Disclaimer : Haii! Halooo… nama say…
Hidekazu Himaruya : ahem!
Ah, halo bang Hide, hehe… baiklah Ini Bang Hidekazu Himaruya, selanjutnya disingkat HH. Sepatah dua patah kata, silahkan…
HH : Haii! Halooo… *sama aja*
Plot nyuri dari manga Zettai Heiwa Daisakusen karya Ogura Akane
Bang Hide punya karakter, Mbak Akane punya plot, saya punya apa doongg? Baiklah, saya cuma tukang ketik disini. Meski begitu, semoga kalian semua menikmati :3
Genre : banyak! Wahahahaha #plakk
Oke saya sebutin satu-satu. AU (pasti), Humor (yes!), Angst (pasti ada, nanti), Romance (Err… saya akan berusaha), Drama, Family, Hurt/Comfort. Akh~ banyak, sampe bingung...
Warning : Makan gorengan dapat menyebabkan kolesterol tinggi. #salah
Typo (kalo ada, kasitau), OOC dikit, OC Fem!Indonesia, Fem!Malaysia dan keluarga lainnya yang akan menyusul nanti, male!Portue. Harap maklum kalo ada beberapa karakter yang saya jadiin antagonis disini :9
Di suatu tempat, berdiri dua negeri besar yang sangat berpengaruh dibandingkan negeri-negeri lainnya. Namun perang yang berlangsung di antara kedua negeri ini telah melewati waktu puluhan tahun dan seperti tidak akan pernah berakhir.
Koninkrijk Der Nederlanden, pangeran negeri barat sekaligus pemimpin pasukan perang melawan negeri besar di timur. Kesuksesannya dalam setiap peperangan menjadikannya pahlawan di antara penduduk negeri barat tersebut.
Indonesia Raya, Putri negeri timur, disebut juga sebagai malaikat penyelamat karena jasanya yang begitu besar dalam menyelamatkan korban-korban perang. Ia mengabdikan dirinya sebagai perawat.
Suatu hari—dimana akan menjadi perubahan besar bagi kedua negeri tersebut—mereka berdua mengutarakan pernyataan yang cukup mengejutkan.
"Ayah, Ibu, dan seluruh rakyat yang kami cintai…" Nethere dan Nesia saling menggenggam tangan dan melanjutkan, "Sebenarnya kami berdua saling mencintai. Terimalah hubungan kami dan hentikan perang."
Kedua orangtua mereka tentu saja menentang. Namun akhirnya mereka mengalah melihat betapa keras keinginan putra dan putri yang mengaku saling jatuh cinta itu. Kedua ayah mereka—pemimpin dari masing-masing negeri—akhirnya bersedia menandatangani perjanjian damai yang diajukan oleh putra dan putri mereka dengan setengah hati. Seluruh rakyat bergembira dengan berita ini. Setelah menunggu selama berpuluh-puluh tahun, akhirnya mereka dapat mencecap rasa perdamaian.
Pertunangan dilakukan di perbatasan kedua wilayah. Nethere dan Nesia saling bergandengan tangan dan melambai dari atas balkon ke arah rakyat yang bersorak-sorai bergembira dibawah. Akhirnya, kehidupan baru mereka berduapun dimulai.
'plakk!'
Nesia menampik tangan Nethere yang sadari tadi menggenggamnya. Oh ya, mereka tidak bergandengan tangan tentu saja. Hanya Nethere yang dengan penuh percaya diri, berani menggenggam tangan Nesia.
"Sakit tahu! Apa yang kau lakukan?"
"Puas kau menggenggam tanganku, Nethere. Kau tahu aku tidak bisa menolaknya jika berada dihadapan rakyat seperti tadi, maka kau mengambil keuntungan dariku." Sahutnya sarkastis.
Nethere mengelus tangan kirinya seraya mengeluh, "Tidak apa-apa kan? Toh kita memang sudah bertunangan."
Sang putri menoleh ke arahnya dengan tatapan tajam, "Kutegaskan sekali lagi, aku menyetujui tawaran ini karena hanya inilah satu-satunya cara untuk menghentikan peperangan. Sama sekali bukan karena aku menyukaimu. Dan tentu saja yang lebih penting dari itu, kau pemimpin pasukan perang yang menyerang negeriku, aku tidak mungkin jatuh cinta pada orang sepertimu."
