Ya-ha! Saia datang! Fufufufu… genre horror/mystery, padahal saia paling anti sama yang beginian, tapi, ya, sudahlah! Sebenarnya mau publish fict rate M dulu, tapi karena ini udah kelar duluan, jadi publish ini dulu.
Sasuke jadi tokoh utama! Hohoho, idola-ku! *nari2 gaje*
Ng, mau masukin Yaoi, sih, tapiii~ nggak bisa. Nggak ada timing yang tepat! Ada dikit, sih, tapi peluk-pelukan doang!
Apa lagi, ya? Oh, iya, ada…. *diem bentar* …ah, silakan baca sendiri! *digebukin seentaro ffn*
Ah, cukup acara cuap-cuap nggak jelas ini, mari baca! Kalo nggak tertarik, apa susahnya meng-klik tombol back?
Prepare the kantong muntah! (Bahasa inggris-nya pas-pasan) Ntar muntahan pas baca fict ini berceceran…. Kan, kasian yang ditugasin bersihin… ngebersihin muntah nista kalian… *dilemparin tabung elpiji sama Readers*
Disclaimer: Naruto punya Masashi Kishimoto, Triple Six punya saia, dong! *dibom karena sombong*
Genre: Horror/Mystery
Rating: T apa bukan, ya? Ah, bodo amat!
Victim1: Naruto Uzumaki
Don't like, don't read
Enjoy ^^
Kamar asrama no. 66, kamar Sasuke dan Naruto…
"Teme, besok ulangan, kan?" tanya Naruto pada Sasuke yang sedang membaca buku.
"Iya, belajar sana!" jawab Sasuke tanpa mengalihkan pandngannya.
"Ajarin, dong! Aku nggak ngerti kalau belajar sendiri," Naruto nyengir. Sasuke menghela nafas, "Baca dulu, nant kuberi soal,"
"Ajarin, ajarin!" Naruto menyodorkan buku matematika di depan wajah Sasuke. Sasuke menjauhkan wajahnya, lalu mengambil buku yang disodorkan Naruto.
"Duduk di situ!" perintah Sasuke sambil menunjuk tempat di sebelahnya. Naruto menurut dan langsung duduk di samping Sasuke.
"Ini dikali ini dulu, lalu hasilnya dibagi ini," jelas Sasuke. Naruto pasang muka bingung, "Ng, jelasin pakai bahasa yang mudah dimengerti, dong!"
Sasuke menghela nafas, "Baiklah, kemari!"
Setengah jam kemudian…
"Oh, aku ngerti!" Naruto bersorak. Sasuke cuma tersenyum tipis, melihat tingkah teman sekamarnya di asrama sekolah. Sasuke dan Naruto bersekolah di Konoha Gakuen, kelas 2 SMP.
"Akhirnya ngerti setelah 30 kali kujelaskan, hn? Otakmu itu lambat," Sasuke berniat mengejek Naruto.
"Dari pabriknya udah begini, kok, otakku!" Naruto memanyunkan bibirnya. Sasuke bangkit dari duduknya, "Tidur sana! Kalau bangun kesiangan, bisa telat!" ujarnya seraya mengacak rambut pirang Naruto.
"Hh, jangan anggap aku anak kecil, Teme! Aku sudah besar!" Naruto merapikan rambutnya yang diacak-acak sama Sasuke.
"Besar mananya?" tanya Sasuke sambil tersenyum mesum. Wajah Naruto blushing, "A-apa, sih! Teme mesum!" Naruto melempar bantal ke arah Sasuke. Sasuke menghindar, "Siapa yang mesum? Kamu saja yang berpikir begtu. Lihat saja, wajahmu memerah,, tau!"
"Bukan! I-ini karena panas!" elak Naruto.
"Ini musim dingin, Dobe!" balas Sasuke dan membuat Naruto berhenti bicara. Sasuke tersenyum menang, "Sudahlah, buruan tidur!"
"Iya," Naruto berjalan menuju ranjang dan merebahkan diriya. Sasuke berbaring di sebelahnya, "Jangan lupa apa yang sudah kuajarkan tadi!"
"Iya, iya!"
Esoknya, saat ulangan….
"Teme," panggil Naruto setengah berbisik. Sasuke menoleh Naruto yang duduk di sebelahnya, "Apa?"
"Bantuin, dong! Aku lupa sama yang kamu ajarin!" Naruto nyegir banyak salah. Sasuke sweatdrop, "Ka-kamu itu…!"
