A/N : Sebuah fict yang Loony buat dalam rangka spesial Edisi Ramadhan :) Well, sebenarnya Loony udah ngerencanain fict ini jauh2 hari sebelum masuk Ramadhan, tapi nyatanya Loony baru sempet nulis di malam ke tujuh belas Ramdhan :D (haha, bertepatan Nuzul Qur'an XD). Err, di fict ini anggap aja para tokohnya ngerti tentang makanan Indonesia, bahasa Indonesia, lagu Indonesia, dll-nya yah. Oke guys, READ and REVIEW, please :)

NB : H (Haji) dan Hj (Hajah).


|Dia Gadis Berjilbab Hijau|

.

.

Disclaimer :

Semua tokoh dalam fic ini adalah kepunyaan Bunda JK. Rowling. But all of idea and imagination, of course belong to me :)

Pairing :

Draco Malfoy dan Hermione Granger

(DraMione all the way :D)

Genre :

Spritual, (Little)Humor, Romance

Warning!

Alternate Universe (Muggle World)

Saya sudah berusaha untuk tidak typo

(tapi jika masih ada, saya sungguh minta maaf).

0,0000001 % Humor garing kriuk-kriuk nyesss!

Bahasa yg mungkin masih jauh dari kategori bagus(?), dan berbagai kekurangan lainnya.

(Cocok aka aman dibaca kapanpun. Sebelum/sesudah sahur, tarawih, buka puasa, atau pas ngabuburit, dll deh XD)

|Happy Reading Guysss... But don't like don't read... RnR please|

.

.

.

Harry Potter © J.K Rowling

Dia Gadis Berjilbab Hijau ©Ms. Loony Lovegood

.

.

Draco, Draco Lucius Malfoy. Seorang pemuda tampan bermarga Malfoy—yang terkenal akan kekayaan turun-temurun keluarganya—yang akhir-akhir ini memiliki hobi unik di sepanjang bulan Ramadhan. Yah, pria berkulit pucat ivory ini memiliki kebiasaan untuk menjelajahi berbagai masjid yang berbeda-beda dalam kurun waktu sudah hampir sebulan! Dengan embel-embel melaksanakan salat tarawih setiap malamnya.

Entah apa motif dari hobinya ini, menilik fakta bahwa dirinya bukanlah seorang pemuda alim sebagaimana potret yang melekat padanya ketika mendengar hobinya tersebut. Terang saja, karena justru Draco termasuk ke dalam golongan pemuda yang senang berleha-leha dengan berbagai gemerlap kehidupan duniawi yang tentunya tak cukup dekat dengan sentuhan rohani.

.

.

Hari ini adalah hari Ramadhan yang ke tujuh belas. Itu artinya Draco Malfoy sudah mengunjungi enam belas masjid sebelumnya. Dan malam ini, pemuda bersurai platina itu berencana akan melaksanakan salat tarawih yang ke tujuh belasnya di sebuah masjid yang berlokasi di sekitar Gryffindor Street. Yah, sementara Draco sendiri bermukim di area Slytherin Street. Butuh beberapa blok lagi untuk sampai ke sana.

.

-OoOoO-

.

Kanvas langit malam kali ini begitu cerah, dengan rembulan yang setia bertengger di singgasananya. Menggantung anggun dalam pekatnya hening temaram yang bermandikan gemerlap cahaya gemintang berkilauan yang saling bersinar satu sama lain di setiap sisi-sisi langit malam, menambah keindahan kanvas sang alam.

Seorang pemuda tampan bermanik argent kelabu kini sedang sibuk mematut dirinya di depan sebuah cermin berukuran super besar—hampir setinggi langit-langit kamarnya—dengan bingkai emas ukiran yang berdiri di atas dua buah kaki penyangga berwarna perak.

"Hello, tampan!" Ujarnya bersemangat pada cermin di hadapannya yang menampilkan pantulan dirinya sendiri sembari masih terus menata rambutnya dengan gaya yang agak dibuat tampak sedikit acak-acakan. Well, menurutnya banyak gadis yang terpesona padanya selama ini dengan gaya rambut yang seperti itu. Setelah puas menatap siluetnya sendiri, ia pun segera turun ke lantai bawah setelah sebelumnya menyambar kunci mobilnya yang berada di atas nakas.

