Annyeong

Cast :: Kim Mingyu, Jeon Wonwoo, other cast(s)

Genre :: Romance

Rate :: T

Warning :: Yaoi. BxB. Typo(s). AU!. OOC.

Disclaimer :: Cast disini semuanya milik Tuhan YME, orangtuanya, dan diri mereka masing-masing. Yang milik saya cuma ceritanya aja (walaupun pasaran).

Kalau ada kesamaan, itu murni karena ketidaksengajaan. Apabila tidak suka dengan ceritanya, harap tidak usah dibaca dan jangan bash para cast nya ya~

ddideubeogeo17 present

.

.

.

Hana

Dul

Set

Enjoy it~

.

.

.

Mentari dengan malu-malu mengintip dari ufuk timur, membawa kehangatan serta cahaya untuk menyapa seluruh isi alam.

Pagi ini aku terbangun dengan sangat bersemangat. Meskipun masih merasa sedikit mengantuk, tapi diluar itu semua aku benar-benar tidak sabar melewati hari ini.

Karena apa?

Hari ini aku akan kembali masuk sekolah!

Apakah aneh?

Ku rasa tidak, jika kalian berada diposisi ku. Selama lima bulan lamanya aku tidak mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah karena harus mendapat perawatan intensif di rumah sakit. Selama itu juga aku harus selalu berada di bawah pengawasan dokter karena aku me–

TOK TOK TOK

"Mingyu sayang, cepatlah bangun dan bersiap. Eomma dan appa akan menunggumu di ruang makan."

Ah suara Nyonya Kim memotong kalimat ku, tapi tak apa karena beliau wanita paling cantik yang terbaik bagiku. Suara lembutnya itu selalu mampu memanjakan gendang telingaku.

"Ne, eomma. Aku sudah bangun."

Baiklah, aku akan segera bersiap dan masuk sekolah. Menemui teman-teman yang sudah mewarnai masa remajaku.

.

.

.

Aku menghirup udara pagi ini yang terasa begitu menyegarkan. Tadinya appa akan mengantarku, tapi aku bersikeras untuk berangkat sekolah sendiri. Ayolah, aku sudah duduk di bangku kelas dua sekolah menengah atas, jadi apa salahnya jika aku berangkat sekolah dengan menaiki kendaraan umum seperti anak remaja pada umumnya, iya kan?

Akhirnya berbekal alasan "Appa, aku ini lelaki remaja dan juga aku sudah sembuh. Aku akan baik-baik saja." Maka Tuan Kim yang ketampanannya menurun padaku itu, menyetujui dengan memberiku beberapa nasihat.

Ah, beliau memang sosok panutanku dengan segala kebijaksanaan dan kebaikannya.

Aku menaiki bis dan perlu menghabisakan waktu sekitar dua puluh lima menit untuk sampai di sekolahku, Gureum High School.

Aku turun di halte dan berjalan dengan santai mengingat waktu masih menunjukan pukul enam lewat empat puluh menit pagi, aku masih memiliki waktu dua puluh menit sebelum jam pelajaran pertama dimulai.

"Mingyu-ya!" koor suara beberapa orang.

Aku sontak menolehkan wajah dan mengedarkan pandangan, karena perlu kalian tahu sekolahku ini sangat luas –tidak bermaksud sombong, aku hanya mengatakan fakta. Bahkan berjalan dari pintu gerbang utama sampai ke gedung saja memerlukan waktu hingga bermenit-menit.

Jadi bukan hal aneh jika aku membutuhkan usaha untuk memfokuskan pandangan pada beberapa anak laki-laki yang posisinya berada cukup jauh dariku, namun aku yakin yang memanggilku pasti mereka.

"Eoh? Kalian?!"

Aku tidak bisa menahan senyum lebar yang dengan otomatis terlukis di bibirku, aku sangat bahagia bisa melihat mereka lagi. Aku melambaikan tanganku, dan bisa ku lihat tubuh mereka yang semakin mendekat diiringi dengan pergerakan yang begitu cepat.

Oh, mereka berlari layaknya anak seusia taman kanak-kanak. Bersyukurlah sekolah masih sepi, dasar!

GREP

"Y-YAK! S- SESAK!"

