Disclaimer : Shin Megami Tensei, Persona 4 © ATLUS — Acute, VOCLOID © Yamaha

Warning : OOC, RisexSoujixNaoto, semoga reader tidak bingung dengan alur dan point of view-nya, klise, author kehabisan kata-kata untuk warning dan deskripsi.


Acute

— a triangle love story —


Kami—Souji-senpai, Naoto-kun dan aku adalah sahabat. Sahabat yang sangat dekat. Meskipun kami bertiga sama-sama tidak berasal dari kota ini—Inaba. Dan, meskipun kami baru saling mengenal selama beberapa bulan, kami merasa sudah mengenal satu sama lain sejak lama. Meskipun kami berbeda, tapi kami tetap saling berbagi. Kami saling melengkapi. Kupikir, takkan pernah terjadi sesuatu yang bernama 'cinta' diantara kami bertiga. Karena, kau tahu, aku menganggap Souji-senpai adalah sosok kakak yang selalu siap membantu dan selalu memberikan kehangatannya padaku—dan kupikir Naoto-kun beranggapan sama sepertiku. Sementara, aku menganggap Naoto-kun adalah saudara perempuanku yang pintar, tenang dan mampu menghadapi segala macam situasi. Dan, hey, aku tak akan jatuh cinta pada seorang perempuan! Walaupun kuakui, Naoto-kun memiliki wajah maskulin. Sangat tampan jika dibandingkan dengan anak-anak perempuan lain di sekitarku. Tapi tetap saja, perempuan adalah perempuan. Bukan lelaki. Yah.. intinya mereka berdua mampu kuandalkan di dalam situasi yang paling sulitpun.

Namun, akhir-akhir ini aku merasakan sesuatu yang aneh di dalam dadaku setiap melihat Souji-senpai. Setiap mendengar nama Souji Seta disebut-sebut. Setiap mendengar langkah kakinya. Setiap melihat siluet tubuhnya. Setiap mencium harum parfum maupun shampo yang dipakainya. Setiap berkunjung ke tempat-tempat yang pernah kudatangi bersamanya. Semakin lama, perasaan ini semakin menjadi. Semakin mengganggu dan membuatku kesal. Kuharap ini bukan sesuatu yang dapat menghancurkan persahabatan kami—khususnya persahabatan Souji-senpai dan aku. Kuharap ini bukan penyakit akut-ku. Kuharap ini bukan cinta.


Saat pertama pindah ke Inaba, tujuanku hanya satu. Memecahkan kasus pembunuhan yang terjadi di sini. Hanya itu. Tak lebih maupun kurang. Untuk menutupi identitasku, aku bersekolah di Yasogami High School. Mencoba membaur dengan remaja-remaja biasa yang seumuran denganku sembari terus mengumpulkan kepingan-kepingan puzzle mengenai kasus ini. Hari pertama bersekolah di sana, aku langsung mendapatkan satu kepingan puzzle. Aku dapatkan dari Rise Kujikawa—mantan idola yang pernah dikabarkan menghilang—dan kawan-kawannya. Dalam penyelidikanku, aku mengetahui bahwa Rise Kujikawa sering berkumpul bersama Yukiko Amagi, Kanji Tatsumi, Chie Satonaka, dan terakhir—orang yang sangat menarik perhatianku, Souji Seta.

Seiring waktu berjalan, kini aku tahu kebenaran di balik semuanya. Di balik kasus pembunuhan ini. Dan seiring waktu pula, hubunganku dengan merekapun semakin dekat. Terlebih hubunganku dengan Rise dan Souji-senpai. Kami selalu bersama. Seperti saudara sekandung, serahim, sedarah. Cinta? Tak pernah kupikirkan sekalipun tentang hal itu. Takkan pernah kugunakan waktu berhargaku untuk hal yang tak jelas dan tak penting seperti itu. Teman, keluarga dan sahabat sudah cukup bagiku. Terlebih, aku memiliki Rise dan Senpai yang selalu ada disampingku, memberikan dukungan padaku, peduli juga sayang padaku. Dan tak akan pernah semua hal itu sebanding dengan sesuatu yang akut bernama cinta.


