KRIET.

"Cho Kyuhyun…"

Sungmin melafalkan nama yang memiliki dua bobot kata tadi tanpa emosi. Satu tangannya yang ia gunakan untuk membuka engsel pintu besi berbahan campuran itu ia layangkan untuk menemani tangannya yang lain yang memegang sebuah nampan. Di atasnya terlihat sebuah piring berisi makanan yang tidak terlalu buruk untuk ukuran menu makan siang pasien rumah sakit jiwa. Bukan bubur, melainkan nasi putih dan satu potong paha ayam yang digoreng dengan satu mangkuk kecil berisi mayonese. Pengecualian untuk pasien satu ini. Tidak ada bahan makanan berwarna hijau di piring tersebut. Menunya yang lain hanya satu botol air mineral dalam kemasan yang dituang dalam gelas kaca, juga hanya ada satu jenis botol obat.

Kyuhyun mendongak saat pintu yang menurutnya terkutuk itu terbuka. Ia sedang duduk di atas single ranjangnya yang putih bersih. Punggungnya menempel pada dinding dan kedua kakinya ia tekuk hingga dada. Bergegas ia turun dan menepuk piyama pasiennya menyambut Sungmin yang sudah menutup pintu kembali. Ia tidak mengikuti Sungmin yang mendudukkan bokongnya di ranjang. Kyuhyun mengambil satu-satunya kursi plastik di ruangan itu lalu duduk menghadap Sungmin.

"Masih ada obat untukku?" Kyuhyun mengangkat alis. Sungmin yang sudah meletakkan nampannya di atas meja mengangguk. Ia bertaruh bahwa mata Kyuhyun tak lepas dari botol obat yang ia bawa bersama dengan makan siang Kyuhyun. Dan anggukan singkatnya membuat lelaki di depannya mengerang tak suka. "Sekarang, makan."

Kyuhyun menerima piring yang disodorkan Sungmin. Wajahnya berubah tanpa ekspresi setelah mengerang tadi. Tapi Sungmin tahu bahwa ia kesal. Sungmin terus mengawasi Kyuhyun yang menyendokkan makanannya dengan tenang. Alisnya terangkat, "Kau ingin mengatakan sesuatu?"

Kyuhyun masih menggigit-gigiti sendok setelah mencelupkannya pada mangkuk kecil mayones, masih enggan menjawab pertanyaan yang Sungmin layangkan. Tujuh detik kemudian, "Aku tidak mau anti psikotik lagi." Katanya. Kali ini giliran Sungmin yang mengerang samar. Pasiennya yang satu ini memang keras kepala.

"Dengarkan aku." Sungmin memposisikan dirinya dengan nyaman. Menepuk-nepuk kedua pahanya lalu meletakkan tangan kanan dan kirinya diatasnya. Mendengarnya, Kyuhyun dengan cepat menjilat sepanjang lingkaran sendok juga menjilat bibir. Meletakkan sendok dan menyudahi kegiatannya. "Kau berhalusinasi. Bukan self-talk seperti yang kau katakan kemarin. Demi apa kau bahkan kerapkali berbicara sendiri, Kyuhyun!" Oke. Sungmin tak peduli jika topik seperti ini harus ia hindari dihadapan Kyuhyun.

Kyuhyun berdecak, "Disini sepi, Lee Sungmin. Tidak ada mp3 player. Tidak ada apapun. Aku bahkan hanya bisa mendengar derap langkah seseorang dari luar karena setahuku ruangan ini berada di space paling belakang. Aku hanya akan keluar dari ruangan ini jika kau terus memaksaku menjalani psikoterapi sialan itu."

Hela nafas Sungmin mengudara. Ia tak menjawab apapun, tapi bagi Kyuhyun itu menjawab semuanya. Di sisi lain, inner Sungmin berbicara, "Kau bahkan menyadari semua yang kau lakukan, Kyuhyun." Kyuhyun kali ini berdecak keras. Benar-benar kesal. Ia bangkit dari duduknya, berjalan menuju ranjang lalu melompat keatasnya, sedikit mengagetkan Sungmin. Sungmin berbalik menghadap Kyuhyun yang mulai memejamkan mata. Sebelumnya ia sudah berbaring. Lalu posisinya berubah. Dengan posisi meringkuk, tangannya mengisyaratkan Sungmin untuk keluar, meninggalkannya sendiri.

"Kyuhyun…"

"Aku mau tidur."

Akhirnya Sungmin hanya bisa berkata, "Baiklah."

