Inaba Gangsta Paradise

Genre : Suspense

Synopsis : Versi remake dari Persona 4: Birth of Tragedy yang saia putuskan untuk dihentikan dengan beberapa (atau mungkin banyak) perubahan. OC, chara death,

Disclaimer : Persona itu punya Atlus, punya saya cuma OC saja

Author's note : Don't like don't read...that's all folks^^


.

PROLOG

.

"One death is a tragedy; one million is a statistic."

- Joseph Stalin -

.

Shinjuku, Jepang

Pukul 11.00

.

Konon, kematian dapat menjemput kapan saja dan datang dengan segala cara. Banyak sekali peribahasa yang kiranya berusaha untuk menjelaskan makna dari fase akhir siklus hidup tersebut. Sebut saja Eleanor Roosevelt yang mendeskripsikan kematian sebagai suatu tahap dimana kita berhenti untuk melakukan apa-apa dan sebuah pepatah kuno yang menyamakan proses kematian dengan jalan pulang ke rumah.

Begitu banyak.

Begitu penuh retorika filsafat.

Semuanya mengawang-awang dalam idealisme relung hati yang tiada batas. Menerawang jauh ke depan tanpa melihat kehidupan nyata di dunia fana.

Apakah ada seorang yang tahu apa rasanya?

Rasa dimana kau mendapati segala yang ada di hadapanmu serasa menguap bak gumpalan asap di perapian, ketika kesadaranmu serasa tercabut dari batang otak yang menghubungkan setiap saraf di dalam tubuhmu sebagaimana emosimu merasuk dalam setiap pikirannya.

Perih adalah rasa pertama yang kau terima.

Sakit menjadi akibatnya.

Bingung harus berkata apa, tersesat tanpa harus bilang bagaimana. Itulah yang sekarang tengah dirasakan oleh seorang Souji Seta saat ini. Saat dimana ia mencengkram dadanya sebelum terjatuh tak berdaya di atas aspal jalanan yang sendu, basah terkena lumuran darah yang mengalir dari liang besar pada jantung yang telah berlubang tertembus peluru tajam.

Ia kesakitan...

Dan dengan memandang samar ke arah tangannya yang merah, lelaki itu menyadari apa penyebabnya.

Dicobanya untuk menggerakkan bibir dengan nafasnya yang telah terengah-engah, menggetarkan mulutnya dengan kata-kata tetapi tiada suara yang terucap. Bungkam dan gerakan, menciptakan kenihilan pesan bagi orang-orang yang mulai bermunculan mengerumuni dirinya. Coba menolong dengan tatapan penuh keheranan.

Semuanya terlambat.

Bagaikan sebuah kereta api cepat, waktu sudah tidak bisa memberi kesempatan kedua. Mengundang malaikat maut yang agaknya telah berdiri di depan mata yang semakin kabur, menyisakan cahaya penuh kehidupan di setiap detik terakhir sementara kebekuan otak mulai menjalari setiap organ yang mulai dingin tanda semua akan usai.

"Apakah aku harus mati penasaran seperti ini?" Pekik hatinya di saat cahaya terakhir mulai meredup secara perlahan di pelupuk mata. Maksud hati ingin mengarahkan tangannya ke atap sebuah bangunan di seberang sana seolah berseru "Lihatlah tanganku!", apalah daya tubuhnya tinggal seonggok daging mati yang siap menjadi mayat berkalang tanah.

Hanya kebingungan bercampur ngeri yang bersambut di wajah-wajah di sekitarnya.

Tak satupun tahu apa dinyana maksud gerakan kecil tangan sebelum padam.

Cahaya hilang tanda kepergian seorang pemuda.

Di bawah terik mentari yang bersinar merona.

Sementara di kejauhan, di atap sebuah gedung pencakar langit bernama Tokyo Metropolitan Goverment Building. Seorang lelaki berpakaian hitam memandang dingin kerumunan dari balik sniper scope-nya dengan senyum puas seorang dorna seraya mencoret satu-satunya nama yang belum tergores di secarik kertas di genggaman bertuliskan :

.

SOUJI SETA

.

Sesaat sebelum sosoknya bangun dan beranjak pergi. Seolah berniat melupakan segalanya dalam sebuah ledakan kecil yang memberangus senapan dan bukti dalam sepi. Lalu menghilang...lenyap bersama angin.

Kecuali satu laporan...

.

"Target telah dimusnahkan"

.

.

TBC

.

.

.

V