Low Pressure
.
.
.
.
Original Story by
Sandra Brown
Edited by
3Min9Sec
.
.
.
.
Cast
Main
Min Yoongi X Park Jimin
Other Member
OC
Genre
Mystery Thriller, Romance
.
.
.
.
PROLOGUE
Tikus itu mati.
Tapi tetap saja menakutkan seperti kalau masih hidup.
Min Yoongi membungkam jeritannya di balik tangan, sambil membekap mulut, mundur menjauhi kotak hadiah yang terbungkus kertas kado mengilap dan pita satin. Binatang itu tergeletak di hamparan kertas tisu perak, ekor pinknya yang panjang bergelung di badannya yang gemuk.
Ketika punggungnya menyentuh dinding, Yoongi merosot sampai bokongnya mengenai lantai. Dengan tubuh membungkuk, dia menurunkan tangan dari mulut dan menutup mata. Tetapi, dia begitu ketakutan sehingga tak bisa menangis. Isakannya kering dan serak.
Siapa yang tega berbuat sekeji itu? Siapa? Dan mengapa?
Peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang hari ini pun mulai berkelebat di benaknya bagai rekaman video yang dipercepat.
"Kau hebat sekali."
"Terima kasih." Yoongi berusaha mengikuti kecepatan tinggi publisis dari penerbitnya. Wanita itu melakukan segala hal seolah sarapannya dibubuhi obat speed saja.
"Pertunjukan tadi nomor satu di slot waktunya." Omongannya yang bagai rentetan senapan mesin sesuai dengan detak sepatu stiletto-nya.
"Jauh di depan pesaing. Kita berurusan dengan lima juta penonton. Kau tampil dalam skala nasional yang sangat luas." Padahal tepat itulah yang ingin dihindari Yoongi, dia tidak mau membuang waktu untuk mengatakannya. Lagi. Untuk kesekian kalinya.
Baik si publisis maupun agennya, Kim Seokjin, tidak mengerti mengapa Yoongi ingin mengarahkan publisitas ke buku larisnya, bukan ke dirinya sendiri.
Seokjin dengan tangan memegang erat siku Yoongi, membimbingnya melintasi lobi marmer gedung pencakar langit Seoul.
"Kau luar biasa. Tanpa cela, tapi hangat. Manusiawi. Wawancara tadi mungkin bisa mendongkrak penjualan Low Pressure sampai seribu eksemplar, dan memang itulah tujuannya." Seokjin membawa Yoongi menuju pintu keluar, penjaga pintu berseragamnya menyentuh topi saat Yoongi berlalu.
"Saya sampai bergadang membaca buku Anda, Nona Min." Yoongi nyaris tidak sempat mengucapkan terima kasih padanya sebelum didorong memasuki pintu putar, yang seolah memuntahkannya ke plaza. Terdengar teriakan dari kerumunan yang berkumpul untuk melihat sekilas para narasumber pagi ini ketika orang-orang itu masuk dan keluar studio televisi.
Si publisis senang sekali. " Seokjin bantu dia menemui kerumunan. Aku akan memanggil fotografer ke sini. Kita bisa menggunakan ini untuk liputan televisi lagi." Seokjin , yang lebih sensitif terhadap keengganan kliennya pada publisitas, mendekat dan berbicara langsung ke telinga Yoongi supaya suaranya kedengaran di antara keriuhan jam sibuk di Seoul Plaza.
"Tidak ada salahnya memanfaatkan situasi dan menandatangani beberapa buku. Sebagian besar penulis bekerja keras sepanjang kehidupan profesional mereka—"
"Dan tak pernah memperoleh sorotan media yang seperti ini," tukas Yoongi menyelesaikan kalimat Seokjin.
"Ribuan penulis rela menyerahkan tangan kanan demi ini. Begitu katamu padaku. Berulang kali."
"Tidak mengapa kok diulang-ulang." Seokjin menepuk lengan Yoongi sambil membawanya mendekati orang-orang penuh semangat yang berjejalan di balik barikade.
