Rise of The Prince of Darkness

Disclaimer: Square Enix (pinjem KH dulu ya, tetsuya-san~)


Chapter 1: Starts with a dream


"Jadi kali ini tujuan Anda ke mana? Neverland? Notre Dame?" tanya seekor bebek yang tengah kelelahan akibat kemauan keras rajanya yang berkeras untuk terus mencari.

"Ke sana lagi?" kali ini suara seekor anjing, "Donald, kita sudah pernah ke Notre Dame berkali-kali. Ah-yuck, kau suka tinggal di sana ya?"

Bebek bernama Donald itu mengomeli temannya, Goofy, yang menertawakannya ketika melihat wajah Donald marah. Sampai suara raja mereka memotong pembicaraan mereka dengan suara yang lebih tenang dari mereka berdua.

"Destiny Island," katanya sambil menaikkan kacamata hitamnya sambil tersenyum. "Sudah diputuskan."

Donald dan Goofy yang terkejut dengan keputusan raja mereka yang kadang-kadang seenaknya saja, mencoba untuk meyakinkan rajanya, "Anda yakin, King Mickey?"

Mickey, raja mereka, mengangguk dengan senyum tak lepas dari wajahnya yang polos, "Yap. Ini akan menjadi perjalanan yang saaangat panjang.."


"Riku, oper!" teriak laki-laki berambut cepak-cepak berwarna coklat yang tengah melambaikan kedua tangannya pada sahabatnya.

Temannya, Riku yang sibuk mendribble bola, setelah bebas dari genggaman lawan ia berteriak, "Sora, tangkap!"

Passingnya Riku memang cukup tinggi, tapi cukup juga untuk Sora jangkau. Ia melompat setinggi yang ia bisa untuk menangkap bola itu. Sayangnya, seorang laki-laki berambut pirang melompat lebih tinggi dari Sora dan menangkap bola itu duluan.

"Sori, bro, aku dapat bolanya," katanya sambil menyeringai lalu mendribble bola itu menuju ke arah yang berlawanan.

Sora menatap saudaranya itu dengan tatapan menghina lalu berteriak padanya, "Arrgh! Kurang ajar kau, Roxas!" Sora mulai mengejar Roxas lalu sambil dihadang oleh salah satu tim lawannya, Tidus, Sora berteriak pada Riku, "Riku! Bolanya di Roxas!"

CPIK! Pandangan Riku langsung reflek menarget Roxas yang tengah mendribble bola ke ring. Riku langsung berlari ke arah Roxas, melompat dengan sangat tinggi ketika Roxas melempar bola itu ke arah ring. Riku menangkap bola tersebut dan membawanya ke arah yang berlawanan.

"Sora!" Riku melempar bola tersebut ke arah Sora yang ditangkap Sora dengan sempurna lalu berkata, "jangan sia-siakan yang ini!"

Sora mengangguk lalu bersiap-siap untuk melempar bola tersebut ke ring, sedikit grogi karena waktu yang tinggal sedikit. Lima detik lagi, batin Sora lalu melempar bolanya dan..

"TIME OUT!" teriak Selphie yang kemudian meniupkan peluitnya dengan sangat lama, dan memperoleh tatapan putus asa dari Sora. "Maaf, Sora. Bolanya nggak masuk," katanya sambil tersenyum minta maaf.

"Sori, kawan, kayaknya dari awal hasilnya sudah ketahuan," kata Tidus dengan senyum mengejek lalu tertawa. Ia memberikan Sora sebuah sapu lidi lalu berkata sambil berjalan pergi, "hukumannya sama, timmu kalah gara-gara kamu. Jadi kamu yang membersihkan lapangan ya.."

Akhirnya Tidus pergi bersama Selphie untuk pulang ke rumah mereka. Sora menghela nafas panjang saking kesalnya. Hari ini, gara-gara dia lagi, timnya kalah. Lho? Roxas dan Riku nggak ikut pulang dengan mereka?

"Bala bantuan datang," Riku bergumam sambil memanggul sapu lidi yang lain di kedua bahunya, diikuti Roxas yang membawa sapu lidi lainnya pula sambil tersenyum.

"Lho? Kalian nggak pulang?" tanya Sora heran, namun sedikit malu karena ia yang membuat timnya sendiri kalah.

"Aku sih, memang karena nggak ada kerjaan di rumah," jawab Riku lancar sambil menyapu lapangan sekolah yang kotor karena sampah. "Lagian, kasihan juga kamu beres-beres sendiri."

