Summary: "aku bukanlah orang yang kau kenal 15 tahun lalu. Kau juga bukanlah orang yang kukenal 15 tahun lalu" dia tersenyum kepadaku.
Disclaimer: Gen Urobuchi, Katsuhiko Takayama
Genre: Romance, YAOI ALLERT
Rate: T
Pairing: Inaho x Slaine
Warning: OOC, typo eperiwer~~~~ , BL, Yaoi, Absurd, gak nyambung dengan summary, bahasa berantakan
Balasan Review (Apa Kau Sendiri Bahagia)
-Kanato desu: entah kenapa di fikiranku Inaho emang tercipta mesum /run
-Purikazu: gomenasai.. padahal sudah di cek ulang sebelum publish tetep aja banyak typonya, orz sepertinya diriku emang kurang teliti hiks
-Nene: bulan puasa boss, buat scene nganu itu rada gimana gitu tar malah puasa ekeh yg rusak XD
-Mihura348: arigatou.. keep reading yah XDv
-Yui: masih belum nemu alur yg sesuai.. sabar yah XDv /run
Balasan Review (His Mine)
-Kanato: mungkin suatu saat dibuat sequelnya /latarnya tentang kehidupan InaSure di rumah pinggir pantai mereka /masih mikir ke sana
-Irene: hehehe hehehe.. typoku memang selalu ada hiks /sepertinya julukan ratu typo cocok buatku *plaaak.. makasih masukannya /peyukcium.. /bedewe jangan panggil author-san deh, rasanya diri ini belum pantas melihat typo yang menggunung.. panggil pake pen namenya saja atau panggil Rara saja nyehehehe.. oy, di sini emang Inahonya sengaja dibuat OOT /run
-Miharu348: arigatou XDd
DON'T READ , IF YOU DON'T LIKE STORIES ABOUT BL~~
MASIH SEPERTI DULU
(chap one)
'Waktu Itu Sangat Menakutkan'
"Bat, jangan menangis lagi" kataku sambil mengelus kepalanya pelan. Kuambil saputangan berwarna orange yang selalu kubawa untuk menutup luka di lututnya yang masih mengucurkan darah.
"Ittai.. hiks"
Aku mencium luka yang sudah terbalut sapu tangan itu pelan "Yuki nee selalu berbuat seperti itu kepada lukaku supaya sakitnya hilang. Bagimana? Masih sakit?"
Dia mengangguk, mengusap matanya yang masih penuh air mata.
"Sudah tidak sesakit tadi Orenji. Arigatou" Katanya berusaha tersenyum menahan sakit di lututnya.
"Ayo kita pulang!" Ajakku sambil membungkukkan badan, bermaksud menggendongnya pulang.
"Demo.." Dia terlihat sungkan, menunduk dalam antara menahan rasa sakit dan tidak mau menerima tawaranku.
"Kau tidak mungkin bisa pulang sendiri dengan lutut yang luka seperti itu"
"Nao-kun! Mooouuu Nao-kun!"
Aku menoleh ke arah Yuki-nee yang sudah merengek sepagi ini. Memasang tampang sedatar mungkin menanggapi semua ocehannya. Aku bukannya tidak menyayangi Yuki-nee, aku bahkan sangat menyayanginya. Tapi, kebiasaannya merengek itu benar-benar sedikit menggangguku.
"Hari ini bisakah kau mengantar Inko ke rumah sakit?" lanjut Yuki-nee setelah melihatku sudah memperhatikannya lebih tepatnya mempehatikan suara rengekannya.
Aku melirik Inko. 'Dia sakit? Tapi sepertinya dia baik-baik saja'. Oh iya, aku lupa mengatakannya, Inko ini adalah istriku. Kami sudah menikah sekitar 3 bulan. Dia adalah teman kelasku di SMA, anak yang cukup pintar, lumayan cantik merupakan salah satu gadis yang selalu masuk di 3 besar 'gadis yang ingin dijadikan pacar', tentu saja aku bukan salah satu yang menginginkannya menjadi pacar aku bahkan tidak pernah bermimpi menjadikannya istri seperti sekarang ini.
"Aku sibuk!" kataku sambil menyuapkan telur gulung terakhir di piringku ke dalam mulut.
