(Un)dying Soul

.

.

a story based from real life experiment

.

.

Teruntuk semua orang yang pernah merasa kehilangan arah.

Dan juga dia yang telah menemukan jalan hidupku kembali.

.

.

Warning(s): All characters are belong to Mr. Masashi Kisimoto, OOC (mostly in Sasuke's part)

Let's just read this and feel free to imagine each character on your mind as you please


Semua berawal dari hari saat aku bertemu dengannya. Dengan seorang yang kupanggil dengan home, karena sesungguhnya dialah tempatku bersembunyi saat dunia terlalu kejam padaku.

Dirinya sangat indah. Sehingga tak hanya diriku saja menyukai kehadirannya. Kalau kubilang, hampir seluruh manusia yang hidup di dunia ini jika bertemu dan mengenalnya mungkin akan langsung jatuh hati padanya. Tutur bicara yang cerdas, manner yang ia miliki membuatnya seakan terlahir dari keluarga bangsawan, juga tak lupa paras wajahnya yang lembut namun ada ketegasan didalamnya.

Dialah Sasuke Uchiha. Pria dengan tatapan mata yang bisa membuatmu bertekuk lutut dihadapannya. Tak heran ia sering memenangkan debat bisnis dengan koleganya. Dia juga punya rambut hitam yang indah, yang dari melihatnya saja kau tahu bahwa jika kau menyentuhnya tanganmu akan terasa seperti memegang sesuatu yang halus.

Tapi yang paling aku suka ialah suaranya. Saat ia memimpin rapat atau yang lebih sederhana; saat ia mempersilahkanku untuk masuk setiap kali aku mengetuk pintu ruangan pemimpin perusahaan tempatku bekerja. Ya, dia memang CEO nya.

Sudah kukatakan dari awal, semua orang ingin berlomba menjadi pasangannya –tak terkecuali para Gay yang sudah tau jelas bahwa Sasuke adalah straight– Ia tampan dan kaya jadi tak heran.

Jika orang bilang tak ada yang sempurna di dunia ini, maka Sasuke adalah separuh dari definisi sempurna itu. Dia, bagaimana menjelaskannya. Seperti ada sesuatu dari dalam pria ini yang membuatku sangat sangat jatuh hati padanya.

Dari sekian ratus alasan mengapa aku mencintainya, yang paling kuat mendasari perasaan ini adalah kehadiran dirinya di sisiku saat diriku sendiri berharap bahwa aku tak harus ada di dunia ini.

Sasuke dengan segala kebijakan, kecerdasan, dan pola pikirnya yang matang seolah mampu membantuku untuk membangun kembali duniaku yang hancur berkeping.

kata-kata yang keluar dari mulutunya seolah menuntun langkahku untuk keluar dari lubang kesedihan. Setiap rangkaian kata itu seperti memberiku sugesti untuk tetap bertahan, tanpa harus takut jika aku gagal. Tanpa harus takut jika tak ada seorangpun yang akan menarikku kembali ketika aku tenggelam ke dalam lautan kesedihan. Karena dialah sendiri yang akan menarikku kembali, tak peduli berapa jauhnya dasar lautan itu, ia akan tetap menarik tanganku.

Itu katanya, dahulu.

Sekarang, kata-kata itu hanyalah rangkaian-raingkaian yang tak bermakna. Dia yang menyelamatkanku, tapi akhirnya dia juga yang menenggelamkan ku kedalam lubang itu. Tragis 'kan?

oOo

Saat itu sedang turun salju, aku memang tak pernah cocok dengan keadaan seperti ini. Hidungku tersumbat, pipiku seperti ditampar ratusan kali hingga membuatnya mati rasa, ditambah harus berjalan kaki sejauh 30 mil pada pukul 8 pagi. Aku tak pernah mengeluh dengan shift pagi, tidak kecuali saat salju sedang turun dan jalanan sama licinnya dengan lantai basah di kamar mandi umum.

