DISCLAIMER : BLEACH © Tite Kubo
WARNING : OOC? Mungkin agak gaje dan jadul. Oh, anggaplah Seireitei sebagai kota yang besar di Indonesia. Kaget melihat pairnya? Kalian bilang yaoi? No way, man... Ini murni persahabatan antar lelaki! *ceileh*
NOTE : "berbicara", 'berpikir'
Judul fic-nya terasa abal ga? Biasalah, saya stuck di judul.. =_=;
Oke! Kita buka fic ini dengan beberapa baris syair lebay buatan saya! -PeDe-
Yosh! Enjoy!!
My Rival, My Bestfriend
.
Satu tahun, empat musim
Berbeda-beda tapi satu waktu
Satu bunga, satu lebah
Berbeda-beda namun saling bergantungan
Ikatan yang menghubungkan kita
Hingga bisa bersama sampai saat ini
Merasakan kebersamaan dan keceriaan
Ikatan yang disebut persahabatan
.
Untuk Hari Persahabatan Author FFN
yang dijatuhkan (?) pada tanggal 31 Desember.
.
Chapter 1
[ Our Feelings ]
***
Kini sudah memasuki minggu terakhir bulan Desember, salju masih tetap turun dengan dinginnya, dan tak lama lagi tahun baru pun tiba. Semua orang di setiap kota bersiap-siap membangun acara kembang api Tahun Baru yang hanya diadakan setahun sekali di kota Seireitei.
"Cepat sekali... Nggak terasa sudah tanggal 24 Desember," kata lelaki berambut merah panjang sambil melihat kalender yang sedang dia pegang. Dengan gontai dia berjalan menuju ke hadapan cermin untuk membereskan rambut merahnya yang masih tergerai. (waw!!)
Dia kembali menatap kalender itu, termenung sesaat, "Mungkin lebih baik aku membelinya sekarang."
Setelah mengikat rambut merahnya itu, dia meraih dan memakai jaket tebal yang dimilikinya, bersama sarung tangan usang miliknya, lalu keluar dari rumahnya yang tidak terlalu besar.
"Hoi, Abarai-kun!" panggil lelaki pirang dari belakang.
Orang yang bernama Abarai Renji itu menoleh padanya, "Hee, Kira! Ada apa?"
"Malam tahun baru nanti sibuk nggak?" tanyanya langsung.
"Ada apa emangnya?"
"Hehehe, lihat ini!!" Kira menunjukkan sebuah kertas bertuliskan "Fireworks Ticket" ke hadapan Renji.
"Tiket? Nggak mungkin! I-Itu tiket untuk menonton pertunjukan kembang api di atas gedung Seireitei 'kan?! Bukannya katanya semalam sudah habis terjual karena jumlahnya terbatas? Kenapa bisa ada di tanganmu?!" tanya Renji secara bertubi-tubi pada lelaki di depannya.
Kira sambil sweatdrop, "Tenanglah, Abarai-kun. Jangan panik seperti itu."
Wajar saja kalau Renji kaget, pertunjukan kembang api di atas gedung Seireitei adalah salah satu pertunjukan yang sangat dinantikan oleh ribuan orang di kota ini. Bagaimana tidak? Di mana lagi bisa melihat kembang api pada jarak yang bisa membuat kita terkagum-kagum ketika melihatnya? Hanya satu tempat di kota ini, yaitu di atas gedung Seireitei. Maka dari itu, karena luas tempatnya terbatas, jumlah tiketnya dibatasi sebanyak lima puluh tiket. Satu tiket berlaku untuk dua orang.
"Tiket ini aku dapat setelah menang adu kepintaran dengan Iba-san," jelas Kira.
Renji terbengong sesaat, "Kalau adu kepintaran dengan Iba-san, sudah pasti kau yang menang, Kira."
"Jadi.. Apa maksudmu menunjukkan tiket itu padaku? Apa kau mau mengajakku?" tanyanya dengan penuh harap.
"Benar sekali, aku datang ke sini karena aku ingin mengajak Abarai-kun menonton acara kembang api itu," ajaknya dengan girang.
"Okelah! Aku akan terima ajakanmu, Kira!" balas Renji dengan cepat.
"Baguslah! Abarai-kun mau ikut denganku!"
"Umm... Ngomong-ngomong aku ada urusan, nanti kita lanjut pembicaraannya," kata Renji.