Mata Sora langsung berkaca-kaca, terharu. Ternyata nggak rugi juga dia bersahabat dengan Riku dari kecil. Lalu, kemudian Sora melirik Roxas dengan sinis. "Kamu, Rox?" sebagai saudara kembarnya, Sora sendiri sudah tahu jawabannya.

"Kita sama Tidus kan memang dihukum. Tidus sendiri saja yang menantang main. Kalau Riku nggak bilang kasihan sama kamu, mungkin aku sudah di rumah sekarang," jawab Roxas lancar tanpa menatap saudaranya. Roxas, mengapa dikau dingin sekali, terutama pada saudara kembarmu sendiri? Batin Sora.

"Sebenarnya sih, ini salahmu juga. Siapa suruh tidur di kelas? Apalagi kalau pelajarannya sejarah."

"Guru nggak bakal tahu kalau aku tidur, kalau saja kamu nggak mengganggu, Roxas!" bantah Sora. "Lagian, Tidus juga—"

"Kalian, kalau mulai bertengkar sekarang.." suara Riku terdengar gelap dengan aura hitam yang jauh lebih memancar di sekitarnya. Ia menggenggam sapu lidinya dengan kuat sampai mau patah. Mau tidak mau, akhirnya si kembar pun terdiam dan melanjutkan bersih-bersihnya dengan suasana hening.

Seperti itulah kebiasaan mereka sehari-hari. Walau pun terkadang ada saat dimana mereka bertengkar, marah, tapi di lubuk hati mereka sendiri, mereka saling menyayangi. Apalagi Sora, di antara mereka bertiga, hanya dia yang paling lemah. Suka dijahili, bahkan nilai-nilainya pas-pasan. Riku dan Roxas selalu hadir untuknya. Mereka melindunginya. Padahal, Sora empat puluh lima detik lebih tua dari Roxas.

"Ah, besok kalian ulang tahun ya?" tanya Riku ketika ia melihat jamnya yang juga tertera tanggal dan bulan. Ia, Sora dan Roxas baru saja selesai membersihkan lapangan sekolah.

"Eh?" Sora dan Roxas bergumam secara berirama ketika Riku terang-terangan bertanya begitu. Padahal mereka sengaja diam supaya Riku mengira mereka tidak tahu, dengan begitu Riku bisa membuat pesta kejutan untuk mereka. Ternyata, Riku sendiri baru ingat.

"Aku belum menyiapkan hadiah untuk kalian pula," Riku berkata jujur dengan tenang kemudian ia berpikir. Riku, ada juga saat dimana kau tega melupakan hari ultah kedua sahabatmu. "Aku pulang dulu, deh. Maaf ya, aku belum memikirkan hadiah buat kalian."

Sora dan Roxas mengangguk secara bersamaan, "Yaya, silahkan deh." Mereka masih sedikit shock akibat Riku yang tega lupa dengan hari ultah mereka besok.


"King Mickey, sepuluh menit lagi kami akan tiba di Destiny Island," kata Goofy pada rajanya yang duduk di belakang. Tidak ada respon dari rajanya, Goofy menoleh untuk memeriksa keadaannya. "Ah-yuck? King Mickey?"

"King Mickey?" tanya Donald juga ikut khawatir.

Mickey tersenyum di balik kacamatanya lalu berdiri dari tempat duduknya. Ia memalingkan tubuhnya lalu berkata, "Setel pesawat dengan auto pilot. Setelah itu, pakailah setelan kalian, gentleman!"

Sepuluh menit lagi untuk tiba di Destiny Island..


"Bah! Akhirnya selesai juga!" teriak Sora ketika guru matematikanya telah keluar kelas, digantikan dengan jam istirahat. "Aku benar-benar nggak tahan sama guru killer itu."

"Jangan mengeluh," gumam Riku sambil memukul kepalanya pelan dengan buku matematikanya. "Setidaknya nilaimu naik kali ini."

Sora bangkit lalu menatap selembar kertas di tangannya, sebuah hasil ulangan matematikanya minggu lalu yang telah dibagikan. "Memang sih, nilaiku naik jadi B. Tapi Riku! Apa kau tidak lihat tatapannya yang seakan-akan membunuhku itu?"