"Senyumlah. Masyarakat pengagummu sudah menunggu." Para pembaca yang langsung menyukai Yoongi berdesak-desakan untuk bersalaman dengannya dan memintanya menandatangani Low Pressure milik mereka. Dengan setenang mungkin dia mengucapkan terima kasih dan tersenyum saat difoto dengan kamera ponsel.
Tangannya sedang dijabat penggemar yang antusias ketika, di sudut mata, Yoongi melihat Park Chanyeol, penulis tabloid harian Goryeo Ilbo. Park Chanyeol agak terpisah dari kerumunan, menyeringai bangga dan memberikan instruksi pada fotografer yang mendampinginya.
Chanyeol-lah yang mengetahui lalu dengan penuh semangat membeberkan fakta bahwa D.t Suga, yang buku pertamanya menggemparkan dunia perbukuan juga Korea, ternyata Min Yoongi, wanita menarik berusia dua puluhan :
"Mengapa warga asli Korea ini—bermata Coklat, berkaki panjang, dan bertubuh seksi, itulah yang kita sukai, bukan?—ingin bersembunyi di balik nama samaran yang tidak menarik, reporter yang satu ini tidak tahu. Meski penulisnya suka berahasia, Low Pressure melesat ke puncak daftar-daftar buku laris, dan sekarang rupanya Nona Min keluar dari persembunyian dan terjun sepenuhnya ke dunia ini. Dia melupakan sepatu bot dan topinya, meninggalkan kota asalnya dan sekarang tinggal di apartemen penthouse yang menghadap ke Central Park di daerah Gangnam, menikmati status selebritas mendadaknya." Sebagian besar omongan itu cuma isapan jempol, kebenarannya hanya cukup supaya tidak dianggap pencemaran nama baik.
Min Yoongi memang bermata Coklat, tapi tingginya rata-rata, tak bisa dibilang jangkung, seperti yang disiratkan Park Chanyeol. Menurut standar mana pun, Yoongi tidak lah seksi. Dia memang memiliki topi koboi, namun sudah bertahun-tahun dia tidak memakainya. Dia tak pernah punya sepatu bot bertaji, juga tidak kenal siapa pun yang memilikinya. Dia tidak meninggalkan negara bagian kampung halamannya, seperti yang disiratkan oleh Park Chanyeol. Dia hanya pindah ke Seoul beberapa tahun lalu, lama sebelum bukunya diterbitkan. Dia memang tinggal di Gangnam berseberangan dengan taman, namun bukan dipenthouse.
Tetapi, ketidak akuratan yang paling buruk adalah Chanyeol menyatakan Yoongi menikmati statusnya sebagai selebritas, yang dianggap Yoongi lebih sebagai cahaya menyilaukan daripada mempesona. Cahaya itu makin terang ketika Chanyeol menulis artikel lanjutan di halaman depan yang kembali berisi pembenaran mengejutkan. Meskipun diterbitkan sebagai karya fiksi, Low Pressure sebetulnya kisah nyata yang dinovelisasi. Kisah nyata Min Yoongi, kisah nyata tragis keluarganya.
Dengan kecepatan roket, pembeberan itu melemparkannya ke langit ketenaran yang lebih tinggi. Yoongi membencinya. Dia menulis Low Pressure bukan untuk mendapatkan ketenaran. Menulis kisah itu bagai terapi baginya.
Sejujurnya, dia memang berharap kisah itu bakal diterbitkan, dibaca secara luas, dan diterima baik oleh pembaca serta kritikus, tapi dia menerbitkannya dengan nama samaran netral, tidak jelas nama perempuan atau laki-laki, untuk menghindari sorotan yang sekarang mengarah padanya ini.
