I Don't Love You

Kim Jongin & Oh Sehun

With ChanBaek

Summary:

Kesalahan Sehun di masa lalu membuat hubungan pertemanannya dengan Jongin merenggang. Dua tahun lebih, mereka saling menjauh. Tiba-tiba kejadian tak terduga membuat mereka tinggal bersama. Bagaimana cara Sehun mendapatkan maaf dari Jongin? Bisakah Jongin memaafkan kesalahan Sehun?

Rate: T tapi sewaktu-waktu bisa brubah M

Warning:

Seperti biasa, ceritaku yang gg pernah nyambung dengan judul dan summarynya, cerita pasaran, kalimat berbelit-belit, aneh, absurd, sejenisnya..

~Happy Reading!~

Tidak biasanya kedua orang tua Sehun ada di rumah ketika dirinya pulang dari sekolah. Terbiasa di tinggal sendirian di rumah membuat ia acuh ketika menemui keberadaan mereka di rumah. Ayolah, ia bukan anak durhaka hanya karena tidak menyapa mereka, ia hanya merasa lelah karena percuma menyapa mereka kalau ujung-ujungnya hanya dianggap angin lewat.

"Sehun, di mana sopan santunmu terhadap orang tua?" Sindir ayah Sehun melihat ia yang melewati ruang keluarga begitu saja.

Menyapa tidak dianggap, tidak menyapa dikatakan tidak punya sopan. Sehun lelah dengan orang tuanya, semua yang ia lakukan selalu salah di mata orang tuanya. Berbalik dan berjalan ke samping sofa yang diduduki oleh kedua orang tuanya, membungkukkan tubuhnya sebentar, "Selamat datang di rumah kembali, Appa, Eomma. Sehun ke kamar dahulu, selamat malam."

"Dari mana saja, kau? Kenapa baru pulang sekarang?" Ayah Sehun sambil meletakkan cangkir teh di meja.

Dan apa pedulimu, kalau aku pulang malam, bahkan selama ini aku tak pulang ke rumah, kau tak pernah mencariku, kenapa sekarang bertingkah sok peduli? Menghela nafas, "Ada tambahan jam pelajaran, karena sebentar lagi ujian kelulusan," sahut Sehun jujur.

"Baguslah, kalau kau tidak berbuat onar di sekolah." Sehun menghela nafas mendengar perkataan ayahnya. Ia akui dirinya pernah berbuat onar di sekolah untuk menarik perhatian orang tuanya, tetapi ia sadar semua itu tidak ada gunanya. Ayahnya hanya menyuruh bawahannya untuk mengatasi masalah yang ia buat , setelah itu Ayah Sehun tidak peduli lagi padanya.

Sehun menganggukkan kepalanya, setelah itu berjalan menaiki tangga menuju kamarnya berada. Ia muak berlama-lama di sana dengan kedua orang tuanya. Sehun ragu bahwa dirinya merupakan anak kandung Tuan Oh, dirinya merasa ia hanya anak yang dipungut dipinggir jalan saja, tak disayang, tak dianggap, hanya diberi sandang, pangan, papan, agar tetap hidup. Lagi-lagi Sehun menghela nafas, dia rasa dirinya terlalu lelah setelah seharian berkutat dengan materi-materi ujian kelulusan yang akan diadakan bulan depan, hingga menyebabkan pikiran-pikiran negatif menghampiri otaknya.

"Semangat, Sehun. Jangan membuat dia merasa khawatir denganmu. Fighting! Sebaiknya aku mandi saja biar segar kembali, iya lebih baik mandi." Menaruh tas di meja belajar, mengganti sepatu dengan sandal rumahan dan mengambil pakaian ganti di lemari, Sehun bergegas menuju kamar mandi di pojok kamarnya.

Selesai dengan kegiatan mandinya, Sehun berjalan ke cermin yang menyatu dengan lemarinya, menatap bayangan yang terpantul di sana, "Seperti biasa Sehun, kau selalu tampan," menyisir rambut basahnya kebelakang dengan jari-jari cantiknya. Dirasa sudah rapi, Sehun berjalan menuju ranjang, merebahkan dirinya di sana, tidur lebih baik daripada turun ke bawah dan melihat keberadaan orang tuanya.

Belum lama terpejam, ketukkan pintu kamarnya membuat Sehun membuka mata. Terdengar samar suara ibunya memanggil untuk segera turun dan makan malam bersama, "Cepatlah turun, setelah makan malam ada suatu hal yang akan kami sampaikan padamu."

