Disclaimer: SVT © Pledis Entertainment. Henshin Dekinai © Kousaka Tohru. Okane ga Nai © Shinozaki Hitoyo. This piece is just a remake writing – any kind of profits is restricted.
Henshin Dekinai
(SeungHan Ver.)
.
Lenght: Multi-chaptered (1/13)
Pairing: SeungHan/JeongCheol.
Genre(s): Josei, Slice-of-Life, Drama, Romance
Rating: M (PG-15)
Warning(s): Alternate-Universe; remake to Henshin Dekinai which belong to Kousaka Tohru and an spin-off to famous piece Okane ga Nai which belong to Shinozaki Hitoyo; okama!Jeonghan, car-mechanic!Seungcheol; manga-like-writing.
Trigger(s): crossdressing-chara. for the detailed information, just read note(s).
.
.
Ringkasan
Seungcheol, montir mobil sekaligus mantan gangster, jatuh cinta pada Jeonghan, seorang banci yang cantik. Jeonghan menjanjikan kencan sebagai bayaran atas perawatan mobilnya. Awalnya Jeonghan hanya ingin bermain-main – tapi bahkan setelah mengetahui gender aslinya, perlakuan Seungcheol terhadapnya tidak berubah.
CASE 1
Tidakkah Kau Menyadarinya? (2,240 words)
Bisa dikatakan, semuanya berawal dari mulut besar Lee Seokmin yang terlalu senang bicara. Jeonghan sudah tahu. Menjadikan Seokmin teman harus siap dengan konsekuensi bahwa sewaktu-waktu dia akan membocorkan segala sesuatu yang dipunyainya—untung saja dia belum terlalu kurang ajar untuk mengatakan pada semua orang bahwa Jeonghan adalah wanita jadi-jadian. Tetapi sebenarnya, kurang tepat apabila dianggap kelepasan bicara. Keputusan Seokmin adalah demi melindungi diri. Seokmin bahkan berulang-ulang menunduk, mengikuti Jeonghan pergi ke manapun, sampai hampir bersujud di depan kakinya demi memohon maaf. Jeonghan memijat pelipis. Dia harus menganggap ini adalah keuntungan di tengah ribuan kesialan.
Kali ini Seokmin beralasan jika kenalannya bukanlah orang biasa. Pria kenalan yang dimaksudnya adalah mantan gangster. Mantan gangster berarti punya sejuta keahlian mengkronfontasi dan berbakat untuk mematahkan tangan orang dalam sekali bekuk. Seokmin masih ingin punya anggota tubuh lengkap, jadi apapun yang ditanyakan si kenalan mutlak dijawab. Meski itu artinya menukar privasi orang lain untuk membayar kepentingannya.
Bagaimana kenalan Seokmin dapat mengetahui Jeonghan dapat dinamakan kebetulan. Malam itu, Jeonghan memapah Seokmin pulang setelah pesta minum yang panjang; karena Seokmin tak mampu menolerir kadar alkohol yang tinggi tapi selalu nekat mabuk habis-habisan. Di depan pintu losmennya telah berdiri pria asing, tangannya menggenggam kunci inggris dan dahinya dibebat ikat kepala dengan bordiran norak. Jeonghan, yang telah hapal kode kunci tempat tinggal Seokmin, menekan tombol-tombol di depan pintu dan melesakkan Seokmin di ranjangnya, kemudian enyah secepat mungkin. Pria itu masih di sana ketika Jeonghan bersiap pulang.
"Apa kau ada perlu dengan Seokmin?" Jeonghan bertanya dengan nada datar (dan suara perempuan). "Kau kenalannya? Temannya? Jika ya kenapa daritadi berdiri terus di depan. Itu membuatmu terlihat seperti pencuri."
Kaki Jeonghan dibuat terpaku karena alih-alih menjawab, pria lawannya justru berkata: "Kau cantik sekali."
Bukan pertama kalinya dia dipuji. Jeonghan sudah makan beribu rayuan dan melahap gombalan jadi satu pujian tidak akan punya pengaruh besar. Dia hanya memandang lurus. "Jika memang kau tidak punya kepentingan, kuanjurkan pulang sekarang karena pemiliki rumah ini sedang terlalu mabuk untuk meladeni satu-dua tamu."
