Aishiteru Yo Akuma-kun
Permisi para reader ini fic pertamaku yang terinspirasi dari High School DxD
Ano, saya juga mohon kritik dan bantuan para senpai karena ini kali pertama saya.
Semoga suka ya! ^^
"Biru, biru yang mempesona seluruh makhluk yang memandangnya. Biru yang lebih indah dari samudera yang luas membentang, biru yang membuatku membeku mengaguminya."
"Hiduplah demi diriku, Hyuuga Hinata."
STORY BEGGIN
Aku, Hyuuga Hinata, adalah siswi kelas 2 SMA dan usiaku sebanding dengan tahun - tahun yang kuhabiskan tanpa pacar. Berbicara mengenai pacar, ugh teman-temanku yang lainnya sudah memiliki pacar dan sedang bersama pacar mereka di bangku taman sekolah.
Gadis berambut pirang berkuncir ekor kuda di sana yang cukup jauh dari posisi dudukku bernama Yamanaka Ino, dan pemuda yang sedang disuapi oleh Ino adalah Sai, oh di belakang Ino juga ada gadis berambut musim semi Haruno Sakura yang sedang bermesraan dengan pacarnya Uchiha Sasuke pemuda dingin yang memiliki minim ekspresi. Apa sih yang membuat Sakura menyukainya? Entahlah, tiap orang punya selera sendiri bukan?
"Hinata!"
Seseorang memanggilku, dengan refleks aku mengarahkan pandanganku ke arah suara yang menyebutkan namaku, setelah tahu siapa yang memanggilku . Aku menyapanya dan menyunggingkan senyumku kepada orang yang menyebutkan namaku.
"Apa yang kau lakukan sendirian di sini Hinata?"
"Aku-"
"Astaga ternyata kau mengamati pasangan itu ya? Hehe.. apa terlalu lama melajang membuatmu ingin memiliki pacar Hinata?"
"Bu-bukan begitu Tenten, tadi Ino dan Sakura memintaku untuk menemaninya kemari untuk makan siang, kebetulan pacar mereka lewat. Aku merasa tidak enak, jadi aku memisahkan diri dan memakan bekalku di sini sendirian."
"Apa mereka membiarkanmu saja?"
Aku menggeleng
"Tidak, sebenarnya mereka mencegahku pergi dari sana , tapi aku berkata ke mereka bahwa aku sedang flu dan takut kalau mereka tertular."
Tenten mendengar penjelasanku menaruh jari telunjuknya di dagu dan matanya menghadap ke langit, apa yang ia pikirkan? Tiba-tiba Tenten menyeringai, eh? Tu-tunggu menyeringai? Aku merasa aneh melihatnya yang tiba-tiba menyeringai. Ia kemudian menutup kotak bekalku dan membawanya lalu menarik tanganku sambil sedikit berlari
"Ayo Hinata kita makan di belakang saja."
Eh? Apa? Di belakang sekolah? Di sana bukannya ada gedung tua sekolah yang sudah tidak digunakan? Untuk apa makan di sana? Belum sempat protes keluar dari mulutku Tenten berkata bahwa makan di belakang sekolah tidak akan membuatku menyesal.
Kami tiba di belakang sekolah sungguh sepi sekali, ada pohon – pohon besar yang berdaun rindang. Meneduhi kami dari teriknya raja siang, dan suara peluit dari lapangan olahraga yang letaknya tak jauh dari posisi kami serta gedung tua yang kusebutkan tadi.
"Ano Tenten, apa maksudmu 'Tidak akan membuatku menyesal'?"
"Tentu saja, bukankah di sini lebih sejuk dan tenang daripada taman sekolah?"
Aku mengangguk menyetujui perkataan Tenten, benar di sini lebih sejuk. Mataku terpejam menikmati semilirnya angin yang bertiup ke memainkan rambutku, menikmati setiap belaiannya di pipiku satu kata yang mampu ku ungkapkan dalam situasi ini adalah
"Damai."
"Ng? Kau bilang apa Hinata?"
"Eh? Ti-tidak aku tidak bilang apa-apa."
"Hehe sudah kubilangkan? Kau akan menyukainya."
Lagi aku mengangguk menyetujuinya, lalu menyumpit makanan yang ada di kotak bekalku ke mulutku dan mengobrol bersama Tenten "Ano Tenten, ngomong – ngomong kau tahu tempat ini nyaman darimana?" Tenten menghadap ke langit sambil menyentuhkan sumpit ke dagunya berulang kali, kentara sekali ia sedang mengingat sesuatu.