Draco berjalan dengan langkah-langkah panjang menuruni tangga spiral. Siulan-siulan riang turut mengiringi langkahnya hingga akhirnya ia sampai ke lantai bawah rumah super megahnya.

"Hey Mum, hey Dad!" Sapanya sambil tersenyum simpul. H. Lucius Malfoy—ayahnya—mendongak dari makanan buka puasa di hadapannya, sementara Hj. Narcissa Malfoy—ibunya—segera beranjak berdiri dari duduknya dan mendekati putra kesayangan semata wayangnya itu.

"Draco, dear ... Kau sudah hendak berangkat?" Tanya wanita berambut hitam setengah pirang itu. Sebuah senyuman lebar dari Draco seolah memperjelas semuanya. Sementara H. Lucius hanya menatapnya dari ujung ekor mata kelabunya lantas kemudian kembali fokus pada makanannya.

"Err, seperti yang Mum lihat," ujar Draco ringan. Hj. Narcissa memandanginya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Draco mengenakan baju koko berwarna hijau zamrud dengan bordiran-bordiran simpel di beberapa bagiannya yang dipadukan dengan sebuah jeans berwarna bluish, dan semua itu semakin menambah daya tarik serta nilai kharismanya.

"Tapi kau belum makan, sayang," ujar Hj. Narcissa, memegangi pipi kiri putranya.

"Mum tak perlu khawatir, tadi aku, Blaise, dan Theo sudah berbuka puasa di kafe Madam Rosmerta dengan takjil kolak dan segelas es doger," jelas Draco tersenyum.

"Sayang, kau harus hati-hati memilih makanan dan minuman. Kebanyakan es doger nanti malah membuat suaramu serak. Lebih bagus lagi kalau hanya mengonsumsi es cendol," terang Hj. Narcissa dengan wajah innocentnya. Draco memutar bola mata kelabunya.

"Mum, keduanya sama-sama minuman dingin menurutku." Hj. Narcissa mengusap rambut setengah pirangnya kikuk. Yah, di dalam rumah—jika hanya sedang bertiga—seperti ini, Hj. Narcissa terkadang tak berhijab. Apalagi menilik bahwa bulan ini, pelayannya (baca : pembantu)—Dolores Umbridge—izin pulang ke kampung halaman. Katanya, suaminya, Peter Pettigrew sudah sangat merindukannya. Alibi yang konyol memang, tapi toh Hj. Narcissa dan H. Lucius tetap mengizinkannya pulang. Mengingat ini bulan Ramadhan, maka sungguh tidak etis bukan apabila mereka melarangnya? Bukankah setiap kebaikan yang dilakukan di bulan suci nan penuh rahmat serta ampunan ini dijanjikan Allah dengan pahala yang berlipat-lipat? Nah, sementara pelayan-pelayannya yang lain juga sedang pulang kampung. Maka tinggal lah mereka bertiga—Draco, H. Lucius, dan Hj. Narcissa—yang menghuni rumah besar nan megah Malfoy Manor—julukan orang-orang sekitar untuk rumah mereka.

"Ah, iya. Kau benar, dear," sahut Hj. Narcissa kalem dan merasa tersipu malu. "Kenapa bahumu bergetar, Lucius?" Pandangannya beralih. Hj. Narcissa menyipit dan menatap tajam ke arah H. Lucius yang tampak terkikik dari kursi makannya. Cepat-cepat pemuda pirang lurus sebahu itu berhenti dan kemudian kembali memasang ekspresi khasnya.

"Ah, tidak apa-apa. Err, aku hanya tersedak palu butung," bual H. Lucius, berusaha untuk tetap bersikap santai. Hj. Narcissa menyipitkan netranya hingga segaris.

"Tapi kau sedang memakan ayam goreng dan Sate Abang Sirius, Lucius!"

TRINGGG!

H. Lucius lupa, kalau palu butungnya sedari tadi sudah habis. Dan nyatanya, sekarang ia tengah menyantap ayam goreng dan Sate Abang Sirius yang dibelinya sore tadi di emperan pasar Diagon Alley dengan alibi merasa kasihan melihat abang Sirius yang satenya belum laku-laku, makanya ia memutuskan untuk memborong beratus-ratus tusuk sate milik abang Sirius.

"_"

"_"

"_"

'krik ... krik ... krik ...' Tetiba serasa ada banyak bunyi jangkrik yang turut mendominasi keheningan dalam ruangan itu. Melihat hal itu, Draco dengan segera mengambil inisiatif sendiri.

