Hypnosis Microphone sepenuhnya adalah mahakarya KING Records, IDEA FACTORY, dan Otomate. Fiksi ini diperuntukkan hanya untuk kesenangan batin. Tidak ada keuntungan material diperoleh.

Enggan Mengakui © Imorz

Samatoki dan rasa sukanya yang menggebu-gebu.


Samatoki enggan mengakui ketertarikannya kepada Yamada Ichiro. Seorang bocah. Bocah tengik penggemar anime—eww. Sementara Samatoki sudah mengemban usia kepala dua (tentu saja ia tidak berlaku seperti paman-paman reot diusianya), dan ia yakin Jakurai akan menasihatinya sementara Ramuda akan menertawakannya (lalu Samatoki menyumpahi Ramuda agar tersedak permen batangan). Intinya, perasaan menggebu-gebu ini hanya akan berlangsung sesaat, pastinya, dan besok Samatoki akan berlaku seperti biasa lagi tanpa harus melihat Ichiro sebagai objek seksual—

"Samatoki-san."

Wahai Dewa-Dewi keberuntungan yang budiman, bajingan kalian semua.

"Ada apa."

"Boleh aku pinjam uang?"

Lihat anak ini, Yamada Ichiro ini. Badannya berisi, lingkar pundak dan pinggangnya begitu lebar, suaranya berat seperti tokoh penjahat, ukuran sepatunya pasti mencapai lima puluh (Samatoki mengira-ngira sok tahu), namun dua buah matanya yang berbeda warna itu tampak berkilauan. Ada yang sedang kehilangan anak anjing?

"Berapa?"

Ichiro duduk di sebelah Samatoki. Ia menghitung jarinya komat-kamit, Samatoki mendadak keringat dingin takut diminta dibelikan daging lagi (Ramuda keparat!).

"Kira-kira cukup untuk membelikan adik-adikku tali sepatu baru."

"O-oh. Baiklah."

Sejumlah uang lolos dari dompet, jumlahnya tidak seberapa hanya untuk membeli tali sepatu baru. Ichiro mungkin menggunakan uangnya untuk kebutuhan primer yang lain dan tidak sempat membelikan sekadar hal kecil macam tali sepatu.

Heh, beruntung ada Aohitsugi Samatoki.

"Terima kasih, Samatoki-san!"

Stop. Tolong. Hentikan. Tatapan anak anjing berkilauan, bling-bling, kinclong seperti bintang kejora itu—tolong hentikan. Samatoki nanti jadi tidak bisa move on. Tambah suka nanti. Tambah kasmaran.

Dua hari yang lalu, Samatoki terbangun dengan selangkangan lembab sebab mimpi basah yang menayangkan adegan sensual antara dirinya dan Ichiro yang saling berhadapan, di sebuah ruangan, cahayanya remang-remang, hawanya mengundang, Samatoki terpantik dan Ichiro ketar-ketir berada di bawah kuasa.

Ah, mimpi yang indah, tapi terlarang. Samatoki menggelengkan kepala.

"Kuso ga—Ichiro."

"Ya?"

"Wajahmu jelek."

Ichiro mengerjap. Senyumnya turun. "Eh?"

"Buat wajahmu garang, seperti akan bertemu musuh."

"Supaya?"

Supaya Samatoki berhenti suka, supaya karakter Samatoki tetap cool, karena wajahmu yang senyam-senyum mirip panel terbesar komik shoujo itu tidak baik untuk jantung Samatoki.

"Lakukan saja kataku."

Ichiro kembali mengerjap heran. Mimiknya bingung dan astaga, harus berapa lama anak ini duduk di samping Samatoki yang kelabakan menyembunyikan rona wajah di balik tampang datar.

"Err ... baiklah. Akan kulakukan nanti."

"Bagus, sekarang pergi. Aku sedang sibuk."

"Sekali lagi, terima kasih, Samatoki-san!"

Dan ia pun pergi. Samatoki akhirnya bernapas. Akibatnya, ia tidak yakin perasaan suka ini dapat berakhir dengan cepat.

Ditilik dari adrenalinnya yang terpacu ketika Ichiro berada di dekatnya, cepat sekali seperti mobil balap di atas sirkuit, membuat Samatoki harus menanggung semua beban berat ini sendirian. Sampai akhirnya benar-benar usai dan berhenti. Entah kapan dan di mana. Entah suatu saat datang masa ia dan Ichiro akan terpisah dan mendeklarasikan kebencian; Samatoki masih—akan menyimpan pulau-pulau kecil tempat ia pernah menaruh rasa tertariknya terhadap Ichiro.

Tidak pernah ada yang tahu sebaliknya.

Seseorang berbisik dari arah belakang tepat menuju telinga kanan. Bisikannya membuat Samatoki mengurat.

"Dapatkan dia. Umur hanyalah angka! Gapai cintamu, kawan!"

Itu Ramuda. Si perusak momen.

.

.

.

Selesai.


a/n: Fic ini dipersembahkan pula untuk teman saya yang sedang berulang tahun. Selamat ulang tahun, Nita!