Ingin tidak ingin, Sehun bangkit dari rebahannya dan keluar kamar menuju ruang makan. Ini terasa canggung dan sedikit aneh menurutnya, setelah kejadian dua tahun lalu mereka jarang makan bersama. Bagaimana mau makan bersama, di rumah saja mereka jarang. Mungkin hanya sebentar mereka pulang, setelah itu mereka pergi lagi, sibuk dengan pekerjaan mereka di luar kota bahkan di luar negeri. Itu pun, saat Sehun sedang sibuk di sekolah, sehingga intensitas pertemuan mereka sangat jarang. Tetapi di lubuk hatinya, Sehun merasa senang bisa makan malam bersama kedua orang tuanya.

IDLY ^ₒ^ KaiHun ^ₒ^

Makan malam kali ini terasa sama dengan malam-malam sebelumnya, benar mereka makan bersama tetapi yang Sehun rasakan hanya rasa sepi seolah dia makan sendirian. Keheningan ini membuat masakan ibunya yang selalu ia rindukan terasa hambar, menyebabkan ia kehilangan selera makannya. Kedua orang tuanya memakan hidangan di hadapan mereka dengan tenang, tidak ada percakapan basa-basi seperti dulu sebelum kejadian itu terjadi. Ini tidak seperti bayangannya ketika setelah sekian lama sang ibu mengajaknya makan bersama. Di mana dulu Tuan Oh selalu menanyakan kegiatan sekolah mereka, walaupun pertanyaan itu bukan tertuju pada Sehun, setidaknya suasana makan malam mereka tidak sesunyi ini.

"Aku sudah selesai," Sehun meletakkan sendok makannya dan beranjak dari tempat duduknya berniat kembali ke kamarnya.

"Duduk, Sehun!" Perintah mutlak keluar dari mulut Tuan Oh. Sehun patuh, dia kembali mendudukan dirinya.

"Sebulan lagi kau akan ujian kelulusan, bukan?" Sehun mengangguk menanggapinya.

"Dua hari lagi kau akan bertunangan dengan anak Keluarga Kim dan mulai besok kau tinggal bersamanya. Satu lagi, setelah upacara kelulusan kau akan menikah dengannya." Sehun terkejut mendengar pernyataan ayahnya. Apalagi sekarang? Apakah orang tuanya sudah muak menghidupinya, sehingga berniat membuang ia melalui perjodohan ini? Hah, Sehun rasa takdirnya selalu memuakkan.

"Apakah aku boleh menolak?" Sehun datar.

"Tidak, ini demi perusahaan dan masa depanmu juga." Perkataan tegas dari Tuan Oh membuat Sehun membenarkan pemikirannya tadi.

"Sudah kuduga. Kenapa Appa meminta pendapatku, kalau ujung-ujungnya aku tak boleh membantah?" Sehun menunduk menatap piring berisi makanannya yang tinggal setengah.

"Kami hanya memberitahukanmu berita ini, agar kau bisa menyiapkan segalanya terlebih dahulu. Bukan untuk meminta pendapatmu." Sehun terdiam, mendengar jawaban ayahnya membuat ia merasa tidak dibutuhkan lagi. Memang selama ini kau berbuat apa saja Sehun? Bukankah kau hanya menyusahkan mereka saja.

"Besok kita akan makan malam bersama Keluarga Kim dan anaknya, membahas pertunangan kalian, persiapkan dirimu." Sambung Tuan Oh.

"Terserah kalian." Datar, Sehun berdiri dari duduknya beranjak meninggalkan mereka menuju kamarnya.

Di kamar, Sehun memandang keluar jendela dalam diam. Kenapa hidupnya terasa sulit sejak kepergiannya? Hanya dia dan sahabat cerewetnya yang selalu menyemangati ketika ia terpuruk, berjuang melawan rasa kesepian di hati ketika tidak dianggap ada oleh kedua orang tuanya. Melawan semua penyakit yang dulu dideritanya.

