Di atas langit yang penuh dengan banyaknya bintang-bintang bertebaran, di sanalah muncul seorang gadis tengah melayang mengitari galaksi bimasakti. Gadis itu sangat cantik bagaikan puteri di negeri dongeng. Rambutnya biru panjang. Hidungnya mancung. Kulitnya putih bak susu kental. Mata bulatnya yang indah memancarkan warna keperakkan.
Dirinya pun berhenti mengamati Bumi, tempat di mana para makhluk-makhluk biasa tidak memiliki kekuatan, tinggal di sana. Dia pun mematung sambil menyunggingkan sebuah senyuman manis. Dirinya pun merasakan panggilan seseorang, menyuruhnya untuk datang membantunya walau hanya sehari.
"Saatnya telah tiba."
.
Galaxies Goddess
.
DISCLAIMER: NARUTO belong to Kishimoto Masashi
WARNING: OOC, AU, deskripsi seadanya. Drabbles. 1000 kata maksimal.
.
PROLOGUE
Seorang pemuda berambut kuning jabrik tengah tertidur lelap di antara benda-benda empuknya yang mengelilinginya. Setetes air liur muncul di bibirnya yang tegas, dan murah senyum. Suasana hening di tempatnya hanya menimbulkan jarum jam weker yang masih berbunyi, namun setelah itu langsung berdering hebat.
Pemuda itu terlonjak kaget sambil memejamkan mata. Dirinya masih mengantuk, ingin kembali tidur bersama benda-benda kesayangannya. Wajah malasnya sering dijadikan adu tonjokkan dari sahabatnya membuat dirinya mempunyai wajah paling lucu sedunia. Tetapi, baru mau menghempaskan punggungnya ke belakang untuk menikmati tidur, sebuah tangan menghentikannya.
"Hei! Jangan tidur, lagi. Tidak baik buat rezeki."
Suara manis nan lembut mengguncang pemuda itu hingga akhirnya melek total. Dicarinya suara lembut tersebut ke kanan, lalu ke kiri. Mata birunya kembali tersentak karena wajahnya hampir atau nyaris mendekati wajah manusia berjenis kelamin perempuan di samping kirinya.
Pemuda tersebut menunjuk-nunjuk ke wajah perempuan itu, gemetaran. "Ka-kamu siapa? Ba-bagaimana kamu bisa masuk ke kamarku?" tanyanya langsung.
Gadis itu memasang wajah tidak berdosa, karena seenak masuk ke kamar laki-laki tanpa meminta izin malah mengulurkan tangan mungilnya ke arah pemuda itu. "Kenalkan, namaku Hinata. Aku adalah Dewi Galaksi untuk membantu mencari kebahagiaanmu," sahutnya penuh senyuman dan percaya diri.
Pemuda itu menaikkan selimutnya ke atas dadanya supaya gadis yang bernama Hinata tidak melihat dadanya padahal dirinya pakai baju tidur. Mata birunya terus mengamati gadis di depannya—aduhai cantik banget—yang tersenyum sampai-sampai bulu-bulu roman pemuda itu jadi merinding.
"Tapi… aku tidak butuh bantuanmu. Bisakah kamu pergi saja dari sini?" Tanpa membalas uluran tangan itu, pemuda tersebut mengusirnya keluar.
Ekspresinya langsung cemberut dan berkacak pinggang. "Hei! Waktuku tidak lama, bodoh! Kamulah yang memanggilku, tapi malah mengusirku pergi. Maumu apa? Hah?" tanyanya kesal masih terus bertolak pinggang.
"Aku yang memanggilmu?" tanya pemuda itu menunjuk dirinya. "Masa sih?" tanyanya sambil memiringkan kepalanya, bingung.
Hinata menjentikkan kedua jarinya di depan wajah Naruto. "Daripada bengong, sebutkan namamu siapa? Supaya aku tidak mengatai kamu bodoh."
"Enak saja bilang aku bodoh!" serunya kesal setengah mati. "Namaku Naruto Uzumaki. Anak tunggal dari keluarga Uzumaki. Tinggal berdua sama Ibu. Dan—"
"Aku tidak minta kamu berbicara panjang lebar. Yang aku minta itu namamu, tahu!" dengusnya kesal. Naruto, panggilannya, malah cemberut.
Ditariknya lengan Naruto turun dari tempat tidur. "Waktuku tidak banyak. Kamu harus rapi saat ini juga barulah kita ke tempat paling menyenangkan," ujarnya tanpa henti terus menarik lengan Naruto keluar dari sana.