Jaket ku tak cukup tebal untuk memblok semua udara dingin agar tak membuatku mati sebelum sampai dikantor. Hidungku memerah, persis seperti Rudolf. Bahkan syal yang melingkar dileherku sudah sama buruknya dengan baju yang dipakai dan dicuci setiap hari.

Bekerja di Uchiha Corp tidak membuatku kaya. Banyak orang yang mengira jika separuh permasalahan hidupmu sudah teratasi jika kau bekerja di Uchiha Corp. tapi yatanya masih ada seorang karyawan dari Uchiha Corp yang hampir mati kedinginan ditengah jalan yang licin. Akulah orangnya. Mereka tak pernah melihatku sebagai contoh. Aku sudah 5 tahun bekerja disana tapi masalah hidupku tak berkurang.

Tapi itu semua tergantung pada individu yang menjalankannya. Kurasa keberuntungan belum memihak padaku. Aku masih perlu banyak uang untuk membiayai kehidupanku, dan keluargaku tentunya.

Keluarga yang ku maksud disini adalah Ibu, Ayah, dan kedua orang Adikku tentunya. Bukan seperti keluarga Aku, Suami dan Anakku. Aku masih single. Hubungan seperti itu belum cocok untuk keadaanku sekarang ini. masih belum stabil dan juga aku tak punya banyak waktu untuk dihabiskan dengan hanya sekedar duduk berlama-lama di kedai kopi yang elit bersama seorang pria.

Aku tak ingin mengeluh bagaimana beratnya hidupku ini. Aku tak ingin dicap sebagai seorang yang tak tahu bersyukur. Karena pada dasarnya aku pernah menikmati hidup dimana aku bisa membeli harga yang kini sudah terlalu mahal untuk ku beli. Lucunya, di masa lalu aku mampu membeli barang dengan harga 4 kali lipat dibanding dengan harga-harga itu. Ah tapi itu dulu, tak ada gunanya untuk menyesalinya sekarang.

Jika kau ingin bertanya bagaimana perasaan ku sekarang, aku tak bisa mengatakan aku baik-baik saja. Karena mental ku terlalu lelah, fisik ku sudah meminta waktu untuk beristirahat, namun fikiran ku terus maksaku untuk tetap berjuang. Aku tau aku harus mengikuti yang mana, karna tak ada yang sia-sia pada akhirnya jika aku terus berjuang.

Dan ruangan hangat dari lantai tempatku bekerja langsung masuk ke sela-sela jaketku sesaat setelah aku masuk melalui pintu kaca bangunan ini. Kedua telingaku yang tadinya dingin seperti es terasa lebih hangat sekarang. Kuharap hidung Rudolf ini dapat kembali kewarnanya sesegera mungkin.

"Sakura, kau mau teh?" Ino dengan baik hatinya bersiap untuk bangkit dari kursinya, aku tersenyum lalu menggeleng. Sambil melepaskan syal dan menggantung jaketku pada sandaran kursi milikku.

"tak apa Ino, aku bisa membuatnya nanti." Ino mengangguk lalu kembali duduk. Aku sangat bersyukur Ino ada dalam hidupku yang sekarang. Ia selalu bersikap baik. Ino tahu permasalahan yang sedang ku alami, itu mengapa Ia sering membantuku. Aku merasa tak enak padanya, terasa seperti membebani seseorang yang tak seharusnya ku bebani.

"Sakura, Meeting dimulai satu setengah jam lagi. Uchiha-san memintamu membawa salinan berkas untuk meetingnya." Temari yang meja kerjanya hanya berjarak beberapa kaki dari tempatku menutup sambungan teleponnya. Kurasa itu tadi dari Sasu- Uchiha-san.

Sebuah map kuning langsung menarik perhatianku, Ia berdempetan dengan kertas-kertas penting lainnya. Aku ingat aku yang menumpuknya disituckemarin sebelum pulang kerumah.

Aku bangkit lalu merapikan bajuku yang sedikit tertarik keluar dari rokku saat duduk tadi.

