ANBU
.
.
Disclaimer : Tokoh-tokoh yang muncul dalam fanfiction ini original by Mr. Masashi Kishimoto (Naruto) , sementara ceritanya sendiri murni dari hasil pemikiran autor.
Warning : Typo, AU, Sasuke/Sakura/Dan yang lainnya, Rated M, OOC, Mengandung unsur sex, sedikit gore.
.
.
CHAPTER I
.
.
.
Suara langkah kaki cepat, lambat, sedang, berlari bahkan bahu yang saling bertubrukan terdengar saling sahut menyahut. Diwarnai gerutuan, seruan, tawa dan juga lelucon kotor semakin meramaikan suasana kantor Anbu di kota Konoha disiang hari yang panas terik. Bahkan pendingin ruangan rasanya masih kurang efektif dengan penuhnya gedung oleh para aparat, pelanggar hukum, pegawai kantor dan jangan lupakan para warga sipil yang tak pernah hentinya berkeluh kesah tentang tas mereka yang hilang, pembantu rumah tangga mereka yang gemar mencuri atau bahkan melaporkan orang-orang terdekat mereka yang hilang.
Desahan dari para pegawai kebersihan kantor anbu sering kali sayup-sayup terdengar oleh beberapa pasang telinga karena kotornya lantai kantor atau sampah yang berserakan meskipun baru dibersihkan beberapa menit yang lalu. Teriakan para korban kejahatan dan pelaku kejahatn pun tak bisa dihindari karna salah satu atau bahkan kedua belah pihak tak bisa tenang.
Apapun itu rasanya sudah terlalu biasa bagi para aparat yang setiap hari harus terjebak di situasai dan suasana yang sama seumur hidup mereka. Seharusnya suasana seperti ini bisa saja membuat siapa saja mengalami stress tapi tidak bagi detektif Sasuke. Dengan wajah datar ia menikmati suasana dihadapannya. Bekerja merupakan segala banginya. Ia bahkan rela menghabiskan waktu 24 jam hanya untuk bergelut dengan setumpukan kasus yang menarik perhatiannya. Ya, hanya yang menarik. Sisanya akan ia limpahkan pada junior-juniornya di satuan Anbu seperti Kiba atau Rock Lee.
Ia melangkahkan kakinya dengan santai menuju lantai tiga tempat para pekerja otopsi. Map hitam di sisi kanan tubuhnya mengayun seirama langkah kakinya. Sapaan para juniornya hanya sesekali ia timpali dengan anggukan ringan atau gumaman tak jelas. Terlalu malas untuk berbasa basi tak penting. Waktunya terlalu berharga hanya untuk dibuang-buang percuma.
Langkah kakinya terhenti tepat didepan pintu masuk ruang otopsi. Dari dalam dapat ia dengar suara seorang wanita yang ia kenali sebagai suara Sakura dan suara bariton satunya ia pastikan sebagai Neji. Kedua orang itu memang penghuni tetap ruang otopsi bahkan dimalam hari.
Suara gesekan pintu membuat obrolan diantara Sakura dan Neji terhenti digantikan dengan hembusan nafas kasar dan tatapan bosan dari Sakura. Ia berjalan menjauh saat atasannya Neji berjalan menghampiri Sasuke.
"Kenapa? Pekerjaan baru?" Neji memandang map hitam yang dibawa Sasuke.
"Ah- bukan, map ini hanya berisi dokumen kasus baru. Belum aku periksa."
Sasuke memandang Sakura di seberang ruangan dengan setumpukan sampel darah dan cairan kimia lainnya dia atas meja.
"Wanita rambut permen karet bekas itu apa memang selalu menunjukan wajah jeleknya seperti itu setiap hari?"
Dengan map ditangannya Sasuke menunjuk Sakura yang hanya di balas pelototan kesal dari Sakura.
"Berhentilah mengganggunya Sasuke. Kau selalu mencoba membuatnya kesal. Dan tidak, dia hanya seperti itu padamu. Jadi, apa tujuannya kesini?"
Neji mencoba menengahi adu mulut yang akan segera pecah jika dia tidak turun tangan.
"Tidak ada. Aku kesini hanya untuk mengatakan kata-kata tadi."
Baik Sakura maupun Neji memandang Sasuke dengan kaget. Mereka jelas-jelas tidak mengerti kenapa Neji melakukan hal tersebut. Disisi lain Sakura sudah mulai kehabisan kesabarannya.