"Habiskan makan siangmu." Lanjutnya. Kemudian beranjak, meninggalkan sisa makan siang Kyuhyun yang masih cukup penuh. Berjalan ke arah pintu. "Aku akan kembali tiga jam lagi." Ucapnya. Sebelum terdengar pintu terbuka lalu tertutup kembali. Dan dikunci.

Dua detik setelahnya mata Kyuhyun sudah tidak lagi terpejam. Ia meloncat, berlari ke arah pintu. Lalu menggedornya hingga tangannya terasa sakit. Tak mendapat respon, ia menegakkan tubuhnya dan berjalan mondar-mandir di ruangan serba putih itu sembari menggigiti ujung jari-jarinya. Kyuhyun berhenti. Memandang sisa makan siangnya di atas meja dengan tajam. Sebelum berjalan dengan cepat lalu melemparkan nampan tadi ke arah dinding. Sungmin lupa bahwa siang itu Kyuhyun belum meminum obatnya.

.

PSYCHOPATHIC STORIES

Summary : Menjadi mahasiswa psikologi yang ambisius membuat Sungmin menyetujui tawaran Kyuhyun. Sungmin yang masih labil tidak berpikir hal mengerikan apa yang akan terjadi pada dirinya kelak.

Chapter 1

Kiyoko Yamada present.

.

"Halo."

Sungmin duduk disamping ranjang tempat ibunya berbaring. Di luar jendela, di halaman yang rumputnya dipotong rapi, ia dapat melihat pohon maple yang daunnya mulai berguguran. Seoul sudah akan memasuki musim dingin, ia jadi berpikir untuk membuat rencana berjalan-jalan di Myeongdong atau departemen store untuk membeli beberapa hoodie dan jaket tebal. Ia sudah mulai merasa kedinginan sekarang.

"Bagaimana kabar eomma?" Tanya Sungmin. Tangannya terangkat untuk mengelus sayang kepala ibunya sekilas.

"Baik-baik saja, sayang. Bagaimana kabarmu hari ini?"

"Jauh lebih baik dari orang manapun. Aku memilih bertugas di rumah sakit jiwa untuk tugas akhirku di kampus. Sesuai keinginanku selama ini. Hei, eomma suka?" Sungmin mengangkat tangan kanannya dan memamerkan kuku jemarinya yang berwarna. Pada kelingking dan jari tengahnya. Hitam dengan hiasan putih bergambar seperti skeleton dan sebuah nada dalam partitur.

"Cantik sekali, sayang. Aku mulai kedinginan. Kau bisa melihat jendela itu yang terbuka? Pemandangan daun yang berguguran sangat indah, tapi aku benci dingin."

Sungmin merapatkan hoodie putih yang ia kenakan. Sebelum beranjak, ia berdiri dan menyesuaikan letak bantal dibawah kepala ibunya. Lalu merapatkan selimutnya juga. Ia belum mau menutup jendela yang ibunya tunjuk. Ia malah duduk dan menghirup gelas besar kopi hitamnya. Kopi satu-satunya obat pilihannya, tapi kecanduan itu sangat mengagumkan, dan ini entah gelas keberapa beberapa hari terakhir. "Nah, coba eomma dengar. Aku berhasil membuat rainbow cake dengan sempurna kemarin."

Di balik pintu, perawat Kim berjalan lewat, "Halo."

Sungmin mengangguk kepadanya. Ia teringat sewaktu ia dan ibunya pertama kali sampai di Seoul. Tiga minggu setelah kepindahan mereka dari Ilsan, ibunya mengalami kecelakaan, sehabis mencari pekerjaan. Dan perawat Kim yang baik hati itu bersedia menjaga ibunya saat ia seharian tak bisa berkunjung karena aktifitas kuliahnya. "Aku akan mengunjungi ibumu limabelas menit lagi, Sungmin-ah. Obat ini harus kuberikan pada pasien di gedung seberang." Katanya sebelum benar-benar berlalu.

"Perawat Kim itu benar-benar cerewet." Bisik ibunya.

Sungmin hanya tertawa, kemudian ia melanjutkan, menggerak-gerakkan anggota tubuhnya penuh semangat memberitahu ibunya mengenai kejadian-kejadian menyenangkan menuju kelulusannya dari fakultas psikologi sebentar lagi. Mengenai rencananya besok. Lalu Ryeowook, roomatenya dari fakultas ekonomi dan memiliki kekasih bernama Yesung yang memiliki suara yang indah, dan sering mengunjungi apartemen yang mereka tinggali berdua. "Omong-omong, eomma. Yesung hyung sudah bosan memakan semua eksperimen kue buatanku. Aku akan senang kalau eomma juga bisa mencicipinya."