Kira mengangguk, "Baiklah, aku datang hanya ingin menyampaikan hal tadi pada Abarai-kun."
"Kalau begitu, aku tinggal ya! Jaa!" Renji langsung berlari menjauh dari lelaki pirang itu. Dan Kira hanya memandangnya hingga bayangan Renji hilang dari pandangan matanya.
***
Kazeshini Shop
Salah satu toko hadiah yang berada di kota Seireitei. Hari-hari menuju tahun baru, toko ini menjadi cukup ramai pengunjung. Tampak Renji memasuki toko itu, berjalan mengelilingi isi toko sambil memperhatikan barang-barang yang tersusun rapi di setiap tempatnya.
'Hadiah yang bagus untuknya apa ya...?' gumam Renji berpikir sambil menatapi satu per satu barang-barang yang tersusun di hadapannya.
"Abarai-kun?" sapa seorang wanita berkacamata yang menjaga toko ini.
"Ah, Nanao-san!" balas Renji kaget.
"Kelihatannya kau sedang bingung. Apa kau mau membeli sesuatu untuk hadiah tahun baru?" tanya wanita itu ramah.
Renji menggaruk kepalanya, "B-Begitulah... Tapi aku bingung hadiah apa yang cocok dengannya."
"Perempuan atau laki-laki?"
"Laki-laki, aku nggak punya perempuan," jawab Renji polos.
"Apa?! Kau masih normal 'kan?!" tanya Nanao dengan tatapan curiga.
"K-Kenapa bertanya seperti itu??" kata Renji kaget.
Nanao memperbaiki posisi kacamatanya, "Wajar saja kalau aku curiga kalau kau membeli sesuatu untuk laki-laki 'kan?"
Renji sweatdrop, "Nanao-san, sungguh... Aku bukan orang yang seperti di bayanganmu itu, aku hanya ingin membelikan sesuatu untuk Kira. Kenapa malah berpikir seperti itu..."
"Kira-kun?"
"Iya, apa ada yang salah?"
Wanita itu tertawa geli, "Tidak, hanya saja... Kalian benaran akrab dan mirip," ucapnya kagum.
"Akrab sih iya... Tapi kami tak ada mirip-miripnya, Nanao-san. Memangnya apa membuatmu berpikiran seperti itu?
"Nanti kau juga tahu, Abarai-kun," balas Nanao tersenyum. Renji hanya bingung.
"Aku usulkan agar kau memberikannya jaket musim dingin saja," lanjut Nanao.
"Jaket ya? Benar juga, jaket yang selalu dia pakai selama ini sama semua, Baiklah, aku tak akan ragu mengikuti pendapatmu, Nanao-san."
Lelaki berambut merah itu tanpa ragu langsung mengambil jaket biru yang di hadapannya dan menyerahkannya pada orang yang berada di counter. Si pemilik toko hadiah ini.
"Apa hanya ini saja yang ingin kau beli, Abarai?" tanya si pemilik toko yang memiliki rambut jabrik sambil menekan alat penghitung yang di atas mejanya. "Semuanya 55.696 rupiah."
Renji mengangguk dan mengeluarkan beberapa lembar kertas uang, "Ano... Hisagi-senpai, bisakah aku titip barang ini di tokomu? Aku akan mengambilnya di akhir bulan nanti," bisik Renji pelan.
"Titip? Boleh saja, tapi bayar biaya penitipannya," jawab Hisagi cuek.
"HAH?! Kau tega sekali dengan adik kelasmu, Senpai!" keluh Renji. "Aku tak menyangka senpai yang kubanggakan selama ini adalah seorang yang mata duitan dan pelit!!"
"Apa kau bilang?! Aku ini orang yang baik hati! Sudah, sudah! Aku cuma bercanda tadi!" rewel Hisagi karena merasa dihina. "Kau boleh titip, asalkan jangan sampai lupa diambil!"
Renji tersenyum bangga, "Tenanglah, aku akan mengingatnya, Hisagi-senpai."
"Justru itu yang aku khawatirkan darimu. Ingatanmu itu 'kan rendah," ledek Hisagi.
"Itu masa lalu! Sekarang daya ingatku lebih bagus!" Lelaki berambut merah itu mulai geram pada senpainya itu. Dan ada beberapa pelanggan memperhatikan mereka berdebat.
