SEVENTEEN'S POWER COUPLE

.

.

Kwon Soonyoung.

Lee Jihoon.

..

Support : OC. Kim Mingyu. Jeon Wonwoo.

Mentioned : iKon's Song(GS) and Chan. Winner's Mino and Jinwoo(GS). Song Triplet's Song Minguk.

.

.

.


Pintu kedai kopi itu terbuka. Beberapa mata memeriksa, siapa gerangan yang baru saja membukanya. Sosok yang baru saja masuk itu langsung berlari menuju ruang khusus pegawai kedai tersebut.

"tumben sekali telat, hyung?"

Lelaki mungil bersurai coklat pekat itu mengangguk.

"habis bimbingan dengan professor lee"

Lelaki tinggi dengan kulit lebih gelap dari si mungil itu mengangguk kecil.

"ah, benar juga. Kau sedang menyusun kajian hasil akhir studi-mu"

Lelaki mungil itu mengangguk sambil melapisi kaus hitamnya dengan kemeja putih, seragam khas pegawai kedai kopi tersebut.

"aku keluar"

Lelaki bersurai pekat itu mengangguk, bersamaan dengan langkah yang diambil si mungil menuju keluar dari ruangan tersebut.

Dia, si mungil yang kini tengah membersihkan lantai, adalah Lee Jihoon. Lelaki kelahiran Busan, 23 tahun lalu yang tengah menempuh pendidikan sarjana di Universitas Konkuk prodi Sastra Korea. Ada di semester akhir, maka dari itu, dirinya tengah disibukkan dalam menyusun kajian hasil akhir program studi-nya, sehingga ia terlambat masuk kerja.

BRAK

Beberapa pasang mata yang masih tersisa di kedai itu, terpaku sepenuhnya pada jihoon. Jihoon mendengus kencang akibat kepalanya yang terasa berputar dan matanya yang berkunang. Si tinggi yang tadi berbincang sebentar dengan jihoon di ruang pegawai, menghampirinya segera mungkin.

"hyung? Kau baik? Apa yang sakit?"

Jihoon memejamkan matanya cukup lama sambil menumpukan kepalanya pada gagang kain pel.

"hyung? Jihoon hyung? Duduklah dulu"

Lelaki itu membimbing jihoon untuk duduk di kursi yang tak jauh dari posisi mereka. Lalu seorang gadis datang dengan tangan yang membawa sebungkus obat dan air mineral.

"sunbae. Minumlah obatnya. Bisa diminum sebelum makan"

Jihoon menerima sodoran obat tersebut dan langsung meminumnya.

"terimakasih, junghyun, mingyu"

"hyung. Ayo ke ruangan. Lebih baik kau istirahat di ruangan saja"

Jihoon berdeham sambil menggeleng pelan. Ia pun bangkit perlahan dengan bantuan Kim Mingyu, si tinggi yang terlihat khawatir sekali dengan keadaan jihoon.

"aku baik-baik saja. Obat dari junghyun mulai bekerja. Jadi sakitnya tidak terlalu menyengat"

Mingyu berdecak.

"hyung—"

"mingyu sunbae"

Mingyu menatap Song Junghyun dengan alis yang menyatu, marah.

"apa?!"

Junghyun menggeleng pelan. Mingyu berkesah pelan. Dengan perlahan, ia melepaskan kungkungannya pada tubuh mungil jihoon.

"kau baik, sunbae?"

Jihoon mengangguk kecil atas pertanyaan junghyun padanya.

"baiklah"

Lalu junghyun menarik mingyu untuk menjauh dari situ. Meninggalkan jihoon yang mulai menjalankan kembali aktifitasnya yang sempat terhenti akibat serangan sakit kepala tadi. Matanya kembali ia pejamkan sambil mengatur nafasnya yang sedikit menderu.

Jihoon bohong kalau dirinya baik-baik saja. Sejujurnya, kepalanya masih terasa sakit. Hanya saja, ia tak mau merepotkan banyak orang atas dirinya. Ia tak mau jadi beban siapapun. Ia pun mengambil ponsel yang ia taruh di saku belakang celana bahan hitamnya. Dan bibirnya mencetak senyum tipis kala melihat wallpaper-nya. Sebuah potret dirinya dengan lelaki yang sedang tersenyum, menatap kamera. Terlihat serupa, dengan mata yang sama-sama membentuk sebuah senyuman.