"Oh, sudah hampir setengah delapan, Mum! Aku bisa terlambat tarawih!" Pekik Draco berpura-pura terkejut sembari menepuk jidatnya dramatis. Dengan segera, pemuda pirang itu mengambil langkah cepat ketika dilihatnya bibir Hj. Narcissa yang sudah akan terbuka lagi.

"Err, Mum. Kalian tarawih di Masjid Al-Markaz Islami, 'kan? Nah, kalau begitu aku pergi duluan. Sampai jumpa nanti," ujar Draco cepat. Ia menyalami ayah dan ibunya sebelum melesat keluar dan memacu mobil audinya menuju ke Gryffindor Street, tempat dimana ia akan bertarawih untuk malam ke tujuh belas Ramadhan ini.

"Lucius, kita belum selesai. Karena kau menertawaiku di depan Draco, maka tak ada jatah untukmu malam ini," sahut Narcissa datar, mengulurkan lengannya ke depan sembari mengibaskan rambutnya dramatis lalu pergi dari ruangan itu.

"_"

"_"

Jatah apa yah gerangan?

"_"

"_"

"Cissy! Jangan ambil satenya dulu!"

Jatah sate rupanya. Ah, bagaimana tidak? Sate Abang Sirius memang terkenal sangat enak, gurih, serta bumbu kacangnya yang pas dan menggoyang lidah. Oke, cukup untuk satenya.

.

-OoOoO-

.

Draco memacu audinya dengan kecepatan sedang, bukannya ada prinsip yang mengatakan 'Biar Lambat Asal Selamat?' Nah, hal itulah yang tengah diterapkan Draco sekarang. Jemarinya bergerak lihai di stir kemudi. Sementara sebuah lagu Islami terdengar mengalun indah, lembut, dan menenangkan mengisi keheningan.

Yah, Draco hanya sendiri di dalam mobil itu. Sahabat karibnya, Blaise dan Theo sudah berangkat duluan. Akhir-akhir ini mereka mengikuti jejak Draco untuk ikut tarawih di berbagai masjid. Alasannya klasik; bisa melihat-lihat gadis-gadis cantik berjilbab dari masjid ke masjid. Draco mendengus ketika mendengar alasan mereka itu—well, meskipun sebagian besar alasan itu diungkapkan Blaise, bukan Theo.

Sedangkan untuk dirinya sendiri, alasannya cukup sederhana. Ia hanya mencoba untuk menemukan kembali serpihan-serpihan keimanannya yang selama ini tercerai-berai entah kemana lantaran aktifitas duniawinya yang justru membuatnya semakin menjauh dari Tuhan.

Selama bulan Ramadhan ini, Draco sudah menjelajahi beberapa masjid. Namun nyatanya ia masih merasa bahwa hatinya belum cukup konkrit untuk tersentuh dengan banyak hal mengenai Islam itu sendiri. Well, meskipun usahanya ini berhasil membuat kedua orangtuanya merasa senang karena beranggapan bahwa putra mereka sebentar lagi akan menjadi pemuda alim yang bersahaja.

Sayup-sayup, indra dengarnya mulai menangkap titik konsentrasi terhadap alunan lagu Islami milik Opick, 'Ya Rahman-Allahu Ya Salam' yang sedari tadi ternyata menemaninya dalam kesendirian.

Diciptakan alam raya dengan cinta dalam genggamannya-Nya ...

Setiap wajah kan memuja bila tahu betapa indah-Mu ...

Penuh dengan cinta, penuh warna-warna, penuh kasih sayang di setiap waktu ...

Allah Maha Besar, Maha Memaafkan ...

Setiap kesalahan, terbuka ampun-Mu ...

Yang melihat, yang menyaksikan, yang memberi ketenangan ...

Allah yang dekat penuh cinta di hati ...

Yah, lagu itu benar. Draco mengiyakannya dalam hati. Allah memang selalu dekat dengan hamba-hamba-Nya, hanya saja banyak manusia yang belum merasa tersentuh dan peka atas Kebesaran Allah Yang Maha Satu.

