TITLE : This Kind of Love
GENRE : Mature, Romance, Drama
LENGTH : 1 of..
RATE : M+
CAST : Wonwoo (GS), Mingyu
DISCLAIMER : semua tokoh punya YME, yang saya punya Cuma plot dan typo yang bertebaran di ff gaje ini. Jika ada kesamaan plot, nama tempat, dll. Itu semua murni Cuma kebetulan.
SYNOPSIS : Keponakan baru Mingyu yang dibawa oleh istri muda kakaknya sangatlah menggoda! ia bahkan sudah bertekuk lutut hanya dalam beberapa saat. Tapi, perasaan ini.. tidak benar. Sedangkan sesuatu dibagian bawah milik Mingyu sudah mengeras. Tolong! Bagaimana ini? GS. MEANIE.
This is a Genderswith. Please just close the tabs if you don't like any of 'genderswitch'. Please do not bash. I was just write my wild imagination into this absurd ff please enjoy
.
.
.
Aku memijat pangkal hidungku pelan, kepalaku terus terasa berdenyut bahkan setelah aku menenggak sebuah pil aspirin dan segelas air putih. Urusan di kantor tidak berjalan cukup baik dikarenakan krisis yang terjadi di negeri tirai bamboo, yang secara tidak langsung cukup mempengaruhi usahaku di kantor.
Kuletakkan kacamataku diatas meja dan menghela nafas pelan, kemudian akupun bergegas untuk pulang ke rumah karena berada di kantorpun akan percuma saja, sakit kepalaku tidak akan hilang. Jadi lebih baik aku pulang ke rumah, mandi, kemudian tidur.
Sesaat setelah sampai di rumah, aku menaikkan alisku heran, kenapa pintu rumah kami terbuka? Aku pun segera bergegas melangkahkan kaki memasuki rumahku yang megah dan alangkah terkejutnya aku, saat mendapati hyungku, Kim Seungcheol, telah kembali dari perjalanan panjangnya mengelilingi Asia Tenggara.
"eoh! Hyung! Kau sudah pulang!" sapaku pada hyungku yang lebih tua Sembilan tahun dariku.
Hyungku, Kim Seungcheol tadinya pergi selama tiga bulan untuk mengekspansi perusahaan kami yang bergerak di bidang teknologi dan transportasi, ia pergi mengelilingi Negara di Asia Tenggara. Namun entah mengapa, beberapa hari sebelum tiga bulan itu habis, ia berkata padaku bahwa ia akan memperpanjang visanya dan menetap di Negara yang disebut Indonesia, selama beberapa bulan tambahan.
"ah! Doengsaeng! Neo wasseo! Yeogi!" hyung melambaikan tangannya padaku untuk mendekat. Aku pun berjalan kearahnya dan memeluk tubuhnya. Yah, jujur saja, aku memang cukup merindukannya. Menjalankan perusahaan tanpa bantuannya cukup melelahkan meskipun di perusahaan, akulah CEO-nya.
Setelah kami bertukar sapa dan pelukan, hyung mengalihkan pandanganku dan memperlihatkan seorang wanita yang sedari tadi, tanpa kusadari ternyata berada disana.
Wanita itu hanya tersenyum tipis. Ia kelihatan cantik, meski aku tahu, dari wajahnya bahwa ia sudah tidak muda lagi. Tapi tetap saja, ia masih tergolong cantik. Kulitnya sangat putih, bibirnya tipis, matanya memandang dengan sejuk seolah embun, rambutnya tidak terlalu panjang, namun entah mengapa cocok dengan figure wajahnya. Ia kelihatan seperti orang Korea.
"kenalkan, ini istriku, Yoon Jeonghan." Hyung memperkenalkan wanita itu padaku sebagai istrinya.
"annyeong hase- Mwo?!" pekikku kaget. Aku memandangi wajah hyungku meminta penjelasan, namun ia hanya terkekeh pelan. Ia menepuk bahuku, kemudian hanya mengerlingkan matanya pada wanita itu- yang ia sebut Jeonghan.
"annyeong haseyo, Mingyu-ssi. Nan, Yoon Jeonghan imnida. Aku sudah banyak mendengar tentangmu. Aku tahu ini terdengar sangat mendadak, namun itulah kenyataannya, aku dan Seungcheol sudah resmi menikah. Sebulan yang lalu." Ucap wanita itu dengan suara lembutnya, dan seolah kembali membuatku percaya, ia menaikkan tangan kirinya dan menunjukkan sesuatu yang berkilau, melingkar di jari manisnya.
"ka-kalian.. sudah menikah? Geundae, wae?" tanyaku bodoh. Aish, aku kikuk sekali. Aku menggaruk tengkukku canggung.
Seungcheol hyung memukul kepalaku dengan tangannya, ia mengomel dan berkata bahwa ia menikahi Jeonghan, tentu saja karena ia mencintai wanita itu.
"tapi hyung, kenapa terburu-buru sekali?" tanyaku pada Seungcheol hyung.
Ia hanya mengedikkan bahunya dan berkata,
"kalau kau sudah menemukan yang tepat, untuk apa menunggu terlalu lama?" dengan santainya sambil membuka majalah yang ada di coffee table.
What the.
Aku duduk disampingnya dan berbisik, berusaha agar wanita yang sedari tadi masih tersenyum itu tidak mendengar ucapan kami.
"apa kau sudah mengatakannya pada eomma? Bagaimana reaksinya jika tahu nanti?"
