If I Could Turn Into a Beast and Take You Away
A fanfiction of Sasusaku
~seandainya aku dapat berubah menjadi 'monster' dan membawamu pergi~
Chapter 1: Anggap Saja Latihan
Melalui layar LCD sebesar 32 inchi, tampak sebuah videoklip yang mengumandangkan sebuah lagu beraliran rock (Author pinjam sejenak lagu Pledge dari The Gazette). Di sudut kiri bawah layar terdapat tulisan Ore-sama dalam huruf latin, di bawah tulisan itu tertulis Mugen Tsukiyomi records. Dalam video itu terlihat empat pemuda yang sedang memainkan instrumen musik masing-masing. Pemuda berambut pirang jabrik dengan kaos berwarna oranye diberi tambahan kardigan hitam panjang tanpa lengan dan bawahan celana biru sebetis, memegang mic dan di tubuhnya juga menggantung sebuah gitar. Di sebelah kanan pemuda jabrik itu berdiri pemuda berambut hitam yang diikat keatas seperti mahkota nanas memainkan gitarnya dengan lihai. Di sebelah kiri si pirang berdiri pemuda berambut hitam kebiruan dengan bagian depan rambutnya ditata membelah ke kiri dan ke kanan sementara bagian belakangnya disisir ke atas, mirip ekor ayam betina. Pemuda itu memegang gitar yang memiliki empat senar, bass. Duduk di belakang ke tiga pemuda itu, seorang pemuda dengan perawakan agak berisi (baca: gendut. Author ditabok) memainkan rangkaian drum yang membuatnya hampir tidak terlihat dari depan kalau saja lampu sorot tidak menerangi tubuhnya.
Dalam beberapa potongan video muncul gadis berambut merah muda yang sepertinya menjadi model videoklip itu. Gadis itu memainkan peran sebagai kekasih si pemain bass. Di sebuah adegan mereka tertawa sambil bergandengan tangan, di adegan lainnya mereka berciuman, di adegan lainnya lagi mereka berpisah dan saling memendam air mata masing-masing.
"Kau menonton videoklip itu lagi?" tanya seorang gadis muda berambut hitam panjang kepada gadis berambut merah muda yang sedang terpaku menonton videoklip itu.
Gadis berambut merah muda itu tersentak, ia menoleh ke sumber suara lalu berkata, "Tsubaki-chan~,..." bibirnya ia bentuk seperti bentuk bibir anak kecil saat menangis. "Sudah lima tahun, Tsubaki-chan. Lima tahun aku masuk ke dunia akting tapi tidak ada satu pun skandal, gosip atau pertanyaan tentang aku dan Sasuke. Kenapa dia justru digosipkan berpacaran dengan si Hyuuga jalang itu?!" gadis merah muda itu merajuk seperti seorang anak minta permen pada ibunya.
Gadis yang dipanggil Tsubaki memutar bola matanya lalu mendesah. Seraya duduk di sebelah gadis merah muda itu, ia berkata, "Mana aku tahu. Memangnya aku cenayang? Coba kau tanyakan pada rumput yang bergoyang."
Gadis merah muda menanggapi dengan tatapan dari ujung matanya yang disipitkan. Mungkin kalau diterjemahkan ia seperti sedang berkata, bisakah kau diam saja? Candaanmu sama sekali tidak lucu.
Tsubaki tertawa melihat reaksi si gadis merah muda. "Gomen," ujarnya sambil menahan tawa. Ia tahu sahabatnya itu sedang sangat badmood karena pria pujaannya tertangkap kamera bersama artis lawan mainnya di sebuah drama TV dan menjadi perbincangan publik. Selama lima tahun ini sahabatnya yang juga seorang artis itu selalu berharap menjadi bahan perbincangan publik. Bukan mengenai drama TV yang ia bintangi melainkan mengenai dirinya dengan aktor muda tampan yang juga bassist band Ore-sama sebagai pasangan kekasih. Hanya saja, entah kenapa tak pernah sekalipun ada gosip mengenai dirinya. Seolah dunia entertainment yang sedang digeluti sahabatnya itu tidak memiliki rintangan, semuanya berjalan begitu halus dan mulus. Dia memiliki bakat akting yang bagus, meskipun tidak begitu bisa diandalkan dalam bidang tarik suara tetapi prestasinya sebagai Rookie of the Year dalam sebuah ajang penghargaan telah membuktikan bahwa dia layak diperhitungkan.