Baru berjalan semeter, tangan Jeonghan diraih. Jeonghan tak sempat mempertanyakan kenapa karena pria itu menjabat tangannya, dengan tangan kokoh yang didapat dari kerja keras. "Aku Choi Seungcheol." Dia tersenyum, "aku tahu ini tidak ada hubungannya, tapi, jika tidak keberatan boleh kutahu namamu?"
Jeonghan mengutuknya orang gila dan pergi tanpa berniat menoleh lagi.
"Dengan kata lain, Seokmin-ah, ada kenalanmu yang tertarik denganku?"
Hari itu tokonya mengusung konsep gadis loli. Maka dari itu, Jeonghan menggunakan gaun hitam limabelas senti di atas paha dengan riasan mata smokey dan stocking hitam berenda yang memiliki nuansa erotis. Rambutnya ditata ikal, menggantung di atas tulang selangka dan poni lurus menutup alis. Dia duduk anggun di sofa tunggal, menyilangkan kaki dengan gestur feminin setara wanita kelas tinggi. Jarinya terbalut pada pegangan cangkir berisi teh Earl. Siapapun pria yang tidak tahu riwayatnya, bisa dipastikan seketika jatuh hati dalam sekali pandang.
"Namanya Seungcheol, Hyeong." Seokmin menunduk takut. Sebab, walaupun Jeonghan tak menunjukkan tanda-tanda . Jeonghan yang bersikap tenang dan menanggapi perkataan dengan datar patut dicurigai.
"Seungcheol? Kalau dia, aku tahu." Jeonghan menyesap tehnya, "bukankah dia pria aneh yang datang berkunjung tempo hari?"
Seokmin menjengitkan alis, "Kapan kau pernah bertemu dengannya?"
"Saat kau terlalu teler untuk diajak bicara. Harusnya kau bersyukur punya aku yang baik hati membawamu pulang. Ingat, hutangmu bertambah satu padaku."
"Tapi ... dia tidak pernah berkata apapun padaku," Seokmin mengetuk dagu.
Jeonghan mengesah, "Dengar. Apapun yang kauiming-imingi, aku tak tertarik menyetujui jika itu untuk orang bernama Seungcheol."
Seokmin serasa akan sinting. Rautnya berubah pucat dan dagunya jatuh ke bawah. "Kau tidak mungkin setega itu, bukan? Hei, Jeonghan Hyeong, bukankah kau pernah bilang aku adalah adikmu? Bagaimana bisa kau melakukan ini padaku?!"
"Ini dan itu adalah lain cerita. Tanggung yang kauperbuat. Aku tidak tertarik ikut campur. Urus sendiri Seungcheol itu. Kasus ditutup."
Catatan mental Seokmin berdering; ancaman Seungcheol terbayang, berangkat dari alam bawah sadarnya dan menghantui hidupnya yang sampai beberapa detik lalu, tenang-tenang saja. Otak Seokmin berputar cepat untuk mencari sebuah alasan logis. "Sebentar—sebentar," Dia meredakan cemasnya. "Oh! Bukankah dua hari lalu kaubilang mobilmu agak susah dinyalakan setelah ditabrak pengendara jalan ugal-ugalan?"
Ujung mata Jeonghan bergulir, melirik. "Lalu?"
"Harus kautahu, Hyeong, Seungcheol pria aneh yang kautemui itu bekerja sebagai kepala montir di bengkel yang cukup besar. Kau bisa membawa mobilmu untuk reparasi gratis sebagai bayaran kencan sehari. Mobil adalah urusan kecil baginya. Bagaimana?" Mengembangkan sengiran, Seokmin harap-harap cemas propagandanya akan sampai pada Jeonghan.
Menimbang-nimbang, Jeonghan butuh tiga menit sebelum mengangguk. "... Baiklah. Akan kupikirkan."
Seokmin melemas karena saking leganya.
Siang hari yang panasnya menyulut ubun-ubun.