"Ahahahahha maafkan kami."

"Bagaimana kabarmu, Mingyu-ya?"

"Hei aku tidak menyangka kau akan masuk secepat ini, Kawan!"

"L-LEPASS!"

Hah~ Akhirnya mereka melepaskan pelukan maut ini. Uh, membuat sesak saja!

Tapi aku cukup tergelitik, mereka ini memang tidak pernah berubah. Sangat tidak sadar umur juga.

"Aku baik-baik saja sebelum kalian memelukku kelewat erat seperti barusan."

"Kan aku merindukanmu~"

"Menjijikan, Seok!"

"Ish Yak! Apa masalahmu sih Soonyoung hyung?!"

"Sudah sudah, apa kalian tidak kasihan pada Mingyu? Di hari pertama kembalinya ia ke sekolah, harus melihat pemandangan Seok VS Soon? Aku saja bosan melihatnya."

"Diam kau, Jun!" koor dua orang yang namanya disebut-sebut oleh Jun hyung.

Ahahaha inilah yang aku rindukan dari mereka bertiga, kekonyolan dan keberisikan tiada henti. Bahkan tak peduli tempat dan waktu.

Oh, aku lupa mengenalkan mereka.

Aku memilki tiga sahabat terdekat. Diantaranya ada teman seangkatan yang sekelas bahkan berbagi meja denganku, dia adalah Lee Seokmin. Lalu ada dua kakak tingkat, yaitu Kwon Soonyoung si ketua klub Dance dan Wen Junhui si kakak kelas populer dari China.

Mereka adalah teman-teman yang mengerti diriku dengan sangat baik.

.

.

.

Apakah aku terlalu tampan?

Atau aku terlalu populer?

Katakanlah aku narsis, tapi ku rasa siapapun akan setuju denganku melihat bagaimana tiap pergerakanku tak pernah luput dari atensi orang-orang.

Aku bahkan sampai merapat pada Seokmin dan berbisik pelan, "Seokmin-ah, apa menurutmu yang mereka pikirkan tentangku? Kenapa mereka menatapku seolah-olah aku adalah hewan buruan?"

"Ck, kita berempat kan memang populer, Kim! Kau tahu? Kita bahkan seperti F4 versi dunia nyata haha." Balas Seokmin ikut berbisik dan menepuk pelan bahuku sebelum dia dengan tiba-tiba menyempil diantara Soonyoung hyung dan Jun hyung yang berjalan di depan ku, lalu merangkul mereka berdua.

Cih, apa-apaan? Haha dasar banyak gaya!

Karena jengah dengan tatapan semua orang, aku pun berjalan berbalik arah menuju ke taman belakang sekolah yang ku yakini sepi di saat jam istirahat begini.

"Eoh? Mingyu-ya kau akan kemana?"

Baru beberapa langkah, aku mendengar seruan suara yang familiar. Sepertinya mereka bertiga baru menyadari jika aku sudah tidak berjalan di belakang mereka, "Aku akan ke taman belakang, Soonyoung hyung."

"Tapi kan sekarang jam istirahat, apa kau tidak merasa lapar?"

Ah itu Jun hyung yang bertanya, "Tidak hyung, aku memang sedang tidak nafsu makan."

"Yakin? Habis ini jadwal pelajaran kita itu fisika, Mingyu-ya." tanya Seokmin.

Aigoo, mereka mengkhawatirkanku kah?

Aku hanya mengangguk, "Aku lebih dari yakin. Sudah sana, nikmati makan siang kalian. Aku akan bersantai saja."

Dan ya, setelahnya aku melanjutkan langkah menuju tujuan awalku tadi.

Baru menginjakan langkah pertama saja, aku sudah dimanjakan dengan keasrian lingkungan di sini. Benar-benar didominasi tumbuhan hijau dan beberapa bunga yang mampu menciptakan suasana penuh rasa damai.

Aku menutup mata, meresapi ketenangan yang diberikan oleh alam.

Lalu aku menghirup napas dengan dalam, untuk kemudian dihembuskan dengan pelan.

Woah, sungguh aku sangat suka lingkungan yang tenang seperti ini. Ku rasa berada disini merupakan pilihan terbaik dibandingkan dengan menjadi pusat perhatian orang-orang.

