Summary: DICARI. ORANG YANG UKURAN KAKINYA SEGINI! Sebagai pelayan, hormat dong!/ gadis itu berlari/ Tunggu!/ Cari pemilik sepatu.../ He, ehm! Cerita ini dibuat berdasar pada cerita Cinderella—yah, sebenernya sih sebagian doang—tapi versi si pelayannya pangeran tampan. Mind to RnR? Sekedar berkunjung doang, yep?
DLDR—Just go back, bro.
.
.
.
SnK © Hajime Isayama
Author cuma minjem kok, sumpah! —maksud nih orang.
Warning: typo, gaje, garing segaring karak, AU, straight-straight yaoi (apalagi maksudnya!?), OOC kayaknya
.
.
.
Pada suatu sore, Levi berjalan ke arah kamar tuannya, Erwin. Levi mengetuk pintu kamarnya dan memanggil Erwin pelan. Ia bilang kalau Erwin harus melihat persiapan pesta yang akan dilangsungkan nanti malam.
.
.
.
[IKLAN LEWAT]
Sebentar, reader. Cerita ini langsung dimulai pas hari pesta berlangsung, pas Cinderella-nya dishir sama ibu peri.
.
.
.
Erwin keluar kamar dan berjalan dengan cape.
"Mau kopi?"
"Tidak."
"Anda kelihatan tidak bersemangat."
"Kau menyuruhku melihat hal yang sudah kupercayakan padamu. Hei, dengar. Sejak pagi aku sudah harus mengurus semua pekerjaan politik istana dan rasanya aku butuh istirahat. Tapi kau justru menyuruhku melihat hal-hal yang entah kenapa tidak perlu kuperhatika sebaik-baik itu."
"Tapi ini memang jadwal anda."
"Kalau gitu rubah jad—"
"Tidak bisa Tuan. Anda harus mengikutinya. Tidak ada tapi-tapian."
Erwin langsung memandangnya dengan pandangan kenapa-malah-kamu-yang-nyuruh2-aku.
Dan begitulah. Erwin, dalam pakaian pangerannya, melihat semua persiapan pesta berlangsung dengan lumayan. Levi tahu ia sudah mempersiapkannya dengan amat matang. Dia bahkan sudah mengurung salah satu pelayan Erwin yang psikopat, Hanji Zoe. Levi sebenernya penasaran kenapa si Erwin itu masih mempekerjakan Hanji. Mungkin gara-gara dia memang pemotong daging yang hebat. Lumayan sih, dapat tambahan orang di dapur.
Levi juga masih bermasalah dengan 3 idiot yang ia suuh bersihkan kandang Jean—eh, maksudnya kandang kuda. Tapi kayaknya si Auruo lagi masalah sama telinganya. Bukannya bersihin kuda, dia malah bersihin tangga. Si Erd juga gak sudi bersihin kuda. Jadi dia lebih milih bantuin orang nyapu ato ngapain gitu. Lebih tepatnya si Erd bantuin ngeliatin orang nyapu. Jadi intinya sama aja gak kerja. Dan si Gunther bilang mau motong rumput. Bener sih, dia motong rumput. Tapi dia motong rumput sampe rumputnya gundul dan sekarang lagi kena omel tukang kebunnya. Ya ampun! Emak, apa salah Levi mak?
Lagian itu Erwin ngapain pekerjaiin 3 idiot itu yak.
—Omong-omong, sebenernya ini yang namanya persiapan matang yak— *author digebukin sang pelayan ini*
.
.
.
Malam harinya, orang-orang mulai berdatangan. Pada dasarnya ini adalah pesta perayaan di istana atau begitulah. Intinya, siapapun bisa datang. Mau dari kelas teri, kelas kakap, sampe kelas paus. Asal punya baju pesta aja sih—walaupun kayaknya ikan-ikan gak punya baju.
Ok, yang bener. Balik ke cerita.