Memegang dada, Sehun merasakan debaran konstan dari denyut jantungnya, " Kenapa kau langsung pergi menemuinya saat aku menitipkan surat itu untuknya? Kenapa kau mau mengabulkan permintaanku waktu itu? Bukankah itu permintaanku terakhir untuk kau kabulkan, jadi kau bisa menyerahkan surat itu kapan-kapan. Sehingga kecelakaan itu tidak terjadi, tapi takdir berkata lain. Kecelakaan itu terjadi, kita bahkan sempat dirawat dalam satu ruangan. Kata eomma kau tiba-tiba bangun saat sedang kritis, dan berkata ingin mendonorkan ini padaku," Sehun meremas dadanya saat mengenang kejadian dua tahun lalu.

"Kau seharusnya tidak mendonorkan jantungmu untukku. Seharusnya kau biarkan aku saja yang pergi bukan dirimu. Mereka lebih membutuhkanmu, daripada aku, hyung." Setetes kristal bening mengalir di pipi kanan Sehun.

Semua sulit saat kakak kembar lekakinya pergi meninggalkannya, padahal ia berharap mati dengan penyakit yang dideritanya. Penyakit bawaan lahir, yang membuat ia selalu sakit-sakitan sejak kecil. Mungkin itu penyebab kedua orang tuanya lebih mencintai kakaknya yang sehat, daripada ia yang selalu merepotkan karena penyakitnya.

"Hyung, bahkan dia membenciku sekarang. Apa yang harus kulakukan? Seharusnya aku yang mati, jadi kau yang dijodohkan dengan dia yang sangat mencintaimu, hyung." Sehun mulai terisak.

"Ku tak sanggup menerima tatapan kebenciannya yang selalu tertuju padaku. Ini tidak adil, bagaimana kau bisa menitipkannya padaku sedangkan dia sendiri benci kepadaku?" Isakkan Sehun memelan, "Baiklah, karena ini permintaan terakhirmu, akan menjaganya sekarang." Walau hati ini tersakiti dengan kebenciannya kepadaku, ku akan tetap menjaganya. "Terima kasih, hyung telah menitipkan ini,-" kembali meremas dadanya, "-dan dia. Ku berjanji akan selalu menjaga keduanya, hyung."

Sehun bangkit dari kursi yang didudukinya, menutup tirai jendela dan merebahkan tubuh lelahnya di ranjang. Memejamkan mata berairnya, bermaksud untuk menghentikan tangisan. Walau tidak sepenuhnya berhasil, isakkannya mulai mereda. Hembusan nafas mulai teratur, Sehun mencoba untuk tertidur.

IDLY ^ₒ^ KaiHun ^ₒ^

Kegiatan sekolah Sehun minggu-minggu ini benar-benar padat, semua tinggat akhir sibuk dengan kegiatan persiapan ujian kelulusan. Ia gunakan kesempatan ini untuk menyibukkan diri agar pikirannya teralihkan dari masalah pelik yang sedang ia dialami.

Pagi tadi, Sehun sudah tidak menemukan keberadaan kedua orang tuanya di rumah megah kediaman Tuan Oh. Mungkin sibuk kerja seperti biasanya. Dengan cuek ia meninggalkan rumah ayahnya pergi menuju sekolahnya. Karena masih terlalu pagi, Sehun harus rela menunggu bus yang mengantarnya ke sekolah lumayan lama. Ia rasa lumutan saking lamanya. Menunggu memang tidak mengenakkan, tetapi kenapa ia selalu jadi pihak yang mengalaminya. Menunggu kasih sayang kedua orangtuanya, menunggu dia menyadari perasaannya, menunggu takdir menyedihkan ini berlalu, dan menunggu-menunggu lainnya.

Akhirnya bus yang membuat ia lumutan datang juga. Sehun beranjak dari duduknya dan mengikuti para penunggu bus lainnya untuk menaiki bus itu. Memilih duduk di belakang, menyumpal kedua telinganya dengan headset dan mengeluarkan buku dalam tasnya lalu membacanya.

Sibuk dengan bacaannya membuat Sehun tidak menyadari seorang duduk di sebelahnya. Terlalu larut, orang di sebelahnya menepuk bahunya pelan, ia menoleh, "Kita sudah sampai, Sehun-ssi." Mendengar itu, Sehun menoleh ke arah jendela dan melihat bus yang ditumpanginya berhenti di halte dekat sekolahnya. "Ayo turun!" Ajak orang itu.

"Ne, Suho-ssi!" Sehun melepas headset dari telinga dan ponselnya, memasukkan buku, ponsel berserta headsetnya ke dalam tas dan mengikuti Suho, teman sekelasnya keluar dari bus.