"Enak saja menyuruh-nyuruh. Datang ke sini tanpa diundang, seenaknya saja menyuruhku pergi bersamamu." Ditarik lagi lengannya agar terlepas, tetapi Hinata terlalu kuat. "Busyet! Ini anak kok, tenaganya kuat banget!" gerutunya dalam hati.
"Sudahlah. Bengong terus." Daripada berlama-lama, Hinata menjentikkan kedua jarinya lagi untuk membereskan semuanya. Barulah tubuh berantakan Naruto tadi berubah jadi pakaian serba rapi. Hebat! Hinata menepuk tangan, puas. "Nah, akhirnya selesai."
Mata Naruto melotot saking terkejutnya melihat tubuhnya dibalut blus warna kuning dengan jaket juga celana panjang warna biru. Dipandanginya gadis di depannya yang tersenyum lebar. "Bagaimana kamu melakukan ini?"
"Daripada tanya-tanya tidak ada gunanya, lebih baik kita keluar. Aku ingin melihat Bumi."
"Hah?"
"Bengong, lagi." Hinata menampar pipi Naruto keras tapi lembut. "Sudah sadar?" Naruto mengangguk. Digandeng tangan Naruto menuju jendela yang terbuka. "Yuk! Pergi!" ajaknya.
.
.
.
.
Di kota—hanya beberapa jam saja—Naruto maupun Hinata berjalan bergandengan tangan. Detak jantung Naruto berdetak bagaikan drum yang sudah diisi bensin penuh, melirik Hinata yang tersenyum manis. Alangkah indahnya bergandeng tangan dengan gadis manis di sampingnya. Tetapi kok, orang-orang melihat dirinya jadi serba aneh, ya?
"Kenapa mereka melihatku begitu?" gumamnya dalam hati sambil menggaruk pelipisnya.
"Mereka tidak mungkin melihatku, Naruto," jawab Hinata bisa membaca pikiran Naruto, tadi. Naruto merasakan napasnya tercekat.
"Kamu itu hantu, ya? Padahal aku tidak punya ilmu spiritual," ucapnya sangat polos.
Hinata tertawa geli. "Kamu ada-ada saja. Aku bawa kamu ke tempat sepi supaya kamu tahu siapa aku. Eh? Bukannya aku sudah kasih tahu siapa aku?" tanyanya melirik sekilas ke Naruto. Naruto jadi salah tingkah.
"Umm… yaah…"
Sesampainya di sebuah taman yang sepi—sepertinya sudah lama tidak dipakai. Naruto dan Hinata berdiri di sana, saling berhadapan. Naruto tidak sanggup menatap Hinata lama-lama, karena—begitulah pikiran yang ada di benak Naruto—Hinata itu jadi bagaikan Dewi yang turun dari langit. Hinata jadi terkekeh geli pada sifat Naruto, seperti belum pernah lihat gadis secantik dirinya.
"Ya ampun, Naruto. Aku tidak menyangka kamu bersikap begitu di depanku. Apa aku segitu cantiknya di mata kamu?" tanya Hinata penuh kepercayaan diri. Naruto mendengus jengkel.
"Enak saja. Aku melihatmu seperti melihat hantu. Asal kamu tahu saja, waktu aku berbicara denganmu di jalan, aku seakan-akan bicara sama orang tidak terlihat. Mereka menganggapku aneh," jawab Naruto jengkel.
"Bukannya kamu malah menikmatinya bersamaku?" Naruto pun akhirnya salah tingkah. Hinata terkekeh geli. "Lihatlah ke atas, Naruto. Lihatlah langit. Inilah bimasakti, sebuah galaksi terindah yang pernah ada."
Benar! Langit telanjang tadi berwarna biru berubah jadi gelap dan bercahaya bintik. Naruto jadi takjub. Lebih takjubnya lagi, Hinata mencium pipi Naruto. Tangan Naruto memegang pipinya, takjub beberapa kali lipat. Sosok Hinata tiba-tiba terasa menghilang di depannya.
"Aku senang bisa bersamamu. Semoga di lain waktu, kita bertemu lagi," ucapnya sambil tersenyum.
"Aku berharap begitu."
Butiran-butiran cahaya Hinata naik ke atas, berkumpul bersama bintang-bintang di atas. Naruto berharap pertemuan ini bukanlah pertemuan terakhir. Berharap ini pertemuan awal mereka ke depannya, dan bertemu lagi.
"Sampai jumpa lagi." Naruto tersenyum, "Hinata."
-To be continued-
..oOo..
A/N: Surprise! Saya buat NH lagi! Hahaha…
End or TBC, ya? Hehe…
Signature,
Zecka Fujioka
Makassar, 19 Februari 2014