Draco menghela napas pelan, memikirkan tujuannya berkelana dari masjid ke masjid. Ia sangat berharap bahwa semuanya pada akhirnya bukanlah sebuah delusi semata. Seiring berjalannya Ramadhan tahun ini serta usaha yang telah ia lakukan, ia optimis bahwa semuanya akan membuahkan hasil yang manis, akan menuntun dan membawanya menjadi sosok pemuda dengan jiwa yang penuh ke-religius-an serta dekat dengan Allah, Tuhan Yang Maha Mulia dan Agung.

.

-OoOoO-

.

Draco memarkirkan audinya di halaman masjid yang luas. Sebuah masjid besar nan megah menyambut kedatangannya. Di depannya ada tulisan 'Masjid Al-Maliqul Ikhsan'.

'Orang-orang Gryffindor rupanya memiliki masjid yang tak kalah megah dengan masjid di Slytherin Street. Subhanallah,' batinnya takjub.

Ia melangkahkan kakinya menuju ke masjid besar itu. Orang-orang mulai berlalu lalang dan memenuhi halaman depan masjid. Tentulah mereka memiliki tujuan yang sama dengan Draco, melaksanakan salat tarawih, jelas.

Netra argent kelabu Draco sibuk memandang berkeliling, ia sedang mencari-cari keberadaan Theo dan Blaise—yang katanya sudah tiba beberapa menit lalu. Atensinya terhenti tatkala sorot fokusnya berhasil menangkap dua sosok pemuda yang sudah sangat dikenalnya, Blaise dan Theo. Blaise Zabini mengenakan baju koko berwarna putih terang, kontras dengan kulit tubuhnya yang memang cukup gelap. Sementara Theodore Nott memakai baju koko berwarna kuning kenari, cukup cocok untuk kulit putihnya.

Theo yang melihatnya lebih awal melalui manik hijau botolnya, segera melambaikan tangannya riang—seperti bocah Taman Kanak-Kanak yang berhasil menemukan orang yang dikenalnya di tengah pasar malam yang sarat pengunjung—ke arah Draco yang ternyata juga sudah melihat keberadaan mereka, Theo dan Blaise.

Dengan berlari-lari kecil, kedua pemuda itu segera menghampiri Draco.

"Hey, mate! Cukup lama menunggumu," sapa Theo dengan senyum lebarnya yang menawan. Beberapa gadis sempat mengerling ke arahnya, lalu kemudian cepat-cepat mengalihkan pandangan mereka disertai dengan gumaman 'astaghfirullah' dan sejenisnya setelahnya. Tampaknya gadis-gadis yang bermukim di area Gryffindor Street ini memang rata-rata alim dan selalu menjaga pandangan mereka terhadap lawan jenis. Tak seperti gadis kebanyakan di Hufflepuff Street, yang secara terang-terangan memandang lelaki yang memang terlihat menawan tanpa adanya rasa malu atau sebagainya. Theo menyeringai kecil ketika melihat reaksi gadis-gadis tersebut melalui ekor matanya.

Well, kalau Theo menawan, itu bukan salahnya, 'kan?

"Yah, mata kami sudah banyak tercuci oleh gadis-gadis cantik berjilbab ataupun berkerudung yang lewat. Dan ah, itu menyenangkan sekali," ujar Blaise bersemangat sembari menyodok rusuk Theo yang berdiri di sampingnya dengan hentakan cukup kurus. Theo mengerang pelan dan meringis kecil tatlaka siku kering nan runcing milik Blaise Zabini serasa menohok tepat di rusuknya. Ia mendelik tajam, sementara Blaise hanya memamerkan cengiran riang tak berdosanya.

"Err, tidak apa-apa," jawab Draco sembari menatap jam tangan hitam mahal berhiaskan butiran berlian halus yang bertengger manis di tangan kirinya.

"Guys, sebaiknya kita masuk sekarang. Sebentar lagi masuk waktu salat isha disusul dengan tarawih, dan aku tak mau terlambat hanya karena kalian," ujar Draco lagi dengan wajah innocentnya sambil mulai melangkah masuk ke dalam beranda masjid. Blaise dan Theo berpandangan sesaat.

"Kau pikir siapa yang membuat kami menunggu, pirang?!" Teriak Blaise dari belakang. Beberapa orang yang berambut pirang di sekitar sana, serempak menoleh. Menyadari tatapan menusuk yang nampaknya berdatangan dari berbagai arah, Blaise dengan cepat membekap mulutnya sendiri, lalu dengan kikuk menyambung kembali perkataannya.