Aku membuka mataku perlahan dan mengedarkan pandangan, namun tersentak saat menyadari jika ada sosok lain selain diriku. Aku berjalan mendekatinya, dari seragamnya sudah jelas jika ia siswa di sekolah ini juga.

Aku bukan anak yang pendiam, tapi bukan berarti aku mudah memulai perbincangan dengan orang asing. Tapi, aku juga tidak suka suasana canggung seperti ini.

Akhirnya setelah bergulat dengan pikiranku sendiri, aku mendekati sosok yang hanya dapat ku lihat belakangnya saja.

"Ehem," aku berdehem. Baru kali ini rasanya menelan ludah terasa begitu sulit.

"Hai." Ucapku.

Oh tidak, ini canggung sekali. Namun aku bersyukur sosok di depanku itu membalikan tubuhnya dan tersenyum.

'Ya Tuhan. . .' batinku menyebut nama Tuhan.

Bagaimana tidak?

Aku bahkan ragu sosok di depanku ini manusia atau jelmaan malaikat-Nya.

Oke, anggaplah aku berlebihan. Tapi ku pikir kalian juga akan setuju saat melihat parasnya yang rupawan. Kulit putih pucat berbanding terbalik denganku yang cenderung tan, mata sipit yang terkesan tajam, hidung mancung, dan bibir merah alami yang kissable itu.

Sepertinya tanpa sadar aku menahan napas, karena tiba-tiba saja aku merasakan dadaku sesak. Baiklah, aku mencoba bernapas dengan benar.

T-tunggu! Tapi, bagaimana ini?! Meskipun aku sudah bernapas dengan benar, aku justru makin merasa tercekik saat sosok itu melukiskan senyuman di bibir indahnya.

'Annyeong.' ucapnya masih disertai senyuman.

Namun sepertinya kata 'ucap' kurang tepat, mungkin lebih tepatnya 'isyarat'. Sebab sosok itu tidak mengeluarkan suaranya sedikitpun, aku hanya bisa membaca gerak bibirnya saja.

"A– Annyeong." Balasku tergagap. Apakah sekarang aku sedang gugup?

Ahahahahahahaha

Tidak,

Tidak salah lagi.

Bagus, sekarang dia ikut terdiam dan menatap wajahku –sama seperti yang ku lakukan sedari tadi.

Tapi entah kenapa, mendapatkan atensinya justru aku merasakan kepakan sayap ribuan kupu-kupu di perutku. Menggelitik namun nyaman, tidak seperti saat mendapatkan atensi orang-orang di koridor tadi. Sensasinya sangat berbeda, dan aku sangat menyukai sensasi yang satu ini.

"Sedang apa di sini?"

Bisa ku lihat alisnya sempat terangkat sebelah, oh ya tentu saja. Aku bodoh, bertanya seperti itu pada orang asing dimana jelas-jelas taman ini merupakan tempat untuk umum. Apakah aku melanggar batas privasi?

"Ma–maksudku, siapa namamu?"

Aku menggigit lidahku. Sial! Apa sih yang aku bicarakan?!

Namun sosok manis di depanku justru malah tersenyum lebar hingga deretan gigi rapihnya terlihat jelas. Matanya ikut menyipit dan menghapus kesan tatapan tajam tadi, justru ia terlihat semakin menawan dengan mata yang melengkung indah begitu.

Aku rela bertanya seperti orang bodoh jika nantinya mendapat pemandangan seindah ini.

Mulutnya bergerak perlahan, dengan sebelah tangan menunjuk name tag yang ada di dada kanannya.

'Jeon Wonwoo.' Itulah pergerakan mulut yang bisa ku tangkap dan saat melihat name tagnya –untuk memastikan, ternyata aku benar.

Nama yang indah, seperti orangnya.

Aku tersentak saat tiba-tiba ia menatap kembali wajahku dengan intens dan sebelah tangannya menunjukku, ah aku mengerti apa maksudnya. Dengan canggung aku mengusap tengkuk ku, "Aku Kim Mingyu." ujarku dengan menyematkan senyuman.