"Aku sudah memintakan izin ke atasanmu!" celetuk Yuki-nee. Ingin rasanya ku getok kepala Yuki-nee detik itu juga, dia selalu seenaknya mengatur jalan hidupku. Sekedar informasi saja, aku bisa menjadi seorang 'suami' juga karna Yuki-nee, sejak jaman sekolah Yuki-nee sangat menyukai Inko dan ingin Inko menjadi bagian keluarga kami.
"Yuki-nee, sudah berapa kali ku bilang untuk tidak ikut campur urusanku?" aku menatapnya datar.
"Tapi, hal ini hanya bisa dilakukanmu sebagai suaminya" tunjuk Yuki-ne dengan sumpit yang masih dipegangnya tepat ke hidungku.
"Ano Yuki-nee, aku bisa ke rumah sakit sendiri" dari sudut mataku kulihat Inko berusaha menurunkan tangan Yuki-nee.
"TIDAK BISA! ITU BERBAHAYA! DAN KAU NAO-KUN! SUKA ATAU TIDAK SUKA KAU AKAN TETAP MENGANTAR INKO KE RUMAH SAKIT! TITIK!"
~O~O~O~O~O~O~O~
Aku duduk sendiri menatap lantai yang berada di antara kedua kakiku. Merogoh sesuatu yang kusimpan di balik jas hitamku. Entah sejak kapan aku mulai kecanduan dengan benda laknat bernama rokok. Kutatap langit-langit di smoking area itu, warnanya sedikit coklat jika dibandingkan dengan langit-langit lain. Yah hal itu wajar, mengingat setiap harinya ada berpuluh-puluh orang yang menggunakan tempat ini sepertiku.
KRIEEEEETTTT sebuah suara engsel sebuah pintu yang sepertinya kekurangan minyak mengusik sunyinya smoking area pagi itu. Aku menoleh ke arah suara itu, tidak biasanya aku sepenasaran ini. Aku bahkan tidak akan penasaran dengan orang yang pingsan tepat di sebelahku. Tapi kali ini, hatiku memaksaku untuk menoleh ke arah suara itu.
Seorang pria berambut kuning pucat memakai seragam putih dan sebuah stetoskop terlihat tergantung di lehernya muncul dari balik pintu yang bersuara itu. Deg Deg Deg. Jantungku seperti dipaksa bekerja, aku sedang tidak berolahraga tapi debarannya lebih cepat dari saat aku berolahraga. Mata manik hijau kebiruan orang itu menyipit saat menyapa rekannya yang terlihat akan memasuki ruangan tempatnya tadi keluar. Kurasakan tanganku berkeringat, ingin kusebut namanya tapi suaraku tercekak begitu siap memanggilnya. Kakiku bahkan ikut tak bertenaga saat kupaksa diriku berdiri dan berlari ke arahnya untuk memeluknya. Aku…. Kehilangan jejaknya..
~O~O~O~O~O~O~O~
[ Kaizuka, silahkan menuju ke ruang ibu dan anak di lantai 2]
Aku menatap Inko yang terlihat tersenyum malu sesaat setelah pengumuman di ruang tunggu itu. Dia menunduk menatap perutnya sambil mengusapnya sayang. Bagai tersambar petir di siang bolong saat menyadari apa yang sedang terjadi. Aku hanya bisa mengikuti Inko, berjalan tepat di belakangnya. Merangkai lagi apa yang hari ini kualami. Sesaat setalah apa yang kucari akhirnya kutemukan petunjuknya, sesaat itu juga takdir menyadarkanku kembali kepada kenyataan.
Aku memandang pintu putih di depan Inko. 'Dr. Saazbaum' terlihat terpampang di sana. Inko mengetuk dua kali pintu itu. Sesaat kemudian terlihat seorang wanita berpakaian suster dengan rambut pirang diikat dua kanan dan kirinya membukakan pintu tersebut. Mempersilahkan kami masuk.
Mataku terbelalak, darahku seperti membeku, udara di sekitarku seperti hilang begitu saja saat kulihat orang yang duduk di meja dokter itu adalah orang yang tadi pagi membuatku merasakan hal yang sama seperti saat ini. Pria berambut kuning pucat dengan mata bermanik biru kehijauan. Dengan senyum ramah seperti 15 tahun lalu. Ada yang tidak beres di sini. Aku tidak mungkin melupakan namanya, namanya Slaine Troyard, tapi yang tertulis di pintu dan di atas meja itu 'Saazbaum'? aku tidak mungkin salah ingat. Aku bahkan mengingat dengan jelas setiap detail waktu yang kami habiskan bersama 15 tahun lalu. Tapi kenapa namanya berubah?