Seungcheol hyung hanya menyeringai. Tanpa mengalihkan pandangannya dari majalah tersebut, ia berujar dengan santainya, "aku baru akan mengatakan ini pada eomma nanti. Kau tenang saja, lagipula Gyu-ya, pernikahanku ini akan membawa keuntungan bagi dirimu juga."
Aku mengerjapkan mataku bingung. Ini pernikahannya, kenapa aku yang diuntungkan?"
"eomma tidak akan merengekimu untuk menikah dan memberikannya cucu lagi, karena ia akan segera punya satu."ucap Seungcheol hyung santai.
Aku seketika langsung kaget. Jadi apakah ini alasannya terburu-buru menikahi Jeonghan? Karena wanita itu sudah mengandung?
Aku memukul pelan bahu Seungcheol hyung dan melotot padanya
"yak! Jadi karena itulah kau menikahinya?! Karena kau sudah mengahimilinya terlebih dulu?!" suaraku masih aku pelankan, aku tidak ingin Jeonghan mendengarnya dan membuat hati wanita itu tersinggung.
Seungcheol hyung hanya mendelikkan matanya padaku dan menggulung majalah yang ada di tangannya, kemudian memukul kepalaku agak keras.
"yak! Byuntae! Tentu saja tidak! Ah, sudahlah! Sulit bicara denganmu! pokoknya kau tenang saja! Aku sudah mengurus semuanya!"
Aku hanya mengusap kepalaku pelan. Pukulannya tidak main-main meskipun itu hanyalah majalah tipis.
"Hannie, kapan Wonwoo akan tiba?" tanya Seungcheol hyung tiba-tiba pada 'Hannie' yang sepertinya adalah panggilan sayang hyung pada Jeonghan.
Wanita itu melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kirinya, ia kemudian mengambil ponsel dari tasnya dan berkata,
"seharusnya ia sudah sampai sekarang. Dimana anak itu?"
"mungkin terjebak macet. Kau tahu sendiri bagaimana Seoul, kan?" ucap Seungcheol hyung.
Siapa lagi itu Wonwoo? Apakah hyung ternyata menikahi seorang wanita lagi? Aish, benar-benar hyungku ini. ia tidak pernah berubah sejak SMA. Suka sekali memainkan hati perempuan.
"aku akan coba menghubunginya-"
"a-annyeong haseyo…"
Terdengar suara lembut seorang gadis, yang membuat kami semua menoleh dan menatap kehadiran gadis itu.
"ah! Wonwoo-ya! Kupikir ada apa, kenapa terlambat, eoh?" tanya Jeonghan sambil berlari berhamburan menuju gadis itu yang masih belum bisa kulihat jelas.
Seungcheol hyung juga berjalan menuju gadis itu, dan anehnya ia bertingkah sangat sopan didepan hyungku. Ia bahkan membungkukkan tubuhnya hormat.
"a-annyeong abeonim." Ucap gadis itu masih bisa kudengar lamat-lamat.
"aigoo, kenapa masih seformal itu? Panggil aku appa mulai sekarang, ne? aku hanya berbeda satu tahun dari ibumu." Seungcheol hyung berujar dengan nada suara bijak yang jarang kudengar saat bersamaku.
Dan- WHAT?! Appa?! Gadis itu, gadis setinggi kurang lebih seratus tujuh puluh centi itu, anak Seungcheol hyung?
Ah, tunggu. Ia pasti anak Jeonghan dari pernikahan sebelumnya. Jadi, inikah maksud hyung bahwa eomma akan segera mendapatkan cucu? Seorang cucu perempuan?
"ah, sayang. Ayo perkenalkan dirimu pada samchon barumu." Ucap Jeonghan sambil menggandeng anak gadisnya mendekati sofa yang sedang kududuki.
"eum. Ayo perkenalkan dirimu pada samchon."
Mereka bertiga kini sudah berdiri didekat tempatku duduk. Kini aku bisa melihat dengan sangat jelas rupa anak gadis bawaan Jeonghan. Gadis itu, kalau boleh jujur, sangat cantik. Mungkin ia menuruni kecantikan ibunya. Tingginya diatas rata-rata perempuan biasa. Bibirnya tipis, matanya meskipun agak sipit, tetapi memancarkan sesuatu yang membuatku merasa selalu ingin menatapnya.
Pandanganku beralih turun menuju tubuhnya. Dimulai dari kakinya yang jenjang dan putih mulus, yang hanya ditutupi oleh rok yang mengembang imut diatas lututnya, kemudian pinggang dan pinggulnya yang berbentuk sangat indah, menyerupai gitar spanyol. Perutnya yang terlihat rata tanpa gundukan apapun, dan yang terakhir, WOW!
Aku kesulitan menelan ludahku saat melihat assetnya. Sesuatu milik perempuan yang paling kusukai kedua setelah, ehm, sesuatu dibawah sana yang pasti terasa ketat. Dadanya itu! Sangat luat biasa!
Meskipun gadis ini menggunakan sweater berwarna pink yang agak longgar, namun aku yakin, didalam sana ia menyembunyikan sebuah harta berharga yang belum pernah terjamah oleh siapapun, dan alangkah menyenangkannya, jika ia bisa menjadi yang pertama, yang merasakan itu semua.