Ia tersenyum kembali, aku memindai penampilannya dan kedua bola mataku melebar saat melihat garis di dasinya.

Sekolahku memang membagi garis di dasi berdasarkan tingkat kelas masing-masing. Dan sosok di depanku ini memiliki tiga garis di dasinya.

Oh Ya Tuhan! Dia seniorku.

Aku langsung membungkuk hormat lalu menatapnya lagi, "Wonwoo sunbaenim, maafkan aku. Aku kira kita seangka–"

Perkataanku harus terpotong lagi, tadi pagi oleh ibuku dan sekarang olehnya. Hah~ Tapi entah kebetulan atau tidak, dua sosok yang melakukan itu memiliki kesamaan.

Sama-sama menawan di mataku.

Oke, kembali fokus.

Saat ku lihat, ia tengah melambaikan kedua tangannya dan mulutnya bergerak membentuk kata 'Gwaenchana.'

Aku tersenyum lebar, ia sepertinya senior yang baik.

"Terima kasih, Wonwoo sunbae."

Ku lihat ia menggeleng, aku mengernyitkan dahi karena bingung. Tapi aku berusaha teliti menatap bibirnya.

Hus! Jangan mengira aku ini mesum, aku menatap bibirnya agar bisa membaca perkataannya.

Hmm maaf, sepertinya Wonwoo hyung seorang disabilitas. Tapi toh memang kenapa? Tuhan saja tidak pernah membeda-bedakan makhluk-Nya, jadi aku yang hanya salah satu bagian dari makhluk ciptaan-Nya tentu harus bisa menghargai siapapun, kan?

'Hyung saja.'

Ah, jadi itu maksudnya. Aku mengangguk dengan semangat dan kurasa bibirku cukup pegal. Tidak heran, sedari tadi senyuman tidak berhenti lepas dari bibirku.

Aku melihat ke sekeliling taman dan melihat ada bangku, aku juga cukup pegal berdiri terus. Jadi aku mengajak Wonwoo hyung untuk duduk di sana, "Kajja kita duduk, Hyung!" ujarku semangat sambil menunjuk ke arah bangku. Bisa ku lihat ia mengangguk dan kami pun menghabiskan waktu istirahat ini di taman belakang sekolah.

Taman yang menjadi saksi bisu pertemuan ku dengan sosok manis yang mampu menarik seluruh atensiku.

.

.

.

Sampai kemarin, sudah terhitung delapan hari sejak pertemuan pertamaku dengan Wonwoo hyung namun aku masih merahasiakan hal itu dari siapapun.

Entahlah, tidak ada alasan khusus. Aku hanya ingin hubunganku dengan Wonwoo hyung mengalir apa adanya.

Seperti hari ini, sekarang adalah hari ke sembilan dimana seperti jam istirahat kemarin-kemarin aku hanya akan menitip roti atau makanan ringan lain pada Jun hyung, Soonyoung hyung, atau Seokmin. Dan aku akan mencuri-curi waktu untuk memakan itu semua tepat setelah bel masuk berbunyi, memanfaatkan waktu dimana guru belum masuk ke dalam kelas.

Hari ini aku akan pergi ke taman belakang –lagi dan lagi, untuk menemui kakak kelasku itu. Aku berjalan dengan langkah ringan, sesampainya di sana bisa ku lihat dia sudah duduk nyaman di bangku itu.

Aku pun ikut mendudukan tubuh di sampingnya, dia sontak menoleh padaku dan menyapa seperti biasa, 'Annyeong.'

Selalu kata sapaan itu yang terucap pertama kali dari bibirnya tiap kami bertemu.

Aku tersenyum dan membalasnya, "Nado annyeong."

Sebenarnya aku menahan pertanyaan kenapa dia tidak makan saat jam istirahat. Namun seiring berjalannya waktu hingga membuat kami makin dekat, sekarang aku pun memberanikan diri untuk bertanya, "Wonwoo hyung, kenapa tidak ke kantin?" ujarku sambil menggerakan tangan –guna memperjelas maksud kalimat– sebisaku.

Karena dari beberapa situs di internet yang ku baca, kebanyakan seorang tunawicara terkadang agak kesulitan mendengar juga. Tapi tak tahu juga itu berlaku pada Wonwoo hyung atau tidak, aku hanya antisipasi saja.

