DISCLAIMER : MASASHI KISHIMOTO
WARNING : AU, OOC, Typo's, EYD berantakan, no edited.
#Republish
.
.
Seorang wanita paruh baya terlihat sedang asyik berkutat dengan kegiatannya di sebuah kamar yang bernuansa turquise. Wanita yang bernama Kurenai tersebut sedang menyapu dan membersihkan kamar itu sambil sekali-kali menyenandungkan sebuh lagu.
Sedikit peluh terlihat di pelipis wanita yang paruh baya tersebut, tapi itu bukanlah suatu masalah baginya. Kurenai mencabut seprei pink yang membalut bed yang berukuran sedang tersebut kemudian ia menaruhnya di keranjang. Kurenai membuka lemari dan mengambil sebuah seprei yang berwarna senada dengan dengan warna cat dinding kamar tersebut, kemudian menggelarnya dan menarik setiap ujung seprei. Setelah tertata rapi ia juga mengganti bed cover-nya dengan warna turquise, warna favorit putrinya.
Kurenai melihat sekeliling kamar tersebut, ia tersenyum puas melihat hasil kerjanya. Kurenai keluar dari kamar tersebut sambil membawa sebuah keranjang yang berisi pakaian dan kain-kain kotor untuk dicuci.
Kurenai tersenyum memikirkan bagaimana nanti reaksi putrinya melihat kamarnya yang sudah tertata rapi dan bersih, juga peralatan sekolah dan gadget baru yang dibeli Kurenai khusus untuknya.
"Sakura pasti akan sangat senang," gumam Kurenai sambil senyum-senyum sendiri membayangkan wajah ceria Sakura.
.
.
Sasuke menatap papan tulis di depannya dengan tatapan kosong, walaupun Kakashi sensei sedang menjelaskan rumus-rumus trigonometri tapi sedikitpun materi itu tidak ada yang nyangkut di otak jeniusnya.
Sasuke mengalihkan pandangannya ke meja Hinata yang duduk sendiri dengan tatapan sendu. Sudah menjadi pemandangan rutin baginya melihat helaian rambut merah jambu di sana dengan berbagaiai ekspresi yang menurutnya lucu. Sasuke tersenyum tipis, ia menggali memorinya tentang gadis itu.
Tanpa sadar Sasuke memang sering memperhatikan Sakura, kadang ia tersenyum tipis melihat Sakura mengetuk-ngetuk kepalanya sendiri jika pelajaran mereka sudah ada kaitannya dengan rumus-rumus, gadis pink itu juga akan sering menguap dan mengucek matanya kalau giliran Gai-sensei yang sedang mendongeng tentang sejarah Konoha. Sakura juga sering menyelipkan komik di dalam buku pelajarannya, kemudian asyik tenggelam dengan bacaannya –komik.
Sasuke terkesiap ketika ia melihat sosok Sakura tengah sibuk mencatat pelajaran yang diberikan oleh Kakashi, ia melihat gadis itu mengetuk-ngetuk jidatnya dengan pulpen yang ia genggam. Gadis itu menoleh ke arahnya kemudian tersenyum lebar, dengan reflek Sasuke mengangkat sudut-sudut bibirnya membentuk senyum yang sangat jarang ia perlihatkan.
"Baiklah, selamat siang anak-anak," ucap Kakashi kemudian ia melangkah keluar kelas.
Keadaan kelas langsung ribut seketika membuat Sasuke mengalihkan pandangannya ke depan kelas, ia melihat Kakashi sudah tidak berada di sana dan teman-teman sekelasnya sudah berhamburan ke luar kelas sambil menenteng tas masing-masing.
Sasuke kembali menoleh ke arah bangku yang biasa ditempati Hinata dan Sakura dengan senyum tipis yang terukir di wajah tampannya, tapi senyum itu langsung luntur saat ia tidak melihat gadis itu lagi di sana. Sasuke memandang bangku di sebelah Hinata dengan tatapan kosong, gadis itu sudah tidak ada di sana atau memang yang tadi itu hanya halusinasinya belaka.
