Tinggi mereka berdua boleh berbeda—sangat berbeda jauh. Tapi bukan berarti yang paling tinggi merasa menang sepihak dan yang paling pendek merasa tak berdaya tanpa perlawanan.
Pemuda berambut pirang jerami yang memakai anting kacing berwarna hitam di salah satu daun telinganya itu berdiri dengan melipat tangan di dada, kepalanya ia tundukan sedikit untuk melihat lawan pandangnya, dan tak lupa dengan seringai kecil terpahat di wajahnya yang bak patung dewa-dewa—tampan tak terkira. Sementara pemuda yang satunya lagi, menatap lawan pandangnya dengan tatapan datar merendahkan, kepalanya ia naikkan keatas, dan kedua tangannya yang terlindungi rapi oleh blazer seragam dari bias matahari senja mendarat apik di kedua sisi pinggang rampingnya. Sesekali suara decih mengalun kasar tatkala pria muda lawan pandangnya itu menatap tajam seolah dirinya adalah mahkluk kecil tak berdaya yang mudah disingkirkan.
Diantara keduanya terasa amat kental akan aura permusuhan—dengan kilat-kilat tak berwujud yang menyambar dari keping mata masing-masing, meskipun begitu orang-orang yang sekedar melihatnya sekilas tahu pasti bahwa ada sirat tak suka dan benci di keping mata cantik itu.
.
.
.
The Battle of High School
.
Screenplays!ChenMin and!others
.
Akai Momo
.
I don't own anything except storyline
.
T+
.
Yaoi/ BL/ Be eL/ Boys Love/ Alternative Universe!High School with much baby typo
.
No like, don't read!
.
Summary!::
Langit senja yang ramah. Lapangan halaman belakang sekolah. Dua geng terkenal di sekolah. Dua ketua geng yang sama-sama keras kepala dan sangat keras kepala. Satu solusi—solusi teramat-sangat-gila.
.
.
.
1.) FF ini kutemukan dibalik berlumut di folderku. hehe. ^^
2.) Cerita kedua untuk main-cast!Chenmin
3.) Terinspirasi dari sebuah fakta: bagaimana Oscar fish bertarung satu sama lain. :v
4.) Oh! aku rindu masa-masa SMA! ada yang pernah mengalami persis seperti di ff ini..? :o
5.) RNR biar aku bisa update cepat! *bow*
.
.
.
Chapter 1 of 4 "Solution"
.
.
.
Angin sore menampakkan eksistensinya yang bebas, berlari kesana kemari tanpa takut terhalang apapun, dengan tak berdosa menghantamkan keberadaannya pada segerombolan orang yang berdiri memijak tanah lapang berumput di halaman belakang sekolah. Bahkan tak jarang ia menawarkan dansa mesra dengan rumput atau dedaunan yang bergoyang menggoda. Bersama dengan gulungan awan yang tampak seperti permen gulali mengiurkan dan langit yang berganti pakaian dari warna biru cerah penuh semangat menjadi oranye keunguan yang ramah, angin menikmati untuk menjadi penonton diantara aura permusuhan sekelompok pria muda di sana.
Tidak hanya mereka berdua—yang berhadapan dengan gaya masing-masing dan masih menjaga jarak diantara keduanya—yang lainnya pun saling berpandangan dengan ekspresi tersendiri; ada yang menatap polos, ada yang menatap bingung, ada yang menatap jahil, ada yang menatap marah, ada yang menatap sinis, ada yang menatap tenang, ada yang menatap tak peduli, dan lain- lain.
Hening yang menggangu sang waktu hingga sepuluh menit lamanya membuat semua orang mulai diserang kejengahan yang mengesalkan, maka dengan tidak ikhlasnya, salah satu diantara kedua orang yang dianggap sebagai ketua geng oleh masing-masing anggota kelompoknya, mulai membuka mulut dan berkata dengan nada sinis memaksa.
"Pergi kau, dasar tiang galah pirang."
"Kau yang pergi, dasar bakpau berjalan."
"Apa..?! Kenapa kau menyuruhku yang pergi, sialan..?!"
"Karena aku yang lebih dulu datang ke lapangan ini—yang otomatis bahwa lapangan halaman belakang sekolah ini ada dibawah kekuasaanku untuk hari ini, juga untuk besok-besoknya dan untuk selamanya."
"What the hell..?! Sejak kapan kau memonopoli tempat ini, heh, bocah kelebihan kalsium..?! sejak kapan tempat umum ini sah menjadi milikmu seutuhnya..?!"
