Mencintaimu itu cobaan

Based on true story (halah!!)

Ga, kemarin kok tiba2 saya ketemu gebetan pas smp dulu. Pas dipikir2, saya jadi sadar, ternyata saya bisa mencintai dia sampai seperti ini.

Anyway, oneshot. Please enjoy.

Mencintaimu itu cobaan.

Mencintaimu itu penderitaan.

Tapi, seandainya aku tidak mencintaimu,

Rasanya, aku yang seperti ini tidak akan pernah ada.

Seakan-akan, tanpa mencintaimu,

Aku tak kan bisa hidup.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

"Apa-apaan kamu Yuushi?! Apa kamu segitu genitnya, sampai-sampai setiap cewek di sekolah ini mesti kamu cium dulu, baru puas?!" teriak Gakuto.

"Kenapa sih Gakuto? Aku kan cuma ngobrol sama temen sekelasku aja, ga ngapa-ngapain!" bela Yuushi.

"Mananya yang ngobrol?! Yang kulihat kamu dari tadi sibuk ciuman sama tu cewek! Kamu tahu nggak, aku tuh cariin kamu keliling sekolah tahu?! Kamu lupa kalau kita janjian mau makan siang bareng?!" raung Gakuto.

"Ah.." Yuushi gelagapan.

"Sudah! Aku nggak mau tahu lagi! Aku benci Yuushi!" teriak Gakuto, kemudian lari meninggalkan Yuushi sambil menangis.

Lagi-lagi mereka bertengkar. Padahal mereka kan double pair..pikirku. Dengan pandangan bertanya-tanya apa yang terjadi, kutoleh Ootori yang berdiri disebelahku. Dan sembari tersenyum sedih, dia berkata,

"Mukahi-senpai, tadi.. dia memergoki Oshitari-senpai sedang bermesraan dengan teman sekelasnya. Padahal katanya mereka mau makan siang bareng.." jelas Ootori lirih. Kemudian dipandangnya Oshitari-san yang sedang berdiri membeku di dekat lapangan tenis, masih shock dengan kata-kata doublenya tadi, "Oshitari-senpai kok gitu ya.. kasihan Mukahi-senpai."

"Apa dia patut dikasihani?" jawabku lirih. Ootori memandangku dengan iba, kemudian dia menghela napas.

"Hiyoshi.." tapi sebelum kalimatnya habis, terdengar seruan pasangan doublenya, Shishido-senpai.

"Chotarou! Ayo kita latihan!"

"Baik Shishido-san! Mohon tunggu sebentar! Aku.." balas Ootori.

"Tuh kamu dipanggil. Cepet kesana, nanti Shishido-san-mu capek nungguin.", paksaku. Melihat wajah Ootori aku kembali berkata, "Udah cepetan. Aku.. aku nggak apa-apa kok. Apa yang kamu khawatirkan sih?"

"Oke.." kata Ootori, "Tapi Hiyoshi.. kamu.. jangan menyakiti diri sendiri ya.." katanya lagi, sebelum berlari kearah pasangan doublenya.

Menyakiti diri sendiri? Lagi-lagi.. Terkadang aku tak bisa memahami apa yang dikatakan rambut silver itu.

Sadar kalau aku harus segera turun kelapangan juga, aku berjalan menuju lapangan tennis yang sekiranya kosong, lapangan E. Lapangan itu memang cukup jauh dari ruang klub, tapi sangat sejuk dan rindang karena banyak pohon-pohon yang tumbuh didekatnya. Lapangan favoritku untuk latihan.

Sambil menuju kesana, aku berpikir, ini sudah yang keberapa kalinya ya, mereka bertengkar? Pasti setidaknya, ini sudah yang ke lima kalinya dalam minggu ini.

