Tittle : Fairy of Winter

Author : FairyWinter

Main Cast :

- Huang Zitao as Zitao

- Wu Yifan as Yifan

Other Cast : none

Pairings : KrisTao, FanTao

Length : Twoshoot

.

Genre : Fantasy, Angst, Romance de el el.

Rating : T

.

Disclaimer : All character belongs to God, their parents and their agency. But story is MINE! Don't Dare to Copy and Paste! I told you!

Warning: OOC (Out Of Character), Miss Typo(s), Boys Love, Tidak sesuai EYD. If you don't like my story, just klik Close.

.

.

.

.

FairyWinter

.

.

.

.

.

Present

.

.

.

.

Here we go~

.

.

.

Cuaca malam ini sungguh sangat tidak bersahabat. Bagaimana tidak? Udara dingin yang menusuk, serta angin kencang ditambah butiran-butiran salju yang jatuh menghiasi bumi. Memberikan pemandangan yang cukup membuat sebagian besar penduduk di kota Seoul malas untuk sekedar keluar rumah. Mereka lebih memilih untuk menghangatkan tubuh mereka di depan penghangat ruangan atau sekedar di dekat perapian.

.

Namun, sepertinya cuaca seperti itu tidak berlaku untuk sesosok pria yang tengah berjalan menerjang badai salju tersebut. Dengan hanya di bekali jaket tebal, syal yang melingkari lehernya dan sebuah payung besar untuk melindunginya dari terpaan salju; yang bisa dipastikan pria itu tetap merasakan hawa dingin yang benar-benar menusuk itu.

.

Bibir pria itu memucat, namun semangatnya tak surut sedikit pun. Ia terus melangkahkan kakinya menelusuri jalanan yang terlihat sepi itu. Badannya gemetaran, namun ia tak memperdulikan itu semua. Hanya satu yang ada di pikirannya, rumahnya.

.

Langkah itu terhenti tak kala ekor matanya menangkap sebuah objek yang menarik perhatiannya. Awalnya ia ingin mengabaikan objek tersebut. Namun rasa penasaran yang menggelitiknya, membuatnya menghampiri objek tersebut.

.

Disana, seorang pria lain, tengah berdiri dengan santainya, seperti tidak merasakan kedinginan sedikitpun. Pria itu hanya menggunakan kemeja tipis berwarna putih dipadukan dengan celana kain berwarna senada. Zitao—pria yang penasaran itu, semakin mendekatkan dirinya pada pria yang masih berdiri di pinggiran jalan tersebut. Kedua mata pria itu terlihat sedang terpejam, kepalanya menengadah menantang langit malam tersebut. Wajahnya terlihat damai, seperti tidak merasakan apa pun. Seulas senyuman kegembiraan tercetak jelas di wajah pria berpakaian serba putih itu. Apakah ia sedang senang, uh?

.

Namun kegiatan pria itu terusik, tak kala Zitao kini berdiri di hadapannya dan memayungi dirinya. Melindungi dirinya dari butiran-butiran salju yang menerpa dirinya. Kedua mata itu terbuka lebar, lalu menatap sang pelaku yang mengusik kegiatannya tersebut. Iris berwarna abu-abu itu bertemu dengan iris kelam milik Zitao. Wajah pria itu terlihat begitu tampan dan sempurna, membuat Zitao cukup terpesona karenanya.

.

Hening melanda, kedua sosok pria itu hanya mampu terdiam terpaku. Seperti tengah mengamati serta mengaggumi satu sama lain. Pria itu, memiliki rambut berwarna abu-abu yang sedikit panjang. Ia membiarkan helaian rambut itu tergerai. Memberikan kesan cantik tersendiri di mata Zitao. "Apa kau tidak kedinginan?" Suara jernih Zitao memecah keheningan malam tersebut. Diamatinya perubahan wajah sang pria yang lebih tinggi beberapa senti darinya itu.

.

Menggelengkan kepalanya pelan, sang pria itu hanya memberikan seulas senyuman. "Tidak. Tentu saja aku tidak kedinginan."

.

Zitao mengerutkan keningnya mendengar jawaban yang terlontar dari belah bibir pria yang berada di hadapannya. "Apa kau sudah tidak waras? Aku saja yang menggunakan jaket tebal seperti ini masih merasa kedinginan. Sedangkan kau—" Zitao mengamati penampilan pria yang ada di hadapannya dari atas sampai ke bawah. Ia cukup terkejut karena selain menggunakan pakaian yang tipis, pria tersebut juga tidak menggunakan alas kaki sedikit pun. "Astaga—kau pasti benar-benar sudah mati rasa. Bagaimana kau bisa tidak menggunakan alas kaki serta pakaian tebal di tengah cuaca dingin seperti ini? Cerocos Tao, membuat pria tampan di hadapannya hanya tersenyum tipis.