"Hey! listen to me, you moron, bocah kekurangan kalsium dan kelebihan lemak di pipi," pria muda pirang itu mendesah penuh ejekan, bahkan tatapan matanya yang dihiasi alis tebal layaknya angry bird itu menatap penuh celaan pula. "aku memilikinya sejak aku melihatnya tadi pagi—yang otomatis, aku datang lebih dulu kemari."
"Oh, tidak—tidak-tidak-dan selamanya tidak! Ini tempat umum, siapapun boleh menginjak-injak rumput ini, berguling-guling seperti orang idiot, atau berlarian kesana kemari seperti anak hilang, tak terkecuali kami—aku dan teman segengku!" mendecih kasar dan mencibir merendahkan. "dan, kami-lah yang lebih dulu datang kemari, akan bersenang-senang di sini, seandainya kalian semua yang bar-bar itu tidak datang dan dengan kasarnya mengusir kami dari sini! Oh ya, aku lupa, bagaimana anak buahnya tidak bar-bar jika ketuanya saja macam kau..?!"
Pria berambut pirang itu mengernyit tak suka, dan dengan tubuh yang agak dicondongkan, untuk memojokan lawan pandangnya, ia kembali membalas, "Oh ya..? atas dasar apa kalau kau merasa sebagai ketua geng yang pantas dielu-elukan, hah..?! Apa saja kelebihanmu hingga kau ditunjuk mereka yang bertingkah dan berwajah seperti gadis-gadis untuk menjadi ketua, hem..?!"
"Karena aku berwibawa dan bijaksana, tentu saja!" telapak tangan kanan pemuda berpipi tembam menepuk dada dengan bangga. "Selain itu, karena aku paling tua diantara mereka semua, pantaslah aku menampuk status ketua geng!" jari telunjuknya menunjuk-nujuk lawannya tak sopan. Sangat berbanding jauh dengan yang lain—atau ketika ia dilingkup sekolah, keluarga, dan masyarakat—selama tidak ada orang ini di hadapannya.
Tak lama, ia bersidekap angkuh. "Sedangkan kau, apa yang kau banggakan..? Apa karena alis tebalmu itu, atau wajahmu yang kebarat-baratan itu? Oh! Atau gigimu yang butuh behel itu, hem..? Kau tahu, gigimu hampir menyamai pagar rumah tetanggaku, maju-maju semua, benar-benar mengganggu pengguna jalan! Ha-ha-ha-ha-ha-ha ha!" bersidekap angkuh, dan tawa riang mengalun setelah ia melanjutkan, "dan kau—gigimu itu, benar-benar mengganggu pemandangan orang-orang yang melihatnya! Ah-ha-ha-ha-ha-ha-ha!" tawa menggema dari kubu pemuda berpipi tembam.
Geram, geram, dan terlampau geram hingga pria muda berambut pirang itu nyaris saja mendaratkan kepalan tangannya yang erat di salah satu pipi tembam lawan pandangnya, jika saja suara salah satu anak buah pria muda pirang itu tidak menyahut dengan lantang.
"Hei kalian berdua, daripada ribut mengoceh seperti bibi-bibi penjual pasar, kenapa tidak bertarung secara jantan saja—satu lawan satu; bertarung. Bukannya adu bacot berisik seperti ini, hem..?"
Semua menoleh ke sumber suara, ke salah seorang pemuda yang berada di kubu pemuda berambut pirang.
"kau benar, Chen." Angguk salah satu pemuda—Yifan. Dua jarinya mengapit dagu, sambil melirik lawan pandangnya —Xiumin— yang masih merautkan wajah keras kepala, mulut pria dengan seragam yang dikenakan serampangan kembali berujar, "aku setuju. Kita semua pria—meskipun aku tidak yakin dengan mereka berenam, apa benar mereka pria dengan wajahnya yang nyaris menyaingi para gadis-gadis (Xiumin dan geng: "Oi! Aku ini tampan, ya!")—jadi untuk permasalahan kolot macam ini, kita akan memakai cara seorang pria untuk menyelesaikannya!"
"Cih, yakin sekali kau menang melawanku dan teman segengku, ha..?!" Xiumin mendecih kasar, lalu menjentikkan jemarinya, menandakan ia menyukai saran teman dari musuhnya itu. "aku pastikan kalau kalian akan bertekuk lutut dibawah kami!"
Salah seorang pria muda yang ada di kubu Yifan, sambil mengutak-ngatik ponsel pintarnya, pria muda berkulit seputih salju dan berambut pelangi cantik itu berkata lantang dan acuh tak acuh, "Daripada omong besar yang tidak jelas, sebaiknya kita tentukan saja pertarungan apa yang mau dilakukan..?"