Memandang teman sekelasnya yang berjalan di depannya, ia pandangi, bingung. Kenapa Suho naik bus hari ini? Tidak biasa, meskipun mereka jarang terlibat percakapan di kelas, Sehun tahu teman sekelasnya itu tidak pernah naik bus. Ia selalu melihatnya naik mobil ke sekolah. Ah, entahlah. Mungkin mobilnya sedang di bengkel. Kenapa aku jadi ingin tahu urusan orang? Menggidikkan bahu, Sehun kembali berjalan menuju gerbang sekolah yang mulai terlihat.

"Sehun," panggilan seseorang dari arah pakiran sekolah membuat Sehun menghentikan langkahnya. Seorang laki-laki manis menghampirinya yang masih berdiri di dekat gerbang.

"Yo Sehunnie, sahabat manisku, selamat pagi." Baekhyun berjinjit merangkul pundak Sehun.

"Selamat pagi juga, pendek." Balasan Sehun membuat tangan Baekhyun terasa gatal ingin memukul kepalanya.

PLAK

Daripada menahan hasrat, Baekhyun lebih memilih melepaskan pukulannya, "AUCH, Yak, Baekkie-ya! Kau jahat dengan sahabatmu yang tampan ini." Sehun mengusap belakang kepalanya yang mendapatkan elusan tangan Baekhyun.

"Salahmu sendiri, aku memujimu kau malah balas menghinaku. Rasakan!" Baekhyun menjulurkan lidahnya mengejek Sehun.

"Itu kenyataan, Baek, kau memang pendek. Jangan salahkan aku, karena aku bukan penyebab kependekanmu." Sehun cemberut tidak terima.

Baekhyun menaruh kedua tangannya di pinggang, "Yak, aku tidak pendek. Hanya kurang tinggi saja."

"Itu sama saja, intinya sama-sama kurang tinggi alias pendek." Sehun menahan tawanya melihat teman sebangkunya sekaligus sahabatnya memajukan bibirnya mengalahkan paruh burung pelikan. "Astaga, jangan cemberut begitu dong, Baekkie-ya. Okay, aku minta maaf. Damai?" Sehun mengulurkan jari kelingkingnya.

"Baiklah, damai." Baekhyun menyambut jari kelingking Sehun, saling menautkan.

Sehun melepas tautan jari kelingking mereka, "Di mana pacarmu, biasanya kau selalu berangkat bersamanya?" Merangkul bahu Baekhyun, mengajaknya menuju kelas mereka.

"Dia tidak masuk, menjemput kedua orang tuanya di bandara. Dan yang menyebalkan, dia memberitahu kabar itu secara mendadak, jadi terpaksa aku berangkat membawa mobil sendiri."

"Sudahlah, jangan cemberut terus." Sehun melirik Baekhyun, "bibirmu bisa mengalahkan paruh burung pelikan kalau kau terus-terusan memajukannya."

"Sehuuun." Baekhyun menghentakkan kakinya tidak terima dengan ledekan Sehun.

"Baek, kau itu sudah murid SMA. Jangan kekanakan!" Menghentikan langkah, Sehun membawa Baekhyun berhadapan dengannya, "Daripada cemberut, aku lebih suka melihat senyumanmu. Jadi, senyumlah Baek, karena itu akan membuat perasaanmu menjadi lebih baik." Kedua telunjuk Sehun menarik kedua pipi Baekhyun ke atas, membuat Baekhyun tersenyum.

"Nah, itu lebih baik, Baekkieku yang manis." Baekhyun tersenyum lebar mendengar perkataan Sehun.

"Sehun, kalau kau terus bersikap seperti ini, aku bisa berpaling dari Chanyeol dan jatuh cinta padamu."

Sehun kembali datar, "Pesona Oh Sehun memang tak terbantahkan, tetapi Baekkie-ya.. aku tak mau punya kekasih pendek sepertimu. Jadi, maaf aku tak bisa membalas perasaanmu." Sehun kembali berjalan, meninggalkan Baekhyun yang blank setelah mendengar ucapan Sehun.

"Yaakk, OH SEHUUNN." Teriakan Baekhyun menambah suasana ramai di koridor Sekolah mereka. Sehun yang mendengar teriakan Baekhyun hanya tersenyum puas karena sudah berhasil mengerjai teman sebangkunya.

IDLY ^ₒ^ KaiHun ^ₒ^

"Hun. Sehun. Sehuun." Baekhyun berteriak di kuping kanan Sehun.