Oshitari-san, memang sudah tabiatnya suka berbuat gila dengan cewek lain, padahal dia sudah punya Mukahi-san. Tapi, memang akhir-akhir ini mereka sering sekali bertengkar. Ada apa ya? Tindak-tanduk Mukahi-san kelihatan seperti biasanya, justru Oshitari-san yang terasa uring-uringan. Jangan-jangan ada sesuatu...

Sedang larut-larutnya aku berpikir, aku dikagetkan dengan suara isak tangis. Tanpa perlu mencari terlalu jauh, aku segera menemukan asal suara itu. Mukahi-san.

"Sedang apa senpai disini? Latihan sudah dimulai." Kemudian, kusadari kalau dia masih memakai baju seragam. Spontan aku bertanya padanya, "Senpai belum ganti baju?"

Dipandanginya aku dengan sepasang matanya yang masih meneteskan airmata. Sambil tetap berusaha memasang tampang seriusku seperti biasa, mati-matian aku menahan diri untuk tidak menggerakkan tanganku untuk menyentuh pipinya, kemudian menghapus air matanya. Ah, dia tidak tahu kalau aku begitu menderita karena mencintainya..

"Hiyoshi tadi juga lihat kan?" katanya sambil menghapus airmatanya. Dipaksakannya suaranya agar terdengar seperti biasa, "Aku habis lari setelah bertengkar dengan Yuushi."

"Oh." Cuma itu. Memang, apa lagi yang bisa kukatakan? Sambil memasang tampang tak tertarik, sebenarnya dalam hati aku mati-matian memikirkan kata-kata yang dapat menenangkan hatinya. Tapi tak kunjung kutemukan. Uuugh, tak biasanya otakku sulit bekerja seperti ini.

"Yah.. senpai yang tabah ya.." kataku setelah mati-matian berpikir.

Mendengar kalimatku tadi, dia hanya terdiam. Sepasang bola matanya yang indah itu menatapku. Genangan air masih terlihat disana, tapi sudah tak menetes deras seperti tadi.

Dalam hati aku merasa lega. Aku tak tahan melihatnya menangis. Aku tak sanggup menahan diriku untuk tak merengkuhnya, kemudian menghapus air matanya. Berdiri didekatnya seperti ini bahkan sudah membuat jantungku berdebar kencang. Sayangnya bukan debar yang membahagiakanku seperti saat pertama kurasakan. Saat ini, debaran jantungku terasa sangat menyakitkan. Senpai dihadapanku yang sangat kucintai ini bukan milikku. Dia adalah miliknya.

"Apa maksudmu, Hiyoshi?" tanyanya dengan nada yang aneh. Pertanyaannya mengagetkanku yang sedari tadi melamun. Tanpa ku pikirkan sebelumnya, jawaban langsung meluncur dari bibirku.

"Yah.. Oshitari-san memang seperti itu.. dia suka selingkuh. Senpai pasti kesulitan ya.. Kasihan.." jawabku enteng. Kurasa, jawaban ini jauh lebih baik daripada 'Kurasa Mukahi-san tidak cocok dengan Oshitari-san. Bagaimana kalau senpai putus dengan Oshitari-san dan jadian denganku?'

Ha ha ha. Mana mungkin aku bicara begitu padanya?

Mendengar jawabanku, Mukahi-san serta merta berdiri. Ditatapnya aku dengan sengit, gabungan dari tidak percaya dan marah. Sedetik sebelum kusadari, dia mengangkat tangannya dan melayangkannya dengan cepat,

Plak!

Ke pipiku.

"Jangan mengasihaniku!!" teriaknya. Tubuhnya yang mungil gemetar saking marahnya. "Aku tidak butuh dikasihani! Dan jangan menjelek-jelekan Yuushi!! Aku yang paling mengerti bagaimana Yuushi!! Aku memilih untuk mencintainya, dan aku memilih untuk menerima apapun sifatnya!! Lagian, apa hak Hiyoshi berkata begitu?? Kamu bukan apa-apaku!!"