.
Hinata yang sudah selesai memasukkan semua perlengkapan sekolahnya bersiap untuk keluar dari kelas untuk pulang. Mata lavendernya melihat tatapan sendu Sasuke ke arahnya, lebih tepat ke bangku sebelahnya.
"Sasuke…" panggil Hinata membuyarkan lamunan Sasuke.
"Hn…"
"Ayo pulang," ajak Hinata.
"Kau duluan saja Hinata."
Hinata mengangguk kemudian melangkahkan kakinya keluar kelas.
.
.
"Tadaima…" ucap Karin ketika ia memasuki rumahnya.
"Okaeri," balas Kurenai yang masih sibuk di dapur menyiapkan makan siang untuk keluarganya.
Karin langsung melesat menuju kamarnya, saat melewati kamar Sakura ia berhenti di depannya. Karin menatap pintu kamar dengan tatapan sedih, tangan kanannya bergerak memegang handle pintu yang berwarna emas.
Pintu terbuka menampakkan kamar yang sangat rapi dengan aroma cherry, juga nuansa kamar yang bernuansa serba turquise. Dengan perlahan, kaki jenjang Karin melangkah ke dalam kamar tersebut. Di meja belajar ia bisa melihat setumpuk komik yang berjejer rapi.
Ia tahu kalau adiknya itu sangat senang membaca komik, jadi tidak heran kalau koleksinya bisa dibilang banyak. Karin melihat-lihat komik yang di atas meja tersebut yang kebanyakan jenis komik shounen, tetapi ada komik yang menarik perhatiannya. Dua buah buah komik dengan cover biru dan satunya lagi berwarna orange. Setelah melihat sinopsisnya ternyata komik itu bisa dibilang ber-genre family. Karin kemudian memasukkan komik tersebut ke dalam tas selempangannya dan berbalik menuju arah pintu. Sebelum pintu benar-benart tertutup, ia tidak sengaja melihat beberapa benda yang ternyata adalah gadget di atas sebuah buffet di dekat ranjang, ia tersenyum tipis. Ia tahu itu adalah barang-barang yang sangat diinginkan Sakura, tetapi sekarang barang-barang itu sudah tidak berguna.
.
.
Asuma dan Karin duduk di meja makan untuk makan siang, mereka merasakan sesak ketika melihat makanan yang tersaji di atas meja bundar tersebut. Kurenai datang dari dapur sambil membawa soft drink dan beberapa susu kotak dingin dengan nampan.
Kurenai menarik kursi di samping suaminya, ia sedikit bingung karena suami dan putrinya itu belum menyentuh apapun sama sekali.
"Kalian tidak suka dengan menunya ya?" tanya Kurenai.
"B-bukan begitu, hanya saja tumben kaa-san masak sebanyak ini."
Asuma yang mendengar pertanyaan istrinya dengan sigap langsung mengambil makanan dan memindahkan ke piringnya.
Kurenai tersenyum lebar sampai matanya menyipit, "Kaa-san hanya ingin memasak makanan kesukaan Sakura, dia kan sangat suka ini semua. Tapi kenapa sampai sekarang anak itu belum pulang juga, padahal kaa-san berniat untuk memberikannya kejutan."
Karin menggigit bibirnya menahan tangis, sedangkan Asuma mengalihkan perhatiannya pada hidangan di depannya.
"Kita makan saja dulu, mungkin Sakura ada kegiatan di kelasnya," tambah Kurenai. Ia mengambil piring dan mengambil tempura udang.
Karin juga melakukan hal yang sama, mereka bertiga makan dengan damai –sunyi. Tidak ada suara dari mereka, yang terdengar hanyalah bunyi sendok yang beradu dengan piring menimbulkan suara khasnya.
.
.
Disinilah Sasuke sekarang, di sebuah taman bermain. Tempat ini memang menjadi tujuan untuk berlibur, apalagi sekarang hari minggu bisa dipastikan pengunjung akan lebih banyak daripada hari biasanya.