"Sudahlah, mengeluh saja kerjamu. Bersikaplah lebih baik padaku, Nesia. Toh kita tetap akan menjadi suami-istri sebentar lagi." Jawab Nethere santai.
"Lebih baik aku berteman dengan monyet, tahu!"
"Sial! Kau ini kalau dibiarkan pasti langsung bicara seenaknya. Asal kau tahu saja, aku juga tidak ada rasa apapun padamu, kecil! Semua orang memanggilmu malaikat. Kukira kau orang yang baik dan penyayang, ternyata kau berbanding terbalik dengan apa yang selama ini kupikirkan."
"Dan asal kau tahu saja Nethere," Jawab Nesia penuh penekanan, "Kau kira kepribadianmu sesuai dengan pahlawan seperti yang selalu dielu-elukan rakyatmu? Hah! Kau itu cuma laki-laki kasar berambut tulip."
Nesia mengeluarkan ranting kayu yang entah didapat dari mana, ia membuat garis pembatas kurang lebih satu meter di hadapannya.
"Jangan mendekat lebih dari satu meter, paham."
"Huh, siapa peduli." Kata Nethere acuh tak acuh dan melangkahkan kakinya melewati garis ilusi itu.
'Pok! Pok! Pok!'
"Aw! Aw! Aw! Hentikan itu Nesia! Singkirkan ranting itu! Sakit tahuuu…. Awaass kauuu….keciiil!" Nethere mengejar Nesia yang sudah berada beberapa langkah didepannya. Sungguh tidak lucu jika para rakyatnya tahu bahwa pangeran Nethere menjadi korban pukul-lari calon istrinya.
Seperti yang dapat dilihat diatas, hubungan mereka sebenarnya tidak terlalu baik, bahkan bisa dibilang amat buruk. Namun mereka harus bertahan atas keputusan yang telah mereka ambil.
"Psst… lihat, itu tunangan pangeran Nethere"
"Huh! Dia sama sekali tidak cantik. Awas saja kalau ia berani membuat pangeran menderita. Kita tenggelamkan negerinya ke lautan."
Meski kelihatannya semua rakyat menyambut gembira pertunangan mereka, tetap saja ada pertentangan-pertentangan kecil yang terjadi di sekeliling. Gambarannya dapat terlihat dari obrolan kedua pelayan istana negeri barat tersebut. Hal-hal seperti inilah yang memaksa Nethere dan Nesia menjaga hubungan baik di depan orang lain.
Ini semua demi perdamaian yang mereka impikan.
'click!' 'click!'
"Bagaimana hubungan kalian berdua akhir-akhir ini?" tanya salah satu wartawan surat kabar.
"Hubungan kami? Tentu saja baik. Ya kan, Nesia?" Jawab Nethere penuh percaya diri di hadapan sekelompok wartawan dan cahaya lampu blitz yang silih berganti. Nesia melirik sekilas ke arah calon suaminya, dan ia langsung menginjak kaki sang pangeran yang tersembunyi di balik meja.
'Aw!' Si pemilik kaki mengerang perlahan dan menyembunyikan wajah kesakitannya dengan berpura-pura tersenyum.
"Ya, pangeran Nethere sangat baik dan perhatian."
Ini semua demi perdamaian.
Saat jumpa pers berakhir,
"tunggu kau! Kecil!" Seru Nethere menarik belakang baju Nesia dan mencegahnya lari.
'BRUAKK!'
Nah itu dia yang namanya backdrop. Nesia meninggalkan Nethere yang terbaring tak berdaya dengan tatapan kosong.
Ya, demi perdamaian…
"Putri Nesia, betul?" Tanya seseorang di belakangnya.
"Ya?" Nesia menoleh dan mendapatkan seseorang pemuda tampan berambut coklat. Ia membungkukkan badannya sedikit sebelum memperkenalkan diri, "Namaku Portuguesa, sekretaris Pangeran Nethere."
"Apa anda suka manis?" Tanyanya lagi.
Nesia menatap dengan bingung, "Eh? Iya aku suka. Kenapa?"
Tanpa banyak basa-basi, pria tampan yang mengaku bernama Portuguesa itu menyerahkan bungkusan kecil berisi biskuit. "Aku mendapatkannya dari seseorang. Sayang sekali aku tidak suka manis. Jika anda tak keberatan, tentu saja. "
Nesia menerima bungkusan itu dengan senang hati dan tersenyum padanya, "Terima kasih."