'Tidak lapar.'

Ah, jadi begitu.

"Aku juga."

'Bohong.'

"Eh? Aku jujur kok. Hyung~ kata siapa aku bohong?" tanpa sadar aku berkata dengan nada merengek. Uh aku tidak suka Wonwoo hyung menganggapku pembohong.

'Kau selalu menitip pada teman-temanmu.'

"Ne?! Hyung tahu?"

Bisa kulihat ia hanya mengangguk.

"Tahu darimana?" tanyaku penasaran. Aku cukup terkejut.

'Aku sekelas dengan Soonyoung.'

"Ne?!" baiklah, sekarang aku terkejut kuadrat.

"Hyung sekelas dengannya? Kenapa tidak bilang padaku?"

Ia menoleh sepenuhnya padaku dengan memiringkan sedikit kepalanya. Duh, jika tega aku akan membentaknya untuk tidak lagi melakukan hal itu. Tidak tahukah itu berdampak buruk pada kerja jantungku yang berdegup cepat dengan sangat berlebihan ini?!

'Kau tidak bertanya.'

Ah ya, memang. Si manis ini selalu benar.

Mana bisa aku mengelak lagi, aku hanya terkekeh. "Hyung benar juga sih."

Dia mengangguk dan memasang wajah bangga, tindakan yang cukup untuk membuatku terkekeh –lagi.

.

.

.

Hari ini aku sedang tidak begitu fokus, tepatnya sejak kemarin setelah Wonwoo hyung bilang jika dia dengan Soonyoung merupakan teman sekelas. Aku sedang bergulat dengan isi pikiranku sendiri, bingung apakah harus bertanya pada Soonyoung hyung atau tidak.

Sebenarnya sih tidak ada masalah serius, aku hanya takut menjadi bahan godaan teman-temanku itu.

Aku tersentak saat bel istirahat berbunyi.

"Kau ingin menitip apa Mingyu-ya?" Aku menoleh dan mendapati Seokmin tengah mengambil dompetnya, sepertinya ia akan bergegas ke kantin.

Aku menggeleng pelan dan berdiri, "Tidak, hari ini aku ikut ke kantin."

"Eh? Tumben. Ya sudah, kajja!" ajaknya begitu semangat, aku hanya menggeleng. Sudah sangat maklum dengan segala tingkahnya.

Saat di koridor, aku teringat sesuatu."Seokmin-ah, apa kita akan ke kelas Soonyoung hyung?"

"Tentu, jangan lupakan Jun hyung juga."

"Iya, maksudku mereka berdua."

"Kenapa tiba-tiba bertanya?"

"Uh huh? Ti–tidak."

Aduh, kenapa juga harus tergagap begini, jadi membuat Seokmin memicingkan mata padaku kan.

"Hei!"

Woah, terima kasih banyak Jun hyung, kau memang penyelamatku!

"Eh Jun hyung, dari mana?" tanya Seokmin.

"Aku dari ruang guru untuk menyerahkan tugas teman sekelas. Omong-omong ayo kita ke kelas Soonyoung."

"Ayo!"

Ya, meskipun sejak hari pertama sekolah lagi aku menghabiskan waktuku di taman belakang dengan Wonwoo hyung, namun aku tidak pernah melewatkan momen-momen kebersamaan seperti saat ini.

Berjalan bersama Seokmin untuk menjemput Jun hyung dan Soonyoung hyung di kelasnya, sayang memang karena mereka berdua tidak sekelas. Jadi tidak efisien waktu, tapi tidak masalah karena hari ini kebetulan aku dan Seokmin berpapasan dengan Jun hyung di koridor. Kami bertiga pun membelah koridor, berniat menghampiri kelas si lelaki sipit bermarga Kwon.

"Jun hyung, hari ini Mingyu akan ikut ke kantin bersama kita!"

Ck, Lee-mulutember-Seokmin!

Apa hal yang tak penting seperti itu juga perlu dilaporkan?

"Eoh? Tumben, kenapa Mingyu-ya? Jangan-jangan di sana kau melihat hantu ya?!"