Selama pemeriksaan itu, aku tidak banyak bertanya. Aku terlalu sibuk menikmati pemandangan di hadapanku. Ingin rasanya ku peluk orang itu, kutenggelamkan ke dalam palung terdalam lautan agar tidak ada yang bisa mengambilnya lagi dariku. Apa dia masih mengingatku? Ataukah mungkin aku salah mengenali orang lain? Kenapa dia tak menunjukkan reaksi bahwa kami pernah bertemu? Ataukah hanya aku seorang diri yang masih terjebak dengan kenangan 15 tahun lalu itu?
"Sayang, pemeriksaannya sudah selesai. Ayo kita pulang" Suara lembut Inko kembali menarikku ke dunia nyata. Kutatap mata bermanik hijau kebiruan itu, tidak ada tanggapan apa-apa di sana.
BRUUUK, sebuah tempat kacamata jatuh sesaat setelah Inko mencium pipiku. Aku kembali menoleh kepadanya si itu, tertangkap sedikit rasa gugup di sana. suster yang tadi membukakan kami pintu sudah terlihat membantu mengambilkan tempat kacamata yang tadi jatuh itu.
~O~O~O~O~O~O~O~
Sekali lagi kulirik jam yang terpasang di tanganku, melirik tempat pembuangan puntung rokok di mobilku yang sudah penuh, melihat langit di atas sana yang sudah berubah warna menjadi gelap. Sangat gelap bahkan tidak ada satupun bintang yang sepertinya berniat keluar malam ini. Angin malam yang masuk melalui sela-sela pintu jendela mobil yang memang sengaja kuturunkan mengusik rambutku, bau tanah basah yang tertiup angin membawaku kembali ke masa 15 tahun lalu.
~flashback
"yaah, hujannya tidak berhenti sejak siang tadi. Bagaimana aku bisa pulang Orenji?" tanyanya kepadaku sambil menjulurkan tangannya, membuatnya basah terkena air hujan.
"menginap saja di sini Bat" jawabku mengikutinya menjulurkan tangan.
"boleh?" tanyanya dengan mata berbinar ke arahku. Jantungku terasa hampir pecah saat melihatnya tersenyum seperti itu
"tentu saja!" jawabku sambil mengacak-acak rambut kuningnya dengan tanganku yang basah karna hujan
"AHORENJI!" dia memajukan mulutnya, tanda bahwa dirinya sedang kesal.
"Aku sangat suka dengan bau tanah yang terkena air hujan untuk pertama kali setelah musim panas yang panjang. Bagaimana denganmu Orenji?" tanyanya bersemangat, kesalnya yang tadi sudah hilang saat angin membawa aroma tanah basah.
"aku menyukai semua yang kau sukai Bat" jawabku kalem, mencium bibir mungilnya. Sedikit susah memang, mengingat perbedaan tinggi kami. Wajahnya memerah saat itu. Dia hanya menyembunyikan wajahnya dibalik lengannya.
~end of flashback~
Aku melihatnya keluar dari pintu rumah sakit, dia terlihat merenggangkan tangannya, mencoba mengendurkan otot-ototnya, dari tempatku kulihat dia tersenyum. Senyum yang sama saat 15 tahun lalu angin membawa aroma tanah basah seperti malam ini.
Aku turun dari mobilku, berlari ke arahnya. Menarik tangannya, mengajaknya masuk ke mobilku. Tidak ada perlawanan yang kudapatkan darinya. Dia mengikutiku begitu saja. Kami duduk diam di mobil tidak ada yang bersuara.
"ano.. Tn Kaizuka? Suami Ny. Inko?" dia bertanya kepadaku, tapi memandang ke arah jendela mobil yang ada di sebelahnya.
"Bat, sejak kapan kau memanggilku dengan sebutan ?" tanyaku kepadanya, pandanganku lurus ke depan.
"B..Bat? Apa maksud anda ?" suaranya terdengar sedikit bergetar
Detik itu juga, kupaksa wajahnya menhadap ke arahku. Mencium bibirnya lembut tapi sedikit memaksa. Kuliat matanya terbelalak lebar, tidak ada respon darinya beberapa saat, lalu sebuah dorongan kurasakan tepat di dadaku. Kedua tanganku yang tadinya memegang kepalanya, sekarang memegang tangannya. Menenangkan reaksi penolakannya.