"Hm... kebetulan,mungkin?"
"Kebetulan? Bagaimana bi-"
Aku merasa ada yang memperhatikanku dari jendela gedung tua tersebut, aku langsung menghadap ke jendela gedung tua itu dan menemukan pemuda berambut pirang melihat ke arahku. Manik kami beradu cukup lama, safir dan amethyst.
Entah pikiranku langsung menuju pada kedua batu indah tersebut. Mata yang indah, seumur – umur aku baru melihat warna mata seperti itu. Tiba-tiba ia menutup matanya dan berjalan berbalik masuk ke dalam gedung tua itu.
Dan satu hal yang sedikit mengangguku adalah warna rambutnya yang berwarna.
"Pirang?"
"Kelas 12-A Uzumaki Naruto salah satu siswa populer dikalangan gadis, aku dengar ia pindahan dari Eropa Utara lho!"
Eropa Utara? Pantas saja rambutnya berwarna pirang dan tubuhnya sedikit lebih besar dari anak laki – laki lain di sekolah kami. Selain itu, aku baru tahu ternyata ada yang menempati gedung tua itu.
"Ano Tenten bukannya gedung itu sudah tidak terpakai?"
"Entahlah, aku juga baru tahu siswa populer sepertinya berada di dalam gedung itu."
Siswa populer? Pasti dia mendapat sebutan 'Siswa Populer' karena ia pintar di bidang akademik dan olahraga. Tapi selama aku bersekolah di sini aku tak pernah melihatnya kencan atau bermesraan di sekolah dengan gadis lain, apakah ia melajang juga?
NARUTO POV
Siapa gadis itu? Sudah tiga tahun di sini mengapa aku baru melihatnya? Apakah ia salah satu penggemar berisik yang selalu meneriakkan namaku? Sepertinya bukan, jelas sekali ia bukan salah satu penggemar berisik itu. Ia tidak heboh seperti orang – orang itu!
Namaku Uzumaki Naruto siswa kelas 3-C di Konoha Gakuen, aku pindahan dari Randers sebuah kota di Denmark. Alasan aku dipindahkan ke Jepang adalah aku tidak tahu sama sekali! Ayah dan Ibuku tidak memberitahuku apapun yang mereka katakan hanyalah aku harus melanjutkan pendidikan SMAku di Jepang.
Jika kalian bertanya 'Mengapa Uzumaki Naruto siswa populer berada di dalam gedung tua sekolah?'
Pertama, karena aku ingin menghindar dari gadis – gadis yang selalu berteriak 'KYA! Naruto-kun!'.
Kedua, karena di sini aku merasa nyaman. Meski dari luar tampak seperti gedung tua yang tak berguna, tetapi bagian dalamnya lumayan mewah. Arsitektur bagian dalamnya mengingatkanku pada rumah ku di Randers.
Oh kembali ke gadis itu, saat melihatnya tadi kalau tak salah ia. Etto, tak berpupil? Hey! Aku serius aku tak bercanda! Seluruh bola matanya berwarna putih, tapi jujur saja ia sangat cantik dan membuatku penasaran.
"Siapa dia?"
Tanyaku kepada angin dengan pose berdiri dan menghadap ke arah jendela. Kemudian aku mendudukan diriku di sofa gedung tua ini dan menyesap teh yang sebelumnya kubuat untuk diriku sendiri.
CEKLEK
Suara pintu terbuka masuk ke dalam indra pendengaranku, lalu aku menggerakan lensa biologisku ke arah pintu tanpa menggerakan kepalaku. Ah dia!
"Bagaimana bermesraannya?"
Tanyaku kepada seseorang yang baru saja masuk ke ruangan ini.
"Cukup menyenangkan."
"Tak perlu disembunyikan sebenarnya kau sangat senang bukan?"
Aku berbicara tanpa memandang ke arahnya dan terus meminum teh yang membebaskanku dari rasa haus yang menyiksa kerongkonganku.
"Ooo tak kusangka seorang Uzumaki Naruto iri kepadaku."
"Selamat siang tuan Uchiha Sasuke, bisakah kau ulangi lagi?"
Kulihat ia menghela napasnya dan duduk di sebelahku ia adalah Uchiha Sasuke siswa populer kedua setelah diriku di sekolah ini.
"Kalau kau ingin memiliki pacar ambil saja salah satu dari penggemarmu katakan sesuatu padanya lalu putuskan setelah kau bosan."
Seperti yang diharapkan dari sahabatku, berlidah tajam dan dingin. Sifat dinginnya itu seringkali membuatku jengkel. Oh iya gadis yang tadi, Sasuke mungkin mengenalnya.