"Aigoo, telingaku bisa tuli karena teriakanmu Baek!" Sehun mendeadglare Baekhyun.

"Kau tanyakan saja kenapa aku berteriak pada orang yang sudah kupanggil berulang kali tetapi tetap terhanyut dalam lamunannya," dengan malas Baekhyun menanggapi kemarahan Sehun, "Kau tidak pulang? Kim seonsaengnim sudah keluar dari tadi, kelas juga sudah sepi. Kau sih kebanyakan melamun."

"Apa?" Sehun melihat sekelilingnya, ternyata benar kata Baekhyun kelas sudah sepi hanya tersisa mereka berdua.

"Kau sedang melamunkan dia, ya?" Baekhyun tahu siapa yang sedang dilamunkan Sehun. Dia, teman sekelas mereka, sahabat Sehun dulunya, dan pacar kakak kembar Sehun. Baekhyun rasa kisah percintaan Sehun terlalu rumit daripada kisah cintanya yang hanya terhalang restu orang tua Chanyeol.

"Huff, Baek."

"Iya?"

"Sepulang sekolah aku akan pindah dan tinggal bersama dia di rumah yang sudah disediakan oleh kedua orang tuanya. Dan besok aku juga akan bertunangan dengan dia." Sehun lirih.

"APA?!" Baekhyun terkejut mendengar perkataan Sehun. Ini benar-benar gila. Bagaimana bisa mereka tiba-tiba akan bertunangan? Dan tinggal bersama? Ini gila.

"Orang tuaku menjodohkanku dengannya dengan alasan 'demi perusahaan'." Sehun menghela nafas, "Aku harus bagaimana, Baek?"

"Sehun, itu terlalu mendadak. Mmm, kau tidak berusaha menolaknya?"

"Sudah, Baek. Tetapi kau kan tau sendiri bagaimana sifat appaku."

"Ini rumit Sehun. Tetapi kau cinta padanya kan?" Baekhyun memastikan perasaan Sehun.

"Aku belum bisa melupakan perasaan cintaku padanya, tetapi Baek, dia membenciku. Aku tak mau menambah kebenciannya padaku karena pertunangan ini. Apalagi sebentar lagi aku dan dia akan tinggal seatap. Aku merasa bersalah setiap melihat tatapan penuh kebencian yang hanya tertuju padaku, aku tak sanggup jika selalu melihat semua itu di saat aku dan dia bertemu nantinya. Cukup di sekolah saja, aku bisa menahannya. Tetapi kalau terlalu sering aku tak sanggup, tak sanggup, Baekhyun."

"Bagaimana kalau kau mencoba berbicara dengan dia saat kalian di rumah nanti?"

"Aku tidak yakin dia mau berbicara denganku."

"Kau coba dulu, Sehunnie. Berhasil atau tidak, setidaknya kau sudah berusaha."

"Baiklah, aku akan mencobanya."

"Nah begitu lebih baik. Ayo pulang bersama." Ajak Baekhyun, melempar kunci mobil yang langsung ditangkap Sehun, "kau yang menyetir." Sehun hanya mengangguk. Ini salah, seharusnyakan Baekhyun yang menyetir. Bukan maksud Sehun menolak menyetir, hanya saja perasaannya sedang kacau. Apa tidak apa-apa jika ia yang menyetir?

"Baiklah, tetapi jangan salahkan aku kalau kita tidak selamat sampai di rumah." Sehun cuek.

"Yak, biar aku saja yang menyetir. Aku tidak mau kalau tiba-tiba di tengah jalan kau melamun lagi, lalu tak fokus menyetir. Aku masih ingin memperjuangkan cintaku." Baekhyun merebut kembali kunci mobilnya, "Ayo pulang!"

IDLY ^ₒ^ KaiHun ^ₒ^

Sehun menatap sekeliling kamarnya, ia akan merindukan suasana tenang di kamar ini. Semoga saja kamar barunya nanti tidak jauh berbeda dengan kamar ini. Ku harap Jongin mau membatalkan pertunangan ini. Maaf hyung, aku tidak sanggup terang-terangan menjaganya. Yang bisa kulakukan hanya menjaga dia dari kejauhan. Maafkan aku hyung.

Ketukan pintu membuyarkan lamunan Sehun. Akhir-akhir ini ia rasa dirinya terlalu banyak melamun. Huh, bagaimana tidak melamun? Pikirannya sekarang terlalu rumit untuk tidak dilamunkan.