"Ayo, dong, Teme!" Naruto memohon. Sasuke menghela nafas, "Kerjakan sendiri, Dobe! Usaha sendiri itu hasilnya akan lebih menyenangkan," jelas Sasuke.
"Huh, baiklah!" Naruto mengerjakan soal ulangannya.
Istirahat…
"Naruto, ke kantin, yuk!" ajak Kiba. Naruto mengangguk, lalu berlari ke arah Kiba.
"Teme, ikut, nggak?" tanya Naruto pada Sasuke. Sasuke menggeleng, "Aku nggak lapar, pergilah sendiri!"
"Baiklah! Mau kubelikan sesuatu, nggak?" tanya Naruto lagi. Lagi-lagi Sasuke menggeleng. Naruto mendengus, lalu kembali berlari ke arah Kiba.
"Hei, Naruto! Menurutmu, nilaimu nanti berapa?" tanya Kiba. Naruto berpkir sebentar, "7-8 mungkin," jawab Naruto sambil nyengir lebar.
"Pe-de banget! Paling dapat 6-6, 5!" kata Kiba, nggak lupa menjulurkan lidahnya. Naruto cemberut, "Biarin!"
"Eh, tapi jangan sampai kamu dapat nilai 6, 66," kata Kiba memperingatkan.
"He? Memang kenapa?" tanya Naruto.
"Pernah ada seseorang yang menghilang tanpa sebab saat mendapat angka 6, 66," jelas Kiba dengan nada horror. Naruto menelan ludah takut, "A-apa alasannya? Kenapa orang itu menghilang?" tanya Naruto. Kiba menghela nafas, lalu menjelaskan, "Kalau koma-nya dihilangkan, jadi angka 666. Kabarnya, orang yang mendapatkan atau menemukan angka 666, dia akan menghilang jam 6 lewat 6 menit, 6 detik di hari ke-6 sejak mendapatkan angka 666,"
"Ke-kenapa angka 666 bisa membuat orang menghilang?" tanya Naruto lagi.
"Itu angka kutukan, sejak 666 tahun yang lalu. Tapi, aku tidak tau itu benar atau tidak," jawab Kiba.
"Kenapa penjelasanmu bikin aku tambah bingung, ya?" gumam Naruto sambil menggaruk kepalanya, bingung.
"Salahkan Author yang nggak pintar menjelaskan," Kiba berjalan medahului Naruto, "Buruan! Nanti keburu jam masuk!"
"Ah, i-iya!" Naruto berlari mendekati Kiba.
'Semoga itu tidak benar,' batin Naruto cemas.
Kamar asrama no. 66…
"Dobe, buang bungkus ramennya di tempat sampah, dong!" kata Sasuke saat melihat sampah bungkus mie ramen. Naruto yang sedang tiduran di ranjang dan membaca buku menjawab, "Buangin, dong!"
"Jangan jorok, Dobe!" Sasuke memungut bungkus mie ramen dan membuangnya, lalu duduk di sebelah Naruto.
"Teme," panggil Naruto.
"Apa?" tanya Sasuke.
"Yang dikatakan Kiba benar atau nggak?" tanya Naruto. Sasuke bingung, "Kata-kata Kiba yang mana?"
"Soal angka 666," jawab Naruto. Sasuke masih tetap bingung. Naruto menceritakan apa yang dikatakan Kiba. Sasuke paham, lalu berkata, "Itu sudah lama tidak terjadi lagi, Dobe,"
"Tapi, Kiba bilang, ada seorang murid yang menghilang beberapa minggu yang lalu tanpa sebab di kamar asramanya! Kau tau itu juga, 'kan?" kata Naruto setengah membentak. Sasuke menghela nafas, "Ya, aku tau. Dia memang menghilang tanpa sebab. Di kamar asramanya hanya ada darah, tapi tubuhnya tidak ada. Jam di kamarnya berhenti tepat jam 6 lewat 6 menit, 6 detik. Di mejanya tergeletak kertas ulangan bernilai 6, 66 dan ada tulisan 'lenyap menuju neraka' bernoda darah,"
Naruto berkeringat dingin, "Be-berarti benar apa yang dikatakan Kiba…?"
"Antara 'ya' dan 'tidak', atau gampangnya 'tidak tau'," jawab Sasuke. "Sudahlah, belum tentu itu benar. Aku tau itu dari Neji, jadi aku nggak yakin itu benar atau hanya Neji yang ingin menakut-nakutiku," lanjut Sasuke. Naruto diam saja sambil menundukkan wajahnya. Sasuke memanggilnya, "Naruto…?"