.

"Aku sudah biasa. Udara dingin seperti ini pun tidak sanggup untuk membunuhku. Tenang saja." Pria itu mengulum senyum geli, ketika melihat ekspresi dari orang asing yang ada di hadapannya.

.

Zitao membekap mulutnya sendiri tak kala mendengar jawaban pria asing yang benar-benar tidak masuk akal tersebut. 'Ini gila.'

.

"Kau pegang payung ku ini sebentar." Zitao menyodorkan payungnya pada pria asing tersebut. Dan tanpa banyak bertanya, pria asing tersebut menerima payung itu dan setia menaungi mereka berdua. Zitao segera melepaskan syalnya dan sedikit memajukan tubuhnya, lebih dekat pada pria asing tersebut. Pria asing itu hanya berdiri terdiam, mengamati Zitao yang kini tengah memasangkan syal itu ke lehernya. "Nah, setidaknya kau bisa merasa sedikit hangat jika menggunakan ini." Zitao tersenyum puas tak kala melihat syal itu melingkar dengan sempurna di leher jenjang milik pria asing tersebut. "Dan—tunggu sebentar. Aku rasa aku menyimpan satu jaket lagi di dalam tas ku." Kini Zitao melepaskan tas punggung yang sedari tadi ia kenakan lalu mulai membuka dan mencari jaket cadangan yang selalu ia bawa kemana pun semenjak musim dingin di mulai. Untuk berjaga-jaga sih, katanya.

.

"Nah, ini dia." Zitao tersenyum puas tak kala menemukan benda yang ia cari. "Ayo pakai ini, aku rasa cukup muat untuk kau gunakan." Zitao mengulurkan jaket tersebut lalu mengambil alih pegangan payung tersebut. Pria asing itu menerimanya tanpa banyak protes. Ia sempat terdiam memandangi jaket tersebut, membuat Zitao sedikit cemas jika pria asing itu tidak mau menggunakannya. Namun, beberapa detik kemudian, tangan pria asing itu bergerak dan menggunakan jaket pemberian dari Zitao tersebut.

.

Zitao menghembuskan nafas lega ketika melihat pria asing itu menuruti permintaanya. Well, atau lebih tepat perintah, sih. "Bagaimana? Sudah jauh lebih hangat dari yang tadi, kan?" Zitao kembali tersenyum hangat ketika melihat pria asing itu kini menatapnya dengan tatapan yang sukar diartikan.

.

Pria asing itu hanya menganggukkan kepalanya, walaupun jujur, ia merasa tak nyaman dengan semua benda-benda yang menempel di tubuhnya tersebut. Ia—lebih menyukai dingin dibandingkan rasa hangat.

.

"Oh ya, nama kamu siapa? Aku Huang Zitao. Zitao lebih tepatnya, atau kau boleh memanggilku Tao—ya walaupun, teman terdekatku lebih sering memanggilku Panda." Zitao mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dan tersenyum manis.

.

Pria asing itu kembali terdiam, ia menyatukan kedua alisnya melihat uluran tangan Zitao. "Yifan. Nama ku Yifan." Jawab pria asing itu tanpa membalas uluran tangan Zitao, membuat raut wajah Zitao berubah sendu seketika. Namun, ketika Zitao ingin menurunkan tangannya, dengan cepat Yifan menggenggam tangan tersebut. Membuat Zitao mau tidak mau menatap bingung pada Yifan.

.

"Kenapa?"

.

Yifan mengerjapkan matanya berulang kali, lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak apa." Yifan dengan segera melepaskan genggaman tangannya pada tangan Zitao. "Aku tidak apa."

.

Zitao kembali menatap bingung Yifan yang kini tengah memalingkan wajahnya ke arah lain. Zitao kemudian melirik jam tangan yang melingkar dengan manis di pergelangan tangannya. Kedua matanya membulat dengan sempurna, tak kala jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Menepuk keningnya pelan, Zitao segera mengalihkan pandangnya pada Yifan yang masih setia pada posisinya. "Aku pulang dulu. Kau juga segera lah pulang ke rumah. Tidak baik jika kau terus berada disini. Cuaca hari ini benar-benar buruk. Jangan sampai kau jatuh sakit." Ceramah Tao, membuat Yifan mau tidak mau menatap pria manis tersebut.

.