"A..A..Anda sudah gila?!" kembali dia mengeluarkan suara bergetar sesaat setelah ciuman kami.
"Bat, jangan bilang kau sudah melupakanku?"
"Maaf saya benar-benar tidak mengerti maksud anda " katanya. Dia menunduk dalam. Membiarkan helai-helai rambutnya yang panjang menutupi wajahnya yang putih.
Tanganku dengan pelan membuka helai-helai rambut yang menutupi wajahnya. Mengangkat dagunya, kembali mengecup bibirnya pelan.
"selama 15 tahun ini kemana saja Kau Bat? Apa kau tidak tau seperti apa hari-hari yang kulalui tanpamu?" tanyaku kepadanya, saat mata kami bertemu pandang.
"Bat. Suki" bisikku tepat di telinganya. Rona merah klihat muncul di wajahnya, sama seperti 15 tahun lalu, dia kembali menutup wajahnya dengan lengannya.
"apa kau menyukai aroma tanah basah?" tanyanya kepadaku
"Ya. Aku menyukainya, sebab 15 tahun lalu orang yang paling kusukai bilang bahwa dia menyukainya. Bagaimana denganmu? Apa kau masih menyukainya?"
"tidak. Aku tidak lagi menyukainya, aku membencinya." Jawabnya datar
"Bat…?" tanyaku bingung. 5 menit lalu dia terlihat menyukainya, sekarang dia bilang dia membencinya?
"Tn. Kaizuka, kau pernah dengar pepatah 'waktu berubah manusia juga ikut berubah'?"
Aku tak mengangguk, hanya memandangnya dalam, mencari tau apa yang sebenarnya ingin dia ucapkan
"aku bukanlah orang yang kau kenal 15 tahun lalu. Kau juga bukanlah orang yang kukenal 15 tahun lalu" dia tersenyum kepadaku.
"Bat, aku masih sama dengan 15 tahun lalu. Orang yang hidupnya selalu memikirkanmu!"
Dia menggeleng, menaruh tangan dinginnya di wajahku, mendekatkan bibirnya ke pipiku, lalu mengecup pipiku pelan
"Ini yang terakhir Orenji, kita sudah tidak bisa kembali ke masa 15 tahun lalu. Aku sudah punya orang lain yang menjagaku dan harus ku jaga. Begitu pula dirimu, sudah punya 3 orang yang akan kau jaga kelak"
"apa maksudmu 3?" tanyaku makin tak mengerti
"Ny. Kaizuka belum menceritakannya? Kalian akan punya anak kembar" Dia kembali tersenyum.
Dia membuka pintu mobilku, melangkahkan kaki keluar, beberapa butir air hujan yang sudah mulai turun membasahinya. Tangannya yang dia jadikan sebagai penghalang hujan tidak bisa melindungi seluruh tubuhnya dari basah. DIa terlihat berlari kecil, ingin rasanya ku tarik kembali tangan itu saat melihatnya berlari menghampiri seorang pria jangkung berambut hitam yang tengah menunggunya di bawah payung sambil tersenyum.
~O~O~O~O~O~O~O~
Mobil orange yang kukendarai meluncur cepat di jalan, seperti membelah hujan yang dengan serakahnya ingin membasahi seluruh permukaan tanah. Seperti itu pula sesuatu di dalam tubuhku terasa terbelah (lagi) , namu kali ini lebih dalam dari 15 tahun lalu.
TBC
OWARI
Denger lagu 'Ashita Boku Wa Kimi Ni Ai Ni Iku'_wakaba ( Sekaiichi Hatsukoi) itu bawaannya baper. Dan entah kenapa jadi fanfict yang semuanya Inaho's POV. Kalau di animenya Inaho itu sosok pemikir yang malas bicara dengan muka sedatar aspal jalan tol. Tapi belajar dari pengalaman, beberapa temanku yg sifatnya rada-rada mirip Inaho (pelit kosa kata) selalu punya banyak fikiran yang mengganggunya, maka jadilah eng ing eng~~~~ hahahahaa hope you like this guys.. (udah ku cek beberapa kali tentang typonya, tapi kalo masih ada tolong dimaklumi yah XDv nyahahaha) next chap mungkin akan jadi Slaine's POV (masih mikir) hahahaha pissss pissss