Gadis merah muda itu kembali menatap layar TV di depannya. Ia menghela napas dan mendesah cukup berat. "Padahal aku dan dia debut bersama, tapi kenapa dia selalu dihujani gosip sementara aku tidak?" ia bertanya entah kepada siapa.
Suasana hening. Hanya ada suara yang berkumandang dari televisi. Videoklip yang diputar berulang-ulang. Tsubaki turut serta menonton videoklip itu. Ia sepertinya terhipnotis sesuatu dari video itu sampai-sampai dalam beberapa saat ia tidak berkedip. "Ternyata sejak dulu aku memang berbakat ya, Sakura?" sebuah pertanyaan meluncur dengan ringannya dari bibir tipis Tsubaki. Pertanyaan itu berhasil membuat gadis merah muda yang ia panggil dengan sebutan Sakura menatapnya dengan sebelah alis terangkat keatas.
"Kok nggak nyambung sih?" tanya Sakura ketus.
"Memangnya tadi kau bertanya padaku?" Tsubaki balik bertanya.
"Nggak, aku bertanya sama bantal" jawab Sakura seraya menunjuk bantal yang berada di atas pangkuannya. "Menurutmu bantal ini bisa menjawabku?"
Tsubaki melongo sambil menggeleng.
"Kalau begitu, artinya aku berbicara denganmu, Tsubaki-chan, manajer sekaligus penata riasku yang sangat cantik dan selalu kuhormati." jelas Sakura panjang lebar.
"Haaa" Tsubaki mendesah, seperti sedang pasrah. "Kau benar-benar tidak jujur Sakura." ucap Tsubaki dengan sukses membuat Sakura berekspresi 'Huh?'. "Dengar ya, Sakura. Aku tahu kau sedang depresi karena si Uchiha mendapat gosip terbarunya sementara kau tidak. Masalahnya, saat kau depresi pertanyaanmu sangat tidak masuk akal. Coba kau pikirkan, mungkin Tuhan pun tidak bisa menjawab kenapa kau tidak mendapat gosip selama lima tahun karirmu sampai detik ini."
Mendengar ceramah Tsubaki yang panjang, Sakura hanya bisa diam. Ia memonyongkan bibirnya sambil kembali menatap layar TV. Banyak hal yang sedang bergulat dalam pikirannya. Ia ingin mengungkapkan semuanya untuk melegakan ruang di dadanya tapi bingung memulai dari mana. Setelah diam beberapa saat ia pun berkata, "Tahun lalu, dia digosipkan dekat dengan Shibaseki Suiren yang membintangi drama TV Hibi Chouchou. Tahun sebelumnya, dia digosipkan dekat dengan Yamanaka Ino yang sama-sama bermain di Film Road to Ninja, padahal aku juga ikut bermain disana, tetapi kenapa malah si Yamanaka genit itu yang digosipkan dengannya? Lalu di tahun sebelumnya lagi saat sama-sama main di film pendek "Lost words" santer dibicarakan mengenai rumor dia memiliki hubungan dengan Hatake Kakashi. Kenapa harus pria ubanan itu? Yang terparah adalah saat perilisan videoklip ini, jelas-jelas model videoklipnya perempuan, aku, bahkan aku dan Sasuke berciuman di video itu, tapi kenapa saat itu justru band mereka disebut sebagai band homo? Aku tidak habis pikir, padahal jelas-jelas ada aku tapi aku seperti tidak ada dalam hidup Sasuke. Padahal aku dan dia bermain di judul yang sama, bahkan memainkan peran utama. Padahal aku pernah berciuman dengannya..."
"Itu kan hanya akting," Tsubaki menyela kalimat Sakura.