"Akan kucoba."

Sungmin yang sedang duduk di kursi berlengan tiba-tiba menyadari tangannya terkepal, tubuhnya tegang seperti sehabis bertemu Kyuhyun, pasien istimewanya di rumah sakit. Napasnya pendek-pendek.

Akan kucoba…

Sungmin memejamkan matanya. Mengutuk air matanya yang melesak hedak keluar. Ia benci menjadi melankolis. Setelah kematian ayahnya dan ia jadi anak satu-satunya, ia sudah berjanji pada dirinya untuk tidak menjadi lemah.

Akan kucoba…

Tidak, tidak. Ini salah. Ibunya bukan tipe yang akan berkata demikian untuk dirinya. Ia percaya ibunya pasti akan mengatakan, "Pasti, sayang. Apapun resep yang coba kau buat pasti eomma akan memakannya dengan senang hati." Tapi sekarang tidak. Nyatanya tidak. Percakapan Sungmin dengan ibunya hanya ada dalam imajinasi Sungmin yang penuh harap. Sungmin memang berdialog, tapi hari ini ibunya tak berkata apa-apa. Juga seperti kunjungannya kemarin, sewaktu dua hari sebelumnya, juga hari lainnya saat pertama kali ibunya dirawat. Ibunya berbaring di ranjang yang nyaman itu dalam keadaan koma, tapi sadar. Pada saat seperti itu, Sungmin meyakinkan dirinya bahwa suatu saat ibunya pasti akan bangun lalu memakan cheese cake gagal buatannya.

Sungmin melihat ibunya dengan teduh sebelum beranjak untuk mengecup kening ibunya agak lama. Ia melirik jam tangannya, terlambat. Hari ini ia tak memiliki jam kuliah, jadi pagi-pagi sekali ia memilih ke rumah sakit tempatnya bertugas, bertemu Kyuhyun, lalu menjenguk ibunya. Kemudian kembali tiga jam kemudian. Ia masih punya sisa waktu sedikitnya dua jam untuk mengurusi tugasnya yang lain, selain Kyuhyun.

Seorang wanita bertubuh besar, berseragam putih, yang menyapanya tadi melambaikan tangan padanya, "Sungmin-ah, sudah sejak lama disini?"

"Empat puluh menit."

"Oh, artinya benar jika aku mengantar obat lima belas menit tadi." Katanya. Perawat itu melanjutkan, "Ibumu masih belum bangun?"

"Tidak. Eomma belum sadar sewaktu aku datang."

"Oh maaf." Kemudian Sungmin beranjak. "Aku harus pergi, well tugas akhir, aku benar-benar sibuk meski akhir pekan. Tapi aku sempat membuat rainbow cake."

"Wow, teknik yang sulit." Mendengarnya, Sungmin hanya melempar senyum.

"Ya, kau benar. Ovenku mendadak malah rusak. Ryeowook akan marah-marah jika dapur kusentuh lagi. Kapan-kapan aku membawakanmu. Aku pergi. Sampai jumpa, perawat Kim."

.

Eunhyuk begitu penasaran, berapa lama dirinya tertidur?

Ia masih menyempatkan diri nonton film hingga tengah malam. Lalu pergi keluar sejenak minum-minum di kedai soju pinggir jalan. Sedikit mabuk, sampai di flatnya, ia malah berbicara tigapuluh menit di telepon dengan Donghae- tidak, mungkin satu jam. Hingga akhirnya, meski dengan susah payah berjalan dari sofa depan ke kamarnya. Mengabaikan ia belum menyambahi kamar mandi, sekedar melakukan rutinitas sebelum tidur.

Jadi, tidur berapa lama? Eunhyuk memutuskan untuk tidak menghitungnya setelah merasa lelah. Pagi ini ia harus ke tempat proyek. Oh, bukan pagi sebenarnya. Di luar jendela yang kordennya jelas belum Eunhyuk buka, Eunhyuk tahu kalau hari memang sudah beranjak siang. Tempat pertama yang ia tuju setelah bangun tidurnya, Eunhyuk memilih dapur. Menenggak pil penghilang mabuk dan minum air dari kran. Mungkin bisa membantu. Jadi ia memutuskan untuk mandi dulu sekarang.