"Kenapa? Aku sudah memikirkan kata-kata itu semalaman."
Seakan tidak perduli akan aura gelap yang mulai menyelubungi Sakura, Sasuke malah semakin menyulut amarah Sakura yang sudah hampir meledak.
Menyadari hal tersebut, Neji segera menyeret Sasuke keluar dari ruangan.
"Pergi."
Nada kesal jelas terdengar dari suaranya. Ia benar-benar tak habis pikir kenapa Sasuke selalu saja melakukan hal konyol pada Sakura. Hal konyol dan menyebalkan tentunya.
Disisi lain Sasuke hanya tersenyum puas dibalik pintu dan dengan senandung riang ia kembali turun kelantai dua tempat regu detektif berkumpul siap memulai aktifitasnya sebagai detektif senior berotak cemerlang.
.
.
.
Disisi lain Naruto tengah kebingungan menghadapi amarah kepala detektif, Jiraiya. Pasalnya hingga saat ini Sasuke masih menghilang tanpa jejak. Harusnya pria berambut panjang hampir sebahu itu sudah tiba 30 menit yang lalu. Dan saat Sasuke muncul dari balik pintu hembusan nafas lega Naruto terdengar jelas.
"DARI MANA SAJA KAU TUAN MUDA SASUKE UCHIHA?!"
Mendengar suara tinggi penuh nada sinis dan amarah itu sama sekali tak membuat Sasuke gentar, justru sebaliknya ia dengan tenang menyerahkan map hitam yang ia genggam.
"Kasus si kembar Smitt. Aku sudah membacanya beberapa waktu lalu dan melakukan riset. Aku rasa keputusan Ino untuk memisahkan mereka itu salah."
Berbanding terbalik dengan Jiraiya yang langsung memasang wajah kaget dan bingung. Naruto hanya duduk menyandar dikursinya dengan bosan. Lagi-lagi Sasuke melakukan penyelidikan tanpa sepengetahuan atasan mereka.
"Apa maksudmu? Tolong bicara dengan jelas Sasuke."
"Aku sudah mengatakannya dengan jelas kapten. Ino telah salah mengambil keputusan. Kembar Smitt tidak akan berubah hanya karena mereka dipisahkan, justru sebaliknya."
"Dari mana kau tahu?"
"Cukup percaya saja padaku. Tidak sulit bukan?"
Dengan menahan amarah Jirainya berdiri dari duduknya dan menunjuk wajah Sasuke dengan kesal.
"Aku tidak akan pernah mendengarkan ocehanmu lagi Sasuke. Dan aku tidak akan mengubah keputusanku, rencana yang dibuat Ino akan tetap dijalankan. Jadi, cepat kembali kemejamu dan kerjakan tugasmu."
Sasuke hanya memutar bola matanya bosan seraya berdiri dan menghampiri mejanya. Ia duduk sambil membalik-balikkan berkas dihadapannya.
"Berhentilah melakukannya."
Naruto, rekan kerjanya selama delapan tahun sedari ia masih menjadi detektif junior menghampiri meja Sasuke dan duduk di kursi seberang meja. Jika boleh jujur selama delapan tahun persahabatan mereka, satu tahun awal merupakan tahun terberat bagi mereka. Sasuke yang dingin dan keras kepala harus berhadapan dengan Naruto yang kelewat aktif dan ceria. Sering kali mereka dihadapkan pada kesalahpahaman dan adu argumen. Namun, seiring waktu persahabatan mereka terjalin dengan sendirinya.
"Melakukan apa?"
Sasuke masih membalik-balikkan berkas ditangannya dengan enggan. Melihatnya membuat Naruto kesal. Ia menarik berkas ditangan Sasuke dan membantingnya pelan diatas meja.
"Ini dan itu."
Sasuke mengernyit mendengar jawaban Naruto. Bukan karena ia tak mengerti ucapan Naruto tapi karena ia tidak mengerti kenapa Naruto harus mengatakannya seambigu itu.
"Berhenti bersikap seolah kau sedang mengecek berkas yang jelas-jelas sudah lama kau selesaikan. Dan juga berhentilah bersikap menantang Jiraia. Bagaimanapun dia adalah atasan kita Sasuke."
Mendengar penjelasan panjang lebar Naruto, Sasuke hanya membanting punggungnya kesandaran kursi dengan sedikit keras.