"Dari awal sih, dia memang sudah mengincarmu lebih dulu," jawab Riku sambil menghela nafas lalu berjalan keluar dari ruangan. "Kau mau makan siang apa tidak?"

Sora langsung berjalan di samping Riku sebelum pemuda itu pergi duluan meninggalkannya ke kantin. Ketika mereka berdua masuk ke kantin, mereka menemui Roxas yang baru saja datang. Wajahnya terlihat lelah dan kesal. Seragamnya pun kumal, kenapa sih dia?

"Kenapa kau?" tanya Riku.

"Babak belur," jawab Roxas.

"Bagaimana rasanya?" kali ini Sora yang bertanya.

"Seperti dikeroyok."

Mereka bertiga akhirnya memilih duduk di salah satu meja, sambil menunggu antrian yang masih penuh sekali. Santai saja, istirahatnya hanya satu jam, tak usah terburu-buru.

"Bagaimana lokermu? Loker Sora masih kosong," tanya Riku.

Roxas memalingkan wajahnya dengan warna merah di pipinya lalu berkata pelan, "Penuh.."

Sora terlihat terkejut mendengarnya. Siang ini saudara kembarnya sudah dapat banyak hadiah? Memang sih, Roxas bisa dibilang murid yang teladan seperti Riku. Wajah Sora membiasa kembali. Ia sih memang sudah mengerti situasi saudaranya. Apalagi saudaranya itu populer.

"Hoo, rata-rata dari fansgirl ya?" tanya Riku sambil menyenggol bahu Roxas dengan sikutnya, membuat Roxas tambah merona lagi. "Nggak heran, mukamu babak belur begitu.."

"Enak banget, padahal belum Valentine," tambah Sora. "Seharusnya kau beruntung, Roxas. Coba kau lihat laki-laki sepertiku. Payah? Iya. Nilai? Pas-pasan pula."

"Sora ada benarnya," gumam Riku. Yah, Sora cukup tersinggung ketika Riku menyetujui perkataannya sendiri.

Roxas mengernyitkan dahinya sambil memasang tampang aneh. "Tapi aku tidak suka cara yang begitu. Apalagi gadis-gadis yang sekolah di sini sikapnya menyebalkan sekali. Kadang nggak mau meninggalkanku sendirian. Bagaimana denganmu Riku? Kau kan cukup populer."

Riku terdiam sejenak sambil berpikir. Kemudian ia berkata, "Yeah, resikonya memang berat kalau sudah dikejar seperti itu. Mending aku seperti Sora, yang nilainya nggak tinggi-tinggi amat, cukup payah di olahraga, lumayan ceroboh dalam segala hal—"

"Wow, terima kasih banyak, Riku," kata Sora yang sudah mulai sedikit kesal dan keluar uratnya di lehernya, berusaha menahan amarahnya.

"Iya, iya.. Maaf deh," kata Riku sambil tertawa kecil. Ketika ia melihat antriannya tidak terlalu penuh lagi, ia beranjak berdiri lalu berkata, "kalian kan ulang tahun, aku traktir makan siang saja, ya?"

Itu sih, sama saja dengan tahun lalu! batin Sora dengan Roxas bersamaan (kembar sih).

Membiarkan Riku memilihkan sekaligus menraktir makan siang mereka, Sora berkata pada Roxas, "Kau tahu, Roxas? Siswi di sekolah nggak semuanya menyebalkan, kok."

Roxas menaikkan alisnya, bingung, "Maksudmu?"

"..," Sora terdiam sejenak. "Kairi tidak seperti itu kok," gumamnya.

Roxas membulatkan matanya saking terkejutnya. Pertama kalinya Sora mulai membicarakan soal gadis dan membelanya. Biasanya sih, dia ikut setuju kalau gadis itu menyebalkan.

"Sora, jangan-jangan kau—"

"Bu-bukan seperti itu!" Sora langsung menggelengkan kepalanya dengan wajahnya yang memerah. "Bukan berarti aku punya perasaan padanya atau apapun!" Wajah Sora melembut ketika ia mulai menjelaskan.

"Ingat pas kita ikut tes masuk di sekolah ini? Saat itu aku terlambat?"

Roxas mengangguk, tapi ia tetap diam, mulai mendengarkan Sora.

"Sebenarnya.."