Akhirnya setelah sadar dari lamunanku, aku berdiri dan berjalan mendekat padanya. Aku menjulurkan tangan, mengajak gadis ini untuk bersalaman. Iapun menyambut uluran tanganku disertai dengan senyum tipis yang meghiasi bibir ranum nya yang indah.
"annyeong." Sapaku singkat.
"a-annyeong haseyo samchon. Chae iremeun, Jeon Wonwoo imnida. Bangapseumnida." Aku masih menggenggam tangannya yang SHIT! Terasa sangat lembut. Aku tidak yakin apakah ini tangan ataukah payudara. Karena, hey! Ini terasa sangat lembut dan kenyal.
Aku jadi berpikiran, jika tangannya saja selembut itu, bagaimana dengan payudaranya?!
Aku kemudian tersenyum. Meskipun tidak rela, aku melepaskan tangannya. Karena akan terlihat aneh jika aku terus menggenggam tangan gadis itu.
"hai, Wonwoo-ya. Aku boleh memanggilmu begitu? Aku adalah samchonmu, jadi tidak ada salahnya kita melepaskan formalitas disini." Tanyaku seolah aku membutuhkan persetujuannya, padahal aku akan tetap memanggilnya seperti itu, baik ia suka ataupun tidak.
Namun kemudian ia tersenyum lebar. Ia menganggukkan kepalanya imut dan itu membuatku ingin mengacak surai hitamnya yang panjang.
"Wonwoo-ya, namaku Kim Mingyu. Kau boleh memanggilku Mingyu, atau Gyu-samchon saja. Ah, berapa umurmu Wonwoo-ya?" tanyaku mulai penasaran akan segala hal tentang gadis ini.
"eum. Aku Sembilan belas, samchon."
Aku menatapnya tidak percaya, kupikir setidaknya, dengan tubuh seperti itu, ia akan berumur dua puluh. Woah, ia benar-benar gadis yang menggoda.
"aku tiga puluh tahun. Ah, apa kau akan melanjutkan pendidikanmu disini? Atau bagaimana?"
"euhm. Nan mollayo, tapi aku akan memasuki semester ketiga di perkuliahan jika aku meneruskannya disini." Jawab Wonwoo pelan, seolah tidak enak dengan Seungcheol hyung.
"eyy.. tentu saja kau akan melanjutkan pendidikanmu. Jika appamu ini tidak ingin menyekolahkanmu, biar aku saja yang melakukannya. Arraseo?" ucapku sambil sedikit melirik Seungcheol hyung yang menatapku malas. Aku terkekeh.
Setelah beberapa saat, kami akhirnya menyelesaikan pembicaraan kami dan membubarkan diri menuju kamar masing-masing. Aku akhirnya baru sadar kalau tadi aku pulang ke rumah lebih awal karena sakit kepala, dan kini sakit di kepalaku hilang.
Aku membanting diriku diatas ranjang king size milikku. Setelah melonggarkan dasi dan membuka kancing teratas, aku akhrinya merasa lebih relaks. Kantuk mulai melanda setelah beberapa saat aku mengosongkan pikiranku, sebenarnya tidak benar-benar kosong, karena aku entah mengapa, tidak bisa menghilangkan pikiranku tentang keponakan baruku itu. Dan kemudian aku jatuh terlelap.
.
.
.
Aku dibangunkan oleh Seungcheol hyung yang memintaku untuk pergi ke ruang makan untuk makan keluarga bersama. Ini adalah pertama kalinya dalam tujuh bulan, aku makan bersama kembali bersama Seungcheol hyung.
Dan pertama kalinya dalam beberapa tahun, aku melihat begitu banyak orang berkumpul di meja makan kami yang luas untuk makan malam bersama.
Seungcheol hyung duduk diujung meja, sebagai orang tertua disana, disisi kanannya tempatku duduk, sedangkan disisi kiri ada Jeonghan. Dan disebelah Jeonghan ada Wonwoo, yang sedari tadi menyita perhatianku.
Gadis itu terlihat lebih casual dibanding sebelumnya. Ia terlihat sangat segar setelah mandi. Pakaiannya pun khas anak remaja sekali, namun aku masih belum bisa menghilangkan bayangan akan lekuk tubuhnya sejak tadi, meski ia menggunakan baju yang tertutup rapat tanpa memperlihatkan belahan dada sama sekali.
"gyu-ya, bagaimana menurutmu?" suara Seungcheol hyung tiba-tiba menyapa pendengaranku. Aku tergagap menjawab pertanyaannya. Sedari tadi aku tidak memperhatikan dan malah sibuk memandangi pemandangan indah diseberang sana.
"eum? Ah, ya. Ya . bagus. Aku ikut saja." Ucapku asal, namun Seungcheol terlihat kesal dengan jawabanku. Ia kemudian memarahiku agar aku kembali focus, dan kali ini aku benar-benar terfokus padanya.
"aku dan Jeonghan akan pergi ke Jepang untuk menemui eomma selama beberapa saat. Jadi kau disini, sekali lagi harus mengurus perusahaan seorang diri. Dan, aku meminta tolong padamu." Ucapan hyung menggantung, membuatku agak penasaran.
"apa itu?"
"aku ingin meminta bantuanmu untuk turut menjaga Wonwoo selama kami tidak berada di Seoul. Ia sudah lama tidak tinggal di Seoul, jadi kuharap kau mau membantunya disaat ia kesusahan. Bagaimana? Apa kau keberatan?" lanjut hyung.
Aku menatap wonwoo di seberangku. Ia menatapku takut-takut disertai senyuman seolah merasa sungkan.