Sasuke yang notabene adalah orang yang sangat benci keramaian, tiba-tiba sekarang ia bisa berdiri di depan salah satu wahana. Setelah membeli tiket ia melangkah masuk ke dalam sebuah bangunan bergaya tradisional jepang. Sebuah bangunan tua dengan nuansa menyeramkan, rumah hantu –wahana sebagai tempat adu nyali.
baru saja ia masuk ke dalam bangunan tersebut, Sasuke langsung disambut dengan suara-suara aneh dan menyeramkan bagi sebagian orang –dirinya tidak termasuk.
Setiap langkah yang ia buat, memorinya seperti kembali memutar ulang beberapa momen kebersamaannya dengan gadis rambut merah jambu yang sekarang sudah meninggalkannya.
.
Sasuke ingat saat dua minggu setelah ia meminta Sakura menjadi pacarnya, Sakura mengajak Sasuke untuk pergi kesini. Mungkin niat Sakura ingin melakukan kencan perdana mereka hanya berdua tapi Sasuke menolaknya jika Hinata tidak ikut. Dengan sedikit kecewa Sakura menyetujui syarat Sasuke, bagaimanapun Sakura juga sangat menyayangi sahabat indigo-nya.
Sasuke melangkahkan kakinya semakin jauh ke dalam bangunan, sedikitpun tidak ada rasa sakut walaupun ia terkadang mendengar suara-suara ataupun penampakan tiba-tiba dari hantu-hantu palsu. Ketika ia mendengar suara jeritan perempuan dari pengunjung lainnya, tubuhnya sedikit menegang bukan karena takut tetapi seperti mendengar suara Sakura yang menjerit seperti waktu mereka dulu di sini.
Sasuke memejamkan matanya sebentar sebelum melanjutkan perjalanan, ia tidak mendengar suara apapun lagi. Sasuke seolah hanyut dengan kepingan masa lalunya, waktu itu ia dan Sakura juga Hinata melakukan hal yang sama seperti dirinya saat ini. Awalnya Sakura terlihat sangat antusias, tetapi setelah sampai di dalam ia mencengkram erat kemeja Sasuke karena melihat hantu-hantu yang memang sengaja mengejutkan mereka.
Sasuke sangat ingat bagaimana Sakura yang awalnya sangat antusias sekarang menjadi penakut seprti ini, itu membuatnya tersenyum tipis. Ketika tiba-tiba ada sebuah kepala yang berlumuran darah jatuh tepat di kaki Sakura, ia berteriak kencang dan langsung dan refleks Sakura memeluknya. 'dasar penakut' itulah kata yang diucapkan Sasuke pada Sakura waktu itu dan dengan agak kasar ia melepas tangan Sakura yang melingkar di lengannya. Sejak kejadian kejadian itu Sakura kemudian berjalan di depan mereka berdua, beberapa kali ia mendengar Sakura menjerit karena kaget tetapi gadis itu tetap berjalan di depan. Lain halnya ketika Hinata yang tiba-tiba kaget dan menjerit Sasuke langsung menenangkannya dan melingkarkan lengannya di bahu gadis pemalu itu.
"Sakura," desisnya lirih.
Sasuke tiba di luar bangunan tersebut, ia menghela nafas panjang. Waktu tadi masih di dalam ia seolah sedang menonton sebuah 'film kenangan' saat sakura masih ada.
Perhatian Sasuke tertuju pada seorang pemuda yang sedang menenangkan gadisnya yang menangis sehabis keluar dari wahana yang sama denga Sasuke. Sasuke sedikit tersentak melihat gadis itu mengeluarkan air matanya, mata onyx-nya seperti melihat Sakura seperti waktu itu. Dulu, waktu mereka sudah sampai diluar gedung ini Sakura sempat sesenggukan dan matanya sedikit merah. Waktu itu Sasuke mengira kalau Sakura menangis mungkin karena ia ketakutan tadi di dalam.