Levi melihat Erwin yang berpakaian glamor-glamor itu duduk bersama segolongan orang penting. Sepertinya semuanya sudah pada tempatnya (emangnya buang sampah/?). Levi bergegas ke dapur dan mengambil minuman untuk dihidangkan pada gerombolan-nya Erwin. Ia mengambil wisky dan anggur dan segera menghidangkannya.
"Rivaille," kata Erwin saat Levi menghidangkan wisky.
"Apa?"
Erwin memberi isyarat agar Levi mendekatkan telinganya padanya. Levi agak menunduk.
"Aku punya firasat bagus."
Terus, gua harus bilang wow gitu? Tuanku sayang, anda kenapa? Ini curhat ya
"Sepertinya aku akn segera menghabisi pertemuan ini. Aku harus berdansa juga dengan salah satu dari mereka."
Untuk mencari perhatian rakyat jelata ya?
Levi tahu persis apa yang Erwin maksud. CARI YANG PALING CANTIK DI ANTARA MEREKA UNTUK KUAJAK BERDANSA. Levi mulai memandang para manusia kasta bawah. Yakin, nyaris 90 persen dari mereka pasti mukanya 90 persen make-up. Sisa 10 persennya, ia perhatikan. Sebenarnya, tidak ada yang menarik bagi Levi, tapi sebagai pelayan setia, ia kan harus memilih orang untuk sang majikan. Levi baru saja akan mengajak wanita berambut merah yang lumayan menarik dengan gaun hitamnya yang lumayan pendek ketika sang Cinderella datang.
OK, Levi gak tahu kalau itu Cinderella. Tapi ya udahlah, yang jelas si tokoh protagonis kita datang.
Ia mengenakan gaun biru yang panjang dan indah. Rambutnya berwarna coklat panjang tergerai lembut di punggungnya. Levi mendekatinya sambil melirik sekelilingnya. Semua orang sontak menghentikan apa yang mereka lakukann dan menatap sang pendatang. Erwin, tanpa basa-basi, berdiri dari kursinya berjalan ke arah dia. Levi berhenti dan agak menyingkir, membiarkan sang pangeran melewatinya.
"Maukah kau berdansa denganku, nona?" Erwin mengatakannya dengan formal dan mempesona, khas pangeran. Ia mengulurkan tangan kanannya.
"Baiklah." Gadis itu mengangguk dan menyambut tangan kanan Erwin. Mereka segera menari di depan semua orang. Levi memperhatikan betapa lembut gerakan sang gadis yang serasi dengan sang pangeran. Ia berbalik sementara tahu betapa Erwin sudah mendapatkan kepercayaan rakyat jelata. Levi melirik lawan-lawn politik Erwin dan ia tahu jelas bahwa apa yang Erwin lakukan sekarang serasa merendahkan lawan politiknya.
Dan Levi memilih menyibukkan dirinya dengan melihat keadaan dapur yang hancur karena ulah si Hanji yang kabur dari kurungannya.
.
.
.
5 menit lagi jam 12 berbunyi. Levi kembali ke aula pesta dan melihat Erwin serta gadis itu masih berdansa. Sedikitnya, mereka sudah berdansa dalam 10 menit. Mereka sama-sama terlihat lelah, namun senyum tetap terukir dalam wajah mereka. Yah, walau rasanya senyum itu cuma formalitas antar sesama belaka.
Akhirnya, lonceng tanda jam 12 berbunyi. Tiba-tiba saja, gadis itu berlari.
"Tunggu!" seru Erwin.
"Ma—maaf. Tapi aku harus pergi," katanya sambil terus berlari. Ia menerobos pintu dengan sepatu hak kacanya yang lumayan tinggi. Tepat saat Erwin berteriak tunggu untuk kedua kalinya, ia tersandung di anak tangga (yang mungkin karena si Auruo membersihkan tangga pakai vanish sampai jadi bersih tanpa noda *author agak mabok).