"Kalau begitu, aku permisi." Ia membungkuk lagi dan berbalik meninggalkan Nesia.
'Wow, aku tidak menyangka ternyata ada juga pria baik di negeri ini. Andai saja Nethere juga sebaik dia.' Pikirnya.
Menikmati tumbuhan lengkap dengan bunga-bunga yang bermekaran di atasnya serta kupu-kupu berwarna-warni yang asyik terbang berkejar-kejaran rupanya cukup mengasyikkan. Meski bunga-bunga ini mekar di tanah barat, keindahan yang dipancarkan tidak berkurang.
"Menikmati bunga, eh? Rupanya kau punya sisi romantis juga."
Saat sosok berambut tulip itu muncul dibelakangnya, Nesia siap-siap berlari menghindar. Namun gagal, karena lagi-lagi Nethere menarik baju bagian belakangnya.
"Kau ini benar-benar membenciku ya? Apa sih yang membuatmu tidak puas?" Nesia serta merta berbalik dan mencengkram erat tangan Nethere yang menarik bajunya.
"Semuanya."
"Kenap…"
"Seperti kataku tadi, kau itu kasar dan selalu saja cepat marah. Kau juga yang membunuh rakyat negeriku dengan jumlah yang tak terhitung banyaknya. Oleh karena itu, tolong jangan sentuh aku dengan tangan kotormu." Bola mata sang pangeran melebar. Hatinya tertusuk oleh kata-kata tajam calon istrinya.
'BRAK!'
Nethere menyudutkan Nesia ke tembok, dan berbalik mengintimidasinya dengan kata-kata.
"Bagaimana kerjasama kita bisa berjalan baik jika kau terus menolak seperti ini?" Bisiknya tepat di telinga Nesia.
"Lep..lepaskan aku, atau kupanggil orang…"
"Coba saja, tidak masalah bagiku. Jika orang-orang tahu seperti apa hubungan kita sebenarnya, perang akan kembali meletus…"
Tubuh-tubuh yang berjatuhan, suara senapan dan granat memekakkan telinga, darah berceceran bercampur jadi satu dengan tanah. Segala memori di medan perang memenuhi pikirannya, mengambil alih tubuhnya dan menyebabkan setitik air mata jatuh membasahi gaun putihnya.
'BRAK!'
Sekali lagi Nethere memukulkan tangannya ke tembok. Ia tidak tahan melihat Nesia menangis.
"Maaf…" bisiknya sebelum meninggalkan Nesia yang jatuh terduduk dalam kesedihan.
'click'
Di balik semak tinggi itu, seseorang yang mengintai mereka merasa puas.
"Ndon! Indon! Apa maksudnya ini?" Tanya adiknya, Malaysia sembari mengangkat tinggi-tinggi koran yang dipegangnya.
Nesia yang sedang bersantai di kasurnya terlonjak kaget begitu Malaysia berteriak-teriak tanpa mengetuk pintu.
"Apaan sih Lay, ribut banget…"
'Hubungan sebenarnya Pangeran Nethere dan Putri Nesia' Tulisan itu tercetak besar-besar sebagai judul koran. Selain itu, terpampang juga foto Nesia yang sedang menangis.
"Pangeran Nethere menyakiti Putri Nesia? Tidak bisa dimaafkan!"
"Kejamnya…"
"Sudah kuduga, tidak seharusnya kita percaya pada orang barat."
Para wartawan yang haus berita dengan sekejap mengelilingi pasangan itu. Dengan kalimatnya masing-masing mereka mempertanyakan hubungan yang sesungguhnya pangeran dan putri itu. Saking banyaknya suara disana, Nethere tidak tahu harus menjawab pertanyaan siapa terlebih dulu. Meski begitu, karena pertanyaan mereka kurang-lebih sama, ia menjawabnya dengan malas. "itu cuma rumor."
"Tapi foto ini…"
Sebelum para lalat berisik itu melanjutkan kalimatnya, Nesia meraih wajah pangeran negeri barat disampingnya dengan kedua tangan. Kemudian tanpa aba-aba, ia mencium lembut pasangannya. Mengakibatkan pemilik bola mata hijau itu terbelalak, begitu pula dengan para wartawan yang hening sejenak dengan muka merah sebelum akhirnya memotret berulang kali momen itu.