"Err, maksudku orang yang pirang platina," ralat Blaise sembari menggaruk-garuk belakang kepalanya. Ia tersenyum canggung.

"Maafkan teman saya ini, sepertinya otaknya sedikit bermasalah karena kebanyakan makan kolak pisang, jengkol, dan es cendol," jelas Theo kepada orang-orang yang menoleh tadi. Beberapa gadis yang kebetulan lewat, terdengar terkikik kecil dan berbisik-bisik satu sama lain dengan teman-teman gadisnya.

"_"

"_"

"Blaise, kau kenapa?" Theo bertanya bingung ketika melihat Blaise yang tiba-tiba melepaskan peci-nya kemudian menggigit benda tak berdosa itu dengan penuh nafsu. "Kasihan peci-mu harus terkontaminasi begitu," sambungnya lagi sembari mengernyit jijik. Blaise mendongak dan menatap pria berkulit putih itu dengan pandangan berkilat-kilat.

"KASIHAN MANA KALAU TANGAN KURUS KEREMPENGMU YANG KUGIGIT, MISTER NOTT?!"

"_"

"_"

Theodore Nott tak bersuara. Terlalu terkejut dengan sirine berbahaya yang mulai nampak pada sahabat berkulit gelapnya itu. Mingkem. Yah, satu-satunya kata yang mampu menggambarkan aktifitas Theo saat ini.

Dengan secepat kilat, Theo segera lari luntang-lantang masuk ke dalam masjid mengikuti Draco Malfoy yang sedari tadi sudah beranjak duluan, tak peduli dengan tatapan heran orang-orang yang melihatnya berlari-lari konyol seperti itu.

"THEODORE NOTT!

.

-OoOoO-

.

"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh."

"Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuuuh!" Seru jamaah yang berada di dalam masjid secara lantang dan serempak ketika ustaz H. Kiai Sirius Snape mulai menyapa mereka lewat salam kalemnya.

Well, ustaz berhidung bengkok dan berambut hitam berminyak ini—yang nyatanya sekarang tengah ditutupi sebuah sorban hijau—memang cenderung memiliki ciri khas setiap kali ia membawakan dakwah ceramahnya—terdengar datar dan agak dingin. Namun jangan heran, karena faktanya, justru hal itu mampu membius puluhan bahkan ratusan jamaah yang hadir.

"Al-hamdu lillah rabbil-'alamin. Wa bihii nasta'iinu alaa umuurid-dunyaa wad-diini, wa 'alaa aalihii wa sahbihii ajma'iin, asyhadu anlaa illaaha illaallaaha wa asyhadu anna muhammadarrasuulullaahi. Allahumma salli wa sallim 'alaa muhammadin wa 'alaa aalihii wa sahbihi ajma'iin, ammaa ba'du."

"Apa dia tidak sesak mengatakannya dalam satu tarikan napas?" Blaise berbisik kepada Draco yang duduk di sebelahnya. Draco hanya menatapnya tajam sebagai pertanda menyuruhnya diam dan berhenti mengoceh.

"Oh, oke oke. Baiklah," sahut Blaise mengerti sembari membuat gerakan seolah-olah mengunci mulutnya sendiri. Theo terkikik pelan—yang langsung mendapat death glare juga dari Draco yang duduk di antara mereka berdua.

"Urusan kita belum selesai, Theo," desis Blaise berpaling ke arah Theo.

"Tapi ak—"

"Tak ada bantah—"

Suara keduanya menghilang seketika tatkala kedua tangan besar Draco membekap mulut mereka bersamaan pertanda benar-benar menyuruhnya untuk diam.

Untuk beberapa saat, Blaise dan Theo hanya bisa saling berpandangan dengan bola mata yang bergerak-gerak, seolah-olah berusaha saling menyalurkan dan menyiratkan telepati satu sama lain sebelum mereka kembali fokus terhadap ceramah yang dibawakan H. Kiai Severus Snape, setelah Draco melepaskan bekapan tangannya tentunya.

"Hadirin yang Insha Allah dimuliakan Allah, sungguh suatu kehormatan besar ketika saya diberi kesempatan untuk mengisi kembali ceramah pada malam ke tujuh belas Ramadhan kali ini." H. Kiai Severus Snape berdeham sebentar sebelum kembali melanjutkan ceramahnya.