"Aduh," katanya pelan. Ia menengok ke belakang sedikit dan sepertinya melihat Erwin yang berusaha mengejarnya. Anehnya, tanpa memedulikan sepatu kacanya itu, ia kembali berlari. Erwin tahu ia sudah terlambat. Kereta kuda yang mengantarkan gadis itu telah pergi secepat-cepatnya dan hanya menyisakan sepatu kaca yang ber-hak itu. Levi berjalan ke sisi tuannya dan memandangnya, menunggu perintah.
Erwin memandang tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Melihat Levi di sampingnya ia mengatakan perintah.
"Cari pemilik sepatu kaca ini besok."
"Baik."
Setelah pesta selesai, Levi kembali ke kamarnya sambil memandang sepatu kaca yang dijatuhkan oleh sang gadis. Lumayan bagus—tidak. Ini terlalu bagus. Levi tidak tahu benda seperti ini dijual di negeri ini. Sebagai pelayan Erwin, ia tahu beberapa urusan rahasia istana. Benda yang sebagus ini, bahkan pasar gelappun, tidak ada yang menjualnya.
Hm, mungkin ini bukan dibuat di negeri ini. Berarti dibeli di negeri lain. Kalau begitu, seharusnya gadis itu orang yang kaya raya. Tapi mukanya sama sekali tidak pernah aku lihat. Daripada gadis itu, aku lebih penasaran di mana sepatu ini dijual.
Levi memikirkannya cukup lama sampai akhirnya memutuskan untuk tidur.
.
.
.
Ia memulai perjalanan bersama Hanji, Auruo, Erd, dan Gunther. Ahhh, Levi bener-bener bingung. Kenapa ia harus dipergikan bersama dengan sekumpulan orang ini!? Walaupun Levi tahu mereka kuat, Levi bisa melindungi dirinya sendiri. Lagian apa pula yang akan terjadi di negeri sendiri? Levi juga tak minta bodyguards atau apa.
Sudahlah.
Levi membawa sepatu kaca itu di kantung kudanya. Ia mulai menjalankan kudanya ke salah satu rumah paling dekat dari kerajaan. Levi melihat semua wanita sepertinya berusaha mencocokkan kakinya pada sepatu itu. Ada yang sekali lihat saja, pasti sudah ketahuan kalau kakinya kebesaran. Sebaliknya, ada yang kakinya benar-benar kecil. Semua kaki-kaki ini nyaris membuat Levi gila.
Sesampainya di ujung terpencil kota itu, sepatu hak itu sudah berbau aneh. Dengan semua kaki-kaki yang masuk, baunya bahkan bisa mengalahkan bau jengkol. Wanita di salah satu rumah yang Levi masuki kali ini dengan menyebalkannya mengatakan bahwa bau yang ia cium itu bau dari badan Levi.
Gila. Aku pasti sudah gila. Wanita-wanita sialan, keparat. Kalau saja bukan gara-gara si cantik yang tersandung itu, Argh!
Levi memutuskan untuk mencuci sepatu itu di sungai yang ia lewati. Selesai. Baunya hilang tak berbekas karena Levi pake So*ffel. Ngaco. Levi dan kawan-kawannya (kalo aja Levi bisa nganggep mereka kawan) berjalan lagi ke salah satu rumah.
Tok-tok.
Tidak ada jawaban
Tok-tok-tok.
Masih belom dijawab
Tok-tok-tok-tok!
Belum dijawab juga!—Sampe kpn gua harus nunggu elu buat notis gua!, bales gua bebzz *curhat
Ok, yang tadi ngaco abis. Ignore aja, please reader.
Tok-tok-tok-tok-tok.
Suara orang berlari ke bawah membuat mereka menghela nafas sedikit.
"Ya, ya. Sebentar!" Terdengar suara wanita nyaring dari dalam.