"Hentikan pikiran konyolmu itu, Jun-ah!"

"Yak! Kan mungkin saja, karena tempat itu memang selalu sepi."

"Lho Soonyoung hyung? Sejak kapan di sini?" tanyaku heran.

"Sejak Seokmin bilang jika kau akan ke kantin bersama kita, lagipula siapa suruh mengobrol di dekat pintu kelas orang begini."

Aku sontak terkejut, lalu aku menoleh ke samping dan bisa ku lihat dari jendela pemandangan isi kelas Soonyoung hyung. Dengan refleks tanpa perlu dikomando, mataku langsung mengedar mencari sosok manis yang selalu menghabiskan waktu istirahatnya bersamaku.

Tapi sepertinya aku harus menelan kekecewaan, karena aku tidak melihat eksistensinya di seluruh penjuru kelas.

"Mingyu-ya!"

"E–eh?!"

"Kau akan berdiri di sana sampai kapan?"

Aku mengusap tengkuk dengan canggung, Wonwoo hyung benar-benar berbahaya. Meskipun raganya tak ada di hadapanku, tapi sosoknya selalu ada di hati dan pikiranku.

Aku tidak sadar sejak kapan ketiga temanku itu berjalan dan meninggalkanku yang masih berdiri mematung di samping jendela kelas ini.

"Mingyu-ya kajja!"

"A–ah ne! Tunggu aku!" aku pun berlari kecil guna menyamai langkah mereka.

Hmm apa Wonwoo hyung ada di taman belakang?

Apa dia menungguku?

Apa dia memikirkanku?

Apa dia –tunggu! Kenapa beberapa waktu ini di kepalaku selalu berkutat hal yang sama sih?

Pasti tak jauh-jauh dari sosok bernama Jeon Wonwoo.

"Mingyu-ya, kau yakin baik-baik saja? Hyung lihat sedari tadi kau melamun terus." Aku bisa merasakan tepukan ringan di sebelah bahu ku.

"Tidak Soonyoung hyung, aku baik. Sungguh." Ujarku meyakinkan. Ketiga temanku itu hanya mengangguk dan kami pun melangkah dengan penuh canda tawa menuju kantin.

Sesampainya di kantin kami memesan makanan dan minuman masing-masing. Aku hanya membeli roti isi tuna dengan segelas milkshake rasa cokelat.

Sebenarnya aku memang tidak begitu lapar, aku justru pusing karena neuron di otak ku seperti saling membelit satu sama lain hingga rasanya ingin ku gunting saja hingga putus.

Eh, tidak.

Ya Tuhan, kenapa dengan diriku? Makin absurd saja!

Aduh, aku benar-benar bingung. Haruskah aku bertanya?

Ya, harus! Karena aku sudah mengorbankan waktu ku untuk tidak bertemu Wonwoo hyung. Jadi, aku harus bertanya. Ini momen yang tepat, semangat Kim Mingyu!

Meskipun sudah menyemangati diri sendiri, kenapa lidahku masih kelu ya?

"Mingyu-ya?"

"Ah iya?"

"Ada apa sebenarnya? Apa ada hal yang mengganggu pikiranmu?" tanya Soonyoung hyung sambil menghentikan acara makannya.

"Aku. . . Itu, aku. . ."

"Kau kenapa?" tanya Jun hyung yang ikut menghentikan makannya juga.

"Sebenarnya aku–"

"Kau kenapa?!" tanya Seokmin tiba-tiba.

"Ck jangan memotong perkataan orang begitu Seokmin-ah!" tegur Soonyoung hyung sambil melempar french fries milik Jun hyung ke arah Seokmin.

"Ah hehehe mian."

Aku terkekeh melihat kelakuan mereka, sebelum dengan penuh tekad aku menarik napas dan mulai bicara, "Apa Soonyoung hyung sekelas dengan Jeon Wonwoo?" tanyaku.

". . ."

". . ."

". . ."

Aku tidak tahu apa yang membuat mereka membeku, apa aku salah bicara?

"Hei, ada apa dengan kalian?"

Entah hanya ilusiku saja atau memang wajah mereka bertiga tiba-tiba memucat dan itu membuatku curiga, "Sebenarnya kalian kenapa?" tanyaku tidak sabaran.