Eunhyuk sampai di tempat proyek tigapuluh menit kemudian. Terdengar suara bising bor dan pekerjaan bangunan lainnya. Tak jauh dari sebelah kanan Eunhyuk berdiri terdapat mesin pengaduk semen. Sementara didekatnya ada alat untuk mengangkat batangan besi, juga tumpukan batako. Ia berjalan memasuki lebih area proyek sembari mengawasi para pekerja, sesekali menyapa mereka yang berlalu-lalang. Salah satunya ada yang menyodori Eunyuk sesuatu berwarna oranye yang sama dengan yang para pekerja lainnya kenakan, untuk keselamatan kepala katanya. Dan Eunhyuk mengangguk menerimanya, berterimakasih, namun enggan memakainya. Ia berpikir kalau hanya mengawasi saja, jadi tak perlu. Sebagai mandor sementara, Eunhyuk sudah tenggelam dalam pekerjaannya. Ia tersadar setelah seseorang menepuk pundaknya dan membuatnya menoleh. Seseorang itu Kyuhyun. "Kyuhyun-ssi?"

Kemudian Eunhyuk menunduk hormat dengan singkat, tetapi Kyuhyun hanya mengangguk. Jabatan Kyuhyun di kantor lebih tinggi darinya. "Bagaimana bisa seorang Cho Kyuhyun yang mempesona dari divisi perencanaan berada di tempat seperti ini?" Eunhyuk berujar. Namun Kyuhyun hanya tersenyum kemudian menepuk Eunhyuk sekali lagi, masih tersenyum, "Kau lupa aku leadernya, Hyuk Jae-ssi? Aku perlu mensurvei lokasi kalau kau perlu tahu."

Kyuhyun masih mempertahankan senyumnya, "Jadi aku perlu memeriksa kerja kalian kalau begitu." Lalu ia beranjak pergi. Sepeninggal Kyuhyun, Eunhyuk tahu bahwa ia harus meneruskan pekerjaannya.

Kyuhyun yang sedari tadi berjalan menghentikan langkahnya sejenak, ia lalu melirik Eunhyuk dengan ekor matanya. Tujuh meter dari tempatnya berdiri ia melihat Eunhyuk masih sibuk memperhatikan para pekerja, sesekali berdiskusi dengan seseorang bertubuh tinggi yang Kyuhyun ketahui sebagai seorang arsitek. Kyuhyun sedikit mengawasi suasana sekitar. Setelah dirasa memungkinkan, ia menggerakan kaki kanannya menggeser tumpukan besi hingga bergeser beberapa senti dari tempatnya semula.

Lima menit kemudian ia sudah sampai di lantai tiga. Kyuhyun dapat melihat Eunhyuk dan beberapa orang disekitarnya terlihat mengecil di tanah yang merupakan lantai dasar. Seringainya terlihat saat ia melihat tumpukan batangan besi yang mulai diangkat untuk keperluan lantai teratas pada proyek pembangunan gedung yang tengah dipijaknya kini. Satu… dua… tiga… Kyuhyun menghitung dalam hati seraya memperhatikan berapa lantai yang dilewati tumpukan batang besi tadi. Semakin banyak satuan angka yang ia hitung, semakin besar kemiringan besi itu hingga terus bergeser. Dan…

Waktu seperti terhenti beberapa detik. Orang-orang dibawah sana memekik terkejut. Saat mendengar bunyi debam, menunjukan kalau ada batangan besi yang terjatuh. Seringai Kyuhyun terlihat semakin mengerikan. Ia merasa puas saat sedikit menundukkan kepalanya dan melihat Eunhyuk terkapar tertimpa batangan besi yang terjatuh tadi. Kyuhyun tersenyum karena perkiraannya sangat pas. Posisi Eunhyuk berdiri. Kecerobohan Eunhyuk yang ia tahu persis. Alat angkut besi yang sudah ia atur sebelumnya. Dan… tepat mengenai kepala Eunhyuk yang sebagian besarnya telah pecah sekarang. Senyum Kyuhyun mengembang saat dilihatnya darah yang menggenang. Jadi ia bisa melihat merah kesukaannya tanpa mengayunkan pisau ke tubuh Eunhyuk, secara langsung, dengan tangannya sendiri.

.