Sasuke menggigit bibir bawahnya mengingat Sakura dengan mata merah seperti itu, ia tahu kalau waktu itu Sakura habis menangis, tetapi ia baru menyadarinya sekarang. Waktu itu Sakura sempat memandangnya dengan tatapan sendu ketika tangan kanan Sasuke masih melingkar di bahu Hinata, Sasuke memang tidak menyadarinya.
Dan sekarang ketika ia baru menyadarinya, semuanya terlambat. "Sakura menangis karena diriku" batinnya menyesal.
.
.
Sasuke seharian ini mengelilingi taman bermain, ia menaiki wahana-wahana yang dulu pernah ia dan Sakura naiki –bersama Hinata juga tentunya.
Ia mencoba untuk menggali setidaknya sedikit kenangan manisnya bersama Sakura, tetapi nihil. Dia baru menyadarinya, ia hanya membuat Sakura menangis. Dulu, waktu mereka bertiga bermain sepuasnya di sini, Sakura selalu mengalah dari Hinata. Sama seperti waktu Sakura ingin Sasuke menemaninya naik sebuah wahana yang sedikit memacu adrenalin, tetapi Sasuke menolaknya karena saat itu Hinata ingin naik wahana lainnya. Tentu saja Sasuke lebih memilih menemani Hinata dengan alasan kondisi tubuh Hinata.
.
.
.
Seorang gadis terlihat baru keluar dari kamar mandinya, rambut merah panjangnya masih menteskan air. Gadis itu –Karin –mengambil hair drayer untuk mengeringkan rambutnya. Setelah kering, ia kemudian mengganti baju mandinya degan sebuah T-shirt putih dan celana selutut.
Hari ini adalah hari minggu, ia sama sekali tidak berniat keluar. Semenjak kepergian Sakura, Karin yang memang jarang keluar untuk bermain bersama teman-temannya. Dulu waktu masih ada Sakura, adiknya itu selalu mengajaknya ke taman hanya untuk sekedar jalan-jalan atau membeli es krim. Kalau sekarang tidak ada yang akan menemaninya lagi, tentu saja orang tuanya juga pasti tidak akan mengijinkannya keluar tanpa pengawasan.
Karin teringat dengan komik yang diambilnya di kamar Sakura, ia memang tidak terlalu suka membaca komik tetapi ia sangat penasaran dengan komik itu. Karin membuka tas selempangannya yang ia taruh di atas meja belajarnya, lalu mengambil komik yang berwarna biru dan orange.
Karin naik ke ranjangnya, ia duduk bersila dengan sebuah guling yang menjadi penyangga tangannya. Ia mulai membuka satu persatu lembar komik tersebut dan tenggelam dalam bacaannya.
.
.
.
Di kamar sebelahnya, Kurenai memandang sendu foto seorang gadis dengan rambut soft pink yang sedang tersenyum lebar. Gadis dengan seragam SMP itu terlihat sangat bahagia, ya hari itu adalah hari kelulusannya dan artinya ia bisa melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya.
Kurenai mendekap foto tersebut, ia kemudian membaringkan dirinya di ranjang yang biasa Sakura tempati. Kurenai menyapu pandangannya ke seluruh ruangan yang bernuansa turquise tersebut, ia tersenyum miris.
Wanita itu menyiapkan dua buah bantal dan menaruhnya berhimpitan, ia kemudian merebahkan kepalanya di salah satu bantal dan menaruh bingkai foto Sakura di bantal sebelahnya. Kurenai memejamkan matanya, ia berharap kala membuka matanya yang berbaring di sebelahnya adalah Sakura.
Air mata merembes dari kelopak matanya yang terkatup rapat, entah sudah berapa liter air mata yang dikeluarkan wanita itu. Ia memang terlalu mengabaikan keberadaan Sakura dan sekarang sudah sangat terlambat untuk memperbaikinya.
.
.