Namun, jika ditilik lebih dekat, terasa sekali perbedaan diantara keduanya. Lelaki yang sedang merangkul jihoon dengan erat itu terlihat lebih gembil dan senyumnya lebih jenaka dibandingkan jihoon. Jihoon mengusapnya tanpa sadar. Matanya mulai berkabut. Jihoon mengerjap cepat lalu berdeham pelan. Tenggorokannya tercekat, ia pun buru-buru memasukkan kembali ponselnya.

..

..

"jihoon hyung! Ayo bersiap. Ini sudah hampir tengah malam"

Mingyu berseru dari ruang pegawai. Jihoon mengulas senyum tipis lalu mengayun langkahnya menuju ruang sanitari sambil membawa tempat air kotor beserta kain pel.

"sunbae! Aku pulang denganmu ya? Aku disuruh eomma untuk menemani kakak iparku. Minho oppa sedang ditugaskan keluar kota selama seminggu"

Jihoon terkekeh saat junghyun mulai merangkulnya.

"kau bilang, kau takut dengan anak kakakmu itu"

Junghyun mengangguk cepat lalu berkesah panjang setelahnya.

"eomma memaksaku, setelah yunhyung eonnie mengadukan pada orangtuaku, tentang ketakutanku yang tak masuk akal"

Jihoon tergelak ringan.

"menurutku, ketakutanmu itu cukup tak masuk akal juga sih, jung. Minguk itu kan keponakanmu. Kenapa juga kau harus takut padanya sementara dia baru berumur 2 tahun?"

Junghyun menautkan alisnya dalam lalu menggeleng.

"aku juga tidak tahu, sunbae. Padahal, menurut jinwoo eonnie, bocah itu terlihat senang saat aku berkunjung. Ah entahlah!"

Jihoon kembali tergelak, kali ini lebih keras. Sehingga yang lebih muda, sekaligus lebih tinggi dari pada jihoon, disitu mengulas senyuman tipis.

"bagaimana menjelaskannya, ya? Ah! Itu sunbae. Pasti kau sedikit merasakan adanya rasa takut saat ingin menyentuh benda yang sangat rapuh dan mudah rusak, bukan? Kurasa itu rasa ketakutanku pada minguk"

Jihoon menggeleng maklum lalu menepuk-nepuk belakang kepala gadis yang sudah dikenalnya selama hampir 5 tahun itu. Keduanya bertemu saat jihoon diminta untuk menjadi guru music di sekolah tingginya dulu, Sekolah Tinggi Sekang, dan junghyun adalah salah satu murid yang mengikuti klub music tersebut.

"bagaimana kehidupan kuliahmu, jung?"

Junghyun mendengus kencang.

"besok aku harus mengumpulkan tugas terjemahan 2 buah artikel. Kau tahu, sunbae? Demi tuhan itu bukan artikel. Panjang sekali! Ingin kutembak saja rasanya saat professor kang bilang kalau itu bukan apa-apa dibanding saat aku nanti ada di tingkat 2!"

Jihoon kembali tergelak dengan jawaban berapi junghyun.

"nikmatilah prosesnya, jung. Aku pun akan bilang seperti professor kang begitu dalam posisiku begini. Kau akan merasa lebih tertekan saat mulai ada di tingkat akhir sepertiku ini"

Junghyun menyelipkan anak rambutnya yang jatuh, kebelakang telinga.

"benarkah? Apakah begitu berat tekanannya, sunbae?"

Jihoon mengangguk pasti.

"tapi kau harus tetap semangat. Harus kau niatkan untuk selesai kuliah dalam 4 tahun. Jangan jadi mahasiswa abadi"

Junghyun terkekeh jenaka.

"seperti soonyoung oppa ya?"

Jihoon terhenyak sebentar. Junghyun mengulum bibirnya, menyadari keterdiaman jihoon yang tiba-tiba.