Jeonghan memarkir mobilnya, cukup kasar hingga menimbulkan decitan. Semua pegawai di garasi beralih atensi, mata mereka memiliki arah pandang serupa; yakni pada pengemudi yang turun dari mobil barusan. Melihat jenis mobilnya, pemiliknya pasti sama indah.
Dalam sedetik, napas mereka tercekat karena sekarang tengah berdiri wanita. Keberadaannya bagai oase di padang gurun. Menyejukkan. Membawa damai bagi lingkungan pengap yang hanya berisi pria-pria dengan segudang perkakas pembenah mobil.
Jeonghan menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. Hari itu dia mengenakan hanbok modern. Seperti bisa ditebak, tokonya sedang mengusung tema kembali ke jaman Dinasti Han. Di atas wignya, dia mengenakan bandana merah muda polos. Jarinya dicat merah darah. Paduan semuanya mampu membuat para montir terpana.
Tapi—semua delusi berubah ketika Jeonghan angkat bicara:
"Permisi. Apa Seungcheol-sshi ada?"
Yang ada di pikiran montir-montir bermuka coreng adalah: 1) kalau wanita ini benar wanita, maka suaranya tergolong macho, tapi itu dimaafkan karena dia cantik; dan 2) wanita ini pasti wanita dalam tanda kutip.
Jeonghan tak mempermasalahkan. Dia tidak menyetel sikap sebagai perempuan karena sejak awal dia tak niat melakukan sandiwara. Montir lain sibuk berbisik-bisik saat bahu Jeonghan ditepuk dari belakang.
"Aku Seungcheol."
Berdiri di hadapannya, pria yang sama dari beberapa hari lalu seperti di apartemen Seokmin. Kepalanya masih berbalut ikat kepala, tapi dia mengenakan pakaian pekerja montir kali ini. Tangannya dibalut sarung tangan tebal, dengan tang besi entah nomor berapa.
Sekarang, Jeonghan benar-benar percaya bahwa pria itu adalah mantan gangster. Melihatnya kembali seperti benar-benar disuguhi karakter yang keluar dari sebuah film. Film aksi, dengan banyak adegan pertarungan rumit yang menguras darah.
"Seokmin-ah sudah mengirimkan teks. Mobilmu habis terlibat kecelakaan dan harus diperbaiki, kan?"
Jeonghan menebak-nebak alasan apa yang direkayasa Seokmin terhadap pria ini. Mungkin, sesuatu seperti—
"Katanya, kalau aku memberi reparasi gratis, kau mau bertemu denganku."
Tepat sasaran. Jeonghan memejamkan mata, bersiul pelan. Dia hanya ingin mobilnya direparasi, bukan terlibat lebih banyak dengan mantan gangster. Jadi, dia akan terang-terangan membuka jati diri.
Jeonghan memasang oktaf gadis: "Haiii. Aku Jeonghan. Senang bertemu denganmu~" Dia menghampiri Seungcheol (dengan lemah gemulai dibuat-buat) yang berekspresi datar di tempatnya. "Maaf sudah mengganggu, yaa."
Hipotesa montir lain menjadi akurat. Suara dan gerakan itu. Mungkinkah—
Jeonghan berdeham. Suaranya kembali ke bariton. "Tapi kau sungguh penyelamat. Aku benar-benar terjebak masalah karena—" Seringainya terkembang lebar, "aku baru saja resmi menjadi banci."
Dan dengan ini, semuanya pasti akan berakhir.
Jeonghan akan pergi dari bengkel ini, hanya murni memperbaiki mobil, tanpa harus meladeni Seungcheol dan keinginan anehnya.
Yang mengherankan, tatapan mata Seungcheol semenjak dia tiba sama sekali tidak berubah. Datar, dan terlalu dalam. Seakan-akan tidak terganggu—atau pria itu sedang memberi penilaian?
Tanpa kata, Seungcheol pergi membuka katup mesin mobil Jeonghan. Businya sedikit mengeluarkan asap. Seungcheol menutupnya, beralih pada sang pemilik yang menatapnya bingung. "Aku bisa menyelesaikan masalahnya dalam dua hari. Serahkan semuanya padaku."