"Yah, malam ke tujuh belas Ramadhan. Tentunya hadirin sekalian tahu bahwa malam ini adalah malam yang paling dipenuhi rahmat serta ampunan dari Allah s.w.t. Karena malam ini merupakan malam Nuzul Qur'an, dimana Al-Qur'an pertama kalinya diturunkan oleh Allah s.w.t kepada Nabi Muhammad s.a.w dari Laul Mahfuz menuju Baitul Izzah secara langsung dan kemudian baru dari Baitul Izzah lah Al-Qur'an tersebut diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah SAW, subhanallah!" Jamaah di dalam Masjid Al-Maliqul Ikhsan secara serempak ikut menggumamkan kata takjub 'Subhanallah' begitu mendengarnya.

"...Perlu diketahui bahwa fungsi diturunkannya Al-Qur'an adalah untuk memberi petunjuk kepada umat manusia, mengajari serta mengingatkan kita semua tentang segala hal yang bermanfaat bagi kehidupan kita di dunia maupun di akhirat kelak. Para ulama setuju bahwa Al-Qur'an memang diturunkan pada bulan Ramadhan, namun tarikhnya sendiri belum begitu jelas. Namun, atas dasar inilah Allah lantas memuilakan umat-Nya. Yah, Al-Qur'an merupakan kitab universal bagi seluruh manusia di belahan bumi ini, bahkan untuk bangsa jin sekalipun..."

"Subhanallah, Allahu Akbar," Blaise bergumam pelan secara reflek. Theo yang sempat mendengarnya hanya mencibir.

'Ternyata Blaise masih memiliki sisi ke-religius-an,' batin pemuda berambut brunette itu agak gemas, mengingat tindak-tanduk Blaise yang selama ini yang kebanyakan menyimpang dari ajaran Allah s.w.t.

"...Maka dari itu, sangatlah penting bagi kita umat Muslim dan Muslimah untuk rajin-rajin membaca Al-Qur'an. Utamanya para kaum remaja. Yah, karena pada zaman sekarang ini saya melihat bahwa kebanyakan remaja lebih senang membaca fanfeksi, ah tidak, bukan itu. Err, fanfaksioon—ahh entah apa namanya..."

"Fanfiction (fanfiksi) Pak Haji!" Teriak Blaise tanpa sadar. Untuk sesaat, semua mata tertuju padanya, bahkan bisa dibilang Blaise sukses merebut perhatian orang-orang sekitar bak mengalahkan model-model yang berlenggak-lenggok di atas catwalk.

"_"

"_"

"Ppppfffftttt..." Theo berusaha keras untuk menahan tawanya menyaksikan wajah cengo Blaise yang sungguh konyol.

"Ah, ya! Itu maksudku, anak muda." Alih-alih marah, ternyata H. Kiai Severus Snape justru tersenyum simpul yang sarat akan berbagai makna. Well, tentu saja H. Kiai Severus dapat menebak bahwa pastilah Blaise adalah pemuda yang gemar membaca fanfiksi.

"Dasar pencinta fanfiksi," cibir Theo dibalik bahu tegap Draco. Secepat kilat Blaise menoleh dan memandangnya tajam dari balik bahu Draco yang satunya.

"Enak saja kau mengataiku! Aku kan hanya suka dengan fanfiksi kisah cinta Voldemort—pangeran yang dikisahkan tak memiliki cuping hidung alih-alih celah hidung—dan Bellatrix!" Geram Blaise nyaris habis sabar. Theo terkikik-kikik pelan layaknya anak remaja belasan tahun yang baru saja menerima surat cinta yang pertamanya.

"Well, membaca fanfiksi tidak dilarang. Hanya saja alangkah indahnya apabila diselingi dengan membaca Al-Qur'an. Apalagi pada bulan Ramadhan seperti ini, tentunya pahalanya akan dilipat gandakan oleh Allah s.w.t ..."

"Kau dengar kan, Theo? Fanfiksi tak dilarang asalkan kita juga menghabiskan waktu kita dengan membaca Al-Qur'an," bisik Blaise sembari memamerkan senyum kemenangan di wajah hitam manisnya.

"Memangnya selama ini kau rajin baca Al-Qur'an, eh?" Theo bertanya meremehkan.

"_"

"Sudah kuduga," ujar Theo pelan melihat Blaise yang hanya diam membisu. Kini giliran pemuda bersorot hijau botol itulah yang menyunggingkan senyum kemenangan. Sementara Blaise memasang wajah masam memberengut, diremasnya sajadahnya dengan gemas.