Karin menaruh sembarangan komik yang baru selesai di bacanya, ia memang menghabiskan membaca kedua komik tersebut. Iris ruby-nya tidak berhenti mengalirkan cairan bening yang bersumber entah darimana. Perasaan menyesal dan rasa bersalah semakin membuatnya sulit bernafas. Kembali ia membaca sebuah catatan kecil yang ia temukan terselip di salah satu komik yang dibacanya, tentu saja itu adalah tulisan tangan Sakura.
Apa kisahku akan berakhir sama seperti Ai yang bisa merasakan kehangatan sebuah keluarga, atau aku akan menjadi seperti Kyou yang selalu tidak terlihat dan diabaikan. Kadang aku sendiri meragukan eksistensiku di dunia ini.
Karin sudah tidak bisa menahan tangisnya dan terdengar semakin jelas, ia memang selalu menjadi yang nomor satu bagi orang tuanya. Ia ingat bagimana dulu ia menangis karena menginginkan sebuah boneka beruang milik adiknya, karena Sakura tidak mau memberikannya ia langsung mengadu pada ibunya. Sudah dipastikan ia mendapatkan keinginannya dan Sakura hanya menagis sesenggukan di kamarnya.
Apapun keinginannya pasti langsung dipenuhi, lain halnya dengan Sakura walaupun ia sampai menangis meraung-raung belum tentu orang tua mereka memenuhi keinginan putri bungsunya.
Dari kecil Karin memang mendapat perhatian lebih dari orangtuanya –sangat malah –dan itu ia dapatkan juga dari Sakura. Adiknya itu selalu berusaha memberikan apapun yang dimintanya, Sakura juga sering menutupi kesalahannya yang akhirnya adiknya itulah yang kena marah dari ibu mereka. Sebagai seorang kakak sehausnya dialah yang menjaga dan melindungi adiknya, tetapi ini malah sebaliknya.
.
.
Kurenai membuka kelopak matanya dan mengusap liquid bening yang tidak berhenti mengalir. Ia menajamkan telinganya dan tidak salah lagi, itu memang suara tangis seseorang dan pastinya Kurenai sangat mengenali siapa itu.
Kurenai membuka pintu kamar Karin dan melihat putrinya tersebut duduk dengan menekuk kedua lututnya dan menenggelamkan kepalanya di sana. Ia kemudian menghampiri gadis itu dan duduk di ranjang di samping Karin.
Kurenai mengusap lembut helaian merah putrinya, "Sudah, jangan menangis lagi," hiburnya.
Karin mendongak menatap ibunya, tapi air mata masih saja mengalir keluar. Dengan tangan sedikit gemetar ia memberikan catatan kecil milik Sakura.
Kurenai sedikit bingung, tapi ia tetap menerima kertas yang sudah lusuh yang mungkin akibat remasan karin kemudian membacanya.
"Maafkan kaa-san Saku," lirih Kurenai seraya menahan isak tangisnya.
.
.
.
Kepergian Sakura membawa kesedihan yang mendalam bagi keluarga dan juga teman-temannya, mereka semua sama sekali tidak menyangka Sakura akan meninggalkan mereka secepat itu.
Sama seperti gadis indigo ini, kepergian sahabatnya itu sama saja seperti ia kehilangan separuh nyawanya. Sakura yang selalu mengerti dirinya, memperhatikannya, memarahinya jika ia melakukan hal-hal yang membuat dirinya dalam bahaya, sahabat yang ada untuknya dan selalu mengalah demi dirinya.
Hinata sadar tanpa Sakura ia idak akan bisa menjadi seprti sekarang ini, ia adalah penyemangat nomor satu baginya. Sekarang Hinata sangat menyesalinya karena dulu ia sering bersikap egois pada Sakura tapi Sakura selalu tersenyum padanya dan tidak pernah.
Hinata merasa ia adalah sahabat paling jahat, selama ini Sakuralah yang selalu membantunya jika ia mengalami kesulitan tapi ia sendiri tidak pernah melakukan apa-apa untuk sahabatnya itu. Sampai di saat terakhir pun ia tidak ada di sana menemaninya. Walaupun tiap malam ia menangisinya tapi tetap saja kenyataan tidak akan berubah, sahabatnya itu telah pergi untuk selamanya.