Aku berjalan keluar dari ruangan ini dan menaiki lift yang membawaku pada lantai teratas gedung. Lift ini sebenarnya tidak mengharuskan penggunanya untuk memiliki ID Card. Namun pengecualian untuk siapa saja yang mencoba mengakses ruangan teratas, karena lift ini langsung terhubung dengan ruangan dimana Sasuke Uchiha berada. Dan yang mempunyai ID Card nya hanya aku, Ino dan Sasuke Uchiha sendiri. Aku memilikinya karena akulah sekertaris lapangannya, sementara Ino adalah sekertaris untuk urusan dalam kantor saja.

"Uchiha-san." Ucapku sesaat keluar dari lift. Ia mengalihkan wajahnya yang semula menunduk menatap berkas diatas mejanya menjadi melihatku.

"Sakura, silahkan duduk." Katanya sambil berdiri, menungguku sampai aku duduk di bangku yang bersebrangan dengan miliknya. Dengan sebuah meja setinggi dadanya saat dia duduk didepan kami.

"maaf telah merepotkanmu, kurasa aku meninggalkan berkas yang kemarin kau kirimkan padaku dirumah." Ucapnya lalu mengambil map kuning yang kuletakkan didekatnya.

"tak apa, Uchiha-san. Sudah menjadi tugas saya." Aku tersenyum sopan dan menunggunya untuk berbicara mengenai meeting yang akan berlangsung kurang dari 100 menit dari sekarang.

Keheningan menyelimuti ruangan ini, Sasuke masih mengecek kembali berkas-berkas dari dalam map kuning itu. Memastikan tak ada satu berkaspun yang ketinggalan nanti. Sasuke memang teliti dengan hal-hal seperti ini.

Lalu beberapa saat berikutnya, ia mengeluarkan pulpen berwarna silver dari sebuah kotak mewah. Pulpen yang tak pernah kulihat sebelumnya –bukan pulpen yang biasanya ia gunakan. Yang terlintas diotakku pertama kali adalah tebakan dari harga pulpen ini. Ada sebuah ukiran yang bertuliskan Sasuke U. di badan pulpen itu. Ah kurasa hadiah dari seseorang.

"Sakura sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan padamu. tapi aku takut kau keberatan." Ada sebuah senyum ragu diwajahnya. Aku langsung menyanggahnya, mengatakan aku tak akan keberatan selama itu masih menyangkut tugasku sebagai sekertaris lapangannya.

"Setelah meeting ini selesai aku harus menghadiri pembukaan pertandingan Golf. Jika dilihat dari waktunya mungkin tak akan sempat jika harus kembali kesini untuk mengantarmu." Katanya. Ya, Sasuke juga menanam modal pada salah satu Golf Club yang terkenal di kota ini. Sasuke menyukai Golf, jadi tak heran.

"Ah tak apa, lagipula itu memang hal yang penting Uchiha-san. Saya bisa menyewa taxi, jangan khawatir." Aku tersenyum namun menelan ludah. Menyewa taxi? Aku tak yakin dengan jumlah uang didompetku saat ini.

"Tidak usah. Bagaimana jika setelahnya Aku akan mengantarmu pulang. Lagipula Aku juga tak punya pendamping untuk hal-hal seperti itu dan harga sewa Taxi menuju rumahmu mungkin akan sedikit lebih mahal. Simpan saja uangmu itu." Kata-katanya membuatku langsung menatap matanya, apa Sasuke tahu dengan keadaanku?

"Baiklah Uchiha-san." Aku menyerah, lagipula aku tak bisa menyanggahnya dengan uang kertas yang sedikit didompetku itu. Aku juga perlu membeli bahan makanan yang lain, karena kusadari tadi malam ada beberapa bahan yang sudah habis.

"Kalau begitu ambilah barang-barangmu, kita pergi sekarang. Lagipula hanya beberapa menit lagi, bisa digunakan untuk membeli segelas kopi dan kue dari toko roti. Kau belum sarapan kan?" tanyanya. Tak mungkin aku menjawabnya dengan jujur. Akan sangat memalukan.