Low Pressure sudah ditunggu-tunggu bahkan sebelum tersedia di toko buku. Karena sangat meyakini potensinya, penerbit menyediakan dana besar untuk publikasi, memasang papan iklan di kota-kota besar dan iklan cetak di banyak majalah, koran, serta Internet. Jejaring media sosial heboh berbulan-bulan sebelum tanggal penjualannya. Semua ulasan memuji D.t Suga disandingkan dengan para penulis kriminal, fiksi dan nonfiksi.
Yoongi menikmati kesuksesan buku itu dari balik perlindungan nama samaran. Tetapi, begitu Park Chanyeol mengungkapkan semuanya, segalanya pun buyar. Yoongi merasa penerbitnya dan Seokjin, serta siapa saja yang diuntungkan penjualan bukunya, diam-diam merasa senang identitas serta latar belakang bukunya sekarang ketahuan.
Sekarang mereka tidak hanya punya buku untuk dipromosikan, tapi juga individu, yang mereka anggap "Impian Publisis" Mereka menggambarkannya sebagai wanita yang menarik, berpendidikan, pandai bicara, tidak terlalu muda sehingga centil, tapi juga tidak terlalu tua sehingga membosankan, ahli waris yang menjadi penulis buku laris. Yoongi punya banyak "sisi" untuk dimanfaatkan, yang paling utama adalah Yoongi ingin anonim.
Usahanya bersembunyi di balik nama samaran, ternyata, membuat dirinya semakin membuat penasaran. Park Chanyeol menikmati ketertarikan media pada Yoongi, dia ikut menciptakannya, dan tak pernah puas, terus membangkitkan rasa ingin tahu publik dengan info-info kecil tentang Yoongi, sebagian besar merupakan kebohongan besar, spekulatif, atau sangat dilebih-lebihkan.
Sambil terus memberikan tanda tangan dan berfoto bersama para pengagumnya, dia pura-pura tidak melihat pria itu, tapi gagal. Park Chanyeol dengan kasar menyikut kanan-kiri untuk menerobos kerumunan agar bisa mendekatinya. Karena melihat dia datang, Seokjin mewanti-wantinya dengan berbisik, "Jangan biarkan dia memancing emosimu. Orang-orang mengamati. Dia pasti ingin membuatmu mengatakan sesuatu yang bisa ditulisnya di luar konteks."
Waktu itu "Jurnalis" berhadap-hadapan dengan Yoongi, membuat Yoongi mustahil mengabaikannya, pria itu tersenyum, menampakkan dua baris gigi nya, yang dibayangkan Yoongi di kikir Chanyeol supaya seringainya bisa terkesan begitu buas.
Sambil memandang Yoongi dari ujung rambut sampai ujung kaki, dia bertanya. "Berat badanmu berkurang ya, Nona min? Kau tidak mau aku menyadari kau tampak lebih kurus." Beberapa minggu lalu Yoongi dibilang seksi. Besok dia bisa saja dibilang mengalami gangguan makan.
Tanpa memedulikan pertanyaan licik laki-laki itu, Yoongi bercakap-cakap dengan wanita yang memakai kaus tangan panjang Ohio State dan mahkota Statue of Liberty dari Spons hijau. "Club buku saya sekarang membaca buku Anda," Wanita tersebut memberitahunya sementara mereka berpose untuk difoto suaminya yang juga antusias.
"Saya sangat berterima kasih."
"Para anggota lain takkan percaya saya bertemu Anda!" Yoongi mengucapkan terima kasih sekali lagi dan kembali berjalan. Tanpa peduli Chanyeol menjajarinya, sibuk menulis di notes spiral kecil. Kemudian, menyusup di antara Yoongi dan orang berikut yang menunggu perhatian Yoongi. Dia bertanya, "Menurutmu, siapa yang akan jadi pemeran utama di filmnya, Nona Min?"
"Bukan siapa-siapa. Aku tidak tahu soal film."
"Tapi tidak lama lagi akan tahu. Semua tahu para produser antre untuk menghujanimu dengan uang agar boleh memfilmkan Low Pressure. Ada desas-desus beberapa aktor dan aktris papan atas sedang berkampanye agar terpilih untuk jadi pemeran. Bagian Casting belum pernah sesibuk ini."