Hinata ingat bagaimana dulu Sakura yang selalu di marahi Sasuke jika terjadi sesuatu padanya, padahal itu bukan salah Sakura. Intinya Sakura akan selalu menjadi pihak yang di salahkan, walaupun mereka bertiga sahabat tapi Sasuke lebih memperhatikan dirinya daripada Sakura dan dulu ia sempat merasa senang. Hinata memang sempat menyukai Sasuke dan sedikit cemburu pada Sakura kalau Sasuke memberi sedikit perhatian lebih pada Sakura. Sampai Sasuke memberitahunya kalau ternyata ia menyukai Sakura dan ia memilih untuk mencoba melupakan perasaannya tersebut. Tapi, Hinata selalu mencoba untuk mencari kesempatan untuk berduaan dengan Sasuke, mengajak Sasuke untuk menemaninya membeli buku, pergi chek up, inilah, itulah, hal-hal yang tidak pernah Sakura dapatkan dari Sasuke.
Dan ketika sekarang Sakura sudah pergi dari hidupnya, sepertinya rasa penyesalannya saja tidak cukup. Ia merasa sangat hina, menghianati kepercayaan sahabatnya yang selalu ada untuknya.
.
.
Kurenai membuka album foto keluarganya, ia masih menggenggam kertas yang sudah tidak berbentuk pemberian Karin. Kelopak matanya sedikit membengkak dengan kantung mata yang tercetak jelas. Kurenai mulai membuka lembar demi lembar album foto tersebut, ia tersenyum tipis saat melihat foto Sakura yang masih bayi dan mencium gambar bayi lucu tersebut. Tangannya kembali membuka lembar lainnya dan begitu seterusnya. Kadang ia tersenyum tipis, tak jarang pula ia menangis. Layar televisi yang menayangkan sebuah acara musik tidak dihiraukannya, ia seperti tengggelam dalam dunianya sendiri.
Kurenai menutup album foto tersebut dengan tangan gemetar, tangisnya sudah tidak terbendung lagi dan isakan mulai terdengar. Cairan bening tersebut jatuh di atas album foto yang berada di pangkuannya, nafasnya tercekat. Foto tersebut seolah menjadi bukti ketidak adilan yang didapatkan Sakura. Foto Sakura masih dihitung dengan jari, dan sisanya dipenuhi oleh foto-foto Karin. Dan lebih mirisnya lagi, foto-foto Sakura kebanyakan adalah foto saat gadis itu menggunakan seragam dan yang paling terbaru adalah foto kelulusan Sakura waktu SMP.
Ada tangan lain yang menyentuh album foto yang ada di pangkuan Kurenai, ia mendongak dan melihat suaminya sudah berdiri di depannya. Asuma kemudian duduk di samping Kurenai dan membawa kepala istrinya ke dadanya, ia menangis tanpa suara.
.
.
.
Angin berhembus kencang membuat daun-daun yang sudah mengering jatuh dari dahannya. Sasuke duduk sendirian di sebuah bangku yang penuh kenangan bersama Sakura. Mungkin ini hanyalah sedikit bagian dari memori manisnya bersama Sakura, dan Sasuke mulai memejamkan matanya untuk menggalinya. Perlahan, bayangan Sakura muncul di kepalanya. Saat gadis itu tersenyum, kesal, marah, ngambek dan ketika emerald-nya mengeluarkan liquid bening.
Sasuke kembali menampakkan onyx kelamnya, tatapannya tertuju pada sepasang remaja yang sepertinya sedang berkencan. Ia tersenyum miris melihat mereka, gadis tersebut tersenyum malu-malu setelah pemuda di sampingnya membisikkan sesuatu di telinganya. Waktu dia bersama Sakura, sekali pun Sasuke tidak pernah bersikap selayaknya seperti sepasang kekasih. Walaupun sebenarnya dia sendiri sangat mencintai gadis itu, tapi dia tidak pernah menununjukkannya secara nyata. Tidak heran kalau sakura menyangkanya ia tidak benar-benar mencintai gadis itu.