"Aku ambil itu atas jawaban ya. Oke Sakura, pergilah, nanti kita terlambat." Aku mengangguk dan bangkit dari tempat dudukku, mengambil map kuning itu lalu memberinya hormat dengan membungkukkan badanku sebelum keluar dari ruangannya.

Ia terlalu senang pagi ini. bukan, bukan karena ingin mengajakku membeli kopi dan roti, tapi karena Golfnya. Aku tak seistimewa itu di matanya. Hanya seperti karyawan yang lain, yang perlu dibayar untuk membantu kerjanya. Yang membuatku lebih dari yang lain adalah karena Aku sering menemaninya untuk menghadiri rapat diluar gedung Uchiha Corp. Salah satu hal yang menjadikan hubunganku lebih dekat dengannya.

kami sudah melewati masa dimana memanggil dengan nama depan saja sudah menjadi biasa. Bisa dilihat dari bagaimana dia dengan entengnya memanggilku dengan Sakura. Aku? Aku tak sekonyol itu, memanggil atasanku sendiri dengan namanya. Walau sasuke tak pernah melarangku untuk memanggilnya hanya dengan Sasuke saja, Aku masih tak bisa melakukannya. Aku tak ingin di lihat sebagai karyawan yang kurang etika oleh karyawan atau CEO dari perusahaan lain. Lagipula Sasuke berumur 5 tahun lebih tua dariku.

oOo

Aku tau suhu di kota ini hanya 11° C tapi itu tak menghentikanku untuk memesan segelas Iced Caramel Macchiato dari Starbuck. Juga sepotong Red Velvet Cake untuk pengganjal hingga makan siang nanti. Sementara Sasuke memesan secangkir Americano Latte hangat, sudah dapat kutebak bagaimana pahitnya rasa kopi yang Ia pesan. Tapipun tak lengkap rasanya image Sasuke Uchiha, seorang bos besar dari perusahaan yang sukses, tak menyukai secangkir kopi jenis Americano yang benar-benar pahit.

Awalnya Aku berinisiatif untuk membayar pesananku, sebelum sebuah credit card berwarna hitam elegan –hanya orang berkelas khusus yang mempunyai kartu ini– terpampang didepan wajahku karena seseorang di sampingku, Sasuke Uciha memberikannya pada cashier yang bertugas siang ini.

"Uchiha-san saya sangat berterima kasih karena Uchiha-san mau membayarkan pesanan saya tapi tolonglah, kali ini saja saya ingin menggunakan uang yang saya miliki." Cashier perempuan tadi belum sempat menggesekkan kartu itu pada mesin kecil di tangannya, ia masih menunggu keputusan kami. Sementara Sasuke sudah mengerenyitkan alisnya.

"Sudah kubilang simpan saja uangmu untuk hal yang lebih penting lagi." Sasuke mengangguk ke arah Cashier itu, selanjutnya ada terdengar dentingan dari mesin kecil itu –cashier tadi sudah menyelesaikan permasalahan– dan sebuah struk pembelian keluar dari lubang diatasnya.

Kartu berwarna hitam itu telah dikembalikan pada Sasuke dan kini Sasuke membawa sekantong plastik berisi 2 minuman dan sepotong kue. Kami tak punya waktu banyak untuk duduk didekat jendela besar yang mengarah kejalan sembari menghabiskan minuman dan kue ini.

"Uchiha-san maaf jika ini menyinggungmu tapi aku benar-benar mampu untuk membayar apa yang ku pesan. Jadi tidak usah khawatir." Ucapku sesaat kami sudah didalam mobil.

"Tak usah khawatir, anggap saja ini sebagai hadiah dariku karna kau sudah mau menunggu hingga acara pembukaan pertandingan Golf selesai."

Aku sudah terdengar seperti seseorang yang munafik. Bibirku terus berkata bahwa aku bisa membayar ini namun otakku menghitung kembali sisa uang yang kupunya jika memang benar Sasuke mengijinkanku untuk membayarnya sendiri.

