That Butler, is the Maid Servant

Part 1: Prolog

Ayuzawa Misaki sering bermimpi buruk saat musim gugur tiba.

Mimpinya aneh, terputus-putus. Seperti video yang rusak karena sering sekali diputar sehingga di bagian-bagian tertentu adegannya buram, bahkan ada yang hilang. Tapi semua mimpi itu sama. Selalu sama. Tentang seorang pria berambut madu dan bermata hijau dengan wajah terluka, dan daun-daun merah yang bergugran.

"Ketua, maaf…"

Wajah pria itu sangat sedih, membuat Misaki ingin bertanya apa yang membuatnya sedih seperti itu tapi suaranya tak bisa keluar. Ada sesuatu yang menyumbat tenggorokannya. Gumpalan firasat buruk yang sudah ia rasakan belakangan, sejak kedatangan si pewaris keluarga Walker untuk yang kedua kalinya ke kehidupan mereka. Kedatangan yang membuat Usui menghilang dari kehidupannya beberapa lama sebelum hari ini.

Usui Takumi menyentuh ujung rambut Misaki dan mengernyitkan dahinya dengan ekspresi kesedihan yang mendalam. Tanpa sadar Misaki menahan nafas, tahu apa yang akan dikatakan pria yang dicintainya itu berikutnya.

"Maaf, aku tidak bisa melindungimu,"

Lalu adegan itu memburam. Samar-samar Misaki ingat dia mengatakan sesuatu tentang "Sudah kubilang aku tidak perlu kau lindungi!" dan "Aku yang akan melindungimu!" tapi Usui mengatakan sesuatu seperti "Tidak bisa melawan mereka," juga "Maaf,'" sekali lagi. Adegan menghilang. Misaki ingat sedikit kalau dia meracau agar Usui jangan menyerah dan memohon (secara tersamar lewat bentakan-bentakan putus asanya) agar Usui jangan pergi tapi…

Adegan kembali terlihat namun agak buram, seolah-olah Misaki melihatnya dari balik genangan air. Air mata? Entahlah. Detil itu terhapus saat wajah pria di hadapannya membuka mulut dan berkata,

"Selamat tinggal, ketua."

Saat itulah biasanya Misaki terbangun sambil terengah-engah. Setitik airmata menggantung di sudut matanya. Dengan kesal mantan ketua OSIS SMA Seika itu mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakan. Sialan. Kenapa aku masih saja menangis saat memimpikan hari itu? Lebih lagi, batinnya sambil menatap cermin besar yang tergantung di dinding samping tempat tidurnya, kenapa aku masih memimpikan hari itu?

Setelah menenangkan diri sejenak, gadis yang kini berusia 21 tahun itu bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Air panas selalu bisa mengendurkan syarafnya dan membuatnya rileks. Hari ini hari olahraga, dengan kata lain hari ini hari libur nasional. Di hari libur yang jarang ada ini Misaki tidak mau tenggelam dengan perasaan sentimental yang kekanak-kanakan.

Lagipula, dia membatin sembari mematikan air panas dan membungkus tubuhnya dengan handuk putih, ini bukan pertama kalinya aku di khianati laki-laki. Saat SMP, pria yang paling dia percaya di dunia ini, ayahnya sendiri, meninggalkannya dan keluarganya. Sejak saat itu dia membenci laki-laki. Tapi Usui Takumi membuatnya kembali mempercayai laki-laki. Walau begitu pada akhirnya toh dia pergi juga. Misaki mengerti kalau Usui pergi demi dirinya tapi itu tak lantas membuat Misaki tidak kembali kehilangan kepercayaannya pada kaum laki-laki.

Kecuali satu orang, walau yang bersangkutan agak diluar konteks dari kata *man.

"Hari ini anda bangun lebih cepat dari biasanya. Apa mimpi buruk lagi?"

Misaki mendekap dadanya dan menoleh cepat kearah sumber suara. Seorang pria tampan berambut dan berpakaian serba hitam, bermata merah, dengan senyum sopan yang agak mengejek duduk diatas salah satu sofa kecil dalam kamarnya. Begitu melihat pria ini Misaki langsung lega sekaligus marah pada orang itu.

"Sudah kubilang jangan pernah lagi masuk diam-diam seperti hantu begitu!" protes Misaki sambil melepas handuk di kepalanya dan membiarkan rambut hitam sepinggangnya jatuh terurai. Pria itu bangun dari sofa dengan sigap dan mulai mengeringkan rambut Misaki pelan-pelan dengan handuk yang terjatuh itu. Kalau diperhatikan posisi ini bisa dibilang…aneh. Agak janggal buat Misaki yang bukan tipe wanita yang bisa berintim-intim dengan jenis yang dibencinya (cowok) tapi nyatanya Misaki diam saja saat pria itu mengeringkan rambutnya dengan handuk dan memblow rambutnya dengan hair dryer sementara dia dengan cueknya melepas handuk mandinya dan mulai berpakaian.