Ia kelepasan.

Dan menyebut sebuah nama sakral –menurutnya, bagi jihoon.

Idiot sekali kau, song junghyun! Cerca junghyun imajiner.

Jihoon berdeham pelan lalu mengulas senyuman tipis sambil menatap junghyun. Tangannya naik lalu menepuk pelan pucuk kepala gadis maskulin 21 tahun itu.

"oh. Seperti soonyoung"

Junghyun mengerjap dan terpaku. Sehingga jihoon melangkah lebih dulu dan menciptakan beberapa langkah jarak diantara mereka.

Kenapa junghyun bisa tahu?

Karena, lelaki bernama Soonyoung, lengkapnya Kwon Soonyoung itu, lelaki yang merangkul jihoon dalam potret yang jihoon jadikan sebagai latar belakang ponselnya, adalah sepupu jauh dari garis keturunan ibu junghyun. Bila dikatakan jauh pun, tidak juga. Karena dalam keluarga besar mereka, keduanya dikenal sangat dekat dengan beberapa tinjuan dan tendangan main-main saat sedang berseteru.

"junghyun! Cepatlah! Ini dingin, bodoh!"

Junghyun tersentak lalu berlari kecil, mencapai jihoon lalu kembali merangkul lelaki yang lebih pendek darinya itu.

"sunbae"

"hmm?"

"aku boleh bertanya?"

Jihoon menatap junghyun lalu mengangguk.

"soonyoung oppa—dia—dia sama sekali tidak memberikan kabar padamu?"

Jihoon berdecih kecil lalu tersenyum miris.

"selama hampir setahun terakhir ini, iya. Kau sendiri?"

Junghyun menggeleng.

"kupikir hanya aku yang tidak dihubungi olehnya setelah terakhir kali kita bertemu. Soalnya, kami sempat berkelahi akibat game. Ternyata kekasihnya sendiri juga tidak dikabari"

Jihoon mengusak pucuk kepala junghyun gemas.

"kalian ini. Hanya karena game saja bisa berkelahi. Ada-ada saja"

Junghyun mendecih. Seketika, kepalanya me-reka ulang bagaimana asal mula perkelahiannya dengan lelaki yang 2 tahun lebih tua darinya itu.

"aku tidak pernah menemui orang yang sangat curang dan keras kepala selain soonyoung oppa selama hidupku ini, sunbae. Dia benar-benar!"

Jihoon tergelak geli melihat amarah menguasai putri bungsu keluarga song itu. Gadis bersurai kelam sebatas bahu ini memang mempunyai sumbu kesabaran yang pendek. Mudah sekali memancing kemarahannya dari hal-hal sepele.

"kau pasti kesepian ya, tidak ada yang mengajak bermain game lagi?"

Junghyun mengangguk kecil.

"sedikit. Tapi, tidak lagi. Ada chanwoo oppa yang mengajakku bertanding game saat berkunjung"

"chanwoo?"

Junghyun terkekeh.

"kekasih yunhyung eonnie"

Jihoon tersenyum tipis menanggapinya. Dan keduanya terus berbincang, memecah keheningan malam sambil membelah jalanan perumahan tempat tinggal jihoon dan kakak junghyun.

"sunbae. Terimakasih sudah menemaniku"

Jihoon terkekeh pelan.

"apa-apaan itu? Sudahlah. Masuk sana. Jinwoo noona pasti menunggumu pulang sejak tadi"

Junghyun mengangguk lalu melambai sambil melangkah, mendekati pagar hitam sebuah rumah yang terletak tak jauh dari sebuah losmen sederhana.

"sampai besok, sunbae!"

Jihoon balas melambai. Setelah junghyun tak terlihat lagi dalam penglihatannya, jihoon kembali melanjutkan beberapa langkahnya untuk mencapai losmen khusus mahasiswa penerima beasiswa Universitas Konkuk.

..

..

Berbicara kekasih, jihoon memang sudah terikat dengan seseorang lelaki lain, bernama Soonyoung tadi.

Katakanlah hubungan mereka tabu karena menyalahi kodrat.