Yoongi memandangnya dengan kesal.
"Tidak ada komentar tentang masalah itu?"
"Tidak ada," katanya, menekankan kata itu sedemikian rupa supaya tidak ada pertanyaan lagi. Tepat pada saat itu seorang pria menyelinap di antara mereka dan menyodorkan buku pada Yoongi. Yoongi segera mengenalinya.
"Wah, halo lagi. Hmm…"
"Jisung." sahutnya, tersenyum lebar.
"Jisung, ya." Wajah Jisung terbuka dan ramah. Dia berapa kali menghadiri acara penandatanganan buku dan Yoongi melihatnya di antara penonton waktu dia berceramah di toko buku kampus SNU.
"Terima kasih kau mau datang pagi ini."
"Aku tidak pernah melewatkan kesempatan bertemu denganmu." Yoongi mendatangani halaman judul, yang dibentangkan Jisung.
"Dengan ini, jadi sudah berapa bukuku yang kau beli, Jisung?" Laki-laki itu tertawa.
"Aku membelinya sebagai kado ulang tahun dan Natal." Yoongi menduga pria itu juga terpesona padanya.
"Yah, aku dan penerbitku mengucapkan terima kasih." Dia bergerak lagi dan, sementara Jisung kembali berbaur dengan kerumunan, Chanyeol dengan berani menyikut orang-orang supaya bisa terus berdekatan dengan Yoongi. Laki-laki tersebut ngotot dengan pertanyaan mengenai kemungkinan dibuatnya film berdasarkan buku Yoongi.
"Ayolah, Nona Min. Beri para pembacaku petunjuk siapa yang menurutmu cocok memainkan tokoh-tokoh kunci. Siapa yang akan kau jadikan pemeran anggota keluargamu?" Dia mengedipkan sebelah mata dan mencondongkan tubuh ke depan, bertanya dengan suara pelan, "Siapa yang menurutmu cocok jadi si pembunuh?"
Yoongi memandangnya tajam.
Chanyeol menyeringai dan berkata pada si fotografer, "Ku harap kau memotretnya tadi?"
Sisa hari itu sama hebohnya.
Dia dan Seokjin menghadiri rapat di penerbit untuk mendiskusikan kapan edisi paper back Low Pressure akan diterbitkan. Setelah lama bertukar pikiran, diputuskan bahwa buku tersebut begitu laris dalam format hard cover dan e-book sehingga edisi alternatif sebaiknya baru ada enam bulan lagi.
Setelah rapat, mereka menyantap makan siang bersama produser film. Sehabis menyantap salad lobster dan asparagus dingin disuite hotelnya yang aman, pria itu dengan sepenuh hati menjelaskan film yang akan dibuatnya, menjamin bahwa kalau mereka menjual hak pembuatan film padanya, dia akan mengadaptasi bukunya sebaik mungkin. Ketika mereka meninggalkan pertemuan itu, Seokjin bercanda, "Temanmu si Chanyeol pasti sangat gembira kalau tahu tentang pertemuan barusan."
"Dia bukan temanku. Identitas asli D.t Suga mestinya jadi rahasia yang tertutup rapat. Siapa yang disogok Chanyeol supaya tahu namaku?"
"Pegawai magang penerbit, asisten di bagian kontrak. Bisa siapa saja."
"Orang di agensimu?" Seokjin menepuk tangan Yoongi. "Kita mungkin takkan pernah tahu. Apakah penting mengetahui siapa orangnya sekarang?"
Yoongi mendesah pasrah. "Tidak. Nasi sudah jadi bubur."
Dia tertawa. "'bubur' ada yang suka juga." Seokjin mengantarkannya sampai di depan gedung apartemen, lalu memperingatkan, "Besok hari yang sangat padat juga. Istirahatlah malam ini. Aku akan datang menjemputmu jam tujuh pagi."