Ah, lihat matanya dan senyumannya itu! SHIT! Apa ia benar-benar anak berumur 19 tahun? Kenapa aku merasa begini pada anak bocah?! Batinku meracau.
Aku tersenyum tipis kepada Wonwoo, kemudian bertanya pada Seungcheol hyung.
"berapa lama kalian akan berada di Jepang?"
"entahlah. Mungkin satu bulan. Mungkin juga dua." Jawab Seungcheol hyung acuh.
Aku membelalakkan mata. Hey! Itu terlalu lama hanya untuk ukuran orang yang meminta restu. Aku mengutarakan pendapatku, dan kemudian kata-kata seungcheol hyung membuatku bertambah kesal, karena ternyata itu ia lakukan sekaligus dengan masa honeymoon nya.
"kapan kalian akan berangkat?" tanyaku mulai merasa ikhlas, lagipula, hey! Aku akan bersama dengan Wonwoo selama satu bulan tanpa adanya gangguan Seungcheol hyung! Itu patut disyukuri!
Seketika setelah hal tersebut melintas di pikiranku, aku segera memukul kepalaku sendiri. Satu bulan bersama Wonwoo tanpa gangguan? Apa maksudnya? Wonwoo adalah keponakanku, memangnya kenapa jika orang tuanya sedang tidak ada di tempat selama beberapa saat? Aku merasa bersalah, tidak seharusnya aku menganggap Wonwoo seperti aku menganggap gadis biasa lainnya. Ia adalah keluargaku kini. Maafkan aku, Wonwoo-ya.
"minggu depan. Kami sudah mengurus semuanya."
"baiklah. Kalian pergilah. Nikmati honeymoon kalian. Aku juga berharap semoga eomma merestui pernikahan kalian. Soal Wonwoo, aku akan berusaha menjaganya. Don't worry." Aku berkata demikian dan tersenyum tulus, kemudian kami semua melanjutkan makan dengan tenang hingga makan malam usai.
.
.
.
Aku bisa merasakan sesuatu menyentuh tubuhku. Belaiannya sehalus kapas. Mengambang disepanjang tangan, kemudian bergerak perlahan menuju perutku.
Ah, kini usapannya beralih ke kening, alis, kemudian hidung dan bibirku. Ia mengusap dengan lembut dan hati-hati, seolah tidak ingin aku terbangun.
Aku juga bisa merasakan piyamaku yang tersingkap, karena kini belaian lembutnya menggelitik perutku. Ia menjalarkan tangannya kesepanjang perut, bergerak keatas menuju dada, dan kembali turun menuju bagian bawah milikku.
Ia mengelus dengan sangat lembut, sesuatu milikku dibagian bawah sana yang masih tertutupi celana. Ia membuatku bergerak gelisah, namun ia tidak juga menghentikkan gerakannya, dan alangkah kagetnya diriku saat mendapati kedua tangannya berada di karet celanaku, bersiap untuk menurunkannya!
Akhirnya aku tidak tinggal diam lagi. Aku dengan mata masih terpejam menggenggam kedua tangannya dan menarik tangan orang tersebut. Ia memekik pelan, suaranya terdengar lirih, kemudian aku membuka mataku dan nyaris jantungan saat mendapati keponakan baruku, Jeon Wonwoo-lah pelaku ini semua.
"Wonwoo-ya. Apa yang kau lakukan?" tanyaku saat memandangi matanya yang mengerjap gugup.
"ak-aku.."
"kenapa kau berada disini?"
Ia tidak juga menjawab perkataanku, hingga perbuatannya membuatku kaget.
Ia tiba-tiba saja memeluk leherku dengan kedua lengan kurusnya dan menyembunyikan wajahnya diperpotongan leherku.
"samchon. Aku…"
"apa samchon pernah merasakan saat samchon merasa tertarik pada seseorang yang baru pertama kali kau temui?" tanya Wonwoo kembali padaku. Kini matanya sudah memerah dan berkaca-kaca. Apa maksudnya? Aku tidak mengerti.
"kau sedang jatuh cinta pada pandangan pertama, maksudmu?" tanyaku lagi.
"y-ya, mungkin itu kata-kata yang tepat." Ucapnya masih terbata-bata. Tangannya masih kupegang erat, sehingga ia hanya bisa memalingkan wajahnya, malu menatapku.
"lalu kenapa kau lakukan ini? bukankah ini tidak ada hubungannya denganku?"
Wonwoo segera menatapku dan memandangku tajam. Ia menggigit bibirnya, kemudian terisak.
"hiks! Kau tidak mengerti!"
Ah, wae?!
"orang yang kusukai pada pandangan pertama itu, samchon!" ujar Wonwoo penuh penekanan, membuatku nyaris menjatuhkan rahang.
Hell, yang benar saja. Jadi sekarang begini cara anak perempuan menyatakan cinta pada pria? Dengan masuk ke kamar mereka, kemudian berusaha untuk menyetubuhi mereka?!
"W-wonwoo ya… geundae wae? Kau masih muda, cantik, kenapa menyukai samchon? Umur kita berbeda jauh, kau tidak takut dimarahi ibumu?" ucapku berusaha membuatnya sadar, bahwa yang ia lakukan ini salah.
"aku tidak takut, samchon! Aku menyukai samchon! Ini adalah pertama kalinya aku menyukai seseorang, dan aku harap samchon tidak mengecewakanku!"
