Heeeyaa

Kucoba bikin fic horror yang lumayan horror.

Untuk chapter 1 belum ada horror. Untuk chapter berikutnya, saya belum bisa memastikan.

Heheehe…

The Possessed

Chapter 1: Journey to the Village

Hari itu adalah hari terakhir bagi mereka untuk melihat kota besar tempat kelahiran mereka. Kota yang sudah merupakan bagian dari kehidupan mereka kini harus mereka tinggalkan karena suatu alasan yang cukup tidak masuk akal; pekerjaan. Ayah mereka yang merupakan seorang dokter senior dengan nama berkumandang di seluruh langit kota, ditugaskan untuk memberikan penyuluhan kesehatan di desa Seiyuu. Pemilik rumah sakit yang galak dan agak sinting, membuat Cloud Strife hanya menghela nafas dan mengajak istri dan dua putra kembarnya pindah ke Desa Seiyuu. Dan mereka tidak tahu kapan akan kembali ke kota lama mereka.

Hati mereka hancur saat mengetahui itu. Mereka terpaksa meninggalkan segala yang ada di kota yang sudah mendarah daging dalam ingatan mereka. Semua ingatan itu akan segera menjadi tumpukan debu putih dalam otak mereka.

Mereka hanya diam; duduk manis dalam mobil ayah mereka, sesekali menggerutu, sesekali menyenandungkan sepotong-dua potong lagu favorit mereka. Mereka saling bertatapan hanya untuk melihat cermin. Bukan cermin tapi saudara kembar mereka. Wajah mereka sama, tekstur yang sama, warna bola mata yang sama, bentuk tubuh yang sama, namun warna rambut yang berbeda.

Yang lahir duluan, di Bulan Agustus, di hari ke-10, pukul 20.13, bernama Sora. Dialah yang memiliki rambut coklat batang pinus, tebal, runcing seperti paku. Anak yang baik, ceria, dan pemberani. Dia sangat senang mengocehkan lelucon-lelucon pada adiknya, walau kadang dia tidak begitu peduli. Namun begitu, dia sangat menyayangi adiknya.

Yang terakhir, lahir di Bulan Agustus, masih sama di hari ke-10 namun berbeda 13 menit dari Sora. Tekstur wajahnya sama dengan Sora, rambut pirang mentega lembut selembut sutra. Dialah yang selalu menjadi pusat perhatian keluarganya. Sebagai yang termuda, dia selalu dianggap yang terlemah, yang termanis dan dia benci menjadi anak manis. Dia selalu ingin disamakan dengan kakaknya, selalu ingin menjadi lebih baik. Namanya adalah Roxas.

"Hei, aku bosan," sahut Sora tiba-tiba. Roxas menolehnya.

"Kenapa?" jawabnya, menunjukan kesan biasa-biasa saja di wajahnya.

"Tidak ada hal lain yang kita lihat selain pohon dan rumput liar." Sora menggaruk kepalanya sambil menghenyakan tubuh ke kursi mobil.

"Lalu kenapa?" seolah, tidak mendengar jawaban Sora, Roxas kembali bertanya.

"Maksudku, aku ingin melihat sesuatu yang lebih bagus dari pohon dan rumput liar."

"Seperti?" tanya Roxas lagi. Sora menghela nafas,

"Apa saja selain pohon dan rumput liar!" seru Sora, membuang wajah dari kembarannya ke arah jendela di samping kirinya. Roxas merasa agak bersalah, menundukan kepalanya, kemudian mendongak melihat kaca spion di samping kepala ayahnya.

"Ayah, kapan kita sampai?"

Cloud, sang ayah, menatap putranya dari spion yang sama, "Sebentar lagi."

"Benarkah?"

"Tentu saja, Roxas." Jawabnya dengan nada kurang meyakinkan. Dia tahu bahwa dia baru saja membohongi putranya sendiri. Mereka belum akan sampai di Desa Seiyuu dalam 10 atau 20 menit lagi, melainkan 4-5 jam lagi. Matanya sayu begitu melihat kedua putranya dari kaca spion, terduduk lesu dan kuyu. Mereka seperti dua pinang pucat di mata Cloud.

"Sora," Roxas kemudian memanggil Sora yang masih menatap keluar jendela di sebelah kirinya. Dia tidak menoleh Roxas. Masih menatap pepohonan yang berlarian di luar sana. "Maafkan aku…" suara Roxas melemah, mengetahui kakaknya tidak menjawab panggilannya. Dia berprasangka kalau Sora marah padanya karena pertanyaannya yang kurang menyenangkan tadi. Roxas sadar seharusnya dia menjawab bahwa dia juga bosan buka malah bertanya balik pada Sora.

Sora tersentak mendengar permintaan maaf Roxas, berbalik dengan segera, menatap mata Roxas tajam-tajam, "Kenapa kau minta maaf?"

"…." Roxas tidak menjawabnya.

"Jangan minta maaf padaku. Aku tidak marah padamu." Kata Sora seolah dia tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Roxas. Ikatan batin yang kuat sudah memberitahunya akan hal itu.

"…ya," Roxas mengangguk. Sora memberinya sebuah senyuman penuh kekaguman akan adiknya yang begitu polos dan penurut. Dia meraih bahu Roxas, memberinya sebuah pelukan hangat. Ayah mereka melihat melalui kaca spion sedangkan Aerith, ibu mereka berbalik untuk menyaksikannya. Mereka tersenyum, membuang semua keletihan dan kepenatan.

Kegelapan menyelimuti seluruh jalan. Keluarga Strife sudah tiba di sebuah jalan berkerikil dengan lebih banyak pohon dan rerumputan liar. Jam makan malam sudah lewat. Dengan tenaga yang ia dapat dari bekal onigiri yang Aerith buat sebelum berangkat, Cloud berusaha menyetir dengan secepat dan seaman mungkin. Ia tidak mau hal buruk terjadi sebelum mereka sampai di rumah baru mereka di Desa Seiyuu.

Bosnya sudah memberikan rumah dinas yang cukup bagus pada keluarga Strife jadi mereka tidak perlu khawatir akan tempat tinggal. Yang perlu mereka khawatirkan adalah, cara beradaptasi dengan lingkungan.

"Roxas, aku punya tebakan!" seru Sora tiba-tiba saat mereka melewati kawanan kelelawar di langit.

"Apa?" Roxas menjawabnya dengan lesu.

"Apa nama ikan yang tidak punya mata?" – (ini terjemahan dari bahasa inggris: what is the name of a fish without an eye?)

"Ummm, buta?"

"Salah! Jawabannya, fsh! (fsh tanpa eye –i-)" kemudian Sora tertawa terbahak-bahak sedangkan Roxas terlihat kecewa dengan jawabannya yang salah. Mereka menghabiskan satu jam pada malam itu untuk mencapai Desa Seiyuu.

TBC…

Sekian dulu.

Aku akan lanjutkan jika ada review.

C U