Lelaki berambut jabrik itu tertawa lebar, "Huahaha! Sudahlah! Maaf sudah meledekmu, jangan marah lagi, nanti semua pelangganku lari gara-gara kau teriak di sini."
Renji tersadar kalau ada beberapa pelanggan di toko itu memperhatikan dia daritadi, "Eh... M-Maaf, Hisagi-senpai. Kalau begitu, aku permisi dulu," pamitnya terburu-buru.
"Hm," balas Hisagi singkat sembari melihat Renji melangkah menuju pintu masuk tokonya. Renji pun akhirnya keluar dari toko milik kakak kelasnya itu. Sementara Hisagi menyimpan barang titipan itu pada tempatnya.
"Apa Abarai-kun sudah pergi?" tanya Nanao yang berjalan menuju counter. Hisagi segera menoleh pada wanita yang berbicara padanya.
"Mereka berdua itu aneh," ujar Hisagi sambil menggaruk rambut jabriknya. "Bisa-bisanya mereka melakukan hal yang sama. Kemarin, Kira juga menitipkan sesuatu padaku, sekarang Renji juga melakukan hal yang sama," katanya dengan bingung.
Wanita yang di hadapannya tertawa geli, "Hihihi, mereka tidak aneh. Justru itulah yang mirip dari mereka berdua."
***
Lelaki berambut merah itu melangkah pelan dari toko tadi, menelurusi jalan yang terlapisi putihnya salju. Sampai akhirnya ada seorang gadis pendek yang tak sengaja menabraknya.
"Kyaaa!!" Gadis itu terjatuh, diikuti oleh barang-barang bawaannya yang terbilang cukup banyak.
"Ah! Maaf!" ucap Renji sembari membantu gadis itu berdiri. "Maaf, aku tak sengaja menabrakmu."
Renji memungut barang-barang milik gadis yang dia tabrak tadi. Untuk sesaat dia sedikit mencuri pandang wajah manis dari gadis itu, dia merasakan sesuatu yang aneh dalam hatinya. 'Perasaan apa ini? Rasanya...'
"Tidak, akulah yang tak melihat jalan, m-maaf," ujar gadis itu.
Renji membuyarkan lamunannya dan menyerahkan barang yang dia pungut pada pemiliknya. Dia masih tetap memandang mata hazel yang dimiliki oleh gadis itu.
"A-Apa kau butuh bantuan?" tawar Renji yang khawatir melihat banyaknya barang yang dibawa gadis itu.
"Tidak usah.. Te.. Terima kasih banyak." Dengan terburu-buru, gadis itu melangkah melewati Renji.
"Eh! Tunggu sebentar, nona!" panggil Renji yang ingin membantu gadis itu.
Gadis itu menoleh pada Renji, dan karena itu, dia kembali menabrak seseorang yang di hadapannya. Terjatuh bersama barang bawaannya untuk kedua kali.
"Maafkan aku, nona," ucap lelaki berambut pirang. Dia pun langsung membantu gadis itu berdiri dari jatuhnya. Sementara gadis itu hanya mengaduh.
"Kira!" sapa Renji yang langsung kenal dengan orang yang ditabrak gadis itu.
Kira menoleh pada orang yang memanggilnya, "Abarai-kun?"
"Benar-benar kebetulan..." ujarnya sambil mendekati Kira.
"Aduduh, kenapa harus terjatuh lagi... Ah! M-Maafkan aku!" ucapnya sambil menundukkan kepalanya pada lelaki pirang yang dihadapannya.
Kira dan Renji otomatis memunguti semua barang bawaan sang gadis yang terjatuh tadi.
"Sepertinya barang bawaanmu banyak sekali," ujar Kira yang sedang memegang sebagian barang gadis itu.
Renji pun memengang sisa barang yang masih ada. "Hei, nona, sepertinya kau butuh bantuan kami. Biar kami bantu," tawar Renji sekali lagi.
"Tidak perlu, aku masih bisa membawanya sendiri," tolaknya halus.
"Kau ketakutan dengan orang asing seperti kami?" tanya Renji.
"B-Bukan begitu, aku hanya tidak mau merepotkan kalian berdua," balas gadis itu. "Kita bahkan tidak saling kenal!"
"Hah? Maksudmu kau tidak mau dibantu oleh orang tidak kau kenal?" Renji masih bertanya-tanya.
"Err.. Emm..." Gadis itu jadi terdiam dan salah tingkah.