Flashback

"AAAH! Aku terlambat! Riku pasti bakal membunuhku! Roxas tidak membangunkanku pula! Dia justru meninggalkanku! Kuhajar anak itu nanti!" teriak Sora frustasi sambil berlari seperti orang gila. Tidak ia sadari, kertas yang ia genggam di tangannya yang ternyata adalah kertas verifikasi SMA, melayang dari tangannya ke salah satu rumah.

"Akh! Kertasnya!" teriak Sora terkejut melihat kertas berharga itu ada di halaman rumah orang yang tidak ia kenal. Sepertinya harinya makin buruk saja..

"Aku tidak kenal penghuninya pula," gumam Sora putus asa. Masa ia nekad masuk begitu saja? Bagaimana kalau ternyata penghuninya galak?

"..Lho?" Seorang gadis berambut merah auburn keluar dari rumahnya, sedikit heran ketika ia melihat selembar kertas ada di terasnya. Lalu ia menatap Sora yang putus asa dan penuh pikiran. Gadis itu mengambil kertas tersebut lalu menyodorkannya ke Sora.

"Eh?" Sora mendongak ketika ia sadar kertasnya tepat di depannya. Lalu dilihatnyalah seorang gadis yang tengah memberikannya kertasnya.

"Ini punyamu?" tanyanya sambil tersenyum.

Sora menatapnya dari ujung kepala sampai ujung kakinya. Seragamnya sama dengannya, apa gadis itu berniat masuk di sekolah yang sama dengannya. Sora tersadar dari lamunannya lalu menerima kertas itu darinya.

"I-Iya.. Makasih,ya," kata Sora sambil tersenyum malu-malu karena lawan bicaranya. Sora menyodorkan tangannya, "Namaku Sora."

Gadis itu yang terkejut melihat tingkah tiba-tiba Sora, akhirnya tersenyum sambil menjawab uluran tangannya, "Kairi."

Kairi mulai menyadari seragam Sora yang sama dengannya lalu berkata sambil tersenyum sebelum masuk kembali ke rumahnya, "Good luck, ya."

End of Flashback

"Jadi, ternyata kau pernah bertemu dengan Kairi, huh?" tanya Roxas tak percaya. "Tapi, Sora. Aku tak percaya kau tidak berani mengambil kertas verifikasimu. Pantas saja kau terlambat."

"Hei, itu salahmu juga tidak membangunkanmu," gumam Sora kesal.

"Aku kan bukan ibumu."

"Kau kan saudaraku."

"Tanjoubi omedetou, you guys!" Riku berseru senang sambil memberikan makan siang yang ia belikan untuk si kembar yang ulang tahun dengan senyuman berseri. "Kalian nggak bertengkar lagi kan?"

"Nggak," jawab Roxas dan Sora dengan cepat. "Makasih, Rik. Makan siang dan ucapan selamatnya."

"Nggak apa-apa," kata Riku sambil mengibaskan tangannya. "Toh, aku belinya yang murah."

"Yaaah, kirain.."


"Donald, deteksi keberadaan," perintah King Mickey seraya melihat jam tangannya. "Kita bisa mendeteksi dia tepat jam sepuluh malam."

"Memangnya kenapa, King Mickey?" tanya Goofy.

"..Pukul 22.00. Itu adalah waktu dimana ia dilahirkan sama seperti 'dia'," jawab Mickey sambil terus mengamati jam tangannya.

Nah, dimana kau Pangeran Kegelapan?


"Sora-kun? Makan malamnya nggak dihabiskan?" seru ibunya dari bawah ketika ia melihat anaknya hanya makan sedikit lalu langsung ke kamarnya yang terletak di lantai dua dengan wajah pucat.

"...," Sora menoleh sedikit ke arah ibunya lalu menggelengkan kepalanya, "tidak apa kok, Okaa-san. Cuma agak lelah.." Setelah itu ia naik ke arah kamarnya.

"Rokkun, saudaramu kenapa?" tanya ibu kepada kembaran anaknya yang menunjukkan sedikit kekhawatiran di wajahnya juga.

"Entahlah, Okaa-san. Sepulang sekolah juga begitu," jawab Roxas sambil merapikan piringnya dan piring Sora lalu membawanya ke dapur. "Biar kuperiksa dulu."

"Ya, tolong ya, Rokkun," kata ibunya.

Sesampainya di depan kamar Sora yang tertutup, Roxas mengetuk pintunya sambil memanggilnya, "Sora? Sora, hei, kau tidak apa?" Roxas memutar kenop pintu kamar saudaranya, lalu berjalan masuk.