.
.
Hari sudah semakin sore, Sasuke memasuki salah satu tempat favorit Sakura, apalagi kalau bukan book store, biasanya setiap akhir pekan Sakura selalu mengunjungi tempat ini karena di sini semua buku favoritnya tersedia, lebih tepat komik-komik favoritnya dan sakura memang seorang maniak manga.
Sasuke berjalan di bagian khusus yang memajang berbagai jenis komik, dengan langkah pelan ia menyusuri setiap rak dan lorong yang khusus untuk cerita yang dilengkapi dengan gambar tersebut. Saat melewati bagian komik khusus cerita shounen, tangan kanannya mengambil salah satu komik yang yang menjadi salah satu favorit Sakura. Sekitar tiga minggu yang lalu, Sakura memintanya untuk ditemani ke sini tetapi ia malah menolaknya karena saat itu ia ada rapat dengan klubnya. Berbeda dengan Hinata yang memintanya untuk menemani gadis itu, ia langsung saja mengiyakannya dan meminta izin untuk tidak mengikuti rapat klub.
Mengingat hal itu Sasuke menggigit bibir bawahnya, ternyata itu adalah permintaan terakhir Sakura dan ia sama sekali tidak bisa memenuhinya untuk yang terakhir.
Setelah sekitar setengah jam Sasuke melihat-lihat koleksi komik di tempat itu, ia kemudian membayar sebuah komik dan keluar dari toko tersebut. Sasuke melewati area parkir berniat untuk mencari taxi, hari ini cukup menguras tenaga. Sebuah taxi berhenti di depannya, Sasuke langsung masuk dan menghempaskan dirinya di kursi penumpang. Setelah memberitahukan tujuannya, taxi tersebut langsung meluncur ke tempat tujuan.
.
Sasuke memandang keluar jendela dengan tatapan datar, ia terlihat sangat tenang tapi tidak dengan keadaan hatinya. Lihat saja bagaimana ia menggenggam komik yang ada dipangkuannya, ia marah, kesal, dan benci pada dirinya sendiri. Ia terlalu mengabaikan Sakura, memang benar selamai ini Hinata seperti menjadi prioritas utamnya. Sebagai seorang sahabat ia selalu bersikap tidak adil pada Sakura, begitu juga saat mereka resmi menjadi sepasang kekasih atas permintaannya.
"Maaf…"
Suara laki-laki di depannya yang sekaligus sopir taxi membuyarkan lamuann Sasuke.
"Hn…"
"Sepertinya kamu masih SMA, apa benar?" tanya pria dengan rambut minim di bagian depannya.
"Ada apa?"
Pria paruh baya tersebut merasa sedikit tidak enak, ia cepat-cepat meminta maaf. "Sekali lagi maaf, saya hanya ingin tahu apa anda itu salah satu siswa di KHS."
Sasuke menautkan alisnya, "Memangnya kenapa?" tanyanya sedikit penasaran dengan orang ini.
"Bukan apa-apa, hanya saja saya ingin mengembalikan barang penumpang saya yang tertinggal di mobil saya. Sekitar tiga minggu yang lalu, gadis itu meninggalkan ini di mobilku," kata pria itu sambil menunjukkan sebuah benda persegi panjang. "Di sini tertulis atas nama Haruno Sakura" lanjutnya.
Sasuke tertunduk lemah, "Aku sangat mengenalnya."
"Kalau begitu bisa anda mengembalikan ini padanya," ujar orang itu tersenyum lega sambil menyerahkan benda yang ternyata adalah sebuah kartu pelajar.
Sasuke mengambil kartu pelajar Sakura, ia memandangnya sendu. "Kapan barang ini tertinggal?" tanya Sasuke.
"Itu, kira-kira tiga minggu yang lalu –jeda sejenak –kalau saya tidak salah ingat, gadis itu naik taxi saya di tempat anda naik tadi."