Sesudah berkata begitu, dia lari meninggalkanku. Aku tertegun dan terdiam saking kagetnya. Kaget karena apa aku tak tahu, tapi mungkin karena semuanya. Tamparannya, kata-katanya, dan terlebih, atas penolakannya.

"Kamu bukan apa-apaku!!"

Hal terakhir yang ingin aku dengar darinya.

Hhhh.

Setelah kupikirkan kembali, rasanya tolol sekali jawabanku tadi. Sifat playboy Oshitari-san sudah menjadi rahasia umum, tentu Mukahi-san sudah mengetahui, bahkan sudah sangat hapal akan sifatnya.

"Aku memilih untuk mencintainya, dan aku memilih untuk menerima apapun sifatnya!!"

Inilah dia. Begitulah dia. Jika sudah terpaku pada satu hal, dia tidak akan pernah memalingkan wajahnya pada hal yang lain. Jika sudah memilih untuk mencintai seorang, dia akan terus mencintai orang itu. Tentu saja dia akan marah jika orang yang dicintainya itu dijelek-jelekan.

Tapi Mukahi-san, kamu tahu tidak?

Aku pun seperti itu.

Aku tidak ingin kamu disakiti olehnya. Aku tidak ingin kamu menangis karena dia. Aku ingin kamu bahagia. Alangkah baiknya jika kamu dapat selalu tertawa.

Aku mendongak menatap langit. Kepalaku tiba-tiba terasa penuh. Pusing sekali. Tetapi, daripada mengkhawatirkan kepalaku yang telah mengecewakanku sekali, aku lebih mengkhawatirkan rasa sakit di dadaku.

"Jangan mengasihaniku!!"

Ootori, aku benar 'kan? Mukahi-san tidak butuh dikasihani. Mencintai Oshitari-san adalah pilihan yang diambilnya agar dia bahagia. Kenapa aku harus mengasihaninya? Itu akan merendahkannya. Itu akan menghina batinnya. Akulah yang paling tahu hal itu.

Sebaliknya, orang paling menyedihkan yang seharusnya dikasihani adalah aku. Aku mencintainya, tapi tak kuasa mengatakannya. Aku adalah seorang penakut.

Kuulurkan tanganku untuk mengambil raketku yang terlepas dari peganganku saat ditamparnya tadi. Angin berhembus pelan dan lembut, menerbangkan debu-debu. Tiba-tiba mataku terasa panas. Perih.

"Dasar angin sial." ucapku lirih sambil mengucek mataku, "Debu yang beterbangan masuk mataku."

Beberapa titik-titik air mata jatuh dari mataku.

Aku terus mengucek mataku sambil memaki-maki angin, tidak ingin mengakui sebab sebenarnya aku meneteskan air mata. Hal sebenarnya yang menyebabkan aku menangis.

Mukahi-san, kamu tahu tidak?

Aku juga mencintaimu.

Hu hu hu.. maap, ficnya kok jadi sedih gini. Authornya waktu nulis lagi agak gak enak ati, jadinya gini deh. Namanya juga lagi belajar..

Maaf juga buat penggemarnya Hiyopi, kok dia jadi sy buat cengeng and terpuruk begini y? Mohon maap.. Jangan bunuh sy..

Menurut anda, enaknya bikin lanjutannya g? Kesannya ni ending agak ngegantung gitu.. Tolong reviewnya ya, tolong komentarnya and petunjuknya, buat bekal sy biar makin ahli bikin fic. Sekaligus buat nyemangatin author buat bikin fic lage. Wehehe..

Oosh, thanks for reading.

Dipersembahkan buat seseorang yang pernah nulis di jurnalnya, "Kok sekarang sepi ya?"

Hayo.. orangnya sadar ga nih??

Maap ya, ga bisa bales comennya. Q g bisa masuk multiply nih, biar udah login tapi g bisa masuk blog q. Anyone can help?