Berbeda dengan kedua sahabatnya, Draco justru masih terfokus pada ceramah yang dibawakan oleh H. Kiai Severus Snape. Otaknya berpikir lebih cepat lagi. Ia sadar bahwa Al-Qur'an merupakan pedoman bagi umat manusia, dan tidak seharusnya ia melupakannya selama ini. Maka dari itu, Draco bertekad bahwa setelah ini ia akan kembali untuk membaca serta mengamalkan isi Al-Qur'an. Yah, harus.

"...Semoga Allah Subhannahu wa Ta'ala menjadikan kita semua sebagai ahli Al-Qur'an yang senantiasa membaca, memahami, serta mengamalkannya. Aamiin Ya Rabbal Alaamiin. Sekian yang dapat saya sampaikan pada malam hari ini sebelum kita memulai salat tarawih. Mohon maaf atas segala kekurangannya ataupun hal-hal yang mungkin tak berkenan di hati jamaah sekalian, sesungguhnya kekurangan mutlak milik kita, para manusia. Sedangkan kesempurnaan yang tiada tara, tentulah hanya milik Allah s.w.t yang Maha Agung.

Wabillahi Taufik Walhidayah, Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh!"

.

-OoOoO-

.

"Blaise, Theo, cepatlah sedikit!" Ujar Draco setengah berteriak sembari sibuk memperbaiki letak jam tangannya dan membenahi pakaiannya yang agak kusut karena tadi kelamaan duduk mendengarkan ceramah.

Draco masih terus berjalan hingga sekarang ia sudah berpijak di halaman luas Masjid Al-Maliqul Ikhsan, sementara Theo dan Blaise masih lumayan jauh di belakangnya—well, menyelesaikan urusan yang belum selesai, katanya—dan karena terlalu serius dengan pakaian serta jamnya, sehingga Draco tak sadar ketika dada bidangnya menubruk sesuatu yang nyatanya malah menghasilkan bunyi berserakan di lantai. Cepat-cepat Draco mendongak dan melihat apa yang terjadi.

"Oh, maafkan aku, nona," ujar Draco merasa bersalah seraya berjongkok untuk membantu orang yang ditabraknya membenahi buku-buku yang jatuh berserakan karena ulahnya yang tidak memerhatikan jalan. Sorot kelabunya sempat menangkap beberapa judul buku di sampul depan buku-buku yang jatuh tersebut. 'Lebih Dekat Dengan Allah', 'Menjadi Wanita Sholeha', 'Adzab Tak Berhijab,' dan beberapa buku lainnya. Well, kira-kira ada lima buku yang dibawa orang itu.

"Sekali lagi aku minta ma—"

Ucapan Draco serta merta terhenti di ujung tenggorokan tatkala orang yang ditabraknya mendongak. Ah, ternyata seorang gadis cantik jelita.

"Malaikat," gumam Draco tanpa sadar.

"Maaf?" Gadis itu mengernyit bingung.

"Ah? Err, tidak apa-apa. Maksudku, maaf karena gara-gara aku, buku-bukumu sampai jatuh berserakan begini," ujar Draco salah tingkah. Gadis itu tersenyum simpul.

"Ya, Tuhan ... Senyumannya terlalu manis,' batin Draco terpesona.

"Hey? Hello! Bumi memanggil." Gadis itu melambai-lambaikan tangan mungilnya di hadapan wajah Draco yang masih begitu terpesona akan dirinya.

'Benar-benar cantik,' inner Draco lagi, sama sekali tak sadar akan lambaian tangan gadis itu di depan wajahnya. Wajah cantik gadis itu seolah-olah membius Draco ke dalam seribu pesona memabukkan. Netra hazelnya berpendar damai menenangkan jiwa, dan ... dan ... Ah, penampilannya yang membuat Draco takjub bukan main.

Gadis cantik itu terbungkus rapat dengan pakaian muslimah berwarna putih tulang dengan selingan kotak-kotak berwarna hijau. Sementara kepalanya juga dibungkus rapi dengan sebuah jilbab hijau—yang sedikit dimodifikasi modelnya—yang senada dengan pakaiannya. Entah kebetulan atau apa, Draco juga mengenakan baju koko hijau yang sewarna.