"Hari ini sarapannya omelet keju dan teh hijau kesukaan anda," ujar pria itu sembari mengepang rambut Misaki dengan jalinan kepang yang rumit namun indah. "Hmm…" hanya itu reaksi Misaki yang kini asyik membaca agendanya untuk hari ini. Libur bukan berarti dia bebas santai-santai di apartemen. Sudah sejak seminggu lalu Sakura meneror Misaki yang sibuk sejak kuliah untuk mengosongkan jadwalnya hari ini. Bahkan Shizuko juga ikut mendukung peneroran itu, yang bukan sifatnya. Misaki pun terlanjur mengiyakannya. Lagipula dia juga rindu pada dua sahabatnya itu.

Dan para mantan rekan kerjanya di Maid Latte juga mengajak main sore ini, jadi sehabis main dengan Sakura dan Shizuko, dia harus langsung menemui Satsuki dkk di Maid Latte. Mereka mau buat pesta, katanya. Entah untuk alasan apa tapi Misaki tidak terlalu penasaran. Dia sudah lama sadar kalau para anggota Maid Latte memang agak (sangat) aneh jadi dia tidak akan heran kalau alasan pestanya ternyata 'Dalam Rangka Menyambut Misaki-chan yang Datang Main ke Maid Latte!' Dia bahkan bisa membayangkan trio payah ada di latar belakang pemandangan konyol itu. Tanpa sadar Misaki tertawa kecil membayangkannya.

"Apa ada yang lucu?" tanya pria yang kini sedang mengikat ujung rambut Misaki dengan ikat rambut satin tebal. Misaki memelototi pria yang memasang tampang polos itu. "Kau tahu apa yang kupikirkan," ujarnya dengan nada datar namun sedikit tak suka. Pria itu tertawa pelan. "Maksudmu tentang spanduk pink dengan mawar-mawar putih bertulisan konyol dan tiga orang bertampang bodoh memakai seragam maid…"

"Ah, sudah cukup!" Misaki memotong penjelasan pria itu dengan wajah merah padam menahan malu. Dia benci sekali kemampuan pria satu ini. Semua kemampuannya. Kesempurnaan setiap pekerjaannya dalam segala bidang membuatnya merasa usahanya dalam mengerjakan semua hal sebaik mungkin jadi sia-sia. Tapi dia tak bisa menyalahkan kemampuan itu plus kemampuan-kemampuan nya yang lain diluar manusia, karena dia adalah…

"Hari ini aku mau menemui Sakura dan Shizuko, antar aku kesana sehabis sarapan. Lalu jemput aku di Shibuya 109 jam 3 siang dan antar aku ke Maid Latte. Jangan pulang sebelum aku bilang boleh. Jangan perlakukan aku secara berlebihan. Dan jangan memanggilku dengan sebutan memalukan itu di depan orang lain, paham?" perintah Misaki sambil menyibakkan rambut di pelipis kanannya. Dia merasa perlu menunjukkan 'tanda' setiap dia menyebutkan detil penting perintahnya pada pria itu. Satu waktu dia menyebutkan perintah begitu saja dan harus menanggung malu dan dipandang aneh orang-orang karena tingkah pria ini. Saat Misaki meledak memarahinya dia hanya tersenyum dan berkata, "Anda tidak menunjukkan 'tanda' saat melakukan perintah."

'Tanda' itu berupa lambang aneh seukuran logam 100 yen dengan bintang di pusatnya, dikelilingi ornamen sulur aneh di sekelilingnya, seperti lambang pemujaan sesuatu. Sekilas tampak seperti tato biasa tapi saat Misaki menyebutkan perintahnya, 'tanda' itu berpendar keunguan dan pria itu tersenyum penuh hormat sambil membungkukan badan dengan takzim.

"Yes, My Lady."

Sebastian Michaelis, butler sekaligus iblis, menundukkan kepalanya pada sang mantan maid yang kini jadi majikannya lalu tersenyum lagi sambil menatap mata coklat keemasan itu dengan mata merahnya.

Bersambung…

*man yang dimaksud Misaki mengacu pada dua arti: pria dan manusia. Man disini maksudnya si Sebastian itu bukan sekedar laki-laki tapi juga bukan manusia.