Tubuh Sasuke sedikit menegang, apa mungkin Sakura melihatnya menemani Hinata di sana padahal Sakura sudah memintanya untuk menemani gadis itu tetapi menolaknya. Kemungkinannya sangat besar karena toko tersebut adalah toko yang biasa Sakura kunjungi kalau ingin membeli buku pelajaran ataupun komik. Ditambah setelah ia menolak menemani Sakura hari itu, sikap sakura sedikit berbeda dari biasanya dan seolah seperti menghindarinya. Sakura sering melamun di kelas, dan gadis itu tidak lagi bersikap manja padanya.
"Anda mengantarnya kemana?"
"Rumah sakit Konoha."
.
.
.
Bugh…
Sasuke menghajar tembok kamarnya untuk melampiaskan emosinya. Ia kesal, marah, benci pada dirinya sendiri. Walaupun jari tangannya terlihat mengeluarkan darah tapi ia tidak peduli, rasa sakit di tangannya tidak terasa.
Sasuke duduk bersandar di tembok yang dihajarnya tadi, kedua lengannya memeluk lututnya yang ditekuk dan menyembunyikan wajahnya di sana. Sayup-sayup terdengar suara isakan dan bahunya sedikit bergetar. Lagi, malam itu sasuke menangis, itu sekarang sudah seperti menjadi kebiasaannya. Kejadian sore tadi seperti sebuah hantaman keras baginya, otak jeniusnya bisa langsung tanggap.
Waktu itu, Sakura memintanya untuk ditemani ke toko buku tapi menolaknya malah saat Hinata yang memintanya ia langsung setuju. Yang ada dipikiran Sasuke sekarang adalah mungkin saja waktu itu Sakura melihatnya bersama Hinata, dan hari itu juga Sakura pergi ke rumah sakit. Keterangan dokter yang menangani sakura di rumah sakit juga bisa menjadi bukti kalau pada hari itu hasil chek up Sakura keluar dan sorenya gadis pink itu datang mengambilnya.
Isakan Sasuke semakin keras kala ia mengingat hari itu. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya sakura saat ia tahu tentang penyakitnya dan kekasihnya sendiri menghianatinya –yang ini hanya pikiran sakura.
.
Suara ketukan pintu membangunkan Sasuke, ternyata itu adalah Itachi yang menyuruhnya untuk makan malam. Awalnya Sasuke tidak berniat untuk keluar tapi perutnya sudah mengeluarkan suara beberapa kali minta diisi, akhirnya ia turun setelah membasuh muka tentunya.
Mikoto, Fugaku dan Itachi hanya memandang iba Sasuke yang menyantap makan malamnya. Semenjak kepergian Sakura, Sasuke memang menjadi semakin pendiam dan sering melamun. Mereka juga sering mendengar isakan dari dalam kamar Sasuke, yeah sekarang menangis bukanlah menjadi hal yang tabu baginya. Mereka bertiga bisa melihat jelas mata Sasuke yang sedikit bengkak dan merah.
"Mau tambah Sasuke?" tanya Mikoto melihat piring sasuke yang sudah kosong.
"Tidak, aku mau tidur dulu." Sasuke langsung meninggalkan meja makan kemudian masuk ke kamarnya meninggalkan orang tuanya dan Itachi.
Sasuke langsung naik ke ranjangnya, ia berbaring miring. Sebelum ia terjatuh dalam tidurnya, cairan bening mengalir di sudut matanya. Untuk malam ini dan malam-malam seterusnya ia sepertinya akan mempunyai kebiasaan baru.
.
.
.
Setelah baca ulang fic ini, saya ngerasa rada-rada maksa di beberapa scene (ceilah scene :P). Tapi ini adalah fic yang saya bikin ketika baru-baru menjadi author dan saya sengaja untuk tidak mengedit atau merombaknya kembali.
Dan saya sudah ada ide untuk bikin lanjutannya dari sequel ini, tapi untuk sementara saya kasih complete dulu. Saya masih terlalu banyak tanggungan di RL untuk sementara, tugas lagi numpuk-numpuknya.