Aku dilemma. Seorang anak perempuan yang bahkan baru saja menyelesaikan masa pubernya mengatakan bahwa ia menyukaiku, pria berusia tiga puluh tahun, yang seharusnya sudah berkeluarga?!
"tapi kita adalah keluarga, Wonwoo-ya. Tidakkah kau pikir ini salah?"
"aniya, samchon! Kita bukan keluarga sedarah! Ayahku adalah seorang Jeon, dan kau adalah seorang Kim! Dimana letak salahnya?! Aku menyukaimu, samchon.." wonwoo kini menangis sungguhan. Ia menangis sesengukan sambil terus memeluk leherku erat.
Aku yang pada dasarnya tidak tega. Akhirnya membalas memeluk gadis itu. Aku meletakkan kepalanya didadaku agar ia merasa nyaman dan mengelus surainya.
Setelah beberapa saat melakukan itu, tangisannya berhenti. Kupikir ia sudah lebih tenang, namun ternyata ia malah menarik wajahku, dan menempelkan bibirnya pada bibirku.
Aku terdiam, tidak membalas ciumannya. Awalnya gadis itu hanya mengecup, namun lama kelamaan ia mulai melumat lembut bibirku. Aku bisa merasakan tekstur bibirnya. Terasa sangat lembut dan beraroma strawberry. Apakah ia memakai lipgloss dulu sebelum kemari?
Aku terbuai ciumannya. Ia adalah pencium yang handal untuk ukuran anak berusia Sembilan belas tahun. Aku akhirnya memjamkan mata dan mulai membalas. Ah, tidak. Aku bahkan mulai berganti, mendominasi ciuman ini. aku memasukan lidahku kedalam mulutnya, berusaha berperang lidah dengan dirinya.
Aku mengeksplor seluruh bagian dalam mulutnya, kami bertukar saliva hingga entah saliva siapa yang sudah menetes di dagu Wonwoo.
Ia memukul bahuku pelan, pertanda bahwa ia hampir kehabisan nafas, maka akupun melepaskannya.
Ia terengah-engah, wajahnya memerah hingga ke kuping, namun ia tersenyum sangat cantik. Setelah berhasil menstabilkan nafasnya, ia kembali memegang wajahku dengan kedua tangannya, kemudian terduduk dipangkuanku diatas ranjang.
Ia menempelkan keningnya dengan keningku, kemudian berucap lirih "ini semua tidak salah. Ini normal. Kau pria, dan aku wanita. Kita sedang dimabuk cinta. Tidak ada yang salah dan benar dalam cinta. Yang ada hanya kau dan aku. Jangan anggap aku anak kecil, karena aku sudah lebih dari tahu bahwa kau selalu menginginkanku."
Ia mengecupi kening, kemudian mata, hidung, bibir, hingga menjalar ke rahangku. Ia bahkan berani menggigit cuping telingaku, dan menjalankan kecupannya disepanjang leherku. Kecupannya terasa basah, membuatku menggeliat. Ia terkekeh, kemudian sedikit menjilat leherku, tempat dimana ia mengecup sebelumnya.
Ia menciumi tulang selangkaku, mengatakan bahwa ia sangat menyukai hal tersebut. Tangannya bergerak nakal menuju perutku yang berbentuk kotak-kotak. Ia menjalarkan tangannya didalam piyamaku. Dengan iseng ia mengusap lembut putting dadaku, membuatku sedikit melenguh, dan hal itu membuatnya tersenyum puas.
Ia akhirnya berani untuk membuka piyamaku, dan aku bodohnya diam saja. Ia seperti terpana melihat perutku yang terlihat kencang. Ia bahkan menunduk dan mencium salah satu bentuk otot perutku disana. Ciumannya terus bergerak hingga ke dadaku.
Ia mengecup sekali putting kiri dadaku, dan melakukan hal yang sama dengan yang kanan. Nafasku memburu, ia tahu bahwa ia sudah menang, namun aku sekali lagi, Menahan gerakan selanjutnya, seolah berkata bahwa yang sedang ia lakukan ini tidaklah benar.
"jangan munafik begitu."
Wonwoo menggerakan bokongnya yang sedang menduduki sesuatu, dan aku tidak bisa menahan desahanku saat gundukan milikku menggesek bokongnya yang hanya dilapisi celana tidur yang tipis.
"sesuatu disini mengatakan bahwa kau menginginkannya, benar?" ucap Wonwoo terus menggesekkan bokongnya dengan penisku yang mulai tegang didalam sana. Ia menyeringai senang, seolah menang.
SHIT! Akan kubuktikan siapa yang menang disini.
Akhirnya aku bertekad untuk melepaskan cincin yang berada di atas kepalaku dan menggantinya dengan tanduk berwarna merah.
Aku dalam sekali hentakan, menggulingkan tubuh Wonwoo kesamping, kemudian menindih tubuhnya.
Ia tertawa geli melihat wajahku yang sudah memerah dan sedikit berkeringat. Ia menyeka keringatku, dan mengecup bibirku.
"sudah selesai munafiknya?" akhirnya demi menutup mulutnya, kusumpalkan lidahku kedalam mulutnya, berusaha merogoh sesuatu yang tidak kuketahui apa, melumat bibirnya seolah ia adalah sari madu ternikmat.
Dan setelah puas, kuturunkan ciumanku menuju leher jenjangnya yang terekspos jelas. Memberikan banyak tanda disana, dan tidak peduli jika besok ia akan kesulitan menutupinya.