Namun, kalau cinta dari tuhan sudah berkehendak,

Kita bisa apa selain menerimanya?

Karena, cinta adalah anugerah dari tuhan

Dan anugerah pemberian dari tuhan tidak pernah salah.

Kisah keduanya dimulai saat keduanya menempati kelas 2 sekolah tinggi. Waktu itu, kelasnya menjadi salah satu pengisi acara dalam festifal tahunan sekolah. Jadilah, sang wali kelas, memutuskan untuk membentuk sebuah band yang berisi jihoon, soonyoung dan 3 orang lelaki lainnya. Jihoon diposisikan pada vocal dan gitar, sedangkan soonyoung pada bass. Awalnya soonyoung protes karena dia belum terlalu mahir dalam memainkan bass. Namun, karena tidak ada kandidat lain untuk menggantikannya, soonyoung mau tak mau harus menerimanya.

Dari situlah keduanya mulai dekat. Dan bertambah semakin dekat saat soonyoung terang-terangan meminta jihoon untuk berlatih bersama, karena, soonyoung mengetahui kalau jihoon cukup handal memainkan alat petik listrik itu. Tepat sehari setelah festifal selesai, soonyoung menyatakan perasaan sukanya pada jihoon. Dan dihari itu juga, kesucian bibir jihoon terenggut oleh anak bungsu keluarga kwon diatap gedung sekolah. Jihoon tak habis pikir sampai sekarang. Bagaimana bisa ia menerima saja kala bibirnya digumul oleh soonyoung.

Mengingat berbagai hal yang jihoon lalui bersama soonyoung selama hampir 5 tahun ini, sangat menyiksa jihoon. Apalagi ditambah dengan hubungan jarak jauhnya dengan soonyoung seperti ini. Soonyoung sedang menempuh pendidikan dalam bidang bisnis di salah satu universitas bergengsi di jerman sana.

Dan halangan yang paling besar adalah ketidak-setujuan orangtua soonyoung atas penyimpangan anak bungsu mereka. Orangtua manapun akan sulit menerima jika anak mereka menyukai sesama jenisnya. Jihoon ingin menyerah saja saat 2 tahun lalu soonyoung mengajaknya untuk bertemu dengan keluarga kwon sekaligus memperkenalkan jihoon sebagai kekasihnya secara gamblang dan lurus dihadapan kedua kakaknya dan orangtuanya.

Bahkan masih terekam dengan jelas di otak jihoon bagaimana soonyoung yang digampar dengan keras oleh sang ayah didepannya, saat soonyoung mengaku kalau dirinya menyimpang. Mungkin, kalau waktu itu tuan kwon tidak ditahan oleh kedua kakak lelaki soonyoung, soonyoung akan berakhir dirumah sakit.

Menjadi sebuah anomaly dalam kehidupan memang berat.

Namun, soonyoung kembali menguatkan jihoon yang hampir saja menyerah ditengah keadaan mereka saat itu. Bahkan soonyoung memaksanya dengan keras kepala, untuk menunggu sampai soonyoung lulus lalu jihoon akan diboyong ke kanada. Berhubung Negara daun maple itu sudah melegalkan hubungan sesama jenis dan lebih ramah dibandingkan Negara nazi terhadap pendatang dari Negara lain.

Ya, jihoon kini tinggal sebatang kara setelah 3 tahun lalu, neneknya, sekaligus keluarga satu-satunya yang ia miliki, berpulang akibat penyakit asma yang dideritanya.

Jihoon memejamkan matanya saat perasaan rindunya pada sosok soonyoung sudah tak terbendung lagi. Matanya mulai berair. Bibirnya ia kulum erat agar tidak ada isakan yang bisa menganggu teman kamar sebelahnya.

Jihoon lelah.

Jihoon benar-benar merasakan lelah tubuh sekaligus mental.

Jihoon butuh sandaran.

Jihoon butuh soonyoung.

Jihoon sangat membutuhkan soonyoung saat ini.

Sangat.


Ini saya bagi jadi dua part hehehe. Soalnya, saya ngerasa kepanjangan gitu hehehe