Pintu itupun dibuka. Sekali lihat, Levi tahu kalau sepatu itu pasti bukan milik wanita tersebut. Ia wanita bertubuh gendut dengan pakaian yang super rame tanpa punya kesan seni sama seklai (emang elu punya, Levi? *digebukin pake pel).
"Saya utusan dari istana. Apa kira-kira anda tahu atau kenal siapa pemilik sepatu kaca ini?"
"A—pemi—pemilik sepatu kaca? O-oh mungkin kedua anakku!" Levi sweetdrop. Betapa banyak ibu-ibu kayak dia yang ditemuinya tadi!
"Tolong panggilkan mereka," kata Levi akhrinya.
Ibu itu memanggil kedua anaknya. Yang satu gendut seperti ibunya dan yang satu lagi benar-benar kurus. Kayaknya yang satu itu dietnya kebangetan. Ketika dicoba, anak pertama memaksakan kakinya yang kegedean. Hanji sebenernya udah siap-siap motong kaki si gadis itu gara-gara kegedean. Tapi Levi segera memaksanya berhenti dan yang lebih penting, gadis itu sudah lari terbirit-birit.
Anak kedua mulai mendekati Levi setelah Hanji 'diamankan'. Kakinya kelihatan cocok sekali dengan sepatu itu. Dalam hati Levi berharap kepada sang pencipta story ini supaya diselesaikan. Ketika kakinya memasuki sepatu itu, sepertinya ia bisa masuk dengan amat mudahnya.
Dan ternyata memang mudah sekali masuknya. Karena kakinya kekecilan. (Jangan salahkan author karena cerita ini berlanjut, Levi-sama!)
Levi menyerah. Ia benar-benar cape disuruh yang beginian. Sumpah, mendingan dia disuruh bersihin seluruh kaca keajaan kalo gini! Huwaa, emak!
"Nyonya, apa baju ini ingin nyonya pakai?" Tiba-tiba sebuah suara lembut seorang perempuan terdengar dari ruangan di dekatnya.
"Ya." Ibu itu menjawab dengan keras.
"Baik, nyonya. Akan segera saya cuci." Ia keluar dari kamar si ibu itu. Jujur saja, Levi langsung membelalakan matanya begitu melihatnya. Rambut coklatnya tergerai panjang sambil membawa satu keranjang cucian kotor. Sedetik, Levi tak bisa bergerak. Ia memikirkan segala detail si-perempuan-yang-tersandung itu dengan baik. Cocok. Nyaris segalanya kecuali bajunya dan keranjang cucian kotor yang ia bawa.
"Siapa perempuan itu?" tanya Levi.
"Pe-pelayan rumah kami." Ibu itu menjawab cepat.
"Bawa dia ke sini. Dia juga harus mencoba sepatu ini."
"Tapi—" Levi melayangkan tatapan tajam ketika si ibu hendak memprotes.
"Cinderella! Cepat ke sini!" panggil sang ibu.
"Ba—baik, nyonya." Ia menaruh keranjang cuciannya dan mendekati nyonyanya. Levi memperhatikannya baik-baik. Tidak, ia pasti benar. Ini benar-benar perempuan yang semalam. Sekalipun Levi hanya melihatnya dalam sekian menit, ia yakin ini benar-benar perempuan itu.
"Ada apa nyonya?" tanya Cinderella, sepertinya itu namanya.
"Begini, katanya kau harus mencoba sepatu ini," kata sang ibu dengan amat sinis.
"Ba-baik," katanya gugup.
Ia duduk di kursi dan Levi menunduk. Levi melihat kakinya yang juga dimasukkan dengan mudahnya ke dalam sepatu kaca itu. Selama beberapa detik ia melepas sepatu kaca itu dari tangannya. Levi tersenyum simpul.
TBC
He he, gantung ya?
Omong-omong, err... minta saran ya. Endingnya mendingan rivetra ato erwinxpetra?
Btw, maap kalo nanti updateannya lama. Emm, Mind to RnR?