"Tapi dia tidak pernah memiliki adegan ciuman dengan artis lain. Kenapa adegan ciumanku dengannya tidak diperhitungkan?"
"Mana kutahu"
"Tolong ya Tsubaki, jangan menyahut dulu."
Tsubaki memutar bola matanya. Ia tahu sahabatnya itu tidak suka disela saat ocehannya mulai keluar. Lagipula hanya pada dirinya saja sahabat yang dia manajeri bisa bersikap apa adanya, menunjukkan dirinya yang sebenarnya. Begitu sahabatnya menginjakkan kaki keluar apartemen, ia bukan lagi Haruno Sakura sahabatnya, melainkan Haruno Sakura yang seorang artis dengan bakat akting gemilang. Anehnya, artis yang berbakat itu tidak begitu disoroti paparazi.
"Nee, Sakura-chan..." Tsubaki kembali menyela.
Dengan cepat Sakura menyahut, "Ada apa? Kenapa hari ini kau menyebalkan sekali?"
"Aku hanya sedang berpikir," ujar Tsubaki membuat Sakura menunjukkan ekspresi 'huh?' di wajahnya. Tanpa mempedulikan reaksi Sakura, Tsubaki melanjutkan, "Selama lima tahun ini, kau merahasiakan alasanmu menyukai Sasuke. Sekarang, menurutku sudah saatnya kau mengaku padaku. Kalau kau mengatakan yang sebenarnya, aku akan mempertimbangkan untuk membantumu berdekatan dengan pria itu."
Kedua bola mata Sakura membulat sempurna, berbinar-binar seperti anak anjing yang mau diberi makan. "Serius?" tanya Sakura dengan nada suara yang secara menakjubkan sangat enak didengar di telinga Tsubaki.
"Tentu saja?" jawab Tsubaki sambil tersenyum, senyum yang sebenarnya bertujuan agar Sakura tertarik untuk mengutarakan rahasianya.
Mendengar jawaban itu, mata berbinar-binar Sakura seketika berubah menjadi tatapan curiga. "Lalu kenapa selama lima tahun ini kau tidak melakukan apa-apa? Sungguh jahat. Padahal aku mati-matian ingin mendekati Sasuke, sementara kau, bisa-bisanya diam saja. Manajer macam apa seperti itu?" ucapnya dengan lancar.
"Bisa kau berhenti mengoceh?" Tsubaki kembali memutar bola matanya. "Itu karena kau tidak mengatakan yang sebenarnya, kenapa kau jatuh cinta dengan pria yang bahkan tidak pernah berbicara denganmu kecuali di lokasi syuting. Aku curiga kau hanya menyukai fisiknya. Kalau hanya fisik kau bisa pacaran dengan si vokalis. Bukankah sewaktu main di Road to Ninja kau lebih banyak menghabiskan waktu dengannya di lokasi syuting? Dia juga sepertinya tertarik padamu meskipun media tidak bisa menangkap itu."
"Itu kan hanya akting. Untuk menghasilkan scene yang bagus aku harus membangun chemistry dengannya. Mau tidak mau aku harus akrab dengannya, lagipula dia enak diajak ngobrol, orangnya ceria dan penuh semangat."
"Lalu, kenapa kau menyukai Sasuke bukannya dia?"
Sakura tidak menjawab. Dia seperti sedang berpikir. "Kenapa ya?"
"Jangan nanya balik!"
"Habisnya, aku kan juga gak tahu. Mungkin love at first sight?"
"Aku sudah pernah mendengar alasan itu!"
"Trus apa? Aku sendiri juga gak tahu." ujar Sakura terdengar frustrasi. Ia melirik Tsubaki dengan ujung matanya, menyelidiki kalau-kalau sahabatnya yang keras kepala itu tidak mempercayai kata-katanya. Benar saja. Tepat saat ujung mata Sakura memperoleh gambar wajah Tsubaki, gadis itu tengah menatapnya curiga. Sakura tersenyum getir dibuatnya.
"Kenapa tidak kau katakan saja yang sebenarnya?" pinta Tsubaki.