Kira tertawa geli melihat kepolosan gadis di depannya, "Kalau kita saling kenal, kau tidak akan ragu lagi 'kan? Aku Izuru Kira, salam kenal. Dan dia temanku, Abarai Renji."
Renji hanya terus-terusan memandangi gadis polos yang di hadapannya.
"H-Hinamori Momo, salam kenal juga..."
"Nah, karena kita sudah kenal, bolehkah kami membantumu membawa barang-barang ini, Hinamori-kun?" tawar Kira dengan halus.
Akhirnya sebuah anggukan kecil pertanda "iya" muncul sebagai jawaban pertanyaan Kira tadi.
"Ikuti aku..." ajak Hinamori dengan nada sedikit ragu.
Kedua lelaki yang membawa barang-barangnya langsung mengikutinya dari belakang.
.
Matahari pun mulai terbenam dan memunculkan cahayanya yang kemerah-merahan. Ketiga orang itu telah sampai di depan sebuah rumah yang tidak terlalu besar, rumah milik gadis yang mereka ikuti.
"Terima kasih sudah membantuku, Kira-kun, Abarai-kun," ucap Hinamori.
"Tidak masalah, Hinamori," balas Renji sembari meletakkan barang yang dipegangnya di depan pintu rumah gadis itu. Kira pun meletakkan barang-barang itu di tempat yang sama.
"Apa kalian mau... Mampir masuk dulu?" tawar Hinamori.
Kira langsung mengibaskan tangannya, dia menolak, "Ehh, tidak perlu repot begitu. Lagian sudah mau malam. Benarkan, Abarai-kun?"
"Arr... Err... Iya, tidak perlu, Hinamori." Renji hanya mengikuti kemauan Kira.
"Baiklah, kalau begitu kami permisi dulu, Hinamori-kun," pamit Kira dengan sopan.
"Sampai jumpa besok... H-Hinamori," pamit Renji dengan terburu-buru.
Hinamori mengangguk pelan, kedua lelaki itu melangkah keluar dari pekarangan rumah gadis itu.
.
Di sepanjang jalan, lelaki berambut merah itu terlihat melamun. Kira yang merasa ada yang berubah dari temannya itu pun mencoba memulai pembicaraan.
"Abarai-kun, kau kenapa?" tanya Kira.
"Eh! Iya! T-Tidak kenapa-napa!" balas Renji kaget. Kira hanya terbengong melihat temannya itu.
Mereka berdua tetap menyamakan langkah mereka di atas tumpukan salju dan di bawah langit yang sudah mulai gelap.
"Hinamori-kun itu... Manis ya?" ujar Kira memecah keheningan.
Renji tersentak kaget, "I-Iya, dia memang manis... Kira, jangan-jangan... Kau juga suka dengan Hinamori?" tanyanya dengan ragu.
"Juga? Itu artinya Abarai-kun menyukai Hinamori-kun?" balas Kira yang akhirnya mengetahui rahasia baru dari temannya itu.
"B-Bukan begitu!! Itu h-hanya...!"
"Jujur saja, Abarai-kun. Pantas saja daritadi Abarai-kun melamun terus, ternyata begitu rupanya..." ujar Kira sambil tertawa.
Wajah Renji sudah merah seperti warna rambut nanasnya. Dia menjadi salah tingkah karena rahasia kecilnya sudah diketahui oleh lelaki yang berjalan di sampingnya.
"Saat bertemu Hinamori, rasanya sama seperti... Saat aku bertemu Rukia, kau tahu 'kan?" kata Renji setelah dia terdiam beberapa menit. "Kira, sepertinya aku menyukai... Hinamori."
Entah kenapa saat Renji mengatakan hal itu, hati Kira sedikit tertusuk dan tak percaya.
'Apa aku punya perasaan yang sama seperti Abarai-kun? Kami menyukai gadis yang sama,' gumam Kira dalam hati di saat itu juga.
[TBC]
To Be Continued
A/N:
Huaaaaaa!! Tadi maksudnya mau publish one-shot, tapi karena wordsnya lewat dari perkiraan, saya bikin multi-chap aje. Ntar yang online di hape, pulsanya kesedot gara-gara words-nya lewat dari 5,000...
Yosh! Ganbatte buat author-author yang masih ngetik fic nya~ XD
Would you mind to review, plz?