"Hey Sasuke, apa kau tahu gadis di sekolah ini yang matanya tak berpupil?"
Ia menghadap ke arahku dan memandangku , matanya itu ugh. Matanya seperti berkata 'Kau tidak gila kan?'
"Gadis tak berpupil? Setahuku semua iblis dan manusia di sini memiliki mata yang normal, dan bukankah di sekolah ini tidak pernah menerima youkai?"
"Ak-"
"Sepertinya yang kau maksud Hyuuga Hinata, Naruto. Gadis kelas 2-A itu satu kelas dengan Sakura, dan perlu kuberitahu matanya itu berwarna seperti batu amethys bukan tak berpupil."
Hyuuga Hinata kah? Nama yang cantik, sama seperti pemiliknya. Amethys? Aku tidak pernah melihat warna mata seperti itu sebelumnya. Terima kasih banyak Sasuke! Itu informasi penting yang kubutuhkan saat ini, kau memang temanku yang terbaik!
"Ngomong – ngomong ada apa dengannya?"
Lanjut Sasuke meneruskan perkataannya.
"Tidak ada, aku sedikit penasaran."
NARUTO POV END
Akhirnya selesai juga tugas piket harianku, setelah memastikan barangku lengkap di dalam tasku kemudian aku berjalan keluar kelas dan menutup pintu kelas lalu menguncinya. Kemudian aku berjalan menuju ke gerbang sekolah.
Lagi. Aku melihatnya lagi. Pemuda yang kulihat di gedung tua belakang sekolah itu sekarang berada di depan gerbang sekolah dengan posisi membelakangiku, punggungnya yang terbalut kemeja putih yang panjangnya melebihi blazernya itu terlihat pas untuknya. Membuat penampilannya semakin gagah dan tampan.
Tiba – tiba ia berbalik menghadapku, mata kami bertemu lagi. Kulihat ia tersenyum padaku. Refleks kakiku membawaku mendekat ke arahnya, berhenti! Hentikan kaki bodoh! Kau mau membuatku malu hah?!
Gawat! Jarak yang menjauhkan kami perlahan – lahan mulai tereliminasi dan menyisakan sedikit sekali jarak yang tersisa.
Apa yang harus kulakukan sekarang?
Berduaan dengan senpai populer di depan gerbang sungguh memalukan! Apalagi aku tak pernah berbicara dengannya, keringat langsung membanjiri tubuhku bahkan aku dapat mendengar detak jantungku sendiri.
"Se-selamat sore Naruto-senpai."
"Selamat sore Hinata."
Senpai tahu namaku darimana?
"A-ano, senpai tahu namaku?"
Kulihat ia mengangguk dan masih dengan senyumnya yang membuatnya terlihat manis, sungguh sangat berbeda saat ia mengamatiku di gedung tua tadi. Ia terlihat angkuh, Tapi kenyataaannya ia orang yang ramah.
Mungkin tadi hanya perasaanku saja. Tuhan maafkan aku yang sudah berprasangka buruk pada makhluk tampan ciptaan-Mu ini.
"Siapa yang tak tahu namamu kalau kau memakai tag name di situ."
Ujarnya sambil tersenyum.
Kemudian aku mengikuti matanya yang mengarah pada tag name di blazerku.
Hey! Apaan-apaan itu astaga pasti wajahku sudah memerah karena menahan malu sekarang, demi Tuhan! Kukira ia memang mengenalku dan tahu tentangku seperti di drama – drama yang sering ku tonton di televisi, ternyata kehidupan dunia nyata tak seindah drama – drama di televisi.
Ingin rasanya kupotong kemaluan Naruto-senpai lalu mengumpankannya pada burung perkutut! Eh?! Apa yang kupikirkan? Bisa – bisanya aku berpikiran seperti itu! Apakah karena kelamaan menjomblo membuatku seperti ini?
"Hahaha ya Tuhan kau ini lucu sekali ternyata, ittai!"
Aku melihat senpai meringis kesakitan dan sebelah tangannya menyentuh kepalanya.
"Ada apa Naruto-senpai?"
"Tidak apa – apa Hinata, sejak pagi tadi kepalaku sakit."
"Sebentar senpai, aku akan mengambil obat pereda sakit kepala."
Aku langsung membuka tasku dan mencari obat sakit kepala untuk Naruto-senpai yang kubawa dari rumah, ibu yang menyuruhku membawa obat – obatan ke sekolah. Ibu sering sekali menceramahiku membawa obat dan berkata bahwa untuk jaga – jaga.