"Sasuke," panggil Naruto. Sasuke menjawab, "Apa?"
"Kalau aku menghilang, kamu sedih atau nggak?" tanya Naruto, masih menundukkan wajahnya. Sasuke tersenyum sambil mengelus rambut pirang Naruto, "Bukan hanya aku, tapi semua orang yang sayang sama kamu bakal sedih semua,"
"…begitu?" Naruto tersenyum tipis.
"Ya," sahut Sasuke. Naruto mengangkat wajahnya, "Berarti kamu sayang sama aku?"
"Tentu saja," jawab Sasuke sambl tersenyum.
"Aku juga sayang Sasuke, sayang sebagai teman!" Naruto mengeluarkan cengiran khasnya.
"Jangan nyengir lebar-lebar!" Sasuke mencubit pipi Naruto.
"Uwaa, swakit, Twemee!" Naruto balas mencubit pipi Sasuke. Sasuke tertawa kecil, "Kamu nggak jelas ngomongnya, tau!"
"Makwanya, lepwass!" Naruto berusaha bicara dengan jelas, tapi makin nggak jelas. Sasuke cuma tertawa melihat Naruto seperti itu. Setelah melepaskan cubitannya, Sasuke menarik Naruto ke pelukannya.
"Aku nggak akan membiarkan kamu menghilang," bisik Sasuke. Naruto mengangguk, "Ya, terima kasih,"
Saat ulangan dibagikan…
"Uh, dapat berapa, ya?" gumam Naruto cemas. Sasuke yang duduk di sampingnya, melirik Naruto, "Jangan cemas berlebihan begitu, Dobe,"
"Aku cemas kalau aku dapat nilai 6, 66," balas Naruto sambil memainkan kedua ibu jarinya.
"Tenang saja, jangan cemas begitu. Nanti kalau benar, baru tau rasa! Kalau kamu ngomong 'kan bisa jadi beneran," ujar Sasuke lagi. Naruto mendelik ke arah Sasuke, "Jangan nyumpahin, dong!"
"Nggak nyumpahin, Dobe! Memang benar begitu adanya, seperti saat kamu bilang, dua hari lagi bakal hujan deras dan itu terjadi. Waktu kamu bilang, Kakashi-sensei nggak akan datang karena sakit dan itu benar," jelas Sasuke santai. Naruto mengangguk, "Iya juga, ya. Kalau aku bilang, aku bakal dapat nilai 6, 66, bisa gawat, nih!"
"Udahlah, tuh, namamu dipanggil," Sasuke nepuk pundak Naruto.
"I-iya! Kami-sama, moga-moga aku nggak dapat nilai 6, 66," Naruto bangkit dari duduknya dan menghampiri meja guru.
"Bagaimana?" tanya Sasuke saat Naruto duduk di sampingnya dan menggenggam kertas ulangan.
"6…, 66," gumam Naruto pelan. Karena belum mendengar jawaban dari Naruto dengan jelas, Sasuke bertanya lagi, "Nilaimu berapa, Dobe?"
"6, 66! Tadi dengar, nggak, sih!" jawab Naruto setengah membentak dan membuat seluruh siswa memandanginya.
"E-6, 66? Serius?" tanya Sasuke lagi. Naruto mengangguk pelan. Dalam hati, Naruto merasa takut. Bagaimana jika yang dikatakan Kiba benar? Bagaimana kalau dia menghilang? Naruto memejamkan matanya erat. Sasuke memandang Naruto dengan cemas.
"Ka-kamu nggak akan menghilang, Naruto," ujar Sasuke. Naruto menggigit bibir bawahnya, "Ini mungkin takdir,"
"Tidak! Kamu-!" Sasuke berhenti bicara saat Naruto menutup mulutnya dengan telapak tangan.
"Jangan bicara di sini. Nanti saja di asrama," kata Naruto. Sasuke hanya menuruti kemauan Naruto karena yang dikatakan Naruto itu benar. Kalau bicara di sini, bisa-bisa seisi kelas membicarakan Naruto.
Kamar asrama no. 66…
"Naruto, nggak makan dulu? Dari siang kamu belum makan," tanya Sasuke seraya mengguncang bahu Naruto yang berbaring di ranjang.