Aku menciumi tulang selangkanya yang sedikit mengintip dari kerah piyama yang ia kenakan, namun tidak merasa cukup, aku akhirnya membuka dua kancing teratas piyamanya.
Hanya membuka dua kancing, dan aku bisa melihat dengan jelas belahan dadanya yang mulus, indah menggoda. merasa tidak sabar lagi melihat keseluruhan tubuh molek miliki gadisku ini, aku akhirnya mencengkeram erat piyamanya, dan merobek seluruh kancing yang terpasang disana, hingga piyama itu terbuka sempurna.
Wonwoo hanya tersenyum melihat tingkahku yang seperti kesetanan. Ia bahkan terkekeh gelid an mengelus pelan pipiku.
Aku meneguk ludahku susah payah. Dibawah sana, tubuh Wonwoo tergolek dengan pasrahnya didalam kungkungan lenganku. Tubuh mulusnya berwarna putih susu, tanpa noda dan cacat sama sekali. Kedua buah dadanya dibungkus bra berwarna hitam berenda. Kedua payudara Wonwoo bahkan seolah tumpah karena tidak mampu ditampung oleh bra hitam itu.
Tidak mau repot mencari pengait bra-nya, kuputuskan agar menarik kedua cup bra tersebut kebawah, sehingga payudaranya tertekan keatas.
Aku tidak hentinya merasa kagum. Payudara Wonwoo sangat indah. Berbentuk bulat sempurna dengan puting yang berukuran pas berwarna merah agak gelap. Ukurannya juga tidak main-main. Tanganku bahkan tidak bisa menggenggam buah dadanya.
Aku menyentuh dada Wonwoo dengan pelan, merasakan dengan segenap jiwa bagaimana rasanya payudara seorang gadis perawan berusia Sembilan belas tahun. Dan rasanya fantastis. Milik Wonwoo benar-benar halus, lembut, hangat, dan kenyal.
Aku mulai meremas kedua oayudaranya dengan gemas, yang kemudian menghasilkan desahan tidak karuan dari belah bibir Wonwoo. Ia menyukainya, bahkan ia menggunakan tangannya sendiri, memintaku untuk meremas dadanya lebih dari yang kulakukan.
Aku menghirup aroma payudara Wonwoo, dan bisa merasakan aroma bedak bayi yang menguar, membuatku merasa semakin gemas. Aku akhirnya menjilatnya perlahan, membuat gadis itu mendesah dan melenguh.
Aku menjilat dan terus menjilat, berawal dari gerakan pelan dan lambat, hingga gerakan kasar.
"aahh.. akkhh.. ahh.."
"aahh.. akkhh.. auhmm…" desahannya semakin menggila saat aku menjepit putingnya dengan belah bibirku, kemudian melepaskannya dengan kasar. Ia benar-benar menyukai semua perlakuan apapun yang kulakukan padanya.
Kemudian aku menghisap puting susunya seolah aku adalah bayi yang kehausan. Ah, tidak. Seolah aku adalah pria yang sedang kesetanan. Kasar dan cepat. aku terus menghisap, sedangkan sebelahnya lagi kuremas dengan keras. Lagi-lagi, ia mendesah dan melenguh, terkadang juga merintih.
"aahhh.. akkhh… aahhh.."
"aahh.. samchon… ahh.. jebalhh.."
Merasa bosan dengan payudaranya, aku beralih mencium perut rampingnya. Lidahku kumainkan disekitar pusarnya, dan ia menggeliat kegelian. Aku terus beralih turun, hingga sampai pada karet celana piyamanya.
Aku menarik celananya sekaligus hingga terbuka, dan menyisakan selembar celana dalam berwarna hitam yang sudah tidak berguna lagi fungsinya, karena celana itu sudah benar-benar basah akibat cairan yang terus mengalir dari kewanitaan Wonwoo.
Aku akhirnya turut menarik celana tersebut, dan dapat kusaksikan benang-benang dari cairan di bagian kewanitaannya pada celana dalan Wonwoo.
Wonwoo benar-benar sudah tergeletak pasrah diatas ranjangku. Ia sudah benar-benar naked, dan aku sudah merasa terlalu tanggung untuk berhenti, hingga aku bertekad untuk menyelesaikan ini semua.
Aku memposisikan diriku didepan kaki Wonwoo, dan kemudian membuka paha gadis itu lebar-lebar. Kewanitaannya benar-benar membuatku takjub. Ia benar-benar merawat dirinya dengan baik.
Kewanitaannya hanya tertutupi sedikit bulu halus, warnanya putih dengan bagian dalam berwarna pink gelap, aromanya juga memabukkan.
Kujulurkan lidahku untuk membelai kewanitaan Wonwoo. Ia segera terkesiap kaget. Ia berusaha untuk menutup kembali pahanya, namun segera kutahan.
"hey, kau yang memulai ini, ingat?"
Ia hanya mengigit bibirnya gugup, kemudian menganggukan kepalanya pelan, dan bergerak kembali membuka pahanya, bahkan lebih lebar dari yang sebelumnya kulakukan.
Aku terus bergerak menjjilat. Dari atas kebawah, terus seperti itu berulang-ulang, kemudian masuk kedalam lubang surgawinya, hanya untuk menggoda sesuatu didalam sana yang sudah membengkak sebesar kacang.
