HAPPY HTNH!
Disclaimer: Mashasi Kishimoto-sensei~ kapan kau akan memberikan Naruto padaku? *Ngarep*
Warning: OOC, gaje, seting diluar dunia ninja.
Pairing: NaruHina
Jika anda tak suka warning atau pairing diatas, silahkan klik tombol back.
Disebuah hari yang cerah, diatap sebuah gedung pencakar langit, nampaklah sepasang mata beriris putih sedang menatap langit. Pemilik mata tersebut adalah seorang anak perempuan bergaun putih yang senada dengan kulit putih susunya. Rambut hitamnya yang dibiarkan tergerai membingkai wajah manisnya, hanya dihiasi dengan bando berwarna putih gading. Tanpa disadarinya, sepasang mata biru langit tengah memperhatikannya sejak tadi.
Perlahan tapi pasti, anak bermata biru tadi, mendekati si anak perempuan. "Hai! Kau anak yang baru pindah itu yah?" Tanya anak bermata biru tadi sembari menghiasi wajahnya dengan senyum hangatnya.
Jeruk? Adalah hal pertama yang terbersit dibenak si anak saat melihat anak lelaki didepannya. Tubuhnya yang dibalut baju kaus dan celana pendek yang berwarna orange dengan motif jeruk, tentu membuatnya berfikir demikian. Apalagi ditambah dengaan warna rambutnya yang kuning bersinar dan warna matanya yang sebiru langit, pasti membuat siapa saja menjadi silau melihat banyaknya warna terang yang menempel dibadan si anak lelaki.
Sambil tersenyum, ia pun menjawab. "Benar. Aku memang baru pindah kemari. Namaku Hyuuga Hinata, salam kenal. Kalau namamu?" Sontak, Hinata terkejut dengan dirinya. Tak biasanya ia dapat bicara begitu lancar. Apalagi bila berhadapan dengan orang baru. Bila dapat membalas sapaan dengan 'Hai' saja itu sudah termasuk hebat. Entah mengapa, bersama anak didepannya ini ia merasa amat tenang.
"Naruto, Namikaze Naruto. Salam kenal!" Ujar Naruto bersemangat. Lalu perhatiannya kembali ke Hinata. "Hei kau tahu? Jarang aku melihat orang yang mau pergi ke atap. Apalagi anak perempuan sepertimu. Memang apa sih yang kau lakukan disini?" Tanya Naruto bingung.
"Mendengar dan melihat." Jawab Hinata singkat.
"Mendengar dan melihat?" Tanya Naruto tak mengerti kata-kata teman barunya yang aneh ini.
"Kau tak akan tahu apa yang akan kau lihat saat sedang berada disini. Cobalah tutup matamu dan dengarkan sekitarmu." Penasaran, lalu Naruto pun menutup matanya.
Awalnya, Naruto sama sekali tak merasakan apapun. Saat hampir membuka matanya, perasaan yang tak dapat dijelaskan dengan kata-kata menghampiri Naruto. Angin yang bertiup membawa kesejukan berbaur dengan kehangatan yang dibawa matahari membuat Naruto dapat melupakan segala kegusaran penyebab dirinya berada disini.
Tanpa sadar, Naruto bersenandung kecil. Sayang, kenikmatan yang dialaminya harus terganggu oleh sebuah suara yang menyadarkannya. "Naruto, kau mau jadi teman baikku tidak?"
"Hahaha..." tawa Naruto terpingkal-pingkal.
"Kenapa tertawa?"
"Kau tak perlu bertanya untuk menjadi temanku tahu." ujar Naruto sembari merangkul Hinata *Ini belum masuk romance, mereka masih kecil dan polos*. Mendapat perlakuan Naruto, Hinata tersenyum simpul.
"Naru-chan, kau tidak risih dengan mataku?" tanya Hinata. Selama ini ia selalu mendapat perlakuan yang 'berbeda' akibat matanya ini. Mendengar itu, Naruto terlihat kesal membuat Hinata makin yakin kalau temannya itu risih dengan matanya.
"Aku gak risih kok." jawab Naruto kentus.
"Lalu kenapa kesal gitu?"
"Siapa yang tidak kesal coba kalau dipanggil dengan embel-embel 'chan'" seru Naruto kesal. Sedangkan Hinata terkikik.
"Oh ya, Naru-chan kau berbakat musik ya? Kau pasti bisa jadi penyanyi terkenal..." puji Hinata sungguh-sungguh. Tadi ia mendengar suara Naruto saat bersenandung kecil tadi. Suaranya sangat bagus, membuat Hinata terhanyut tadi.
Diluar dugaan, senyum bagai mentari Naruto tiba-tiba pupus saat mendengar Hinata bicara begitu. Padahal bukannya seharusnya dia senang dipuji seperti itu?
"Hinata, itu tak mungkin terjadi." kata Naruto tersenyum kecut.
"Hee? Kenapa?"
"Karena... aku benci musik. Musik membuatku selalu kesepian. Ialah yang telah merebut ayah sehingga terlalu sibuk untuk mau menemaniku. Dan dia juga yang telah membunuh ibu..." ujar Naruto sambil menghela nafas berat. Melihat hal itu, Hinata tersenyum lambut.
"Naru-chan, kalau memang begitu penilaianmu akan musik. Aku berjanji aku pasti akan mengubahnya." kata Hinata. Tebersit semangat membara dimatanya.
Naruto tersenyum melihat tingkah teman barunya itu. Dalam hati ia berjanji, ia pasti akan menjaga Hinata.
Kring... kring... kring...
"Ugh..." suara dering jam wekerku membuat mimpiku seketika itu juga menjadi buyar. Ternyata Cuma mimpi pikirku kecewa. Kejadian yang sama tak akan terulang untuk kedua kalinya bukan?