"Aku bosan. Kasus yang paling menarik perhatianku adalah kasus kembar Smitt tapi si tua mesum itu justru malah menghentikan kasus itu dengan kesimpulan konyol."
Sasuke bukan orang yang akan berbicara panjang lebar jika bukan saat ia tengah kesal atau sebaliknya membuat orang kesal. Dan dapat ia simpulkan saat ini Sasuke tengah kesal.
"Lalu apa maumu?"
Sebelum Sasuke sempat menjawap pertanyaannya Naruto sudah lebih dulu memotong apapun yang akan Sasuke katakan degan tangannya.
"Ayo kita lakukan. Kita buktikan kesimpulanmu tentang kembar Smitt dan selesaikan ini dengan cepat dan rapi. Seperti biasa. Kau puas?"
Sasuke hanya tersenyum simpul mendengar jawaban Naruto, ia tahu Sahabat satu-satunya itu bisa ia andalkan.
.
.
.
Pintu ruang otopsi lagi-lagi terbuka, kali ini yang masuk adalah seorang wanita cantik dengan dua cepol dikedua sisi kepalanya. Dengan tenang ia menghampiri Neji yang tengah fokus mengerjakan otopsi pada mayat seorang wanita tak dikenal. Fokusnya segera hilang saat ia mencium bau parfum yang sangat dihapalnya. Dengan pelan ia berbalik dan mendapati Tenten istrinya berdiri dengan kedua tangan melipat didepan dada.
"Jadi, kau melupakan janjimu menjemputku hanya untuk berkencan dengan wanita lain?"
"Ya, kurasa."
Ia menoleh pada meja operasi dibalik punggungnya memandang mayat wanita yang sedari tadi dia tangani.
"Haah, untung saja Sasuke tadi mampir jadi aku bisa ikut dengannya kesini."
Ada sedikit nada kesal dari intonasinya, ia masih melipat kedua tangannya didepan dada. Sementara Neji mulai berdiri dan membasuh tangannya.
"Harusnya aku tidak pernah setuju menikah denganmu. Aku terlalu muda waktu itu, terlalu polos dan bodoh."
Tidak suka dengan perkataan istrinya Neji membalikkan badannya dan balik memandang Tenten dengan intens.
"Delapan belas tahun tidak terlalu muda Tenten. Dan ya, saat itu mau tidak mau kau harus menikah denganku atau kau akan melahirkan Daisuke tanpa seorang ayah."
Tenten tidak menjawab perkataan Neji, ia hanya mendengus kesal dan memperhatikan Neji yang mulai mengemasi barang-barangnya bersiap untuk pulang bersama.
"Bisakah kalian bertengkar ditempat lain? Aku tidak bisa konsentrasi."
Di sudut lain ruangan Sakura berdiri dengan kacamata besar dan bor ditangannya. Ia tengah mengotopsi kepala dari mayat seorang kriminal yang dihukum kursi listrik beberapa minggu lalu.
"Sakura! Aku tidak tahu kau masih disini!"
Ia memotar bola matanya bosan mendengar Tenten berseru padanya. Wanita itu adalah seorang ahli senjata api markas Anbu bersama dengan Sasori dan Kankurou. Sakura bahkan tidak bisa dan tidak mau mengerti mengapa orang yang memiliki kepribadian tiga ratus delapan puluh derajat itu bisa menikah.
"Cepat pergi dari sini dan jangan buat lagi kegaduhan. Bahkan Toby sudah bosan mendengar suara pertengkaran kalian."
Neji merangkul pundak Tenten dan membimbingnya keuar, sementara Sakura kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.
"Siapa Toby?"
Tenten berbisik pada Neji yang hanya dibalas senyuman singkat dari neji.
Sementara itu sakura masih dengan kesal mulai bergumam pelan.
"Aku benar –benar tidak mengerti dengan mereka. Benar kan toby?"
Sakura mengehentikan pekerjaannya sesaat untuk bertanya pada toby, mayat kriminal yang sedang diotopsinya. Meskipun ia tahu tidak akan mendapatkan jawaban apapun.
.
.
.
TO BE CONTINUED
.
.
.
Autor notes :
Maaf ya yang ini singkat. Ini baru prolog, sebagian pengenalan tokoh yang nanti bakal berperan aktif disini.
Sekarang-sekarang saya sedang suka membuat ffn tentang detektif. Semoga kalian suka ^^