"Sudah aku katakan. Aku akan baik-baik saja. Cuaca seperti ini tidak akan membunuhku. Tenang saja. Kau tidak perlu khawatir, wahai manusia." Tak ada keraguan sedikit pun dari setiap katanya.

.

Zitao kembali mengerutkan keningnya. 'Apa maksud ucapannya? Aku kan hanya takut ia kenapa-kenapa. Dasar menyebalkan. '

.

Seakan mengerti, Yifan mengangkat kedua sudut bibirnya, melengkungkan senyuman yang terlihat begitu mempesona. "Maksudku, kau tidak perlu mengkhawatirkan ku berlebihan. Itu saja. Dan—" Jeda. Yifan mengamati perubahan wajah Zitao yang terlihat kebingungan. "Dan—aku tidak menyebalkan. Tentu saja."

.

"A—bagaimana bisa kau tahu apa yang aku pikirkan?" Zitao benar-benar terkejut ketika Yifan mengetahui apa yang tengah di pikirkannya.

.

Yifan terkekeh geli ketika melihat wajah terkejut Zitao, bahkan semakin lama kekehan itu berubah menjadi tawa yang menggelegar. Membuat Zitao mengerucutkan bibirnya kesal karena di tertawakan seperti itu.

.

"Ya! Memangnya salah jika aku bertanya seperti itu?" Zitao semakin mengerucutkan bibirnya tak kala tawa Yifan semakin terdengar nyaring memecah kesunyian malam tersebut. Mungkin jika ada orang lain yang melihat mereka berdua, mereka sudah di cap sebagai orang gila. Oh ya, orang waras mana yang terbawa terbahak-bahak seperti itu ditengah cuaca dingin seperti sekarang ini.

.

"Hahaha.. Maaf. Kau terlalu lucu, manusia." Yifan menghentikan tawanya ketika melihat Zitao semakin mengerucutkan bibirnya dan menatapnya kesal. Yifan menyeka airmata yang menggenang di pelupuk matanya karena efek ia tertawa begitu lepasnya. Jujur saja, baru kali ini ia tertawa dengan lepas seperti itu.

.

Zitao yang mendengar permintaan maaf Yifan hanya menggembungkan pipinya, sebal, dan memalingkan wajahnya ke arah lain. Membuat Yifan sedikit terhenyak karenanya, 'Apakah ia benar-benar marah padaku?'

.

"Hey, kau marah padaku?" Yifan mengulurkan tangannya dan menyentuh pipi Zitao, bermaksud untuk membuat Zitao kembali menatapnya. Namun tanpa diduga, Zitao memekik tertahan dan menepis tangan Yifan dari pipinya.

.

Zitao memandangi Yifan dengan ekspresi terkejut yang jelas kentara. Mulutnya terbuka berusaha untuk menanyakan sesuatu namun dengan cepat ia menutupnya kembali. Zitao terkejut. Tentu saja. Bagaimana ia tidak memekik seperti itu, jika tangan orang yang menyentuh pipinya begitu dingin. Sedingin es. Dan sedingin cuaca malam ini.

.

Yifan menatap bingung Zitao yang kini meletakan payungnya ke tanah yang bersalju, lalu mengulurkan tangannya, berusaha untuk menggapai sesuatu. Yifan kembali tersentak kaget, ketika tangan Zitao; yang menggunakan sarung tangan itu; mengangkat tangan Yifan dan menggenggamnya dengan erat. Tak lupa Zitao menghembuskan udara dari mulutnya—bermaksud untuk menghangatkan kedua tangan Yifan. "Sudah berapa lama kau berdiri di tempat ini?" tanya Zitao sambil tetap meniupi kedua tangan Yifan.

.

Yifan terdiam menatap lekat Zitao yang terus saja meniupi kedua tangannya. "Astaga, tanganmu benar-benar sedingin es. Apa kau benar-benar tidak merasa kedinginan sedikit pun. Apa ini sudah cukup hangat?" Zitao kini menggosok-gosokkan kedua tangannya ke tangan Yifan, lalu menatap Yifan. Rona merah kentara jelas di wajah Zitao begitu mendapati Yifan tengah menatapnya begitu taat.

.

"Kenapa kau menatap ku seperti itu?" Zitao kini memalingkan wajahnya ke arah lain.

.

Namun, bukannya menjawab pertanyaan Zitao, Yifan malah memberikan pertanyaan lain. "Kenapa kau mengkhawatirkan ku? Bukan kah kau tidak mengenalku?"

.