Tertangkap oleh sudut mataku sebuah jendela berwarna orange cerah yang serasi dengan kamarku yang didominasi warna orange. Tepat disamping jendela, sebuah tanaman bertengger manis diatas meja bulat kecil.
Tatapanku sendu melihat tanaman itu. Perlahan kejadian hari itu kembali berputar di memoriku...
Flash Back
Di malam yang bertaburkan bintang gemerlapan itu, hatiku diliputi kebahagiaan yang amat sangat. Bagai mana tidak? Aku bersama sahabat terbaikku, Hinata telah berhasil lolos audisi yang menjadi impian kami sejak kecil.
"Naruto!" suara Hinata bergema di pinggir sebuah tebing tempatku sedang bersantai menikmati malam. Memang saat itu aku pergi ke sebuah tebing yang merupakan tempat tertinggi di kotaku. Terlebih lagi, tempat ini menghadap kota. Jadi dari tempat ini, kita akan dapat melihat seluruh kota Konoha dengan jelas.
Dengan wajah berseri-seri, Hinata berlari ke arahku. Melihat hal itu, aku tak dapat menahan senyum. Namun senyum itu tak bertahan lama. Pijakan Hinata retak! Seakan dengan gerakan lambat, wajah Hinata yang memucat. Tanpa sadar Naruto telah berlari kearah Hinata.
Dan malam itu, teriakan memilukan berkumandang. Tanda akhir dari sebuah pertemuan.
End Flash Back
Saat memikirkan kematian Hinata, rasa marah dan kecewa menyatu menjadi satu. Aku marah pada Hinata yang tidak memenuhi janjinya, marah pada Tebing yang membuat Hinata mati, marah pada orang-orang yang mengasihaniku, bukannya membenciku. Tapi kemarahan terbesar justru ku tujukan pada diriku sendiri. Diriku yang bodoh untuk memutuskan pergi ke tebing dan tak bisa menjaga Hinata dan memenuhi janjiku.
Semakin kupikirkan, aku tahu kalau hal itu percuma saja. Dia tak akan kembali. Tapi... Berhenti memikirkannya membuatku takut aku akan melupakannya. Dan begitu tersadar, aku sudah tak mempunyai teman baik lagi.
Teman? Tentu saja aku punya. Bahkan aku punya sekumpulan fans girl berkat wajah tampan dan senyum manisku. Selain itu aku juga pandai dalam bidang olahraga dan akademik. Orang-orang akan mengatakan aku anak yang sempurna.
Tapi... Mereka tak tahu. Dibalik semua itu, mereka sama sekali tak mengenalku. Yang mereka kenal cuma topeng yang selalu ku pakai sejak Hinata meninggal. Mereka tak pernah mengenal sosok dibalik topeng itu. Mungkin memang benar julukan mereka untukku, sang pangeran mentari yang kehilangan kehangatannya.
Aku menghela napas berat melihat tanaman itu lagi. Tanaman yang merupakan pemberian terakhir Hinata yang baru kuterima kemarin. Kata ibu Hinata, tanaman ini tak pernah berbunga lagi semenjak Hinata meninggal. Hah... Aku tak habis pikir, tuan dan tanamannya ternyata sama-sama aneh.
Kulirik jam weker yang telah menunjukan pukul 06.30 tepat. Ohh... sial! Tanpa pikir panjang lagi aku langsung berlari ke arah kamar mandi.
"Ohayou minna." sapa seorang pemuda dengan penuh semangat, tak lupa memasang senyum lebar khasnya. Melihat hal itu para siswi langsung meleleh sedangkan para siswa menatap sinis pemuda blonde itu.
Mendapat perlakuan semacam itu adalah hal yang biasa bagi sang pemuda. Sambil terus melemparkan senyum yang dapat melelehkan para siswi, dia melangkah menuju tempat duduknya.
Nah, satu lagi hari membosankan batin sang pemuda yang diketahui bernama Naruto.
Lalu masuklah seorang pria berambut silver dengan masker menutupi hampir seluruh wajahnya dengan hanya menyisakan bagian mata ke atas. Diwajahnya nampak luka memanjang dibagian mata kirinya. Yah... Hal itu tek mengurangi jumlah siswa yang menyukainya sih. Paling tidak dia guru kedua yang paling populer setelah Umino Iruka.
"Anak-anak kita kedatangan murid baru."
Begitu mendengar hal itu, kelas yang tadinya hening langsung ricuh. Semuanya asik membicarakan bagaimana rupa sang murid baru.
"Semuanya tenang!" kata Kakashi mencoba menenangkan murid-muridnya. Setelah agak tenang, ia menyuruh si murid untuk masuk.
Merasa terganggu akan suara ricuh teman-temannya, Naruto pun mengalihkan matanya yang semula memandang langit biru melalui jendela yang tepat berada disebelahnya, beralih ke arah seorang gadis didepan kelas.
Napas Naruto tercekat begitu melihat gadis yang ada didepannya. Seorang gadis berwajah manis dengan kulit putih membungkus tubuhnya. Matanya yang berwarna putih, dan rambut hitamnya yang digerai menghiasi wajah manisnya. Membuat para siswa bersiul-siul riang bagaikan burung-burung pada pagi hari *?*. Namun bukan itu yang membuat Naruto tercekat.
"Hi, Hinata..." gumam Naruto lirih.
# To Be Continued#
YEAH! I'm back!
Gomen minna-san karena aku ngambil start duluan. Soalnya ada urusan, jadi aku harus pergi ke tempat yang tidak ada sinyalnya T_T
Yah sudahlah daripada mendengar curhat gak penting dari author lebih baik...
REVIEW!