Pelipis Jeonghan berkedut. Kesal. Dia pikir, dia sedang dipermainkan.
"... Apakah Seokmin tidak memberitahu hal yang penting?"
Seungcheol meletakkan tang, kemudian mengantungi tangannya di saku. "Apa maksudnya?" Menghampiri Jeonghan, matanya tak pernah beralih ke manapun selain mata sang banci. "Lagipula, jika aku memang punya pertanyaan, aku lebih suka menanyakannya langsung padamu." Kemudian, dia berbalik memunggungi Jeonghan, berjalan mendahului. "Kalau kau tidak keberatan, mau menemaniku makan siang?"
Jeonghan sempat tertegun, tapi perlahan-lahan, seringainya terkembang.
"Oh. Aku sangat tersanjung. Aku lebih dari senang menerima ajakanmu~"
Bukan niatan Jeonghan untuk menggaet orang awam. Dia adalah banci profesional. Bukan bidangnya dalam menarik pria normal terjun ke dalam dunia malam tempatnya bernaung.
Dia hanya bertanya-tanya kapan kiranya Seungcheol, pria aneh yang selalu terobsesi pada mobil itu, menyadari kenyataan yang sebenarnya. Apa yang akan terjadi jika Seungcheol tahu kalau wanita cantik yang diajaknya makan siang sekarang hanyalah seorang laki-laki yang bersembunyi di balik riasan perempuan. Jadi, sampai saatnya tiba, Jeonghan memutuskan untuk bermain-main sedikit dengan dia.
Jeonghan berjalan riang. Dia mendapati Seungcheol tidak banyak bicara dan pada akhirnya mereka hanya bersisian dengan tenang. Jeonghan seperti ditarik ke kenyataan pahit begitu Seungcheol bilang mereka sudah tiba.
Awalnya, Jeonghan kira dia akan dibawa ke restoran mahal. Atau paling tidak, warung makan soba yang terletak duapuluh menit dari bengkel. Tapi, dua-duanya salah.
Dan yang ada di depannya sekarang adalah kedai makan pinggiran dengan tatanan terkumuh dan tidak pernah terpikir bagi Jeonghan untuk mendatanginya.
Kaca pelapisnya retak, ditambal oleh banyak perekat. Beberapa botol soda kosong diletakkan asal di samping pintu geser. Seungcheol tak banyak basa-basi, menggeser pintu dengan kakinya. "Oi, Pak Tua. Aku datang."
Jeonghan merasa terhina. Beraninya mantan gangster rendah seperti Seungcheol membawanya ke kedai seperti itu. Bukan bermaksud gede rasa, tapi paling tidak, seorang pria menyukai seseorang pasti mustahil bagi mereka untuk mengadakan kencan ke tempat makan macam ini. (Ini juga merupakan alasan kenapa dia malas berurusan dengan para gangster.)
Bagaimanapun, Jeonghan hanya mengepalkan tangan, menyimpan emosinya dalam hati. Dia sedang berpenampilan anggun, jadi tabu untuk bersikap kasar. Walau enggan, dia sukses menyeret kakinya masuk mengikuti Seungcheol.
"Oh. Kau pasti Seungcheol!"
Pria (dalam keadaan teler) dari bangku terdekat dengan pintu menyerocos, "Tumben sekali. Eii, siapa itu cewek cantik yang berdiri di sebelahmu?"
Temannya mengesah. "Diamlah, Pak Tua. Jangan minum lagi karena kau sudah melantur."
"Tapi, aku benar-benar harus berterimakasih pada Seungcheol." Seungcheol melirik, karena merasa namanya disebut. "Kau memperbaiki trukku walaupun itu tengah malam." Si pria mabuk berkata.
Seungcheol mendecih, "Jangan bicara terlalu formal. Aku benci itu."
Kemudian, kedai menjadi ramai karena para pengunjungnya yang rata-rata sopir mobil dan truk, mengacungkan jempol dan tersenyum lebar ke arah Seungcheol. Dia dipuji beberapa kali. Respon Seungcheol hanya mengangguk dan berkata, "Kalau soal mobil, serahkan saja padaku."