"Hah! Omong besar kau bilang..?" salah seorang pria muda cantik di kubu Xiumin mendesis dengan senyum remeh. Kaki-kakinya yang berdiri tegap mulai melangkah mendekati sang ketua yang melirik kecil padanya. Dan tak lama, sebuah lengan kurus yang dilapisi cardigan abu-abu modis itu mendarat sempurna di bahu Xiumin. "Jujur saja kalau kalian memang tak punya nyali dan kemampuan untuk melawan kami, kau bocah berkulit mayat!" Xiumin terkekeh rendah. Telapak tangan kanannya mengudara dan pria muda bermata rusa yang mengalunkan lengannya—Luhan, semua orang memanggilnya demikian—menyambut telapak tangan Xiumin dengan menepuknya sekali; high five kecil diantara mereka. "Aku suka gayamu, Lulu-ah."
"Hei rusa betina, berharaplah bahwa serigala ganas di dalamku itu tertidur pulas—teramat pulas, sampai-sampai malas jika harus memburu tubuhmu yang lezat untuk dilahap!" pria mudah berkulit pucat itu menggeram tertahan, tak lagi sibuk dengan ponselnya yang kini diremas-remas gemas. Mata datarnya semakin menatap datar mematikan, namun Luhan tidak peduli, yang ada pria muda cantik itu menjulurkan lidahnya dan membalikan jempolnya yang mengambang di udara kearah bawah—membentuk bahasa tubuh untuk mengungkap pecundang. "Serigala..? ah, mungkin maksudmu puppy kecil yang manis~ ah-ha-ha-ha!"
"Sudahlah, Sehun-ah, abaikan saja kicauan tak bermutu rusa betina itu." Pria muda berkulit tan menepuk punggungnya pelan. Senyum sinis terpatri di wajah tampannya.
Sehun—pria muda berkulit pucat itu mendengus, melipatkan tangannya di dada dan menatap nyalang kearah Luhan yang menatap nyalang pula. "Begitu ada kesempatan untuk memangsamu, aku tak akan ragu untuk menikmatimu, Bambi!" desis Sehun yang tak didengar Luhan.
"Bagaimana kalau kita percepat waktunya..? kalian tahu, lama-lama aku tidak tahan untuk mengantuk melihat mereka yang berdiri tak jauh di depanku." Yixing berseru, bibir bawahnya ia gigit-gigit kecil, tidak peka dengan pria muda di kubu lawan yang menatap lekat-lekat dibalik kacamata full frame-nya.
Di samping Yixing, pria muda bermata bulat yang menggenggam sebuah buku novel berbahasa inggrisnya yang baru mengangguk kecil, senyum tipisnya berubah menjadi seringai menyebalkan. "Siapa sih, yang tidak mual kalau melihat pemandangan keenam pemuda bar-bar ini ?"
"Oh! Aku mencintai kalian berdua, Yixing-ah, Kyungsoo-ya~"
"Kau menggelikan, bakpau berjalan." Decak Yifan.
"Oi! aku lebih tua darimu, ya! panggil aku hyung!" Xiumin mencak-mencak. Tapi Yifan membalas hanya dengan mengibaskan tangan seolah hal itu bukan urusannya.
Yifan pun melihat jam stainless steel bermerek swiss army yang melingkar nyaman di pergelangan tangan kirinya, hanya untuk melihat bahwa saat ini waktu menunjukkan angka setengah lima sore—menyadari jika menghabiskan waktu hampir tiga puluh menit lamanya hanya untuk beradu bacot dengan kubu lawan, Yifan pun bertepuk tangan sekali untuk meminta perhatian. Dan ia mendapatkannya, meskipun ditambah raut wajah ogah-ogahan dari kubu lawan, Yifan tidak peduli. Pria blasteran tiongkok-kanada itu hanya ingin masalah ini cepat selesai untuk ia menangkan, dan membiarkan raganya merasakan betapa nikmat dibelai manja oleh rumput-rumput hijau lapangan halaman belakang sekolah.
Maka, setelah berdeham untuk meningkatkan kewibawaannya —yang serempak dicemooh oleh Xiumin, Kyungsoo, Yixing dan Luhan— Yifan berkata dengan focus mata tak lagi memandang Xiumin atau Luhan yang berjarak dekat dengannya, tapi menatap pria muda berambut hitam arang paling tinggi diantara teman sekubunya—kubu Xiumin. Pria bermata layaknya panda itu memilih sibuk menghabiskan beberapa crepes yang dibelinya di kantin sebelum datang ke tempat ini, mengabaikan balas bacot yang dilayangkan teman segeng dan lawan gengnya.