"Mingyu-ya,"

"Hm?"

"J–Jeon Wonwoo itu–"

"Ya, aku sekelas dengannya bahkan kami saling mengenal dengan baik." Sontak mataku berbinar menatap Soonyoung hyung, walaupun aku masih bingung apa yang sebelumnya akan Jun hyung katakan, tapi aku tak peduli.

Kalimat Soonyoung hyung menjadi prioritas utamaku.

"Hyung dekat dengannya?"

"Hm." Soonyoung hyung mengangguk pelan, aku pun makin tersenyum lebar.

Woah, aku senang sekali!

"Hyung, bolehkah aku meminta kontaknya?"

"Uhuk uhuk uhuk!"

Aku menatap bingung pada Seokmin yang tiba-tiba tersedak, "Kau kenapa Seokmin-ah?"

Dia menggeleng cepat, "Tidak, tidak apa-apa."

Aku menatap Soonyoung hyung lagi, "Hyung, bisa tidak?"

Katakanlah aku pengecut, karena selama berinteraksi dengan Wonwoo hyung aku belum pernah meminta kontaknya. Tiap akan mengatakan itu, aku selalu gugup dan pada akhirnya malah tidak jadi.

"Mingyu-ya?"

"Ya Soonyoung hyung?"

"Ku rasa, aku tidak bisa."

"Eh? Kenapa?"

"Wonwoo tidak, hmm tidak. . ."

"Tidak suka jika kontaknya diberikan pada orang asing."

"Lho bagaimana Jun hyung bisa tahu? Apa Jun hyung mengenalnya?"

Jun hyung mengangguk.

"Iya aku mengenalnya, karena saat di tingkat dua dia sekelas denganku. Jadi sedikit banyak aku tahu tentangnya."

"Oh, begitu." lirihku.

Tapi, hei! Aku kan bukan orang asing, aku bahkan sudah sering mengobrol dan memanggilnya 'Hyung', bukan sapaan formal seperti 'Sunbae'.

Apakah aku mengaku saja ya?

"Hyung, hmm sebenarnya aku mengenal Wonwoo hyung."

"Apa?!"

Aku menutup telinga saat mendengar koor dari tiga suara sekaligus, mereka benar-benar tidak tahu tempat!

"Sssttt kecilkan suara kalian. Ya, aku mengenalnya. Apa ada yang salah?" tanyaku bingung.

Tapi lagi-lagi mereka hanya diam membeku, aku jengah juga melihat sikap mereka ini.

"Memang salah ya jika aku mengenalnya?"

"Tidak! Bukan, bukan begitu Mingyu-ya. Maksudku, bagaimana bisa kau mengenalnya? Di mana?" tanya Soonyoung hyung beruntun.

"Tentu bisa, saat pertama kali aku kembali masuk sekolah. Hyung ingatkan jika saat itu aku menghabiskan waktu di taman belakang sekolah, jadi ya. . . di sana awal mula kami bertemu, berkenalan, lalu berteman hehe" Aku tersenyum membayangkan kilas balik kejadian saat itu.

"Mingyu-ya…" lirih Seokmin. Aku menoleh dan menaikan sebelah alisku, sejak kapan sahabat berisik ku ini bicara dengan suara selirih itu, biasanya juga dia akan bicara lantang tiap waktu.

"Iya?"

"Kau–"

KRIING KRIIIING

"Ah sudah bel masuk! Tidak terasa, lebih baik ayo kita kembali ke kelas." Ujar Jun hyung sambil berdiri dan berjalan duluan.

Aku mengangguk dan menoleh lagi pada Seokmin, "Jadi aku kenapa? Tadi kau mau bicara apa?"

"Ah haha tidak tidak, aku hanya iseng saja membuatmu penasaran." Seokmin berjalan mendahului ku sambil terkekeh.

"Sudahlah Mingyu-ya, kau seperti tidak tahu Seokmin saja."

"Ah iya kau benar Soonyoung hyung, eh omong-omong jadi aku tidak bisa mendapat kontaknya ya?"

"Ehem, sepertinya dia habis mengganti nomornya. Nanti akan ku tanyakan." Setelah menjawab begitu, Soonyoung hyung langsung berjalan meninggalkanku.