"Nggak usah, Sasuke. Aku nggak lapar," kata Naruto tanpa menatap Sasuke. Tampak di mata Naruto tak terlihat cahaya keceriaan yang biasa dilihat Sasuke setiap hari.
"Naruto, jangan percaya dengan ceita macam itu! Belum tentu itu benar," jelas Sasuke.
"Kau… tidak tau, Sasuke," kata Naruto pelan. "Aku mencari di internet dan apa yang kucari itu ada, orang-orang yang pernah mendapat atau menemukan angka 666 itu… semua menghilang," kata Naruto lagi.
"Hanya gara-gara angka, kamu kehilangan semangat hidup? Payah," Sasuke jalan meninggalkan Naruto. Naruto menatap punggung Sasuke yang menjauh.
'Aku… takut…!' batin Naruto.
6 hari kemudian…
"Naruto, ohayo!" sapa Kiba di depan gerbang sekolah. Naruto menoleh, "Hn,"
"Kenapa? Sakit?" Kiba menyentuh dahi Naruto. Naruto menyingkirkan telapak tangan Kiba dari dahinya, "Nggak, biasa saja,"
"Kelihatan lemas, tapi kalau kamu bilang nggak apa-apa, ya, sudahlah! Eh, waktu itu, kamu belum memberitahu-ku nilai ulanganmu, 'kan? Nilaimu berapa? Aku 7, 54," tanya Kiba bersemangat.
"6, 66," jawab Naruto singkat sambil berjalan meninggalkan Kiba. Kiba menatap punggung Naruto yang menjauh, "6…, 66…?"
Kelas 2-B, jam istirahat…
Sasuke meletakkan wadah gelas di depan Naruto yang sedang duduk. Naruto melirik benda yang diletakkan Sasuke, lalu melrik Sasuke. "Apa ini?"
"Jeli jeruk, tadi dibagikan," jawab Sasuke singkat sambil duduk di sebelah Naruto. Naruto diam saja. Sasuke berkata lagi, "Mau kubukakan?"
"Nggak usah, aku nggak mau. Untukmu saja," jawab Naruto, lalu bangkit dari duduknya dan berjalan keluar kelas. Sasuke cuma diam, melihat sikap Naruto yang berubah.
Kamar asrama no. 66…
"Naruto, kau mau tidur? Masih jam 6 kurang, lho," ujar Sasuke pada Naruto yang sedang tiduran dan membaca buku. Naruto meletakkan buku yang dibacanya di meja di sebelah tempat tidur, "Aku… sebentar lagi menghilang…,"
"Apa yang kau bicarakan? Kau seperti bukan Naruto yang kukenal, tau! Naruto yang kukenal iitu selalu ceria," Sasuke melipat tangan di depan dada. Naruto menghela nafas, "Ini hari ke-6 sejak aku mendapatkan nilai 6, 66 itu. Ini hari terakhir, kita akan berpisah… selamanya,"
"Kau jangan bicara begitu, Naruto! Aku tidak akan membiarkanmu menghilang!" Sasuke meraih kedua pundak Naruto dan menatap lurus ke arah bola mata safir milik Naruto. Naruto tersenyum tipis, "Sejak aku mendapat nilai 6, 66, kau tidak memanggilku 'Dobe' lagi,"
Sasuke hanya diam sambil masih menatap mata safir Naruto. Sasuke memejamkan matanya, "Aku… mau kamu yang dulu… Naruto,"
Naruto diam saja. Sasuke melepaskan pundak Naruto, "Baca buku pelajaran saja sana! Berusahalahh agar kamu tidak dapat nila 6, 66 lagi," Sasuke berjalan menuju kamar mandi. Naruto melirik lembar ulangan di meja. Diraihnya lembar ulangan itu, lalu merobeknya menjadi dua.
"In nilai terakhir yang akan kudapat," gumam Naruto sambiil memandang kertas ulangan tadi yang tergeletak di lantai. Naruto duduk di depan meja belajar yang menghadap keluar jendela. Kamar Sasuke dan Naruto ada di lantai dua. Naruto meraih buku fisika, lalu membacanya. Naruto tidak begitu berkonsentrasi membaca buku. Naruto menatap keluar jendela.
TES!
Naruto mengalihkan pandangannya dari luar jendela dan menatap ke arah buku yang tadi dibacanya. Ada setetes noda merah di salah satu halaman buku tersebut. Naruto menatap ke atas. Tidak ada apa-apa. Naruto tidak menghiraukannya dan kembali menatap keluar jendela.
