Hello, ini proyek ff baru saya. Maaf karena saya malah menulis proyek baru bukannya menyelesaikan fict yang masih bersambung. Beberapa readers mungkin kesal, tapi menulis cerita itu tidak bisa dipaksakan dan buru-buru. Setiap cerita perlu proses, pemikiran dan terkadang riset yang lama. Oleh karena itu, mohon pengertiannya.

Akhir cerita yang kurang berkualitas merupakan kelemahan dan kesalahan saya yang tidak bisa membaca apa yang diinginkan readers, karena itu saya minta maaf. Tapi saya akan lebih menghargai jika reader juga memberikan masukan untuk perbaikan karya saya ke depannya, bukan sebatas flame dengan akun tanpa login.

Ok, kembali lagi ke awal, ide cerita ini terinspirasi dari drama Korea tahun 2013 yang berjudul Secret Love. Dan ini hanya prolog sebagai perkenalan sebelum chap ke-1 nanti.

Note : dilarang copy paste sebagian ataupun keseluruhan isi fict ini maupun fict milik saya lainnya!

Here We Go...

Disclaimer : Naruto belongs to Kishimoto sensei

Pairing : SasuFemNaru

Rated : M

Genre : Hurt Comfort, Family, Tragedy, Angst, Romance

Warning : AU, OOC, gaje, alur kecepetan, monoton, cerita pasaran, typo(s), gender switch, and etc...

Secret

Prolog

By : Fuyutsuki Hikari

Naruto memandang keluar jendela mobil polisi. Satu. Dua. Tiga. Ia menghitung buliran salju yang jatuh ke bumi. Sepi, salju-salju yang berwarna putih itu terlihat sepi dan menyedihkan di matanya, sama seperti dirinya saat ini.

Berulang kali ia berharap jika apa yang terjadi pada dirinya belakangan ini hanyalah mimpi buruk. Tiap malam sebelum tidur ia menampar dirinya sendiri dan rasa sakit itu selalu menyertai setelahnya. Kenapa? tanyanya lirih pada tembok dingin penjara. Kenapa semua ini bukan sekedar mimpi buruk? Mengapa kenyataan pahit yang harus diterimanya? Api kebahagiaan miliknya hilang, lenyap, sirna karena tiupan sang takdir. Dunia kecilnya yang terang benderang mendadak gelap, membuat Naruto tersesat di dalamnya.

Mata birunya beralih menatap langit mendung di atasnya, ia masih memasang ekspresi datar yang sama. Ekspresi sama saat ayah angkatnya meminta sebuah pengorbanan darinya. Ekspresi sama saat orang yang dia anggap kakak meneriakinya 'bodoh'.

Naruto terlihat begitu tenang menatap awan hitam yang menggulung, mengantarkan angin musim dingin yang berhembus menusuk tulang. Setidaknya mobil ini dilengkapi pemanas, pikir Naruto penuh syukur. Kehidupannya dulu di panti asuhan sangat memprihatinkan. Pemanas ruangan seringkali tidak berfungsi di musim dingin, membuat anak-anak menggigil dan bergelung di dalam selimut untuk menghangatkan diri. Saat itu, kakak laki-lakinya yang bernama Kyuubi akan selalu ada untuk memeluknya, berbisik lembut mengatakan jika semua akan baik-baik saja hingga akhirnya ia tertidur lelap.

Sewaktu kecil ia selalu menganggap kakaknya sebagai pahlawan. Seseorang yang selalu bisa diandalkan saat ia kesulitan. Seseorang yang selalu menghiburnya tatkala ia sedih saat teringat kedua orang tuanya yang meninggal dunia karena kecelakaan satu tahun yang lalu. Ia menggelengkan kepala pelan, mengenyahkan memori-memori lama yang kembali berputar di otaknya.

Sesekali ia menangkap pembicaraan para polisi dan sipir penjara yang mengeluhkan mengenai gaji mereka yang pas-pasan juga jam kerja panjang yang seringkali menyita waktu berharga mereka untuk keluarga.

Bibir gadis bermarga Namikaze itu tersenyum miris saat mendengar kata 'keluarga'. Keluargaku, mereka mengkhianatiku. Rapalnya dalam hati berulang-ulang, seolah menjadikannya mantra agar ia tetap tegar.

Di luar bunyi sirine polisi saling bersahutan, mengantarnya menuju pengadilan. Seorang sipir wanita duduk tegak di sampingnya saat ini, mengawalnya ketat sejak Naruto keluar dari dalam sel sementara, sebelum hukuman untuknya diputuskan.

Gadis muda itu menunduk menatap kedua tangannya yang diborgol. Sesaat dia memejamkan mata, berandai jika saja kakaknya yang sudah diadopsi keluarga lain bisa cepat datang untuk menjemputnya sebelum dia diadopsi oleh keluarga Hyuga. Andai saja dulu dia tidak bersedia diadopsi oleh keluarga Hyuga. Andai saja dia menerima cinta Neji, andai saja dia tidak menjemput Hinata malam itu. Andai... andai... dan andai... Dia berandai terlalu banyak, pikirannya mulai melantur.

Jika semua ini tidak terjadi, saat ini aku pasti sedang ujian masuk Universitas Todai. Lalu berharap-harap cemas menunggu pengumuman hasil ujian masuk. Sekarang kata-kata itulah yang terus berputar di kepalanya, membuat napasnya semakin sesak dibuatnya.

Naruto mengerjapkan matanya yang terasa panas. Pertahanannya tidak boleh hancur, tidak, dia tidak boleh lemah. Dia harus kuat, harus menjadi kuat. Keputusan mengenai masa depannya akan ditentukan hari ini di pengadilan. Dan ia sudah bertekad untuk menjalani apapun hasil akhirnya nanti. Biarlah masa lalu hanya menjadi bayangan semu.

.

.

.

TBC

Review?