Di kamarnya, ia melihat Sora berada di tempat tidurnya dengan selimut di seluruh tubuhnya, termasuk kepalanya. Badannya terlihat menggigil, padahal ruangannya sudah diberi penghangat.

"Sora?" Roxas mendekati Sora lalu menyentuh tubuhnya yang terasa panas, "tubuhmu panas. Kau demam? Tunggu, biar kupanggil Ibu." Roxas keluar dari kamarnya, memanggil ibunya dari tangga.

Tak lama kemudian, ibunya membawa kompres dan baskom kecil berisi air dingin lalu meletakkan kompresnya di atas dahi Sora. Tapi Sora tidak mau. Ia justru bergumam hal-hal aneh sambil meletakkan kedua tangannya ke kedua telinganya dengan matanya yang ia tutup erat-erat. Ia menggelengkan kepalanya sambil menggertakkan giginya lalu menutup dirinya dengan selimut kembali, membiarkan ibunya dan saudaranya bingung dengan tindakannya yang aneh.

"Okaa-san," panggil Roxas ketika ia dan ibunya keluar dari kamar Sora, "Sora kenapa ya?"

Ibunya menggelengkan kepala tidak tahu, "Entahlah, Rokkun. Mungkin ia tidak tahan dengan demamnya. Okaa-san sudah menaruh kompresnya di meja belajarnya sih, jaga-jaga kalau ia membutuhkannya."

Walau pun ibunya mencoba menghiburnya, Roxas tetap khawatir dengan saudaranya. Jarang-jarang Sora berkelakukan seperti ini. Padahal selama di sekolah tadi ia baik-baik saja. Ia mulai kehilangan nafsu makannya setelah Sora bangun dari tidur siangnya.

Ibunya yang melihat kekhawatiran Roxas, menepuk pundak Roxas lembut lalu berkata, "Mungkin saja besok Sora-kun jauh lebih baik. Rokkun tidur saja, sudah mau jam sepuluh, lho. Besok juga harus bangun pagi untuk ke sekolah,kan?"

Roxas menganggukkan kepalanya lalu berjalan menuju ke kamarnya, meninggalkan peristiwa aneh yang terjadi pada saudara kembarnya yang sakit.


"..Kenapa tidak mau.. berhenti?" tanya Sora pada dirinya sendiri. Ia mengusap keringat di dahinya dengan punggung tangannya, sambil menatap langit-langit. Ia masih bisa mengingatnya. Mimpi ketika ia tidur siang tadi.

..Sangat mengerikan. Ia melihat dirinya sendiri. Membunuh orang tak bersalah. Semua orang di sekitarnya ketakutan dan mulai lari menjauhi dirinya. Namun di mimpi itu, dirinya merasa tidak mengampuni mereka. Sekali lagi, darah bercipratan ke mana-mana.

Sora menggelengkan kepalanya merasa berdosa. Merasa berdosa karena ketika ia tengah membunuh orang-orang itu di dalam mimpinya, yang ia rasakan adalah.. kepuasan, kenikmatan.

Setelah mimpi itu, tubuhnya terasa berat. Kepalanya pun bernasib sama. Nafasnya sesak, seperti sedang dicekik rasanya. Sora menatap ke arah tangannya yang kosong. Namun yang ia lihat adalah tangannya yang bersimbah darah akan orang-orang tak berdosa yang ia bunuh itu.

"Apa yang.." Seketika, pandangan Sora gelap. Rasanya ia tenggelam ke dalam kegelapan itu. Semakin lama, penderitaan yang dialaminya semakin ringan. Apa yang terjadi dengannya?


"King Mickey! Kami menemukan sinyalnya!" teriak Donald dan Goofy ketika mendengar suara beep beep dari mesin mereka.

"..Auranya terasa," gumam Mickey. "Berarti prosesnya sudah dimulai."


Keesokan paginya, menjadi peristiwa aneh bagi Roxas dan ibunya. Saudara kembarnya, Sora, bangun dengan sensasi yang lebih segar, bugar, dan lebih bergairah dari sebelumnya. Bukankah semalam ia sakit-sakitan?

"Rox, nggak mau sarapan? Kalau nggak mau, mending buatku saja sini," gumam Sora selama ia mengunyah serealnya dengan lahap. "Kita kan mau sekolah, mau terlambat?"