"aahhn! Aaahhhh.. ahh.. ahh" desah Wonwoo saat kugoda klitorisnya. Aku terus menjulurkan lidahku, mengeksplor seluruh bagian dalam kewanitaannya hingga ketempat yang mampu ku jangkau.
"aahhh.. ahh.. samchonh.. akuhh.. ada yang mau.. keluarrhh… akhhh.." racau Wonwoo saat ia rasakan orgasme pertamanya hampir sampai. Aku menyeringai. Semakin kupercepat gerakan lidahku, dan saat kurasakan kedutan di kewanitaannya semakin intens, aku berhenti. Membuat Wonwoo yang sedari tadi memejamkan matanya menatapku kesal.
"samchonh.. kenapa berhenti..?" tanya nya lirih. Sungguh, keadaan Wonwoo sekarang benar-benar siap untuk kusetubuhi.
"karena kau belum memuaskan milikku, sayang" aku menarik lengannya dan membantu bangun, kini ia terduduk di ranjangku, dan memperhatikan dengan wajahnya yang sayu, aku yang sedang membuka celana.
Aku membuka celana dalamku dengan perlahan, sengaja menggodanya. Dan ia terlihat membelalak saat melihat penis kesayanganku langsung mengacung tegak setelah aku membuka seluruh celanaku.
"s-samchon… itu.. besar.." lirih Wonwoo tidak juga berhenti memperhatikan penisku.
Aku merasa sangat bangga. Ini bukan pertama kalinya penisku disebut besar oleh seorang gadis, namun tetap saja, jika Wonwoo yang mengatakannya, aku merasa kejantananku meningkat hingga ratusan kali lipat.
Aku menyeringai menatap Wonwoo. Kubelai wajahnya dengan tangan kananku, kemudian tangan kiriku kugunakan untuk menuntun tangannya agar ia menggenggam penisku, yang ternyata tidak sanggup ia genggam dengan sebelah tangannya.
"ya, sayang. Dan kau akan puas." Aku menarik tangan Wonwoo dan memintanya untuk bersimpuh dilantai. Kemudian ia bergerak dengan instingnya, menggenggam penisku dengan kedua tangannya. Penisku yang mengacung tegak dan berwarna merah kecoklatan membuatnya kagum. Ia bahkan dengan gemasmenyentuh dengan ujung jarinya, kepala penisku yang sudah mengeluarkan cairan precum.
"sayang, jangan hanya dipegang dan dilihat. Coba kau rasakan, ne?" ucapku memintanya untuk mengulum penisku.
Ia kelihatan kebingungan, namun kemudian ia mengecupi batang penisku hingga ke pangkalnya, membuatku kegelian, ia juga mengecupi kepala penisku yang sudah basah, serta kedua bola kembar milikku.
Akhirnya ia membuka mulutnya, berusaha menyesuaikan ukurannya dengan milikku. Mulutnya bahkan hanya mampu menampung sepertiga ukuran penisku kedalam mulutnya, sehingga ia harus menggenggam sisanya dengan kedua tangan.
Karena belum terbiasa, ia hanya bisa bergerak lambat didalam sana, membuatku merasa gemas dan tidak sabar, sehingga aku menahan kepala serta pundaknya, dan mulai memperkosa mulutnya.
"aaahhh.. ya, sayang… benar begitu…"
"hhss.. akh, kau pintar sekali." Aku terus mendesah saat merasakan penisku menubruk sesuatu yang hangat dan sempit disana. Aku juga tidak hentinya menggerakan pinggulku untuk terus menyodok mulutnya.
Wonwoo kelihatan kepayahan, ia terlihat mual dan air matanya menetes, namun aku masih merasa diatas langit, sehingga sulit bagiku untuk menghentikan ini semua.
Setelah beberapa sodokan pada mulutnya, aku merasa ingin klimaks. Akhirnya karena tidak ingin mengeluarkan sperma secara sia-sia, aku mengeluarkan penisku dari mulut Wonwoo.
Ia langsung terbatuk, namun aku mengelus punggungnya dengan lembut, sehingga ia kembali merasa nyaman.
Aku tidak sabar ke permainan inti, jadi aku segera mendorong tubuhnya keatas ranjang dan menindih Wonwoo. Aku menggesekkan penisku didepan kewanitaannya yang sudah sangat basah dan licin. Kembali lagi, Wonwoo merasa terangsang. Ia membuka pahanya lebih lebar dari yang aku lakukan, sehingga itu memudahkanku.
"aaahhh.. samchon.. jebalhh.. jangan goda aku.."
"heum? Waeyo?" aku masih terus saja menggesek.
"aahhh.. please…." Mohon Wonwoo dengan matanya yang sayu. Ia bahkan meremas sendiri payudaranya karena tidak kuat meraskan kenikmatan ini.
"apa yang kau inginkan, Wonwoo-ya? Katakana pada samchon."
"aahhh.. samchon, please… setubuhi aku, de-dengan p-penismu.." pinta Wonwoo lagi. Kali ini Mingyu sudah benar-benar menang. Ia menyeringai puas. Kemudian bersiap untuk memasuki Wonwoo.
"baiklah, samchon akan masuk. Kau tahan,ya. Ini akan sakit sebentar, tapi setelahnya pasti nikmat." Ucapku sambil terus mempersiapkan diri memasuki Wonwoo yang masih sempit.
"eum.."