Kemudian aku hanya diam saja. Mobil yang kami kendarai ini berjalan melewati jalanan yang hampir seluruhnya berwarna putih. Aku juga merasa khawatir jika jalanan terlalu licin untuk ban mobil mewah Sasuke ini. tapi tak mungkin Sasuke tak membawa mobilnya ke bengkel untuk melakukan sedikit 'persiapan' sebelum salju turun 'kan?

Sasuke mulai menyeruput kopi pahitnya, matanya masih menatap lurus kearah jalan sementara tangan kanannya pada setir mobil dan yang kiri memegang cup kopi yang dibalut kertas tebal agar tak kepanasan saat memegang cup nya.

Kemudian dia menaruh kembali cup kopinya kedalam lubang yang tersedia diantara kursi pengemudi dan penumpang. Ada tarikan nafas panjang setelahnya.

"Sakura makanlah kue mu, tak usah merasa segan." Katanya, aku mengangguk dan mengambil sepotong kue red velvet yang kupesan dan mulai memakannya. Ada sedikit perasaan tak enak didalam hati. Dan juga berdoa agar remahan dari kue ini tak memberikan jejak apapun di bajuku.

"Apa kau berjalan lagi pagi ini?" tanya nya tiba-tiba. Aku langsung menatap kearahnya. Ada rasa malu didalam hatiku saat Ia melontarkan pertanyaan itu.

"Uhm ya." Aku menurunkan kue yang semula berposisi tepat di depan mulutku menjadi di pangkuan ku.

"Tak usah malu. Lagipula berjalan kaki itu sehat." Katanya enteng. ya sehat, kecuali berjalan di pagi hari dengan jaket yang tak tebal dan suhu di kotamu hampir setara dengan kulkas yang kau miliki dirumah.

Kemudian aku hanya diam. Tak tahu apa yang harus dibicarakan. Aku juga bukanlah tipe orang yang pandai membuka sebuah percakapan. Aku memutuskan untuk diam daripada berbicara hal-hal yang bodoh.

"Aku bisa saja menjemputmu setiap pagi jika kau bersedia untuk pergi ke kantor lebih awal. Maksudku sebelum pukul 8." Ada 2 hal yang ku tangkap dari ucapannya, 1. Dia menawarkanku untuk pergi bersamanya, setiap pagi. 2. Aku datang terlambat dan dia tak menyukainya, dan berfikir untuk memecat ku.

Tapi bukannya kantor mulai beroperasi penuh pada jam 9 ya?

"Saya khawatir jika itu akan merepotkan anda, Uchiha-san. Saya akan datang lebih awal jika pukul 8 sudah terlambat. Tolong jangan pecat saya." Kemudian terdengar suara tertawa dari Sasuke, walau sangat kecil namun masih bisa didengar.

"Bukan itu maksudku. Begini, suhu di kota ini sedang tidak bersahabat jadi bukankah lebih baik jika kau pergi bersamaku selama musim salju ini. daripada kau jatuh sakit dan aku akan lebih repot karena harus mencari penggantimu." Katanya. Ah ya benar juga. Fikiranku sudah terlalu jauh berpikir Sasuke memang benar-benar mengkhawatirkan ku.

"Jadi bagaimana?" katanya lagi. Aku menatap ke arahnya dan menghembuskan nafas yang panjang.

"Tapi rumahku agak jauh dari kantor." Ucapku ragu.

"Tapi mobil ini bisa berjalan lebih jauh daripada jarak kantor dan rumahmu." Katanya dengan nada bercanda. Aku tersenyum kecil.

"Hanya jika itu tidak merepotkan anda, Uchiha-san." Kataku, Ia mengangguk dan kembali menyeruput kopi hitamnya. Sementara aku juga meneguk minuman ku yang kini tidak terlalu manis karena es didalamnya sudah mencair dan mengurangi rasa manisnya.

oOo

SWUSH...