"Tidak usah Hinata, aku tidak apa – apa. Ngomong – ngomong rumahmu dimana Hinata?"
"Rumahku ada di perumahan Konohana, tidak terlalu jauh dari sekolah."
"Kebetulan sekali! ayo pulang! Aku tinggal di apartemen di dekat perumahan Konohana."
Ujar Naruto-senpai kemudian ia menggandeng tanganku,tangan Naruto-senpai besar, kuat, dan hangat. Sekarang dapat kurasakan jantungku berdetak lebih cepat dari sebelumnya.
Perasaan apa ini? Apa ini yang dinamakan cinta? Ah tidak! Mungkin aku hanya gugup karena pulang berdua bersama senpai populer dan belum pernah berbicara dengannya sama sekali.
Hening
Selama Naruto-senpai mengantarku pulang ke rumah suasana menjadi paradoks bagiku, Senpai tidak mengatakan apa – apa. Begitu pula denganku yang memang cenderung pendiam ditambah lagi dengan degup jantungku yang tak normal.
Kemudian suara Naruto-senpai memecah keheningan.
"Hinata, kenapa kau pulang sampai menjelang malam seperti ini? Kerja kelompok? Atau kegiatan klub?"
"A-aku tadi piket harian senpai."
Senpai kemudian memandang ke arahku, aku dapat mengerti ia bingung dengan jawabanku. Jelas karena ia menaikan sebelah alis matanya.
"Piket? Kenapa tidak besok pagi saja? Dan ah! Jangan bilang kau piket sendirian!"
Ada apa dengan Naruto-senpai?
"Memangnya kenapa kalau aku berkata 'aku piket sendirian'?"
NARUTO POV
Aku terkejut mendengar kalimat itu meluncur mulus dari bibirnya.
Kentara sekali dari caranya berbicara saja sudah menunjukan bahwa ia menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati.
Hinata kau ini kelewat rajin atau apa? Melakukan piket harian yang seharusnya dilakukan berenam atau berlima sendirian? Aku berani bertaruh teman – teman di kelasmu pasti berusaha membujukmu masuk ke dalam regu harian mereka!
KRUKK
Are? Apa itu? Kemudian aku melihat ke arah Hinata yang mukanya sudah memerah dan kulihat tangan kanannya yang tak kugenggam memegang ke perutnya, pasti ia kelaparan.
Kemudian aku mengangkat tangan kiriku dan melihat jam tangan yang ada di tangan kiriku
19 : 15
Pantas saja ini waktunya makan malam!
"Hinata?"
"Ma-maaf Naruto-senpai."
Cicitnya sambil menunduk, cicitannya membuatku gemas membuatku ingin menerkamnya!
Tu-tunggu dulu jangan salah paham menerkam di sini bukan dalam artian menerkam yang sebenarnya! Kalian pasti mengerti apa maksudku.
Ditambah dengan wajahnya yang sekarang memerah, aku berusaha menahan tawaku agar tidak meledak dan mempermalukan Kouhaiku yang manis ini. Seharian bersamamu mampu membuatku awet muda Hinata.
"Ayo kita makan!"
Ajakku pada Hinata sambil mempercepat langkah menuju kedai ramen yang letaknya berada di depan kami di kanan jalan. Tepat lima langkah kemudian ia berkata.
"Ta-tapi Naruto-Senpai dompetku tertinggal di rumah, aku tidak punya uang sekarang tadi aku –"
"Tak usah dipikirkan, aku yang traktir."
Kemudian Hinata kelihatan gelagapan dan menggerak – gerakan tangannya pertanda ia menolak traktiranku.
"Ti-tidak perlu senpai aku tidak mau mere-"
"Yah aku ditolak."
Ujarku dengan nada dibuat – buat sedih sambil menepuk dahiku dengan tangan kiriku dan menghadap ke langit.
"Bu-bukan begitu senpai a-aku aku,baiklah."
Aku tersenyum mendengar perkataannya, kemudian ia melanjutkan kata – katanya sambil mengerucutkan bibirnya.
"Tapi senpai tidak boleh protes kalau kapan – kapan giliranku yang mentraktir senpai!"
"Hai, hai."
Haha dia memang menggemaskan.
TBC
Senpai : Panggilan untuk senior
Safir : Batu mulia berwarna biru
Amethys : Batu mulia berwarna ungu pucat
Kouhai : Sebutan untuk junior
Youkai : Sebutan roh atau setan atau kelas makhluk supranatural, iblis tidak termasuk.
Hai : Bahasa Jepang yang berarti "Ya"