Setelah diam beberapa saat, akhirnya Sakura menghela napas lalu mulai berkata, "Aku tidak pernah mengatakan ini karena kupikir aku akan membuka rahasia orang lain juga, makanya aku menyimpannya rapat-rapat..."
"Bahkan dari manajermu?" Tsubaki menyela.
"Iya, bahkan dari manajerku! Bisa gak sih kamu gak nyela?"
Tsubaki menunjukkan wajah 'oh ok', lalu kembali mendengarkan Sakura. "Awalnya, aku memang tertarik dengan wajah tampannya..." (selanjutnya diceritakan dalam flashback).
Flashback Start: 5 tahun yang lalu.
"Apa? Modelnya tidak bisa datang?!" teriak sutradara kepada salah seorang staf-nya yang baru saja melaporkan kalau artis yang akan menjadi model videoklip yang akan mereka garap tidak bisa datang karena alasan yang tidak jelas. "Kalau begitu, cepat cari penggantinya!" perintah sang sutradara tidak mau tahu.
"Ta-tapi..."
"Tidak ada alasan. Dalam waktu satu jam kau harus menemukan penggantinya. Kalau tidak, bilang pada produser aku membatalkan kontrak." sang sutradara yang sedang emosi itu meninggalkan staf-nya sambil menggerutu.
"Ta-tapi..." pria berkacamata itu tidak bisa berkata-kata. Dalam hati ia menyiapkan diri untuk dipecat karena membuat sebuah kontrak dibatalkan, meskipun bukan salahnya.
"Sepertinya mood sutradara sedang buruk." ujar Tsubaki tiba-tiba menghampiri pria itu.
"Tsubaki-chan, apa kau punya teman atau kenalan yang bisa akting?" tanya pria itu secara tak sadar, akibat keputusasaan.
"Teman yang bisa akting?" Tsubaki berpikir. Sesaat kemudian di berkata, "Teman baikku ketua klub drama sekolah, tapi dia bilang lebih tertarik dengan panggung teater..."
"Coba kauhubungi dia!" sela si pria penuh harap.
Tsubaki hanya mengangguk lalu mengambil ponselnya, sementara si pria beranjak meninggalkannya sambil menggumankan hal-hal yang tidak jelas.
"Halo, Sakura. Ini aku. Aku sedang di lokasi syuting untuk videoklip, bisa kau datang kemari? Iya, lokasinya tidak jauh dari sekolah. Hah? Kegiatan klub? Tapi, aku sangat membutuhkanmu. Iya. Kau bisa datang? Benarkah? Baiklah. Aku akan menunggumu."
Setelah menginformasikan kepada si pria berkacamata, Tsubaki menunggu kedatangan sahabatnya di depan lokasi.
.
.
.
Gadis berambut merah muda yang mengenakan seragam sekolah berlari sekuat tenaga tanpa memperhatikan sekelilingnya. Kemeja putih yang ia kenakan tidak terkancingi dengan sempurna di bagian atas dan pita kecil berwarna biru yang seharusnya terjalin indah diantara kedua kerah kemejanya saat itu menghambur begitu saja. Blazer berwarna coklat muda membuka dengan sempurna diterpa angin. Rok sekolah berempel setinggi sekitar 15 cm diatas lututnya turut tertiup angin memperlihatkan setengah bagian pahanya yang putih bersih. Beberapa kali ia melihat jam yang melingkar di tangan kanannya. Tas sekolah berwarna hitam yang ia jinjing di tangan kirinya tampak ringan. Itu karena di dalam tas sekolahnya tidak terdapat buku pelajaran. Ia siswa yang mendekati pintu kelulusan, buku-buku pelajaran tidak diperlukannya lagi.
Haruno Sakura, gadis yang bercita-cita menjadi bintang di panggung teater itu tidak memiliki apa-apa selain akting, bakat yang ia yakini mampu membawanya ke dunia teater. Ia tidak begitu gemilang dalam pelajaran, dalam bidang seni lain pun tidak, apalagi seni lukis. Kalau seni suara masih bisa dilatih, karena seni suara juga bagian dari akting. Dia memilih bersekolah SMA Seni hanya untuk mengembangkan bakat aktingnya demi menjadi bintang panggung teater. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk menjadi bintang televisi. Belum pernah sekalipun ia berpikir untuk menjadi model videoklip. Lalu, kenapa ia berada dalam situasi ini?