Suara dari tongkat golf Sasuke yang memukul bolanya jauh kedalam pohon-pohon tinggi di lapangan golf ini. orang-orang bertepuk tangan setelahnya. Sasuke tersenyum dan berjalan menjauh dari tempatnya berdiri tadi. Dengan tongkat golfnya yang Ia jinjing diatas pundaknya.

Aku berdiri disamping lapangan dengan sebuah tas golf besar berisikan beberapa tongkat golf didepanku. Depannya berbordirkan nama Sasuke U yang menandakan si pemilik. Sasuke berjalan kearahku dengan senyumnya. Ia sudah berganti baju, dengan sebuah celana panjang berwarna biru hampir menyerupai abu-abu dan sebuah kaus polo berwarna putih. Juga sebuah sarung tangan putih yang hanya dikenakan pada tangan kanannya.

Ia menaruh kembali tongat golfnya kedalam tas besar itu kemudian berdiri disampingku. Kedua tangannya terlipat di dada.

"Aku tau ini membosan kan tapi kau masih bisa menunggu sebentar lagi 'kan?" aku hampir saja mengangguk menyetujui bahwa permainan golf membuatku merasa bosan tapi aku masih tau untuk menghargai perasaan orang lain.

Jadi aku hanya tersenyum dan mengangguk –mengangguk untuk mengatakan bahwa tidak apa-apa menunggu sebentar lagi, walau sejujurnya aku sudah merasa bosan–

Setelah Sasuke ada beberapa lelaki lagi yang bergantian memukul bola-bola kecil berwarna putih ini. dan setiap kali orang-orang disini bertepuk tangan aku juga bertepuk tangan. Walau kenyataannya aku tak tahu kenapa orang-orang ini melakukannya, mungkin si pemukul melakukan pukulan yang tepat.

Sementara itu Sasuke tak mencoba membuat percakapan lagi namun dari ekor mataku kulihat beberapa kali ia tersenyum sambil memerhatikan lemparan bola yang menyebrangi lapangan ini. tipikal orang kaya, menyukai hal yang tak banyak orang paham tentangnya. Seperti golf contohnya.

Tapi yang paling aku nikmati disini ialah ketenangan yang diberikan tempat ini, walau ada sekitar 50 sampai 100 orang disini, entah kenapa suasana yang ada terasa lebih tenang. Dan tentu udaranya terasa lebih dingin karena ini alam terbuka dengan pohon-pohon yang seharusnya rindang namun karena musim salju sedang turun menyisakan pohon-pohon yang gundul. Tapi tak menyurutkan orang-orang kaya ini untuk bermain golf.

Sasuke bilang tak biasanya orang-orang bermain golf saat musim salju. Tapi hari ini, salju tak turun dan dibandingkan dengan sebelumnya temperatur kota pada saat ini lebih hangat –walau kau masih bisa merasakan telingamu yang sangat dingin jika kau tak mengenakan beanie–

Saat ini hanya pembukaannya saja. Mengingat bagaimana yang mempelopori pertandingan ini adalah pengusaha-pengusaha yang entah mengapa memiliki jadwal padat di musim semi nanti. Jadi diputuskan untuk acara pembukaan pertandingan golf ini diadakan sekarang, dan pertandingannya pada musim semi nanti.

Setelah 2 jam menemani Sasuke diacara pembukaan pertandingan golf, aku langsung diantarkan kerumah olehnya. Dia tak pernah kerumahku sebelumnya jadi aku harus menunjukkan jalan menuju kerumahku. Memang agak jauh dan aku bisa mengelus hati karena tidak harus mengeluarkan uang yang mungkin akan lebih dari 50 yen untuk sampai ke rumah.

Tak banyak basa basi yang tercipta, hanya persetujuan mengenai penjemputan besok pagi yang aku dengan sedikit perasaan tak enak didalam hati menyetujuinya. Aku kemudian berterima kasih pada Sasuke sesaat setelah turun dari mobilnya. Berdiri didepan pagar rumahku dan menunggunya sampai Ia menjalankan mobilnya menjauh dari rumahku.