Pertanyaan itu sukses membuat Zitao terdiam sesaat. Namun berberapa detik kemudian ia segera menatap Yifan kembali, tak lupa senyuman menghiasi paras manisnya. "Aku mungkin tidak mengenalmu, tapi aku tidak mungkin meninggalkanmu sendirian di tengah cuaca seperti ini. Apalagi kau sampai kedinginan seperti ini. Aku hanya ingin menolongmu. Itu saja."

.

Yifan kembali terdiam. Tiba-tiba saja lidahnya terasa kelu. Anak itu begitu tulus membantunya. Padahal, semua itu hanyalah sia-sia belaka. Karena ia—

.

"Lebih baik kau pulang sekarang. Daripada mengkhawatirkan ku. Lebih baik kau mengkhawatirkan dirimu sendiri." Dengan cepat Yifan menarik tangannya dari genggaman Zitao, membuat Zitao tersentak kaget karenanya.

.

"Tapi— "

.

"Pulang, Zitao. Pulang atau aku akan bertindak kasar padamu." Suara Yifan begitu dingin, tak lupa tatapan menusuk dari Yifan, membuat Zitao menelan kasar liurnya.

.

"Kenapa—" Zitao masih berusaha. Ia tidak tega meninggalkan Yifan seorang diri.

.

Yifan yang mengetahui Zitao keras kepala, dengan segera melepaskan jaket serta syal yang tadi Zitao berikan untuknya. Yifan melempar jaket berserta syalnya dengan kasar ke arah Zitao. "Ambil itu. Aku tidak membutuhkannya. Kau tidak perlu mencemaskanku. Pulanglah." Yifan segera membalikkan badannya, dan melangkahkan kakinya untuk menjauh dari Zitao.

.

Meninggalkan Zitao yang berdiri seorang diri disana. Yang hanya mampu tertegun atas sikap Yifan yang berubah kasar. Zitao ingin menangis. Sungguh. Tapi ia tidak mungkin menangis disana. Zitao bukan orang yang lemah. Dia bahkan tidak menangis saat ibunya meninggal dulu. Bukannya ia tidak sayang pada ibunya. Tapi ibunya memintanya agar menjadi orang yang kuat dan tidak lemah, ibunya berpesan sebelum ia meninggal dunia, agar Zitao tidak menangisi kepergiannya kelak. Dan Zitao menepatinya. Zitao menepati janjinya.

.

"Ibu, lihatlah. Aku bahkan tidak menangis ketika orang lain berlaku kasar padaku. Padahal aku hanya ingin membantunya." Lirih Zitao. Ia menatap punggung Yifan yang semakin lama semakin menghilang dari pandangannya.

.

Menghembuskan nafas kecewa, Zitao segera memasukkan kembali jaket yang digunakan oleh Yifan ke dalam tasnya. Tak lupa ia menggunakan kembali syal yang digunakan Yifan. "Kenapa rasanya masih dingin?"

.

Menggelengkan kepalanya pelan, Zitao segera melangkahkan kaki meninggalkan tempat itu. Ia ingin segera pulang ke rumah dan beristirahat. Rasanya—begitu lelah.

.

Tak lama berselang, setelah Zitao meninggalkan tempat itu. Dari kejauhan, Yifan memperhatikan Zitao. Tatapan pria tampan itu begitu sendu. Yifan mendongakkan kepalanya menatap langit malam. Hujan salju itu masih saja deras. Bahkan angin dingin masih berhembus kencang. Yifan memejamkan kedua matanya, mencoba merasakan sentuhan salju yang menyentuh permukaan kulit wajahnya. Ia kemudian mengulurkan tangannya ke atas, seperti berusaha menggenggam sesuatu. "Reda lah, sebentar saja."

.

Dan, cuaca disekitar menjadi lebih tenang. Angin dingin hanya berhembus lembut. Bahkan salju turun tak selebat lalu. Yifan kembali membuka kedua matanya, lalu menatap ke jalan yang di lalui Zitao. Pemuda panda itu telah menghilang dari pandangannya.

.

.

.

.

"Maaf kan aku, Zitao."

.

.

.

.

"Dan—"

.

.

.

.

"—Terima kasih."

.

.

.

.

.

.

To be continued..

.

.

.

.

.

Halo, saya author baru disini. J Err.. Semoga suka dengan FF yang saya buat.. J

Tadinya berencan ingin oneshoot, tapi apa daya. Otak ku mentok sampai disitu.

Dan, panggil aku Winter aja, ok? Soalnya belum terbiasa dipanggil author.

Atau belum pantes dipanggil author? Hehehe..

Hope you like it guys.

Mind to review? J