelas 11 IPA 4, kelas Haruno Sakura.

"Kau mau jadi rangking sepuluh?"

Sakura membulatkan matanya lalu menggeleng kuat-kuat. "Ayolah, Pak. Jangan mengancamku dengan rangking! Aku akan menjalankan hukuman apapun kecuali turun peringkat." Sakura menjawab dengan tegas.

Kakashi mendesah frustasi. "Kau dihukum untuk hormat bendera kan? Lanjutkan itu."

Pandangan Kakashi beralih pada anak laki-laki yang tadi menjerit memanggilnya. "Kau juga dijemur."

Anak laki-laki itu mengerutkan keningnya. "Saya kan tidak-"

"Setelah istirahat langsung ke ruang BK. Kalian berdua." Kakashi memotong protesan laki-laki itu lalu beranjak pergi meninggalkan mereka sembari memijit pelipisnya.

"Semangat!"

Secara bergantian, dua tim yang bertanding basket itu bersorak dengan menepuk pundak laki-laki itu. Selesai dengan itu, mereka ditinggal berdua. Sakura sudah memulai acara hormat benderanya. Sedangkan laki-laki itu masih menatap Sakura yang berdiri di samping kanannya.

Sekarang pukul delapan pagi. Bel istirahat berbunyi tepat pukul sepuluh. Berhubung istirahat hanya setengah jam, mereka akan menuju ruang BK setelah jam setengah sebelas dengan perut keroncongan dan kulit yang dipanggang matahari.

Tidak enak pada Sakura, laki-laki itu juga ikut hormat. Iris pale green laki-laki itu masih setia memandangi Sakura yang hormat bendera tanpa ekspresi. Dia tahu, gadis pendek di sebelahnya ini pasti lelah dan kepanasan tentunya.

"Ganti tempat." Tanpa aba-aba, laki-laki pindah ke samping kanan Sakura lalu mendorong Sakura dengan lengannya agar bergeser sedikit ke kiri. Sakura yang diperlakukan seperti itu mendelik tajam. Ia menukar pandangannya ke arah laki-laki di sampingnya.

"Kau sedang apa sih?" tanya Sakura kesal. Laki-laki itu tidak menoleh, ia masih setia memandang bendera di atasnya. Tepatnya ia meniru perilaku Sakura.

"Kau kepanasan kan? Melindungi orang dari panas itu kewajiban orang yang tinggi sepertiku."

Sakura mendengus lalu kembali memandang bendera. Seulas senyum terpatri di wajahnya. "Kekanak-kanakan sekali."

Atmosfer keheningan melingkupi mereka. Tidak ada yang mau membuka mulut untuk membuka topik pembicaara. Ups, sepertinya tidak begitu karena Sakura sudah membuka mulutnya.

"Maaf. Seharusnya aku tidak memukulmu." Sakura berkata dengan nada super perlan, hampir setara gumaman namun laki-laki itu dapat mendengarnya dengan jelas karena mereka berdiri berdampingan.

Laki-laki berambut merah itu tersenyum. "Aku yang memancingmu untuk memukulku. Maaf."

Sakura terkekeh. "Mau bagaimana pun harusnya tidak boleh main fisik. Itu aturannya."

"Ngomong-ngomong, namaku Gaara." Laki-laki bernama Gaara itu mengubah topik pembicaraannya. Sakura menganggukkan kepalanya.

"Seperti yang kau tahu, aku Sakura." Sakura balas mengenalkan dirinya, meskipun itu sekadar formalitas.

"Jurusan IPA?" Gaara kembali bertanya.

Sakura menganggukkan kepalanya. "IPS ya?"

"Tentu saja. IPS menyenangkan!" Gaara berseru senang.

Percakapan sederhana itu terus berlanjut. Mereka bicara tentang banyak hal. Seputar sekolah, hobi, dan yang lainnya. Dua jam mereka habiskan untuk saling mengenal dengan singkat lewat percakapan sederhana itu. Sampai istirahat selesai, mereka tidak merasa lapar dan lelah karena keasyikan mengobrol. Mereka juga tidak sadar dengan tatapan orang yang berlalu lalang melewati mereka.

Di saat kau sudah memiliki teman mengobrol yang asyik, kau seperti masuk ke dalam lubang hitam dan pergi ke dunia sendiri. Tidak ada yang dapat menghentikanmu. Tidak ada yang kau perdulikan. Kau hanya terus hanyut dan semakin hanyut dalam percakapan yang terus menyeretmu ke arus yang entah kemana ujungnya.


To Be Continue..

HEYHOOO! WELCOME BACK TO AUTHOR LUMUTAN'S WORLD!

Author senang sekali bisa kembali ke dunia menyenangkan bernama fanfiction ini. Berhubung author memiliki ide cerita dan waktu untuk mengetik, author buru-buru post ff ini. Author kembali menyambut kalian dengan pari GaaSaku. Fans GaaSaku mana suaranya?! #teriakteriak

Oke, perlu kalian ketahui, ff yang satu ini author buat based on true story loh hehe. Tapi true story nya sekitar tiga persen doang, sisanya yaaa.. hasil imajinasi author sendiri doang wkwk. Pertanyaan yang akan author tanyakan adalah, apakah kalian suka dengan ff ini? Kalo suka author bakal berusaha update lagi. Kalo enggak si.. ya masih tetep lanjutlah wkwk

Author sangat menunggu respon kalian semua, author si berdoanya supaya kalian pada suka sih hehe.. Akhir kata, author pamit undur diri. Author mohon maaf bila banyak kesalahan dan kekurangan, author terima kasih juga karena kalian masih meluangkan waktu untuk membaca ff author nista ini:) Author setia menunggu review dari readers tersayang:)

OH IYA! Berhubung ini bulan ramadhan yaa..

Author mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa dan mohon maaf lahir batin ya semuanyaaa!

Babayyyyyy!;)))