TES!
Naruto menatap telapak tangannya. Darah. Naruto menatap ke atas lagi, tapi tidak ada apa-apa. Naruto masih tidak menghiraukannya. Dia kembali menatap keluar jendela.
TES!
Kali ini tetesan darah tersebut menetes di jari telunjuk Naruto. Naruto mulai kesal. Naruto menatap langt-langit kamarnya yang putih bersih.
TES!
Belum ada 20 detik Naruto menatap langit-langit kamar, setetes darah kembali menetes dan jatuh di dahinya. Naruto membersihkan darah yang menetes di dahinya dengan punggung tangan kanan.
TES!
Tetesan darah kali ini turun dan menetes di sudut bibirnya. Belum sempat Naruto membersihkan darah di sudut bibirnya…
TES!
Entah kenata, suara tetesan darah ke-6 yang menetes ke sudut matanya terdengar sangat keras di telinganya. Naruto merasa kepalanya pusing. Naruto memegang kepalanya dengan kedua tangannya. Nafasnya menjadi tak teratur. Pandangannya menjadi tidak jelas. Keringgat dingin membasahi dahinya.
Naruto tersentak kaget saat melihat bayangan manusia berambut oranye kemerahan. Mata sosok tersebut sama dengan warna rambutnya. Naruto terjatuh dari kursi karena kaget. Jendela di depan meja belajar itu terbuka lebar dan angin dingin berhembus kencang. Naruto berkeringat saat sosok tadi berdiri di depannya. Naruto ingin lari dan berteriak memanggil nama Sasuke, tapi kakinya tak bisa bergerak dan tenggorokannya terasa sakit.
"Siapa… kamu?" tanya Naruto takut. Sosok tadi menatap tajam ke arahnya, "Aku kemari untuk melenyapkanmu,"
"Me-melenyapkanku? Kenapa?" tanya Naruto lagi.
"666," gumam sosok tadi dengan nada pelan. Naruto merasa takut. Angin dingin bertiup semakin keras, menerbangkan kertas-kertas ulangan Naruto dan Sasuke yang tertata rapi tadi.
"Aku akan membawamu," ujar sosok tadi. Tangan pucatnya yang dingin meraih tangan Naruto, "Ikutlah denganku, tempatmu bukan di sini lagi,"
Naruto diam sebentar, lalu tersenyum tipis. "Begitu? Ternyata sudah waktunya,"
Naruto merasa tubuhnya ringan. Naruto memejamkan matanya perlahan-lahan. Sempat Naruto melihat seingaian sosok tadi. Udara dingin semakin menusuk kulitnya, Naruto membuka matanya dan menatap foto dirinya dan Sasuke yang terletak di meja belajar. Naruto tersenyum, "Meski aku tak ada lagi, aku akan ada di hatimu, Sasuke,"
Angin dingin berhembus lagi, menerbangkan kertas-kertas ulangan bernoda darah. Jendela kamar tertutup. Kertas-kertas jatuh tergeletak di lantai yang penuh cairan merah.
Sasuke...
Sasuke keluar dari kamar mandi. Entah kenapa, Sasuke merasa ada sesuatu yang aneh. Perasaan… kehilangan? Sasuke membuka pintu kamar. Mata onyx Sasuke membulat, melihat cairan merah mengotori lantai kamar. Kertas-kertas berserakan. Sasuke menyentuh cairan merah tersebut dengan telunjuknya. Ternyata dugaan Sasuke benar, ini darah. Sasuke melihat ke seluruh sudut ruangan. Sosok yang dicarinya tidak ada. Sasuke melirik jam dinding yang berhenti tepat jam 6 lewat 6 menit, 6 detik.
"Naruto, kau dimana?" teriak Sasuke cemas. Tidak ada jawaban. Sasuke berjalan melewati cairan merah tadi, tangannya meraih sebuah kertas yang tergeletak di meja.
Lenyap menuju neraka….
Keringat dingin turun membasahi dahinya saat membaca tulisan darah di kertas yang tergeletak di meja tadi, lebih tepatnya, itu kertas ulangan Naruto yang bernilai 6, 66. Angka 6, 66 tersebut berubah menjadi warna merah darah saat Sasuke meletakkannya kembali.
"NARUTO! JANGAN TINGGALKAN AKU, BODOH!" teriak Sasuke. Sasuke menggigit bibir bawahnya sampai berdarah. Tak terasa, setetes air mata turun membasah pipi Sasuke.
