Genre : Mystery, Family
Cast : Park Jinyoung and Park Jimin
Disclaimer : This story is mine
Rate : T
Warning : OOC, Typo(s), dan lainnya.
Summary : "Aku harus terus memainkannya."
.
.
.
.
.
Hello
.
.
.
.
.
"Terimakasih."
'tak'
"Park Jinyoung, kau tak pulang?"
"Sebentar lagi. Kau pulanglah lebih dulu."
"Ah, yasudah. Tolong nanti kunci gerbang depan. Pintu belakang sudah aku kunci."
"Okay."
.
.
.
.
.
Park Jinyoung 20 Tahun. Bukan dari latar belakang seorang keluarga kaya ataupun berada. Seorang pelayan cafe biasa dan dia yang akan mengantar susu ke rumahmu setiap pagi hari.
Sungguh giat dia bekerja.
Menjadi sosok seorang kakak yang merangkap sebagai kedua orang tua memang bukanlah hal yang mudah dilakukan. Park Jinyoung harus dapat memposisikan dirinya dalam setiap waktu dan kondisi.
Masih teringat jelas 5 tahun lalu. Kecelakaan pesawat yang merenggut nyawa banyak orang, kedua orang tuanya termasuk dalam daftar korban. Dua tahun dijalaninya dengan sangat berat. Kehilangan tempat tinggal, dikeluarkan dari sekolah, bahkan tak ada kolega yang rela menerima dia dan adiknya.
Sejak saat tu, Jinyoung memutuskan untuk berhenti bersekolah dan memilih untuk bekerja serabutan. Apapun itu, asal dia bisa mendapatkan uang. Dapat membiayai kehidupan adiknya.
.
.
.
.
.
"Jiminie."
"Ah, hyung. Kau baru pulang?"
"Mengapa belum tidur?"
"Aku ada banyak tugas, hyung."
"Ah, bagaimana sekolahmu hari ini?"
"Tak ada yang istimewa. Hanya tugas saja yang bertambah banyak."
"Hahaha, jangan lesu seperti itu."
"Ah, Jiminie, bagaimana kalau kau berhenti bekerja paruh waktu di toko milik bibi Jung?"
"Apa maksudmu hyung?"
"Aku ingin kau hanya fokus untuk belajar."
"Maksudku, sebentar lagi kau akan ada ujian kelulusan. Aku ingin kau fokus untuk persiapanmu ujian."
"Aku bisa membagi waktuku hyung, lagipula nilaiku tak ada satupun yang turun walaupun aku bekerja."
"Yasudah, asal itu tidak menggangmu."
.
.
.
.
.
"Apa ini?!"
"Maaf sajangnim."
"kenapa bisa seperti ini?!"
"Aku pikir dengan kinerjamu yang baik, aku bisa menaikkan posisimu Park Jinyoung, tapi ternyata tidak."
"Sekarang jelaskan bagaimana bisa uang sebanyak ini bisa berada dalam tasmu?"
"Saya tidak tau sa-"
"TIDAK TAU! Selalu itu yang keluar dari mulutmu."
"Aku tak ingin mengambil resiko lagi."
"Kau kuberhentikan sebagai karyawan di cafe milikku."
"M-maksud sajangnim?"
"Kau kupecat."
.
.
.
.
.
Jinyoung merapikan lokernya. Loker itu harus bersih sebelum jam 4 sore, atau semua barang-barangnya akan dibuang secara paksa.
Ia baru saja dipecat dari sebuah cafe yang menghidupinya selama bertahun-tahun bersama adiknya. Tak ada garis semangat terlintas di wajahnya saat ini. Sungguh, ia merasa semua berhenti seketika.
Jinyoung mengambil ponselnya yang menyala. Itu pesan dari Jimin.
'Hyung, aku akan pulang lebih awal.'
Senyumnya mengembang setelah membaca isi pesan itu.
Ia teringat betapa semangatnya sang adik ketika dirinya mendapatkan gaji pertama.
"Wah hyung, banyak sekali. Kau hebat hyung! Kita harus membeli apa dengan ini semua?"
Seketika senyuman itu luntur taktala ditangannya kini terdapat gaji terakhir yang ia dapatkan.
Dimana dia bisa mendapat pekerjaan?
Bagaimana dia bisa mencukupi kebutuhan adiknya?
.
.
.
.
.
"Daging?"
Jinyoung mengangguk.
"Tapi hari ini bukan hari besar hyung, aku juga tau kalau hari ini bukan jadwalmu untuk mendapat gaji."
"Anggaplah aku sedang mendapat bonus, karena hyungmu ini bekerja dengan sangat baik."
Jimin tersenyum lebar mendengar pernyataan tersebut. Ia kemudian dengan sigap bertepuk tangan dan memeluk Jinyoung.
"Kau memang yang terbaik hyung. Gomawo."
.
.
.
.
.
Pukul 8 pagi dan Park Jinyoung telah selesai dengan semua antrian susu botolnya. Ia kini terduduk di sebuah taman dengan dua surat kabar ditangannya.
Dahinya berkerut samar. Tangan kanannya sibuk mengayun-ayunkan sebuah pensil berwarna hitam.
Mencari pekerjaan memang tak semudah perkiraannya.
"Aish, orang dengan lulusan sarjana? Mengapa semua seperti ini? Tak adakah satu dengan persyaratan tanpa latar belakang pendidikan?"
.
.
.
.
.
Jinyoung memarkirkan sepedanya didepan rumah sewanya. Lampu sudah menyala, Jimin pasti sudah pulang.
"Aku pulang!"
"Ah hyung, selamat datang."
Benar kan, adik mochinya itu kini terlihat menyembulkan kepalanya dari arah kamar.
"Kau sedang apa Jiminie?"
"Belajar hyung."
"Ah, yasudah lanjutkan saja. Aku akan mandi dulu."
'tak'
"Hyung, apa itu?"
"Biola. Aku dapat di tempat pembuangan sampah tadi pagi."
"Sepertinya sudah rusak."
"Masih bagus, hanya saja catnya sudah mengelupas."
"Ahh, apa bisa dijual?"
"Aku tak akan menjualnya. Aku ingin memilikinya. Kita bisa mendapatkan uang dengan biola ini."
"Uang? Apa kau akan membuat sebuah pertunjukan, hyung?"
"Sepertinya. Siapa tau aku bisa diundang di sebuah kafe mahal dan mendapat banyak uang."
"Ahh hyung kau hebat."
"Tentu saja. Jadi kau tak perlu bekerja paruh waktu lagi setelah sekolah untuk mendapatkan uang."
.
.
.
TBC
Ini dulu ajah
Like and Review??