"Itu cuma pertengkaran kecil, dan kami telah berbaikan lagi. Maaf telah membuat kalian semua khawatir ." Nesia mebungkuk di hadapan para wartawan dan kembali tersenyum.
Keramaian itupun bubar, baik oleh yang merasa lega karena ternyata tidak ada masalah serius ataupun yang merasa kecewa karena tidak mendapatkan berita spektakuler.
Dan kita pun kembali melihat di balik panggung sandiwara.
"Nes, barusan itu…" Tanya Nethere ragu—masih dengan muka yang sedikit memerah.
Nesia melirik Nethere dan memasang tampang udah-deh-enggak-usah-dibahas. "Itu namanya kamuflase, masa gitu aja nggak ngerti?"
"O..oh..gitu? Yah, padahal aku sudah berharap…" Katanya dengan wajah kecewa yang tidak dibuat-buat.
Asap muncul dengan tiba-tiba memenuhi udara di sekitar.
"HAHHAHHAHHAA! Akan kuturuti satu keinginanmu!" Sang jin ala Jawa itu tertawa menyeramkan.
Manusia berkulit hitam dan bergigi tonggos didepannya pun tanpa ragu menjawab "pingin ngganteng…"
'ngok'
"Jangan mimpi!" Kata Nesia setelah menampakkan ekspresi yang sama persis dengan jin ala Jawa di salah satu iklan rokok yang terkenal itu.
"Ndon, ada kiriman nih!"
"Aduh Lay, bisa nggak sih ketuk pintu dulu?" Seru Nesia sambil buru-buru membenarkan bajunya yang belum rapi.
"Ah, kita kan sama-sama cewek, Ndon. Enggak usah malu, aku tahu kok dadamu itu rata."
Bantal pun melayang ke arah Malaysia. Namun sayang, meleset beberapa senti. Rupanya Malaysia sudah terlatih untuk menghindar dari lemparan-lemparan kakaknya.
"Apa?" Nesia berusaha mengalihkan perhatian Malaysia sebelum ia mentertawakan lemparannya yang gagal.
Malaysia menyerahkan setangkai kembang sepatu berwarna merah marun. "Dari Portuguesa…" Jawab Malaysia bahkan sebelum kakaknya sempat bertanya.
"Dia menunggumu di balkon."
"Te..terimakasih atas kirimannya." Indonesia membungkuk. Portuguesa berbalik dan tersenyum sebelum membalas dengan sedikit membungkuk.
"Kudengar kau sedikit lelah setelah acara jumpa pers barusan." Portuguesa memulai pembicaraan seraya melangkah mendekat.
"Ah, iya. Tapi sekarang sudah tidak apa-apa."
Portuguesa menepuk lembut bahu Indonesia dan berkata, "Pasti melelahkan harus tinggal di negeri yang baru saja kau kenal ini. Tentu saja masih ada beberapa orang yang menganggapmu sebagai musuh, karenanya kau harus berhati-hati." Ia memberi jeda sejenak sebelum akhirnya melanjutkan, "Namun biar apapun yang terjadi, aku pasti tetap akan berpihak padamu."
Indonesia sedikit tersipu dan tertegun dengan pernyataan blak-blakan barusan, "te..trimakasih banyak kalau begitu."
Di sudut yang tak terlihat, Pangeran berambut tulip itu menghantamkan tinjunya ke tembok terdekat.
Bersambung…
Ah, ya! Gimana? Ada yang ngerasa geli kedua orang itu jadi pangeran & putri? Sejujurnya saya agak geli ngebayangin sosok kampong Nesia berubah jadi putri, wahahahaha *talenan melayang*
Saya bikin jadi 2 wilayah aja untuk set cerita ini, barat & timur. Yang artinya negeri2 di Eropa-America & Asia. Nantinya bakal ada tokoh2 lain yang muncul.
Kalo dari manga aslinya sih cewek banget (pasti ketara dari cerita ini). Cuma saya suka sama war-scene-nya, dan jadilah cerita ini, JRENG! Dengan berbagai tambalan dan modif disana-sini :3
Review? Chapter 2 nya baru ditulis beberapa paragraf, semoga bisa selesai bareng sama proposal skripsi saya, ahahahaha #NGIMPI! Pasti fic nya selese duluan.
Dan satu lagi, maaf soal judulnya yang abal banget itu XD
o iya ketinggalan. Backdrop : salah satu teknik gulat
