Disclaimer : Naruto belongs to Masashi Kishimoto. This ff inspired of twilight (a bit). Happy reading!
Alarm di dalam kepala dan juga gendang telingaku berbunyi nyaring, sementara kedua kelopak mataku yang terpejam meskipun aku tidak memasuki gerbang mimpi ataupun tertidur barang semenit pun, tidak membuka.
Aku mengerang, menggulingkan tubuh ke samping, berharap alarm di kepala juga di kedua telinga yang berbunyi nyaring itu segera berhenti.
Sialnya aku hanya sendiri di dalam kamar tidur ini, dan tidak ada yang bisa kulakukan selain membuka kedua kelopak mata dengan penuh terpaksa, mengumpat, dan beranjak dari atas ranjang untuk mematikan alarm ponsel yang kuletakkan di atas meja rias.
Aku kembali melangkah ke arah ranjang, kedua kakiku merangkak naik membuat kaos oblong berwarna marun kusam yang kukenakan tersingkap.
Kedua irisku menatap jam dinding yang menunjuk angka lima. Lima pagi. Kembali menyumpah serapah di dalam hati, aku berusaha mengingat kapan terakhir kali tidur dengan benar, dan kapan terakhir kali aku bangun tidur dengan tubuh yang segar.
Menyerah, aku memutuskan untuk pergi ke kamar mandi mencuci muka dan menyikat gigi. Kelasku yang pertama mulai pukul delapan, dan aku masih memiliki waktu tiga jam untuk bersantai, menonton acara gosip di TV, atau setidaknya, belajar. Yeah, aku bukan Yamanaka yang akan melewatkan hari dengan bergosip dan meminum kopi dari kedai kopi mahal favoritnya.
Mengikat rambutku yang berwarna merah muda, aku menyalakan keran dari westafel di dalam kamar mandi, membasahi kedua telapak tangan sebelum aku menepuk-nepuk pelan wajahku dengan telapak tangan dan air dingin.
Ritual di pagi hari saat musim dingin seperti ini hampir selalu sama. Aku akan jarang membilas tubuhku, menyikat gigi dengan cepat, mencuci wajahku sekadarnya, dan kembali ke kamar tidur.
Aku tidak memiliki pemanas dalam ruangan karena itu lah, mempercepat apapun kegiatan di dalam kamar mandi merupakan pilihan tepat.
Setelah selesai dan setelah memastikan wajahku cukup segar untuk tiba di kampus aku berbalik, dan nyaris berteriak, saat seseorang berdiri di belakangku tanpa kusadari sebelumnya.
Aku memegang dada dengan gaya dramatis, dan sosok di depanku menikmati efek yang dia timbulkan dari kemunculannya yang tiba-tiba.
"Kau membuatku mati berdiri!"
Sudut bibirnya berkedut, dia tersenyum. Masih terlalu pagi untuk senyuman miringnya yang mampu membuatku kesulitan bernapas dan bahkan mati menggelepar di tempat.
"Kalau begitu aku akan datang saat upacara pemakamanmu." Dia melemparkan lelucon terbaiknya membuatku mendengus juga memutar kedua bola mata.
"Aku akan menghantuimu, terlebih kalau kau melupakanku secepat itu dan berpindah hati pada yang lain."
Dia tertawa. Tawanya terdengar merdu dan aku tidak bisa lebih lama lagi menahan kedua bibirku. Kami tertawa bersama.
"Apa yang ingin kau lakukan?" Dia bertanya, menarik tubuhku mendekat dan mendaratkan bibirnya yang terasa hangat di puncak kepalaku.
"Entah lah. Yah, tadinya aku berencana untuk kembali tidur selama satu jam sebelum ke kampus. Tapi..."
Dia tidak membiarkanku menyelesaikan kalimat, dia menarik lenganku dan membawaku ke arah ranjang, mendudukkanku di atas ranjang, mendaratkan kecupan-kecupan ringan di seluruh wajah. Aku mengerang, mendesah. Ini gila! Masih terlalu pagi untuk segala kegilaan ini!
Kedua bola matanya terlihat berubah perlahan membuatku terkesiap. Dengan halus aku mendorong tubuhnya menjauh, dan meskipun enggan, dia menurut. Kami bertatapan dan dia memejamkan kedua mata saat aku melarikan jemari di wajahnya yang terasa panas.
"Kau berubah warna." Dia kembali membuka kedua kelopak matanya dan kami kembali bertatapan. "Kapan terakhir kau makan?"
Dia memiringkan sekilas kepalanya, membuatku menunggu. Terdengar helaan napas keras dari kedua lubang hidungnya dan dadanya bergerak naik dan turun dengan cepat.
"Baru saja..."
"Sasuke..." Aku menyebut namanya dengan nada yang selalu kugunakan jika kulihat dia tengah berbohong, dan dia kembali memejamkan mata. Dia menggeleng pelan sebelum membuka kembali kedua matanya, dan irisnya terlihat kembali berubah warna.
"Beberapa minggu lalu."
Aku menghembuskan napas perlahan. Jemariku kembali menelusuri wajahnya, memberikan rasa nyaman. "Kau tahu kau tidak seharusnya menahan rasa laparmu."
"Tapi aku harus,-"
"Sasuke!" Dia menyerah. Dengan enggan dia mengangguk lemah membuatku tersenyum. Aku mengecup bibirnya dengan cepat, senyuman telah kembali di wajahnya yang tampan dan kedua irisnya kembali berwarna hitam seperti semula.
"Aku akan mengantarmu berangkat ke kampus. Ayo..." Dengan cepat Sasuke beranjak dari atas tubuhku, menarikku berdiri dan menungguku bersiap-siap sebelum berangkat ke kampus.
Tbc