"Meskipun kau menangis, Naruto tetap tak akan kembali,"
Sasuke tersentak kaget dan menoleh ke arah jendela yang terbuka lebar. Seseorang yang memiliki bekas jahitan di pipi kirinya duduk di ambang jendela. Sasuke mundur beberapa langkah, "Si-siapa kau? Sejak kapan kau ada di situ? Dimana Naruto?"
"Aku Yagura. Naruto tidak ada di dunia ini lagi, bukankah kau tau?" ujar orang itu.
"Tau tentang apa?" tanya Sasuke.
"Angka 666 membuat seseorang menghilang, kau tau itu dan itu terjadi pada temanmu, Naruto," jawab Yagura dengan menatap tajam ke arah Sasuke. Belum sempat Sasuke bertanya lagi, angin dingin berhembus kencang. Sosok berambut oranye kemerahan dan bermata sama dengan rambutnya muncul di belakang Yagura.
"Yagura, aku tidak menyuruhmu keluar," ujar sosok tersebut.
"Ah, maaf," ucap Yagura. Sebelum menyusul sosok tadi untuk pergi, Yagura menoleh ke arah Sasuke. "Kau jadi saksi,"
"Apa? Hei, tunggu! Kenapa kau bisa ada di situ? Ini lantai 2!" Sasuke menghampiri jendela dan melihat ke luar. Tak ada seorangpun. Sasuke menundukkan wajahnya, menatap lantai yang penuh darah, darah Naruto yang dilenyapkan.
"BRENGSEK!"
Atap asrama...
"Hei, hei!" Yagura memanggil sosok di depannya. Sosok tadi menoleh, "Apa?"
"Berikutnya siapa?" tanya Yagura. Sosok tersebut diam. Angn malam berhembus kembali, menerbangkan daun-daun pohon. Awan hitam menutupi cahaya bulaan purnama. Setelah diam beberapa saat, sosok tadi berkata, "Kita lihat saja nanti,"
"Bukan pemuda tadi, 'kan?" tanya Yagura lagi.
"Hn," jawab sosok tadi.
"Darah, sesuatu yang sangat menarik," Yagura menatap telapak tangan kanannya.
"Ya, kita tak perlu tubuh manusia, tubuh penuh noda. Yang kita perlukan hanya darah, tubuh manusia lebih tepat berada di neraka," ujar sosok tadi dengan tegas. Yagura tersenyum, "Kau benar,"
"Ayo, pergi!" Sosok tadi turun dari atap asrama. Yagura menyusul turun.
"Baru kali ini aku mendengar kau berbicara panjang lebar, Kyuubi-sama,"
"….,"
The First Victim, Naruto Uzumaki Has Disappeared…
Go To Hell…
End Triple Six Chap. 1
Geeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeehh…. *bengong di depan layar laptop*
Pasti ada typo banyak, ya? Ganggu banget, ya? Pendek, ya? Ceritanya garing, ya? Ceritanya umum, ya? Jelek, ya? Ancur, ya? Nggak menarik, ya? Ngaco banget ceritanya, ya? Kejam, ya? Nggak serem, ya? Terlalu aneh, ya? Monoton, ya? (Readers: "Iyaaaaaaaaaaaa!")
Hehe… ada Kyuubi… KP-senpai, saia niru, nih! Pukul saia pake tabung elpiji, dong! *nyodorin tabung elpiji 12 kilo*
Aku bingung soal Yagura... tapi, ya, sudahlah! Yang dulu, biarkanlah berlalu (halah!)
Huuuuum…. Korban berikutnya… *diem* …nggak jadi, deh! *disogok pake bambu*
Maaf, ya, kalo ada typo, coz saia males nge-edit! Terlalu merepotkan! Bener, nggak? (Shikamaru: "Betul, betul, betul!") Terus, kalo ada fict yang mirip sama fict ini, kasih tau, ya? Nanti langsung saia hapus.
Yasudahlah, saia cuma minta… FLAME BILA ADA TYPO(S), CERITA SAIA JELEK, MONOTON, GAJE, CERITANYA NGACO, DE EL EL! Hosh, hosh, hosh… sa-saia tunggu flame/review kalian semua! (kalo berminat ngasih. Kalo nggak, juga nggak apa-apa. Makasih udah nyempetin baca fict gagal kedua saia)
SEE YOU! BYE!