"..," Roxas masih terlihat heran dengan tingkah saudaranya itu lalu bertanya, "bukannya semalam kau sakit?"

"Ng? Iya, sih. Tapi sudah sembuh kok," jawab Sora sambil tersenyum lebar, "bangun pagi tubuhku tidak selemas kemarin. Sepertinya yang kubutuhkan hanyalah tidur."

Akhirnya sih, Roxas menghiraukan hal itu. Ia melanjutkan kegiatannya seperti biasa. Bertengkar seperti biasa, berbicara seperti biasa, bermain bersama Riku seperti biasa. Namun sebagai sahabat, Roxas tetap menceritakan kejadian semalam pada Riku.

"Hah? Masa sih?" tanya Riku tidak percaya. Kemudian Riku menatap Sora yang sedang bermain-main dengan sapu lidinya,"Kelihatannya dia tidak seperti orang sakit.."

"Sungguh, Rik. Coba kau yang melihatnya sendiri semalam," jawab Roxas sambil menghela nafas. "Sora sakit-sakitan, tubuhnya panas. Dia selalu bergumam dan hanya mau di bawah selimutnya. Aku merasa ada yang aneh dengan Sora. Aku ingin kau memantaunya selama di kelas, Riku. Aku kan tidak sekelas dengan kalian berdua."

"Hmm, baiklah," kata Riku, menganggukkan kepalanya. "Aku sedikit senang kau minta bantuanku."

"Diam, albino."

Riku terkekeh, lalu mengajak Sora untuk ikut bersamanya masuk ke kelas karena jam istirahat telah selesai. Nah, di sanalah Riku baru sadar keanehan di dalam Sora.

Hari ini mata pelajarannya adalah matematika, dan gurunya membagikan hasil ulangan tengah semester beberapa minggu yang lalu. Banyak sekali yang mendapat nilai bagus seperti A dan B. Apa Sora nilainya tidak kurang dari itu?

"Sora," panggil gurunya. Seperti biasa guru itu mengincar Sora ketika mulai giliran Sora untuk dipanggil. Gurunya mulai berjalan ke arahnya untuk menyerahkan kertas ulangannya. Riku bisa menebak apa reaksi Sora berikutnya, sedikit gagap ketika gurunya menatap tajam ke mata Sora ('i-iya, sensei!'), siap-siap dengan hasil ulangannya yang menyedihkan. Tapi tidak.

Riku yang heran, membalikkan tubuhnya lalu ia melihat Sora. Bukan Sora yang gagap ketika namanya dipanggil, tapi Sora yang lain. Bukannya ketakutan dengan namanya yang dipanggil, Sora yang ia lihat sekarang justru memangku wajahnya dengan tangannya lalu menatap sinis ke arah gurunya.

Riku melihat reaksi gurunya sendiri yang sedikit ketakutan, lalu langsung memberikan hasil ulangan Sora ke mejanya dan segera memanggil nama berikutnya. Siswa-siswi lain juga sedikit terkejut dengan reaksi gurunya yang biasanya sedikit mengolok-olot Sora, tapi kali ini tidak.

"Lho?" Sora terlihat kebingungan. "Tumben sekali guru itu nggak ngomel. Apa yang terjadi?"

"Apa yang terjadi?" Riku mengulangi pertanyaannya. "Kau baru saja membuat guru itu takut padamu, Sora."

Sora membulatkan matanya, "Yang benar?!" Riku mengangguk sebagai jawabannya. Sora berkata lagi, "Masa sih? Padahal aku tidak melakukan apa-apa. Justru kukira aku bakal diomeli habis-habisan seperti kemarin."

Riku menaikkan alisnya heran. Yang benar saja Sora. Ia baru saja menakuti guru matematika yang selalu ditakutinya.. dalam sehari! Dan bocah itu sendiri bahkan tidak menyadarinya?!

Roxas benar. Ada yang salah dengan Sora..


"Hoo," Mickey tersenyum dari kejauhan melalui teropongnya ketika ia melihat seorang bocah berambut coklat itu dari jendela. Mesin pendeteksi membawa Mickey pada bocah itu. Sudah pasti, dialah orangnya.

"Ternyata, prosesnya sudah benar-benar dimulai ya.."


CIAO!

CHAP 1 Segini dulu :D

Maap kalo penulisannya masih buruk, saya orang baru di sini~

REVIEW buat ane? kritik, saran ato tips buat saya :D saya msih baru soalnya, hahaha