Yoongi berpisah dengannya sambil berjanji takkan terlambat, lalu memasuki lobi gedung.
Consierge berseru padanya dari balik meja. "Paket untuk Anda baru saja diantarkan beberapa saat lalu."
Paket itu tampak cukup aman ketika Yoongi meletakkannya di meja makan bersama setumpuk surat. Kardusnya ditutup selotip bening. Dia menyadari nama dan alamatnya tercantum di label, tapi tidak ada informasi tentang si pengirim. Aneh juga, namun dia tidak terlalu memikirkannya waktu merobek selotip, membuka tutup kardus, dan mengangkat kotak terbungkus kertas kado di dalamnya.
Dia takkan pernah menyangka isinya ternyata begitu mengerikan.
Sekarang, duduk di lantai dengan punggung tersandar di dinding, dia menurunkan tangan dari mata dan menatap kotak yang bagian atasnya dipenuhi kertas tisu mencuat tersebut. Penampilannya yang indah tidak sesuai dengan isinya sehingga pasti dimaksudkan sebagai lelucon.
Lelucon? Tidak. Ini tidak lucu. Ini jahat.
Namun, Yoongi tidak bisa memikirkan siapa yang pernah disakitinya, juga siapa yang bisa demikian membencinya. Apakah Park Chanyeol, meskipun sangat menyebalkan, mampu melakukan tindakan serendah dan sekotor mengiriminya bangkai tikus?
Pelan-pelan dia bangun sambil tetap bersandar, punggungnya menempel di dinding sementara dia dengan goyah menjejakkan kaki. Setelah tegak sepenuhnya, dia bisa melihat tikus yang tergeletak di kertas mengilap itu.
Yoongi berusaha mematikan perasaan supaya mampu memandangnya. Dia mencoba menatap bangkai itu dengan objektif, tapi karena tikus tersebut sangat menjijikkan, semua bagian badannya seolah begitu jelas kelihatan.
Dia menelan ludah yang terasa pahit, menggosok lengannya yang merinding, dan dengan susah payah menguatkan diri. Bagaimanapun, itu kan hanya bangkai hewan pengerat. Tikus berseliweran di stasiun kereta bawah tanah. Dia tidak pernah bereaksi sehebat ini ketika melihat tikur terbirit-birit di rel.
Dia akan memasang kembali tutup kotak dan membawanya ke saluran sampah di ujung koridor.
Dengan berbuat begitu dia akan menyingkirkannya, ia akan melupakannya dan melanjutkan hidup, menolak membiarkan orang jail mengerjainya.
Dengan menguatkan hati, Yoongi maju selangkah, kemudian selangkah lagi, dan lagi, sampai hampir di dekat kotak.
Lalu tahu-tahu ekor si tikus bergerak.
ㅡ To Be Continued ㅡ
Catatan :
Consierge (pemegang kunci) sebutan untuk petugas yang melayani tamu dihotel, dia juga bertugas menjaga barang, mengantar barang barang para tamu hotel.
nah …
apa mungkin ada yang merasa familiar sama cerita ini? atau udah pernah baca novelnya ?
karena ini remake dari karya sandra brown yang menurut saya adalah novel paling keren yang pernah dia tulis, novel novel dia emang keren tapi yang ini paling favorit *gk nanya* makanya saya pengen remake dengan pairing favorit author nih si Yoonmin kkk~
disini saya mengubah Cast, setting dan status si Yoongi yang sebenernya dalam novel asli pemeran utama sudah menikah hoho~
beberapa pemain di sini saya ubah jadi kalo ada yang gak suka sama cerita yang 'Gender Switch' saya minta maaf. awalnya mau edit 'BL' aja tapi … saya khawatir cerita nya bakalan beda total.
karena tujuan saya cuma mau remake cerita dari novel fav dengan jalan cerita yang sama dan gak berubah.
intinya sih itu aja wkwk
saya senang kalo kalian juga ikut senang dengan cerita ini *apaan*
mind to review?