Aku mulai memasukan kepala penisku kedalam lubang kewanitaan Wonwoo, namun rasanya sulit. Selain lubang Wonwoo yang masih sempit, penisku memang terlalu besar, sehingga aku harus melakukannya dengan sedikit paksa.
"Wonwoo-ya, samchon akan memasukkannya dalam sekali hentak, kau tahan, ya. Ini, peluk leherku." Aku memposisikan lengan Wonwoo untuk memeluk leherku.
Dan aku mulai memasukkan penisku dalam lubang kewanitaan Wonwoo. Aku memasukannya dalam sekali hentak, membuat gadis itu menjerit sangat kencang. Ia bahkan memukuli pundakku karena merasa kesakitan. Ia menangis dan terisak, membuatku tidak tega.
"aaaakkh! Akkh! S-sakit, samchon….! Akh, kumohon keluarkan…!"
"hiks.. sakit sekali… hiks.." tangis Wonwoo seolah ia menyesali ini semua. Namun apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur. Selaput daranya pun sudah kusobek.
"cup cup cup… tenang, ya…" aku terus memeluknya erat, sambil mengecupi kening dan bibirnya agar ia merasa nyaman, dan itu tidak membutuhkan waktu lama karena setelahnya, ia memintaku untuk bergerak.
"kau yakin aku sudah boleh bergerak? Tidak sakit lagi?" tanyaku pada Wonwoo yang masih berusaha mengatur mimic wajah kesakitannya.
"eum. Tapi tolong lakukan dengan pelan."
"geurae."
Aku mulai memompa, menggenjot lubangnya dengan perlahan di awal. Setiap aku bergerak, wajah Wonwoo menunjukkan bahwa ia masih kesakitan, namun ia tidak ingin memperlihatkannya padaku. Jadi aku hanya benar-benar bisa bergerak sepelan mungkin agar ia tidak terlalu kesakitan.
Aku menggerakkan pinggulku pelan, hingga ia mendesah dan berkata padaku untuk bergerak lebih cepat.
"aaahh.. aahh.. samchonhh.. fasterrh.."
Aku mulai menaikkan intensitas sodokanku. Gerakan kami mulai seirama. Saat aku menarik keluar, piggul Wonwoo juga turut bergerak mundur, dan saat aku kembali masuk, ia bergerak maju. Sehingga kami bisa merasakan sensasi kulit kelamin kami bertubrukan.
"aahhh… ahhh.. aahh.."
"aaagh.. aghh.. hhss.."
Tidak hanya Wonwoo yang mendesah gila-gilaan. Akupun begitu. Hanya saja aku lebih banyak mendesis dan menggeram daripada mendesah.
Lubang Wonwoo benar-benar sempit. Dan penisku terasa benar-benar seperti dijepit. Namun itu nikmat. Milik Wonwoo seolah memijatnya, dengan halus, lembut, dan hangat.
Aku bersumpah, vagina Wonwoo adalah yang paling nikmat yang pernah kurasakan selama tiga puluh tahun hidupku. Dan aku bersumpah, ini tidak akan menjadi terakhir kalinya kami melakukan ini. jikalau ia tidak menginginkan ini lagi, aku yang akan memaksanya, kalau perlu menyetubuhinya.
Aku terus menyodok lubang kewanitaan Wonwoo secara brutal. Ia juga terus-terusan mendesah keenakan. Aku bisa merasakan vaginanya berdenyut nikmat, semakin membuat penisku terasa seperti dihisap.
SHIT!
"aahhh… samchon.. aahh.. akuh.. mau keluarhh…"
"aagh.. chakkan! Lakukan agh.. bersamahh.." aku juga merasa bahwa sebentar lagi aku akan mencapai klimaks.
Aku terus mendorong, terus menyodok bagian yang sama sejak tadi, titik manis Wonwoo yang membuatnya gila tidak karuan. Gadis itu kini bahkan melingkarkan kakinya di pinggangku, dan terus-terusan mendesah seolah tiada hari esok.
"aah.. aahh.. aku tidakkh.. kuat lagihh.."
Wonwoo kemudian orgasme setelah orgasme pertamanya tadi kugagalkan. Ini pasti orgasme pertamanya dalam hidup, karena ia terlihat sangat menikmatinya.
Beberapa tusukan kemudian, aku seperti akan mengikuti langkah Wonwoo untuk menjemput klimaks ku. Penisku terasa sangat tegang dan berat, seperti akan memuntahkan sesuatu. Aku mengeluarkannya dari lubang kewanitaan Wonwoo, kemudian mengocoknya dengan tanganku sendiri.
Penisku akhirnya benar-benar mengeluarkan benihnya. Spermaku tumpah ditanganku, membuat seluruh tanganku terasa basah dan lengket, membuatku merasa tidak nyaman.
Akupun mengerjapkan mataku, menatap tanganku yang penuh sperma.
Dan saat itu aku baru sadar, kalau aku baru saja mimpi basah.
TBC
Oh my god. Apa yang baru aja aku tulis? Tidaaaaakkkkkkkk…!
Kebejatanku semakin menjadi-jadi. Maafkan aku yatuhannnnn….
Ff ini ga ter-inspired dari mana-mana. Lagi pengen aja bikin full NC, dan semoga ini tidak mengecewakan karena aku mulai ngetik ini jam 12 dan selesai jam 2.41. Cuma beberapa jam demi menuntaskan ide yang tiba-tiba saja lewat dan meminta untuk dituangkan kedalam sebuah ff nista nan gaje.
Review juseyoo….