Sehun membuka pintu kamarnya, terlihat ibunya yang masih terbalut pakaian resmi kantornya, "Eomma, ada apa?" Sehun langsung.

"Eomma, pulang sebentar untuk memberitahukanmu alamat rumah yang akan kau tinggali bersama Jongin. Sekalian mengambil berkas-berkas Appamu yang tertinggal." Ibu Sehun mengeluarkan secarik kertas berisi alamat perumahan mewah, menyerahkannya pada Sehun, "Ini alamatnya. Nanti malam kita akan makan malam bersama dengan keluarga Kim, kau akan datang bersama Jongin. Jongin sudah tahu tempatnya. Kita akan membahas pertunanganmu dengan Jongin besok. Karena semua sudah aku sampaikan, Eomma akan kembali ke kantor sekarang." Ibu Sehun berlalu begitu saja, tanpa memperhatikan perubahan raut di wajah Sehun.

Sehun menutup pintu kamarnya kembali, berjalan menuju ranjang dan merebahkan dirinya. Ia angkat kertas yang tadi ibu berikan, mengamatinya. Bagaimana kalau Jongin menyetujui pertunangan ini? Apa yang harus ia lakukan? Bersikap baik terhadapnya, atau mengacuhkannya? Tetapi benarkah Jongin menginginkan pertunangan ini? Sehun merasakan kepalanya ingin pecah setiap memikirkan ini.

Hari beranjak sore, haruskah ia berangkat sekarang? Sepertinya iya. Lebih cepat sampai, ia jadi memiliki banyak waktu luang untuk membicarakan pembatalan pertunangan ini dengan Jongin. Sehun bangkit dari rebahannya. Melihat semua barang yang akan dibawa ke rumah yang akan ia tinggali sudah tersusun rapi di koper dan tas ransel sekolahnya. Mengambil ponsel di saku, ia menghubungi taksi yang sudah lama menjadi langganannya berpergian ketika dia malas menunggu bus di halte.

Semua sudah beres, tinggal menunggu taksi datang ke rumahnya. Ia kembali mendudukan diri di ranjang. Semoga Jongin juga tidak menyetujui pertunangan ini.

IDLY ^ₒ^ KaiHun ^ₒ^

Taksi yang ditumpangi Sehun berhenti di sebuah rumah mewah daerah elit di Seoul. Ini terlalu berlebihan untuk pelajar sepertiku. Kenapa tidak memilih yang lebih murah dan berjarak dekat dengan sekolah? Sehun bingung dengan pemikiran orang tua Jongin, apa mungkin agar mereka tidak ketahuan pihak sekolah kalau mereka tinggal bersama?Mungkin memang seperti itu.

Sehun dibantu sang supir taksi mengeluarkan dua koper sedang berisi pakaian dan seragam sekolah serta satu koper besar berisi buku-buku pelajaran dan novel-novel kesukaannya. Barang kecil yang ia perlukan seperti Laptop, headset, ponsel, buku catatan kecil, peralatan sekolah ia masukan dalam ransel yang bertengger nyaman di bahunya.

"Terima kasih ahjussi sudah membantu saya membawakan koper-koper ini sampai di depan pintu. Seharusnya ahjussi tidak perlu repot-repot, saya bisa membawanya sendiri." Sehun sopan.

"Tidak apa-apa, nak Sehun. Nak Sehun tidak perlu sungkan, saya permisi pergi dulu." Sang sopir taksi pamit undur diri setelah membalas bungkukan Sehun.

Setelah sang sopir taksi menghilang di balik tikungan, Sehun memutar tubuhnya menghadap pintu pagar, membuka pagar tersebut kemudian menarik koper-kopernya memasuki halaman rumahnya dan Jongin. Sehun tercengang dengan kemegahan rumah yang akan ditempatinya. Ini lebih mirip istana daripada rumah. Sebenarnya rumah orang tua Sehun juga besar, tapi tidak sebesar dan seluas rumah ini. Pantaskah ia tinggal di sini? Sehun menghela nafas, menarik kopernya kembali melangkah menuju pintu dan mulai membukanya dengan kunci yang telah eommanya berikan tadi. Sehun membawa semua barang-barang bawaannya masuk ke rumah. Keadaan gelap menyambut Sehun. Ternyata ia datang duluan daripada Jongin. Tunggu dulu, kamarnya yang mana? Haruskah ia berkeliling dulu? Atau menunggu Jongin untuk menentukan kamarnya di mana? Berkeliling sambil menunggu Jongin tiba menurutnya obsi yang tepat. Tetapi yang lebih utama dari itu semua, ia harus menyalakan lampu penerangan terlebih dahulu. Ia tidak ingin dirinya mati konyol gara-gara tertabrak lemari dalam kegelapan ini.