"Aku? Model videoklip? Kau gila, aku belum pernah sekalipun berakting di depan kamera." sergah Sakura begitu ia diberitahu untuk menjadi model videoklip oleh Tsubaki.
"Kalau tidak dicoba mana kita tahu, Sakura. Tolonglah. Kali ini saja." pinta Tsubaki sambil mencakupkan kedua tangannya memohon.
Sakura menghela napas.
"Anggap saja latihan, siapa tahu di masa depan kau jadi sorotan media. Mau tidak mau harus berhadapan dengan kamera juga kan?"
Kembali Sakura mendesah. "Baiklah. Kali ini saja."
Tsubaki tersenyum puas. "Ini skenarionya. Baca dulu. Syuting dimulai tiga puluh menit lagi." ujar Tsubaki seraya menyerahkan tumpukan kertas yang tebalnya sekitar dua puluh lembar.
"Aku harus membaca ini? Hanya untuk videoklip? Bukankah biasanya tidak ada percakapan?" tanya Sakura sambil melangkah mengikuti langkah Tsubaki menuju ke sebuah ruangan.
"Memang tidak ada percakapan, tapi ada adegan. Bacalah selama aku merias wajahmu."
Sakura duduk di sebuah kursi berwarna putih sambil bersandar. Di hadapannya terdapat cermin cukup besar menempel di dinding dengan beberapa lampu kecil mengelilinginya. Di atas meja dibawah cermin itu terdapat sebuah box hitam berukuran cukup besar berisi berbagai macam kosmetik. Itu peralatan rias Tsubaki. Selama ini sahabatnya itu bekerja paruh waktu sebagai penata rias lepas. Tidak terikat kontrak dengan artis atau agensi mana pun.
"Tsubaki-chan," panggil Sakura sesaat setelah ia membuka halaman di bagian tengah script.
"Kenapa?" tanya Tsubaki tidak acuh, ia masih sibuk dengan kegiatan menggulung rambut Sakura.
"Kenapa kau tidak mengatakan padaku kalau ada adegan ciuman?!" teriak Sakura sambil menggenggam tangan kanan Tsubaki yang sedang sibuk di kepalanya dengan tangan kananya.
"Hah? Benarkah?" Tsubaki tampak tidak tahu menahu mengenai adegan itu.
"Kau tidak tahu?"
Tsubaki menggeleng sambil memperhatikan script yang berada di tangan kiri Sakura.
"Aku bahkan belum pernah pacaran seumur hidupku, sekarang aku harus melakukan adegan ciuman dengan orang yang bahkan tidak kukenal. Kau bercanda?"
"Tugasku hanya menata rias wajah, rambut dan menata busana artis. Aku tidak tahu menahu mengenai isi script." sahut Tsubaki. Ia melepaskan genggaman kuat tangan Sakura dari tangannya lalu kembali melakukan kegiatannya menggulung rambut. "Lagipula, kau bisa jadikan adegan ciuman itu sebagai latihan, siapa tahu nanti kau punya pacar. Teehee.." Tsubaki mengeluarkan sedikit lidahnya saat ia tertawa getir.
Sementara Tsubaki tampak tenang-tenang saja, Sakura mulai gugup sendiri memikirkan adegan ciuman yang akan dia lakukan. Kalau gagal, adegan itu pasti harus diulang-ulang. Ia memejamkan mata, mengingat-ingat adegan ciuman di film-film yang pernah ia tonton. Ciuman yang lembut dan dalam. Apa aku juga harus menggunakan lidah? Dame da! Aku tidak bisa membayangkan ciuman yang lembut dan dalam itu seperti apa.