"Karena kita sudah adu bacot kurang lebih tiga puluh menit—yeah, hanya masalah sepele yang dipermasalahkan oleh sekelompok cecurut ini (Xiumin & Luhan: "kurang aja kau, dasar gigi pagar! Mentang-mentang kau bertubuh setinggi tiang listrik!")—jadi kita percepat saja waktunya. Nah, ada yang mau memberi usul, sebaiknya pertarungan macam apa yang kita lakukan untuk memperebutkan tanah lapang halaman belakang sekolah ini, guys..?" Yifan melirik ke belakang, mencari saran dari teman di kubunya.
"Aku ikut denganmu saja, hyung-ah. Terserah saja, deh." Sehun dan pria muda berkulit tan—Jongin—kompak menjawab. Sedangkan sisanya hanya mengangguk menyetujui.
"Baiklah, berarti pilihan mutlak ada padaku—"
"—Kau jangan coba-coba curang ya, gigi pagar!" Baekhyun, sang kolektor dan konsumen tingkat tinggi akan benda bernama eyeliner itu tergopoh-gopoh menghampiri Xiumin dan Luhan. Lantas begitu tiba di samping kanan, lengannya yang terlindungi jaket klub hapkido mendarat cantik di pundak sang ketua. "masih ada kami berenam—yang berhak menentukan juga pertarungan macam apa yang akan kita lakukan!"
"Sudahlah, Yifan-hyung, kau mengalah saja pada bocah pendek itu. Kasihan, nanti dia mengadu ke ibunya sambil menangis terisak-isak." Pria yang memakai topi ala hip hop itu terkekeh, menatap jahil pada Baekhyun yang wajahnya merah padam karena merasa dipermalukan oleh kalimat tersebut. "baiklah, aku mengikuti saranmu saja, Chanyeol—dan kalian semua, mau memberi saran..? Tapi kusarankan, jangan bertarung dengan boneka Barbie, ya.., karena itu not our style." Seringai kecil terkembang di wajah Yifan, dan dengusan kasar bersumber dari trio XiuHanBaek.
Yixing mengancungkan tangannya tinggi-tinggi, seolah ingin menjawab pertanyaan mudah yang dilemparkan oleh sang guru. Serempak, semua orang menjatuhkan pandangan pada pemuda berlesung pipit yang sangat jago dance itu. "Begini saja, biar semuanya adil, aku dan Kyungsoo akan menyarankan beberapa syarat untuk pertarungan ini, setuju..?"
"Terserah kau saja, Mrs. Unicorn! Toh, mau kalian yang memberi syarat atau tidak, kami yakin bahwa kamilah yang menang!" sahut pria muda berkacamata yang sedari tadi tak melepaskan pandangan pada Yixing—memasukkan kedua tangannya yang semula terlipat di dada pada kantung rompi kotak-kotak gradiasi sekolah yang ia kenakan.
Yixing yang sebal mendengar julukan hinaan tersebut mencebik, dan membalasnya dengan sinis, "diam kau, ketua osis bantet!"
Joonmyun mengangguk dengan wajah sok polos. "Oh, baiklah, aku akan diam seperti kemauanmu, nenek-nenek pikun."
"Ehem, jadi begini syaratnya: kita mencari pertarungan yang kemungkinan kemampuan lawan tarungnya nol bading nol (0:0) atau paling tidak satu banding satu (1:1), artinya netral. Jadi, diantara kedua kubu yang memilih wakilnya untuk bertarung, sama-sama tidak memiliki atau memiliki kemampuan khusus untuk mendapatkan hasil seadil-adilnya.
Tidak memakai kekerasan, karena kita masih memakai seragam dan juga karena sekarang kita masih di dalam jangkauan lahan sekolah—apalagi jika kalian ingat peraturan ketatnya.
Lalu yang terpenting, pertarungan ini berbeda daripada pertarungan yang lain!" Kyungsoo segera mengambil alih sebelum Yixing dan sang ketua osis—Joonmyun, menghabiskan lebih banyak waktu adu bacotnya.
Dan itu berhasil, ditambah semuanya sibuk menatap dia dengan pandangan serius. Berpikir jika apakah mereka menyetujui syarat tersebut atau tidak, mengingat syarat-syaratnya terlihat seperti dua mata koin: di satu sisi sangat menguntungkan dan di sisi lain –jika lengah- sangat merugikan.
Selain itu: memangnya ada pertarungan yang peraturan mainnya seperti itu? tanpa kekerasan (sedangkan mereka adalah lelaki yang senang sekali berkelahi fisik jika bertarung) dan kemampuan setara-netral-supaya mendapatkan hasil seadil-adilnya..?
'hah..? apa-apaan itu..?!' batin kesepuluh pemuda dengan raut wajah bingung dan aneh khas masing-masing.
.
.
.
.
To be Continued
.