Puas berkeliling, Sehun mendudukkan dirinya di sofa. Berkirim pesan dengan Baekhyun sepertinya lebih bermanfaat daripada melamun.

~BYUN Cerewet~

BaekBaek?

5.37 PM Baca

Iya? Ada ap?

5.37 PM

Btw, jangan panggil aku BaekBaek, terdengar

seperti bebek, dan aku bukan bebek..

5.37 PM

Ku bukan bermaksud memanggilmu seperti itu..

Baiklah, kalo gitu aku panggil bek.

Bek aku sudah berada di rumahnya..

Menunggu kedatangan Jongin

5.38 PM Baca

Wuahhh, jongmalyeo?

Bagaimana rumahnya, bagus tidak?

Sudah aku bilang jangan panggil aku bek,

ku bunuh kau kalo masih memanggilku begitu

5.38 PM

Luas dan lengkap

Nde, Baekkie-yaMian

5.38 PM Baca

Hanya itu?

Lebih spesifik Hunnie-ya

Kalo hanya itu aku ga bisa bayanginnya

5.39 PM

Ku tak bisa menjabarkannya dalam kata-kata

Jika kau penasaran besok saja kau datang kemari

5.39 PM Baca

Ini undangan syukuran pindah rumah?

5.39 PM

Bisa dibilang begitu..

5.40 PM Baca

Wokay, Bro

Aku akan datang, boleh mengajak Chanyeol?

5.40 PM

Boleh, tapi jangan kau beritahu pada siapa-siapa,

jika aku tinggal seatap dengan Jongin, aku tidak mau

Jongin marah gara-gara itu…

5.40 PM Baca

Siiippp… tenang Hunnie, aku ini sahabat yg bisa

kau andalkan…

5.41 PM

Baek, sepertinya Jongin sudah tiba..

Kita lanjutkan ini nanti..

5.41 PM Baca

Okay, selamat berjuang Hunnie..

Apapun keputusan Jongin nantinya aku selalu

mendukungmu.. Fighting..

We got that Power…

5.41 PM

Terima kasih..

Eumm, sepertinya yg terakhir ga nyambung..

5.41 PM Baca

Kau sambungin saja sendiri, aku mau

bersiap-siap pergi kencan dengan Chanyeol

Bye-Bye Muaahh…

5.41 PM

Sehun menolehkan kepalanya ke arah pintu, benar dugaannya. Itu Jongin. Sepertinya bawaan Jongin tidak sebanyak dirinya, hanya dua koper sedang dan ransel yang ia kenali ransel yang selalu Jongin pakai sehari-hari ke sekolah.

Dengan gugup, Sehun berbasa-basi menyapa Jongin, "Kau sudah datang? Ingin minum sesuatu?"

"Tidak." Singkat Jongin.

Saat Jongin telah berada dekat dengannya, Sehun memberanikan diri membicarakan soal pertunangan mereka, "Jongin-ah, aku ingin berbicara sebentar denganmu. Ini tentang pertunangan kita."

Jongin marah, "KITA?! Tidak ada kata kita antara kau dan aku. Jangan sekali-kali kau menyebut kata laknat itu di hadapanku. Dan kalau kau ingin berbicara tentang pertunangan ini. Aku tidak bisa menolaknya, kau dan aku akan tetap bertunangan." Menatap tajam Sehun, lalu pergi begitu saja.

"Kenapa harus bertunangan, bukankah kau membenciku?" Sehun lirih.

Langkah Jongin terhenti, "Aku hanya terpaksa, kalau bukan karena kondisi eommaku yang memburuk, kalau bukan karena eomma menginginkan menantu dari keluarga Oh, aku akan dengan senang hati menolaknya. Sayang sekali, gara-gara kau, anak keluarga Oh tinggal dirimu saja. Andai kau tak membunuhnya, aku akan merasa senang menerima pertunangan ini." Jongin menarik kedua kopernya kasar, ia muak berlama-lama dengan Sehun.

