Disclaimer: Shingeki no Kyojin milik Isayama Hajime.

Warning: Sepertinya plot kurang digarap, typo, dan sebagainya . Settingnya berdasarkan cerita asli(istilahnya mungkin Canon).

Selamat menikmati!


.

.

Tamat

[Fanfiction by Wiwitaku]

.

.

Eren sungguh tidak peduli. Tidak akan ada suara yang keluar dari tenggorokannya.

Sejuta orang berkumpul dan bertanya dengan antusias—yang di mata Eren, terlihat seperti orang dongkol yang tetap menanyakan jawaban walaupun sang jawaban telah disuguhkan di depan mata.

Eren sungguh tidak peduli. Tidak akan ada kelembutan yang terpancar dari kedua bola matanya yang meneduhkan.

Setengah juta orang melirik dengan tatapan meledek, setengah lagi dengan ketidakpercayaan—yang di mata Eren, terlihat seperti kumpulan orang pengangguran yang tak ada kerjaan dan menghabiskan waktunya dengan melihati sebuah hal yang tidak hidup.

Eren sungguh tidak peduli. Tidak akan ada orang yang mampu menghentikan langkahnya menuju pusat penting ibukota.

Sejuta orang mengisi jalan yang tadinya kosong, membuat tempat ini terasa sempit dan pengap. Ada yang terduduk, ada yang berdiri, bahkan ada yang seperti sedang menyembah—yang di mata Eren, terlihat bagai orang-orang yang sedang beribadah. Tapi tidak pada tempat yang semestinya, karena ini di jalanan, tempat orang-orang berpijak menggunakan sepatu kotornya.

Oh, apakah ia tadi mengucapkan kata 'hal yang tidak hidup'?

Ya, memang. Semua orang mengerumuni mereka, dengan sebuah hal tak hidup yang menjadi pusat perhatian.

Hal tak hidup. Tidak sama dengan benda mati—karena ia pernah hidup, dan ia bukanlah benda.

Karena ia pernah menjadi menara pertahanan manusia dari raksasa tak berbusana—karena ia pernah menjadi yang terkuat dari orang-orang kuat.

Karena semua orang selama ini mengenalnya dengan sebutan Kopral Rivaille, pemuda yang menjadi pemimpin mereka.

Oh, apakah ia tadi berkata bahwa 'tidak ada suara yang akan ia keluarkan'?

Ya, memang. Terimakasih pada kenyataan pahit yang ia dapat beberapa jam lalu—yang menyebabkannya harus kehilangan suara—tidak dapat berbicara untuk beberapa waktu.

Rasanya seperti seluruh sisa suaranya, telah ia gunakan untuk berteriak sepuluh menit.

Oh, apakah ia tadi bilang bahwa 'tidak akan ada kelembutan di tatapannya'?

Ya, memang. Terimakasih pada pemandangan buruk yang ia dapat tadi—yang menyebabkan matanya begitu merah—terasa sakit dan perih bahkan hanya untuk sekedar berkedip.

Rasanya seperti seluruh sisa airmatanya, telah ia gunakan untuk menangis satu jam lebih.

Oh, apakah tadi ia berkata bahwa 'langkahnya akan terus melaju tanpa hambatan'?

Ya, memang. Terimakasih pada dirinya yang masih tak percaya bahwa ia mendekap tubuh itu dengan tangannya sendiri—yang menyebabkannya masih sangat terpukul—hingga ia seakan tidak memperdulikan hal lain, yang ada hanya keinginan untuk membawa tubuh kaku Kopral tercinta ke tempat para petinggi.

Langkah akan terus melaju. Tidak sama dengan Langkah mantap ke depan—karena ia bergerak dengan kedua kaki yang bergetar hebat, dan ia bahkan hampir tersandung sesuatu.

Semuanya terjadi hanya karena satu hal. Semuanya menangis hanya karena satu hal. Semuanya tidak percaya akan satu hal.

Kopralnya telah mati.

.

.

Tolong, katakan padaku sekarang. Kepada siapa lagi aku harus menurut? Kepada siapa lagi aku harus dihukum? Di pundak siapa lagi aku harus bergantung? Dengan siapa lagi aku harus melangkah?

Di balik punggung kokoh siapa lagi, umat manusia harus mempertahankan hidup?

.

.

Baginya, umat manusia telah mencapai kata tamat.

-Fin.


A/N: HAHAHAHA apaini?

Ngetiknya kemaren malam, postnya baru sekarang :putnam: maaf kalau angstnya agak kacau :'))))

Terimakasih sudah membaca!

-Wiwitaku.