Draco terlihat begitu senang, mendapati warna kesukaannya sangat cocok melilit tubuh gadis cantik nan alim di hadapannya itu. Dengan masih gerakan salah tingkah, Draco mulai bangkit berdiri disusul dengan gadis cantik itu, yang kini telah memeluk kelima bukunya erat di depan dada. Draco menggaruk-garuk belakang kepalanya kikuk. Merasa awkward dengan keadaan yang menyelimuti mereka sekarang.

"Err, aku minta maaf." Gadis di hadapannya justru tertawa renyah. Ah, tawa yang ingin Draco dengarkan sepanjang waktu.

"Well, kau sudah mengatakannya tiga kali, tuan," ujar gadis itu berseri. Draco bersumpah bahwa ia melihat semburat rona merah di kedua belah pipi gadis itu. Membuatnya semakin gemas saja dan seakan ingin mencubitnya. Draco membalasnya dengan sebuah senyuman canggung.

'Tahan dirimu, Draco.'

"Jadi, apa aku dimaafkan?" Sahut Draco, berhasil menemukan setitik ke-Malfoy-annya.

"Tentu," jawab gadis itu menarik sudut bibirnya ke atas hingga menampilkan senyuman menawannya. Lagi.

Draco mengulurkan tangannya. "Kenalkan, aku Draco. Draco Malfoy," ujarnya tersenyum lebar. Namun alih-alih menjawab, gadis itu justru kembali merona merah muda, cantik sekali.

"Err, maaf. Tapi ... Mmh, bukan muhrim," kata gadis itu merasa sedikit tak enak. Draco menarik tangannya kembali dengan diliputi rasa canggung yang membahana.

Malu? Tentu saja.

"Ah ya! Err, tak apa. Aku mengerti," ujar Draco tersenyum simpul ketika melihat raut wajah gadis itu yang begitu merasa bersalah. Gadis bermata hazel itu mendongak, memamerkan sorot karamelnya yang kembali mampu membius Draco hingga ke ubun-ubun akal sehatnya.

"Namaku Hermione, Hermione Granger."

.

.

BERSAMBUNG ...

.

.

.

|Pojok Author|

Well, sebenarnya saya kurang percaya diri untuk mempublish fict ini. Apakah kiranya ada yang sudi serta berkenan membaca dan mereview? ._. Saya sungguh berterima kasih jika saudara-saudara sekalian membaca serta mereview fict ini.

Review, fav, ataupun follow bisa membuat hati author berlonjak2 senang dan semangat untuk melanjutkan fict ini dengan segera :D

Atas segala kekurangannya, sy mohon maaf (dan ceramah yg dibawakan Snape, sy juga mohon maaf mengenai itu. Ketahuilah, sy bukan termasuk orang yg ahli dalam menulis ceramah, yah jadi begitulah hehe). Sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah dan kekurangan tentunya milik saya, seorang manusia biasa yg hanya menyandang status sbg Hamba Allah :)

At least, thx for reading ;) Mind to review? Insha Allah bernilai pahala :D *bletak. Ingat, 1 review sama dengan seribu kebaikan XD~

P.S : Jika kalian penasaran dengan pakaian muslimahnya Hermione dan baju koko yang dikenakan Draco di fict ini, kalian bisa lihat cover fict ini (well, pict di cover itu editannya Loony sendiri, jadi yah sorry klo jelek ^^) ... Dan oh iya, cuplikan lirik lagu yang di bold & di italic itu miliknya Opick, judulnya 'Ya Rahman-Allahu Ya Salam' siapa tahu niat download dan denger XD *ditimpuk(Yah itu sebuah lagu. Err ... entahlah, sy pengen banget masukin lagu ini, meskipun bukan songfict, tapi perasaan sy mengatakan apa ini melanggar? *galau ... Jujur, sy termasuk org yg sgt takut dlm hal soal langgar melanggar *maklum anak teladan #bletak) Maafkan sayaaa T_T

P.S.S : My Blood is Ferret chap 16 UPDATE tanggal 31 Juli 2013! Dan bagi yg suka pair ScoRose, silakan buka profil Loony. Ada fict baru (oneshot) dgn pair ScoRose :) Review yak!

Btw, selamat Menunaikan Ibadah Puasa :)

(telat woy! *reader teriak #angkat bahu) ...

.

.

Salam,

Miss Loony

(25Juli2013—17Ramadhan).