Selama aku tinggal di Inaba dan menjalankan kehidupan sembari memecahkan kasus di sini, hanya ada dua hal—salah, dua orang—yang menarik perhatianku. Naoto Shirogane, seseorang yang disebut-sebut sebagai Detective Prince itu. Detektif tampan yang ternyata hanya seorang perempuan tak berdaya. Hanya seorang perempuan yang menginginkan semua orang menganggapnya dewasa—bukan anak kecil. Padahal, semua orang tahu, 'anak kecil' yang tak mau disebut anak kecil seperti dialah yang disebut anak kecil. Tak bisa kupercaya gadis cerdas seperti dia justru memiliki pemikiran yang kekanak-kanakan seperti itu.

Lalu, orang kedua yang menarik perhatianku adalah Rise Kujikawa. Mantan idola yang dipanggil Risette oleh para penggemarnya. Kenapa dia menarik perhatianku, kau tanya? Apalagi kalau bukan karena dia cantik? Dia juga imut. Walaupun otak bodohnya terkadang membuatku naik pitam. Tapi justru itulah yang membuatnya manis. Rambut ikal berwarna merah itu, membuatku ingin sekali membelainya. Matanya yang berwarna emas kecokelatan itu, mampu membuatku ingin menatapnya lebih lama. Satu kata yang dapat mendeskripsikannya. Indah.

Aku tak bisa memilih antara Rise atau Naoto. Antara pink dan biru. Antara bodoh dan cerdas. Antara idola dan detektif. Antara periang dan pendiam. Maka, rencana itu datang. Berpura-pura menjadi lelaki baik-baik yang didambakan setiap wanita. Berpura-pura menjadi sahabat mereka untuk dapat dekat dengan mereka. Agar aku bisa bergerak dengan bebas untuk mendekati mereka berdua sekaligus tanpa dicurigai siapapun. Akan kulakukan secepat mungkin sebelum waktuku di Inaba habis dan harus kembali ke Tokyo. Sekali berlari, satu-dua orang terlewati. Sambil menyelam minum air. Jenius, bukan? Apa katamu? Playboy? Aku? Heh, aku bukan playboy. Cinta, akut, penyakit akut bernama cinta adalah hidupku, kau tahu?


Rise Kujikawa, saat ini jantungnya sedang berdegup tak karuan. Wajahnya memerah, dan tak sanggup berkonsentrasi pada pelajaran. Sesekali ia tersenyum, lalu menundukan kepalanya dengan senyum yang melebar dan wajah memerah. Naoto, sahabat yang duduk di sampingnya merasa aneh melihat gerak-gerik mantan idola itu. Merasa khawatir—penasaran tepatnya—dengan kelakuan aneh sahabatnya itu, Naoto merobek secarik kertas dari buku tulisnya dan menuliskan sesuatu di sana. Lalu dia melemparkan kertas yang sudah ditulisi sesuatu dan sudah berbentuk bulat itu ke Rise. Bola kertas itu mengenai pipi merah gadis berkuncir dua itu. Rise menoleh ke arah dilemparnya kertas bola kertas tadi dengan wajah kesal. Naoto yang memang menunggu respon Rise segera memberikan isyarat 'maaf' dan 'cepat baca kertasnya' kepada Rise. Dengan cepat Rise membuka kertas itu dan membacanya.

'kau kenapa, Rise-san?'

Rise hanya cengar-cengir membacanya. Lalu menoleh kepada Naoto yang masih memperhatikan Rise. Gadis bertopi itu mendapatkan isyarat 'ra-ha-si-a' yang diberikan Rise sebagai jawaban. Naoto mengernyitkan dahinya sebagai tanda bahwa ia semakin bingung dengan apa yang terjadi pada Rise.

Bel istirahat berbunyi. Dengan secepat kilat, Rise berdiri dari tempat duduknya dan berlari keluar dari kelas—bahkan sebelum gurunya keluar. Semua orang terheran-heran dengan tingkah laku cucu pemilik toko tahu itu. Tak terkecuali Naoto. Naoto segera menyusul Rise setelah pamit kepada guru yang belum meninggalkan kelas itu. Naoto terus mengikuti Rise dari belakang hingga sampai ke tempat tujuan Rise. Atap sekolah. Di sana, Souji Seta yang sudah menunggu kehadiran seorang gadis manis berkuncir dua langsung tersenyum ke arah Rise. Mereka berdua berjalan ke tempat yang sepi. Penasaran, Naoto mengendap-endap mengikuti mereka dan mencuri dengar percakapan mereka.