Jeonghan mempelajari jika Seungcheol ternyata lumayan populer.
Kemudian, dia diajak duduk di bangku ujung. Seungcheol duduk, lagaknya seperti bos besar, dan memesan dengan suara yang menggelegar. "Pak Tua, dua menu makan siang, oke?"
Kakek bermata sipit di balik konter membalas. "Sip, Cheol-ah."
Jeonghan mengesah. Dia bahkan tidak diberi kesempatan untuk memilih menunya sendiri. Apa semua gangster selalu tumpul seperti ini?! Kampret. Harusnya aku tidak usah datang sejak awal.
"Maaf sudah membuatmu susah-payah datang ke sini." Seungcheol berucap tiba-tiba.
Dia menunggu.
Seungcheol meletakkan dua lengannya santai di atas meja. "Seokmin yang menyuruhmu datang, kan. Itu karena aku selalu mendesaknya untuk mengenalkanmu padaku." Tatapan matanya melembut. "Trims. Sudah menyanggupi permintaanku, maksudku."
Dalam hati, Jeonghan kurang-lebih merasa bersalah karena yang menjadi sasarannya adalah reparasi gratis. "O-oh, tidak usah sungkan."
Seungcheol tersenyum untuk pertama kali semenjak mereka bertemu. Dan Jeonghan pikir, pria itu pasti memiliki kepribadian ganda karena ekspresinya gampang sekali berubah dalam waktu singkat. "Tentu saja aku akan bertanggungjawab dan memperbaiki mobilmu seperti janjiku. Anggap saja itu sebagai tanda terima kasih." katanya.
Beberapa saat kemudian, pelayan mengantar pesanan Seungcheol. "Maaf telah menunggu."
"Oke. Trims." Seungcheol berucap singkat.
Si pelayan pergi dengan kerlingan mata, "Kuharap kau juga menyukainya, Nona." katanya pada Jeonghan. Jeonghan hanya mengangguk enggan.
Tidak terlalu buruk. Sajian di depan matanya tergolong apik. Jeonghan tak berpikir banyak dan dia mengambil sumpit karena rasa lapar mengalahkan pemikiran negatifnya tentang kedai itu.
Makanannya enak sekali!
"Enak, kan?" Seungcheol sibuk menguyah bagiannya, membaca raut terkejut Jeonghan setelah dia melahap sepotong ikan. "Jangan lihat dari tampilan kedainya yang mirip tempat pembuangan sampah."
Jeonghan tersenyum kecil, "Ya. Rasanya sangat enak, sampai aku kepingin tanya resepnya dan menjadikannya menu di tokoku sendiri."
Seungcheol menggigit tahu, matanya terarah pada Jeonghan. "Toko? Kau punya toko?"
"Hmm. Walaupun kecil, sih."
"Apa hubungannya?"
"Eh?"
"Kau ibarat ratu di kastilmu sendiri." Seungcheol menggoyangkan sumpit. "Itu mengesankan."
Jeonghan tidak bisa tidak tertegun.
Pintu geser terbuka dan nampak seorang gadis. "Oppa. Kau sedang makan siang? Seokmin Oppa mampir ke bengkel tidak?"
Gadis itu lucu. Rambutnya ditata keriting gantung dan dia menyematkan pita merah di sisi telinga. Kardigan wol membalut tubuhnya dengan dada yang tumpah ruah di balik dasi seragam.
"Sialan. Sudah kubilang berhenti menyumpal dadamu dengan kain dan berdandanlah seperti anak SMA biasa, Seungkwan!" Seungcheol menghela napas. Tapi tangannya menepuk punggung si gadis dengan bangga, "Perkenalkan. Ini adikku, Seungkwan."
Bulan sabit terbit di pelupuk mata Jeonghan.
Seungkwan memicingkan mata. Lama hingga dia mendesis, "... Siapa wanita ini, Oppa?" Lalu dia mengitar ke segala arah; depan, belakang, kiri dan kanan Jeonghan. Meneliti lekat-lekat seperti Jeonghan adalah sebuah mikroba.