Sebelum syuting dimulai, sutradara meminta semua pemain berkumpul dan berkenalan. Saat itu, pertama kalinya mata hijau Sakura bertemu dengan mata hitam kelam milik lawan mainnya, pemuda tampan dengan tinggi sekitar 180 cm. Rambut hitam kebiruannya tampak kaku di kanan dan kiri wajahnya. Rambut bagian belakangnya pun disisir keatas. Sepertinya penata rambutnya menggunakan hairwax cukup banyak.
"Hajimemashite, Haruno Sakura desu. Yoroshiku onegaishimasu." ujar Sakura memperkenalkan diri di hadapan empat pemuda, pemuda berambut hitam kebiruan, pemuda berambut pirang jabrik, pemuda berambut cokelat dan pemuda berambut hitam agak panjang.
Pemuda berambut pirang dengan senyum yang merekah dan mata biru yang berbinar binar penuh semangat memperkenalkan dirinya terlebih dahulu. "Hajimemashite. Ore, Uzumaki Naruto dattebayo! Aku vokalis band ini. Yoroshiku!"
Berlebihan, suara hati Sakura sambil tersenyum hangat pada pemuda itu.
"Hajimemashite. Nara Shikamaru. Aku gitaris dan leader band ini. Yoroshiku." ujar pria berambut agak panjang dengan ekspresi tak acuh.
Di sebelahnya pemuda yang menarik perhatian Sakura bersiap memperkenalkan dirinya. Ia menganggukkan kepalanya. "Uchiha Sasuke." ucapnya.
Sakura terdiam cukup lama untuk mendengar kelanjutan dari perkenalan pemuda itu tapi pemuda itu hanya diam. Hah? Cuma itu? Tidak ada embel-embel yoroshiku? Suara hati Sakura. Sakura tersenyum saja sambil melirik pemuda itu.
"Aku bassist." lanjut pemuda berambut ekor ayam itu sambil menganggukkan kepalanya lagi.
Osoi! Sakura hanya bisa membalas dengan senyum. Dia bahkan tidak menatap ke arahku. Aku ragu dia bisa melihat senyumku. Padahal sudah kubuat semanis mungkin, gerutunya dalam hati.
Paling terakhir memperkenalkan diri adalah pemuda berambut cokelat yang tubuhnya sedikit berisi (baca: gendut. Author ditendang). "Akimichi Chouji. Yoroshiku."
.
.
.
Syuting pun dimulai. Beberapa adegan yang dilakukan kelima pemain berlangsung dengan baik tanpa hambatan. Sifat ramah dan ceria sang vokalis membuat kelimanya tampak akrab meskipun baru pertama kali bertemu. Hal itu pula yang sangat membantu dalam kelancaran syuting itu.
"Cuuuttt! Good job!" seru sang sutradara puas dengan hasil syuting. "Istirahat 10 menit sebelum pengambilan gambar selanjutnya!" instruksi sang sutradara mengakhiri syuting sesi itu.
Sakura yang tampak cukup lelah, duduk di kursi sambil menyandarkan tubuhnya. Ia segera dihampiri Tsubaki yang melemparkan handuk kecil untuk mengelap keringatnya. Dengan cekatan Tsubaki mulai memperbaiki riasan wajah Sakura.
"Pengambilan gambar selanjutnya hanya kau dan si Bassist itu. Kau siap?" tanya Tsubaki di sela-sela kesibukannya memperbaiki riasan.
"Kenapa kau malah menanyakan hal yang paling membuatku gugup di saat seperti ini. Hanya berdua saja dengan si Bassist, aku yakin dia pasti kaku. Dari sikapnya saja kelihatan dia orang yang canggung. Oke. Aku juga canggung terhadap orang yang baru pertama kutemui. Tapi, ini kan cuma akting. Aku tidak mau mengulang adegan yang sama berkali-kali. Apalagi adegan ciuman."
"Tidak apa-apa kan? Toh dia tampan."
"Apa-apaan. Aku lebih mengkhawatirkan diriku sendiri sekarang. Kau tahu kan, aku belum pernah berciuman. Aku tidak tahu apa aku bisa melakukan adegan itu dengan baik."
"Tadi kau mengkhawatirkan kecanggungan orang lain, sekarang kau meragukan dirimu sendiri. Tentukan salah satu saja, Sakura. Kau membuatku cemas."