"Rise, tujuanku mengundangmu ke sini adalah untuk sebuah pernyataan," ucap Souji sambil melemparkan senyum khasnya kepada Rise. Seketika itu pula, Naoto yang mendengarnya merasa khawatir dan gelisah. Jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Naoto menajamkan pendengarannya sambil berharap jantungnya bisa berdegup normal kembali.

"Eh? Pernyataan apakah itu, Senpai?" Rise meremas roknya. Berusaha menenangkan dirinya sendiri. Naoto dapat melihat semburat merah di wajah Rise. Naoto berusaha membuat dirinya tenang sambil berharap kalau pernyataan itu bukanlah pernyataan cinta. Sejenak Naoto berpikir, mengapa dia tidak mau Souji menyatakan cinta pada Rise? Apakah Naoto cemburu? Gadis berambut biru itu memutuskan agar menyimpan pemikiran itu. Naoto terus mendengarkan percakapan mereka berdua.

"Hm.. Rise, aku suka padamu. Aku suka rambutmu, aku suka matamu, aku suka wajahmu, aku suka sifatmu, aku suka dirimu. Maukah kau menjadi pacarku?" jelas Souji panjang lebar.

Pada saat yang sama pula, hati dua orang gadis yang mendengarnya berdegup kencang. Tapi ada yang berbeda. Jantung gadis manis berambut merah berdegup karena bahagia. Sementara jantung gadis berambut biru berdegup karena merasa ada ancaman besar yang akan dihadapinya. Naoto merasa hatinya dicabik-cabik dan ditusuk-tusuk oleh belati yang sudah dilumuri racun mematikan. Tak kuasa menahan sakit yang dialaminya, Naoto segera berlari dari sana. Terus melaju kencang. Tak peduli semua orang melemparkan pandangan aneh kepadanya. Tak peduli orang-orang memakinya saat dia menabrak orang itu. Terus berlari dan berlari meninggalkan mereka berdua, meninggalkan sekolah. Sejak saat itu, Naoto tak pernah lagi mau memandang Rise ataupun Souji.

"Naoto-kun!" Naoto tersentak kaget saat suara familiar berteriak memanggil namanya. Naoto menurunkan topinya sedikit agar dia tak bisa menatap wajah Rise dan mengalihkan pandangannya. Naoto menjawab tanpa menoleh sedikitpun kepada Rise.

"A-ada apa, Rise-san?"

"Apa? Kenapa kau bersikap seperti itu saat aku berbicara padamu? Ada apa sebenarnya?" nada yang terdengar saat Rise melontarkan pertanyaan itu terkesan seperti orang yang kesal dan marah. Naoto tidak menjawab pertanyaan itu dan langsung beranjak pergi seraya terus menjaga topinya agar tetap menutup mata birunya. Rise yang kesal dan marah dengan tingkah laku sahabatnya yang aneh itu mengejar Naoto dan dengan sigap menarik topi biru biru dengan paksa sehingga membuat sedikit robekan di sisi topi itu.

"Ma-maaf, Naoto-kun! A-aku tak bermak-..." sebelum Rise sempat menyelesaikan kalimatnya, Naoto mengambil topinya dan memakainya kembali.

"Permisi, Kujikawa-san," Naoto pun pergi tanpa memperdulikan Rise lagi. Perasaannya sudah tak karuan. Kesal, sedih, sakit, marah, semua bercampur jadi satu.

~ CHAPTER 1 END ~


A/N : oh-.. oooh-.. oooooh! ohohohohohoho~ *plak* yes.. saya nge-spam lagi di fandom ini! *gugulingan* saya agak rancu dengan ending chap ini ==; pasti aneh dan menjijikan di bagian akhirnya. Saya mau minta sarannya juga. Kalau fic ini jelek, akan saya delete dan gak saya teruskan. Lalu, bagi yang sudah nonton PV Acute-nya VOCLOID, pasti udah tau endingnya. Jadi.. bisa dibilang ini acute versi P4. Tapi nanti saya coba ubah 'sedikit' di ending-nya. Sepertinya, saya memang gak bisa yah buat fic panjang-panjang. Dan saya yakin masih banyak typo-typo. tolong ingatkan kalau ada typo. soalnya, jujur. saya merasa agak 'jijik' dengan ending chap ini. jadi belum dikoreksi di bagian terakhirnya. *authorparahyang takpatutdiconto h* Atau kesalahan struktur kalimat dan blahblahblah kenistaan lainnya di fic ini. Tolong beritahu saya. Ada yang mau membaca atau me-review fic nista dan tak sedap dipandang ini?