Hyung, apa yang harus aku kulakukan sekarang. Dengan kepala menunduk Sehun menarik koper-kopernya menuju kamar di sebelah kamar yang Jongin masuki. Keadaan ia yang ingin menangis membuatnya tidak sempat melihat dekorasi kamar barunya. Sehun langsung menjatuhkan dirinya di ranjang, menenggelamkan wajahnya di bantal, meredam suara tangisannya.

Ia sudah berjuang mati-matian menahan tangisannya sedari dia pertama kali tersadar pasca operasi. Sudah dua tahun berlalu, ia selalu menahan tangisannya setiap ia melihat tatapan penuh kebencian itu. Kenapa semua terjadi kepadanya? Sesaat ia telah yakin akan meninggalkan dunia ini setelah menitipkan perasaannya, kenapa Tuhan dengan kebaikan hati-Nya memberikan kesempatan untuk tetap melanjutkan hidup? Apakah salah jika ia menyatakan perasaannya? Apakah salah jika ia jatuh cinta pada pacar kakaknya? Bukankah cinta tidak pernah salah? Apakah kebencian Jongin adalah hukuman atas semua kesalahannya? Ia rasa dirinya memang pantas untuk di benci, semua orang membencinya, semua orang selalu menyalahkannya. Apapun yang ia lakukan selalu salah di mata semua orang. Haruskah ia pergi menjauhi mereka?

"SEHUN BUKA PINTUNYA!" Teriakan Jongin membuat ia menghentikan tangisannya.

"Se-sebentar." Dengan suara parau Sehun menjawab seruan Jongin.

Membuka pintu, ia melihat Jongin berdiri di hadapannya bersama kedua kopernya, "Ada apa?"

"Kau pindah ke kamar sebelah, aku akan tidur di kamar ini." Jongin datar.

"Kenapa?"

"Jangan banyak tanya, cepat pindah!" Jongin menarik tangan Sehun kasar, membuat ia hampir terjatuh karena tidak siap dengan tarikan mendadak Jongin. Jongin melepaskan genggamannya. Membawa kedua kopernya masuk dan melempar koper-koper milik Sehun terakhir menutup pintu kamar dengan keras.

Sehun meratapi keadaan dirinya, tangan yang memerah karena tarikan Jongin yang terlalu kasar. Kepalanya yang sudah pusing bertambah pusing karena sempat terantuk kusen pintu. Sedikit terhuyung, ia mendekati koper-kopernya, membawa semua itu ke kamar sebelah. Saat tinggal satu koper yang akan dibawa ke kamar, roda koper tiba-tiba lepas satu. Membuat koper itu tidak bisa ditarik lagi, terpaksa Sehun harus mengangkatnya. Ia menyesal membawa semua buku koleksinya, di saat keadaan seperti ini, membuat beban kopernya semakin berat. Sebenarnya tidak masalah kalau keadaan dirinya baik, tetapi ini akan susah kalau harus mengangkat beban berat saat pandangannya berkunang-kunang.

Sehun menggeleng-gelengkan kepalanya, berharap pusing yang ia alami sedikit berkurang. Kau lelaki Sehun. Jangan lemah. Batin Sehun menyemangati. Dengan sekuat tenaga, ia angkat koper itu.

BRAKK

Ia jatuhkan sembarangan kopernya setelah sampai di kamar. Menutup pintu. Kepalanya menjadi tambah pusing setelah mengangkat beban berat. Ia rasa tidur sebentar membuat sakit kepalanya reda.

TBC

Hai,

Aku penulis baru…

Baru kemarin hiatus wkwkwk. Ini ff pertama Kaihun yang aku tulis, sedikit sulit sihh nulis karakter Sehun, karena ujung-ujungnya aku selalu terpikir Sehun yang dingin-sedingin es di kulkas. Tapi di genre ini gg mungkin kan Sehun ku jadikan dingin, jadi ya gituhh lahh, Sehunnya agak aneh hehe…

Niat awalnya sih pingin bikin oneshoot, tapi aku urungkan.. soalnya kalo oneshoot alurnya bakal kecepatan lalu menimbulkan banyak pertanyaan yg muncul, karena banyak kejadian yg aku potong. Jadi, setelah ku pikir-pikir lagi IDLY akan aku buat 3 ato 5 chapteran baru end..

Jadi pendapat kalian tentang ff ini gimana?

Dilanjut ato didelete aja?