Saat percakapan antara kedua gadis itu berlangsung, sebuah sosok mendekat ke arah mereka. Sakura dan Tsubaki yang menyadari kehadiran orang lain di dekat mereka menoleh. Si Bassist!
.
.
.
Jantung Sakura yang tadinya berdetak dengan normal entah kenapa berdetak menjadi lebih kencang saat dia hanya berada berdua saja dengan si bassist di depan kamera. Mungkin bukan itu saja alasan debaran jantung yang terasa berbeda baginya. Baru saja ia dan pemuda itu kembali dari suatu tempat.
Saat pemuda ekor ayam itu mendekati Sakura dan Tsubaki di waktu 10 menit istirahat, ia meminta izin untuk berbicara dengan Sakura hanya berdua. Pemuda itu mengajak Sakura masuk ke sebuah ruangan yang terlihat seperti ruang rapat.
"Haruno-san," panggil si Bassist canggung.
Sakura hanya menatapnya dengan kaku dan entah kenapa ia merasa kurang nyaman. Mungkin karena mereka hanya berdua saja di ruangan tertutup.
"Jadilah pacarku!" ucap pemuda itu pelan tetapi sukses membuat Sakura berdiri mematung dalam rasa heran. "Maksudku, hanya selama syuting ini."
Sakura mengangkat sebelah alisnya. Otaknya mencoba mencerna maksud pemuda itu.
"Aku tidak menyangka ditunjuk melakukan adegan pasangan kekasih, karena sebelumnya kami telah menyepakati Naruto yang akan melakukannya. Tetapi, saat kami tiba di lokasi syuting, sutradara tiba-tiba memintaku yang memainkan peran itu. Aku tidak begitu pandai akting. Terlebih lagi aku harus melakukan adegan ciuman dengan gadis yang sama sekali tidak kukenal. Aku memikirkan bagaimana perasaanmu ketika harus melakukan adegan itu. Karena itu, jadilah pacarku selama pengambilan gambar ini."
Sakura tercengang mendengar penjelasan pemuda bermata kelam itu. Ia menyeringai geli lalu berkata, "Kukira apa." Sakura pun memberikan anggukan persetujuan. Ia tersenyum memaklumi pemuda itu. Ia dan pemuda itu sama-sama tersenyum.
Saat kedua mata mereka bertemu dan saling menatap, tanpa alasan yang jelas, Sakura tidak bisa melepaskan pandangannya dari mata kelam itu. Senyumnya meluruh, bibirnya tercekat. Seluruh jiwanya seperti tersedot ke dalam mata itu, ia menyelaminya semakin dalam. Semakin dalam dan tidak bisa dikontrol seberapa banyak jiwanya telah masuk dan dikuasai pemuda itu.
Dalam keheningan itu, baik Sakura maupun Sasuke, si bassist, sama-sama menelan ludah berusaha mengembalikan jiwa masing-masing. Perlahan namun pasti, jarak diantara keduanya semakin berkurang. Sakura menggigit bibir bawahnya, sementara kedua tangannya mengepal menahan ketidakkaruan detak jantungnya. Ini pertama kalinya ia berdiri berhadapan dengan seorang pemuda hanya berjarak beberapa sentimeter. Pertama kali wajahnya berhadapan dengan wajah seseorang begitu dekat hingga ia bisa merasakan hangat napas orang itu di wajahnya.
Sakura memejamkan matanya siap menerima ciuman dari Sasuke. "Anggap saja ini sebagai latihan." bisik pemuda itu sebelum mendaratkan bibirnya di bibir Sakura. Gadis yang sedang menahan gejolak dalam dirinya meleleh dalam ciuman itu seperti terhipnotis. Apakah seperti ini ciuman lembut dan dalam itu? Rasanya tidak ingin berhenti. Seperti ini terus pun tidak apa-apa.
Selesai berciuman, tangan Sakura tanpa sadar menggenggam kemeja biru tua Sasuke dan memandang kosong pada dada pemuda itu. Ia merasakan wajahnya memanas sampai ke telinganya, tak jauh beda dengan reaksi yang dialami Sasuke. Wajah pemuda jangkung itu tak kalah merah.