Mobilnya sudah hilang di antara mobil-mobil milik orang lain. Aku menghembuskan nafas yang panjang lalu masuk kedalam rumah. Rumahku tak terlalu hangat karena tak ada yang menempatinya ketika aku bekerja. Aku tak menghidupkan penghangat ruangan ketika aku tak berada didalamnya, untuk menghemat uang listrik. Sudah 5 tahun aku tinggal disini, tempat ini tak bisa dibilang rumah karena terlalu kecil. Hanya seperti sebuah ruangan yang cukup besar untuk sebuah ruangan lagi didalamnya.

Aku belum bisa menyewa tempat yang lebih besar dari ini sementara uangku masih terbagi untuk beberapa keperluan. Seperti uang sewa rumahku, biaya sekolah adik-adikku, biaya hidupku disini dan juga biaya sekolahku. Ya memang, aku masih mengambil kelas akutansi dan sudah di semester 5. Tinggal menyusun tugas akhir dan aku bisa mendapat gelar sarjana. Tapi percayalah, semua yang berawalkan kata 'tinggal' tak pernah semudah itu untuk diriku. Aku masih harus bekerja keras untuk biayanya.

Kantor sebenarnya berakhir pukul 5 sore dan kelasku dimulai pukul 7 hingga 11 malam. Aku masih bisa membagi waktu untuk pekerjaan dan pendidikan ku. Aku juga ingin hidup yang lebih baik dari hari ini, jadi untuk merealisasikannya aku harus bekerja keras. Karna seperti yang sudah kubilang, tak kan ada proses yang akan menghianati hasilnya. Jika kau bersungguh-sungguh, maka kau akan mendapatkannya.

.

.

.

.

bersambung

Home (adj): perasaan yang seperti ketika kau dirumah dan merasa nyaman dan terlindungi, namun perasaan yang dimaksudkan dating ketika kau bersama seseorang.

(You know you're in love when home become a person. Not a place)


A/n:

hallo semuanya! senang rasanya bisa kembali lagi kedunia fanfiction setelah sekian lama meninggalkan fanfiction ini. sebenarnya dulu udah pernah ngepost di FFn ini cuma jalan ceritanya bener-bener bikin aku muak (yg buat aja muak untuk ngeupdate gimana lagi yang baca ;_;) intinya ceritanya awful banget jadi males ngelanjutnya.

trus setelah itu asli otak nggak bisa diajak kerja sama untuk buat cerita baru ya jadinya nunggu ampe bertahun tahun hingga tertuang ide cerita ini. nggak bakal jamin kalo cerita ini bakalan jadi bagus tapi ya aku udah berusaha yang terbaik untuk buat ceritanya jadi lebih menarik untuk di baca dan di tunggu.

tapi ini entah perasaanku aja atau gimana, udah mulai banyak yang melupakan dunia FFn ini. awlnya aku juga ragu untuk ngepublish disini apa enggak karena takutnya nggak ada yang ngebaca tapi setelah perhitungan yang matang dan ingin semua orang tau bahwa kisah cinta seperti ini memang pernah ada, jadinya lah aku ngepublish.

ohya ceritanya semuanya asli, mungkin ada beberapa bagian yang merupakan karangan semata untuk membuat cerita ini lebih menarik. aku juga udah dapat izin dari dia jadi nggak ada pihak yang dirugikan dalam pembuatan cerita ini. dan diawal bagian dari cerita ini, aku mau berterima kasih dengan semua orang yang menjadi insiprasi dibalik cerita ini, terutama dia dan dia.

udah ah segitu dulu curcolnya, jika ada yang ingin ditanyakan monggo ditulis di kolom review. ah kalau ada yang mau nambahin definisi Home yang kumaksud diatas bisa juga tulis di kolom review! juga jangan lupa untuk favoritin ceritanya yaaa! sesungguhnya support dari kalian semua lah yang mendorongku untuk tetap update. babaaayyyy~

All The Love, Z.