Yaish! Ada apa dengan mereka? Kenapa malah meninggalkanku?

.

.

.

Aku tidak mengerti ada apa dengan para sahabatku, tapi aku tahu pasti jika ada sesuatu yang mereka sembunyikan. Aku melamun hingga tak tahu waktu, dan aku dengan terpaksa menghentikan lamunan saat ada tangan yang melambai tepat di depan wajahku.

"Wonwoo hyung?" ujarku terkejut, ia mengangguk dan tersenyum.

Lalu seperti biasa, 'Annyeong.' isyarat mulutnya yang bisa ku tangkap.

Aku pun membalas senyumnya, kemudian berkata "Nado annyeong."

"Hyung? Maaf kemarin aku tidak menemuimu, aku ke kantin bersama Soonyoung hyung, Jun hyung, dan Seokmin."

'Tak apa.'

"Hmm apa hyung menungguku?" tanyaku canggung, ku lihat ia menggeleng.

Entah kenapa aku merasa senang dan sedih secara bersamaan.

Aku senang, berarti Wonwoo hyung tidak perlu berharap dan merasa sedih karena ketidakhadiranku.

Tapi di sisi lain, aku juga sedih karena itu berarti ada atau tidaknya aku sama sekali tidak mempengaruhi Wonwoo hyung.

'Mingyu-ya?'

"Ah, iya?" aku penasaran, dia tidak hanya menyapaku kan? Aku yakin mulutnya bergerak memanggil namaku dengan nada bertanya.

'Jangan menanyakanku pada temanmu lagi.'

"Eh? Kenapa?"

Wonwoo hyung hanya menjawab dengan gelengan, seolah membuat kepingan puzzle dan disitu aku berperan sebagai penyusunnya.

Aku benar-benar blank.

Tidak mengerti.

"Hyung?"

'Hanya, jangan menanyakan apapun. Dan jika bisa jangan pernah mengingatku lagi, ku mohon.'

"T–tapi hyung, a–aku, aku tidak–"

Sial! Aku bahkan lupa kapan terakhir kali aku tergagap di hadapan Wonwoo hyung, yang pasti saat masa awal-awal perkenalan kami.

Lalu kenapa sekarang aku begini lagi? Apa karena hatiku yang tiba-tiba berdebar keras dengan tidak nyaman? Memangnya berpengaruh? Argh aku tidak peduli!

'Annyeong.'

Lalu setelahnya yang bisa ku lihat hanya sosok Wonwoo hyung yang berbalik kemudian berlalu pergi. Meninggalkan ku sendirian dengan kepingan hati yang porak-poranda.

Apa?

Tidak!

Untuk kali ini aku tidak bisa membalas seperti biasa, lidahku terlalu kelu dan hatiku enggan bahkan hanya untuk mengatakan dua kata sederhana, Nado Annyeong.

Aku memegang bagian dadaku yang mendadak terasa begitu sesak, bahkan aku tidak sadar sejak kapan ada genangan air di mataku. Membuat pandanganku berbayang, aku sungguh merasa kesulitan. Seperti semua organku tidak ingin mengikuti instruksi dari otak, bahkan sekedar untuk berteriak atau berlari menahan kepergian Wonwoo hyung saja aku tidak bisa.

Kenapa begitu tiba-tiba?

Apakah ia mengerjaiku?

Tapi tak mungkin jika yang tadi itu hanya akting, saat jelas-jelas aku bisa melihat wajah muram Wonwoo hyung.

Hyung, sebenarnya ada apa denganmu?

Bisakah aku memutar balik waktu, aku ingin sekali tahu apa mungkin selama ini ada perkataan atau perbuatanku yang tidak sengaja telah menyinggungnya?

Aku benar-benar tersesat dalam labirin yang dibuatnya ini.

.

.

.

.

.

TBC

*Pertama kali pake pov nya si cast/? semoga ngga ngecewain ya. . . btw ini cuma twoshoot kok hehe

**Makasih banyak buat yang udah mau baca, fav, follow, apalagi kalo nyempetin review /deep bow/

***Mind to RnR? Gomawo^^