.
.
.
Flashback end.
-§§§§§-
"Sebelum syuting kau berciuman dengannya? Usooo!" Tsubaki terkejut mendengar pengakuan Sakura. Gadis merah muda itu memutar bola matanya.
"Sudah dijelaskan malah dikira bohong. Aku tidak mengerti apa maumu." Sakura berlagak marah terhadap Tsubaki. Ia menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Eh tunggu, jadi di bagian mananya kau jatuh cinta pada si Uchiha?" tanya Tsubaki penasaran. Atau mungkin lebih tepatnya ia belum bisa mencerna cerita Sakura secara keseluruhan.
"Bagian mana?" guman Sakura, ia pun mulai berpikir kapan sebenarnya ia jatuh cinta pada Sasuke. "Kalau dipikir-pikir, aku tidak tahu tepatnya kapan aku mulai menyukainya. Yang jelas, setelah syuting hari itu, aku tidak bisa menyingkirkan dia dari pikiranku. Aku ingin menghubunginya setiap saat tapi tidak tahu nomor HP atau alamat emailnya. Aku ingin mengetahui tentangnya lebih dalam, tapi aku hanya bisa mendapatkan informasi dari internet. Saat itulah aku bertekad memasuki dunia entertainmen, berharap aku memiliki kesempatan untuk lebih dekat dengannya."
"Jadi karena itu, kau menerima tawaran casting drama TV dari Sutradara waktu itu?"
Sakura mengangguk. "Aku berniat menjadi artis secepatnya."
"Saat itu kau terlihat seperti orang yang sudah kehilangan akal dan tergila-gila untuk menjadi terkenal setelah menjadi model videoklip. Jadi rupanya kau tidak tergila-gila pada ketenaran tapi tergila-gila pada Sasuke?"
"Bisa nggak komentarnya jangan kayak gitu? Kedengeran ngenes tahu.."
"Memang iya kan?"
"Nggak gitu banget kali."
"Yah terserahlah..." Tsubaki malas melanjutkan pembicaran yang sudah mulai tidak bermutu itu. "Ngomong-ngomong, kau mendapat tawaran untuk meng-cover lagu tema drama TV Telephaty. Kau akan berduet dengan Yamanaka Ino yang katamu genit itu." kata Tsubaki mengalihkan pembicaraan.
"Heh?"
"Aku sudah mengatur jadwal latihan vokal dan syuting drama itu. Syutingnya dimulai minggu depan. Kau akan menjadi pemeran utama dengan Sasuke, ini kesempatanmu untuk mendekatinya."
"Tapi, dia digosipkan dengan si Hyuuga yang memiliki mata indah dan da-dada yang besar itu." ucap Sakura pesimis.
"Dengar, Sakura. Aku akan membantumu." Tsubaki menatap mata Sakura dengan keyakinan.
Sakura balik menatap mata Tsubaki dan merasa keyakinannya mulai bertambah walau sedikit.
To be continued...
–-end of chapter 1-
Author's corner:
Dalam fanfic ini tokoh-tokoh NARUTO ceritanya semua menjadi artis, sehingga author menggunakan tokoh dari manga/anime lain. Karena tokoh anime/manga tambahan tidak diambil dari satu judul dan tidak sebagai pemeran utama, menurut author tidak menjadikan fanfic ini crossover. Maaf kalau salah. (_ _) Akhir kata, Review Onegaishimasu.. (_ _)
NOTE:
1) Tsubaki = mengacu pada Hibino Tsubaki, tokoh utama wanita dalam manga dan movie live action berjudul sama, "Kyou Koi wo Hajimemasu".
2) Shibazeki Suiren = mengacu pada tokoh utama wanita dalam manga Hibi Chouchou.
3) Ore-sama = nama band Naruto dkk, mengacu pada arti kata Ore yang artinya aku (laki-laki) dan -sama yang merupakan honorific untuk menyebutkan orang yang dihormati atau diagungkan.