"Dari sudut manapun dia dilihat, aku tidak bisa menghilangkan kesan hostess!" Dahi Seungkwan berkerut, suaranya melengking. "Jangan bilang kalian pacaran!"
"Ha?"
"Oppa. Jangan bilang kamu sudah ditipu dan diperas oleh wanita itu!"
Seungcheol naik darah. "Bukan begitu. Aku yang—"
"WANITA YANG BEKERJA DI KLUB ITU ADALAH WANITA PALING MENJIJIKKAN. MEREKA HIDUP DARI MEMERAS UANG PARA TAMU PRIA—"
Jeonghan memotong Seungkwan seketika—"Lucu sekali." Dia terkekeh. "Apa yang seorang bocah ketahui dari kami?" Dia berdiri, mengibaskan rambutnya ke belakang. "Jangan merendahkan dunia malam, gadis kecil. Daripada menjalani kehidupan membosankan seperti orang dewasa biasa, kami hidup dengan langsung turun ke sumber pencaharian ..." katanya. Dia memejamkan mata kemudian.
Seungkwan terpaku. Tertegun. Mencari kejanggalan. Badan gadis itu berkeringat dingin dan Jeonghan langsung menutup mulutnya karena dia melakukan kesalahan fatal.
"A-aah." Seungkwan menunjuk Jeonghan. "K-kau ... jangan bilang kau adalah BANCI?!"
Bersambung
(addendum)
Okama (オカマ) adalah sebutan yang dipakai untuk mewakilkan pria yang gemar tampil sebagai wanita, termasuk memakai pakaian wanita, merias diri, bicara dan bergaya seperti wanita, dan lain sebagainya. Istilah ini tidak terbatas pada orientasi seksual tertentu.
Yankee (ヤンキー) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan remaja-remaja nakal. Sebutan ini mulai populer pada akhir '70-an dan dialamatkan untuk pelajar yang suka membuat onar, melakukan vandalisme, sampai terlibat dalam tawuran berdarah. Istilah ini bersifat uniseks.
zula's note:
yang doyan mantengin mangafox/mangago pasti tau okane ga nai. nah, henshin dekinai ini cerita spin-off dari tokoh honda yg muncul di volume 8 okane ga nai ((dia temennya kuba bersaudara)). okane ga nai itu sendiri karyanya shinozaki-sensei, bentuknya novel, terus ... diadopsi ke manga sama kousaka-sensei. menurutku pribadi ya, cerita di henshin dekinai ini lebih bagus daripada karya aslinya. karna aku lebih suka plot yg heart-throbbing, dan ya, henshin dekinai success take my breath away for a moment. aku gatau apa yg salah tapi mau reread berulangkali pun, ujungnya aku tetep mewek kalo baca itu. ;-;) mungkin aku rapuh/?/
ps: motif utama kenapa aku tertarik ngadopsi cerita ini karna somehow, di headcanon aku, seungcheol-jeonghan sifatnya persis sama kayak honda-someya. dan lagi, seungcheol cocok masa jadi montir mobil ;w;)
ps2: ada beberapa scene tambahan yg disesuaikan, tolong antisipasi.
ps3: kalo memungkinkan, silahkan beli karya aslinya utk apresiasi mangakanya.
ps4: tadinya aku mau pake istilah yankee dan okama biar sesuai sama cerita asli. tapi kemudian aku ubah jadi gangster dan banci karna yaa semua orang pasti tau dua istilah itu. aku juga agak bimbang mau pilih istilah gangster atau preman tapi akhirnya aku pilih gangster aja.
ps5: sori oot tapi ... sial, kenapa jeonghan tambah kek perempuan aja makin hari TT di pemotretan love&letter aja duduknya kemayu banget njir. gue ngerasa ni orang perlu dipertanyakan kelaminnya(?).
ps6: fik ini akan terbit per dua minggu sekali. bisa aja lebih cepat/lambat, tergantung feedback.
ps7: makasih udah mampir baca! :) bubye ke chap depan: CASE 2 – Bukankah Kau itu Bodoh Sekali?