Sungmin tak pernah tahu lorong yang akan membawanya ke ruangan Kyuhyun sejauh ini. Atau lebih tepatnya, ia tak pernah menyadarinya. Ia harus berjalan melewati bangsal pasien yang lumayan panjang. Dimana di sepanjang koridor dindingnya terbuat dari vinyl, jadi ia tak perlu mencemaskan pasien yang berlari-lari. Terkadang mereka ada yang tak sengaja menyenggolnya. Ada yang berdiri didekat tiang... Ada yang tertawa-tawa... Didepannya ada belokkan kanan, jika ia memilih, ia akan sedikit memutar melewati ruang penyimpanan obat. Lalu sebelah kiri tempat makan untuk pasien, sebelah kanan ujungnya ada kamar mandi dengan dapur dibelakangnya. Jika di teruskan akan sampai hingga ruang tunggu dan ruang administrasi depan jika keluarga pasien hendak menjenguk, setelah melewati ruang bangsal untuk anak-anak. Tapi tidak, Sungmin harus terus berjalan lurus sedikit lagi. Melewati sebuah taman buatan yang perlu untuk membuka pintu kacanya yang membatasi, ia harus berjalan sedikit lagi, melewati lagi koridor panjang yang sepi. Ia sempat berpapasan dengan seorang dokter yang sehabis memberi obat tadi, mencegatnya sebentar untuk berbasa-basi. Lalu setelah berlalu, Sungmin yang berjalan sendiri merasa kalau disini benar-benar sepi. Kemudian cepat-cepat ia meneruskan acara berjalannya.

"Jadi, apa alasanmu membunuh Eunyuk?"

Sungmin menepati ucapannya. Ia kembali setelah tiga jam meninggalkan ruangan Kyuhyun, menjenguk ibunya, kemudian kembali lagi untuk mengurus pasien yang lain. Kali ini ia mendapat pasien yang depresi, jadi ia tak seperti minggu lalu yang mendapat tatapan intimidasi dari Kyuhyun karena ia terlambat mengunjungi lelaki itu setelah ia mengurusi pasien Borderline Disorder yang cukup menguras waktu dan tenaganya sebelumnya. Kyuhyun cukup posesif mengingat ia adalah pasien istimewa Sungmin.

Kali ini Sungmin tidak harus terkejut mendapati ruangan Kyuhyun. Ia hanya menyernyit. Bukan karena ia terbiasa mendapati Kyuhyun sedang duduk dengan posisi aneh ataupun jari-jari tangannya yang menari-nari abstrak dilantai maupun mengetuk-ngetuk kepalanya sendiri, oh bukan, bukan seperti itu, seperti jika Kyuhyun sedang berdiam diri tak melakukan hal apapun, melainkan ujung sprei milik Kyuhyun yang seperti sengaja dirobek sebagian pada bagian ujungnya. Mata foxy milik Sungmin menelisik isi ruangan. Kyuhyun yang masih tenggelam dalam dunianya sendiri sedang terduduk di lantai, menghadap dinding, lalu nampan untuk membawa makan siang yang ia bawa tiga jam lalu, dan… robekan kain sprei… "Aku sengaja menyobeknya untuk membersihkan sisa makan siangku yang terjatuh." Katanya. Ucapan Kyuhyun membuat Sungmin yang mendengarnya menyernyit. Seingatnya sebelum ia meninggalkan ruangan ini suasana hati Kyuhyun sedang kurang baik. Ia kesal tadi. Dan pasiennya ini melampiaskannya seperti ini? Sungmin tersenyum. Namun Kyuhyun cukup pintar membuat Sungmin tersenyum kali ini dengan tindakannya yang sengaja membuat Sungmin mengetahui bahwa dirinya seolah-olah bisa menampakkan emosi didepan oranglain, setidaknya, dihadapannya.

Tiga jam adalah waktu yang teramat panjang bagi Kyuhyun untuk menstabilkan emosinya. Jadi ia dalam mood yang cukup baik. Mengetahuinya Sungmin pun juga demikian. Mereka mengobrol cukup lama hingga jam makan malam tiba. Obrolan yang mereka obrolkan bukan omongkosong. Kyuhyun sengaja menceritakan beberapa hal kepada Sungmin supaya lelaki manis itu bisa membuatnya keluar dari sini. Dan Sungmin menganggap obrolannya kali ini dengan Kyuhyun sebagai kemajuan karena dengan begitu ia berhasil satu langkah 'mengobati' Kyuhyun.

"Aku tak membunuh Eunhyuk. Aku hanya menyingkirkan apa yang membuatku terganggu." Kyuhyun berucap. Baginya Eunhyuk adalah pengganggu. Dan yang mengganggu harus disingkirkan. Selain posesif, Kyuhyun juga egois. Mengingat bekerja di perusahaan sebesar perusahaan tempatnya bekerja dengan posisi yang berhasil direbutnya dari Eunhyuk, selain mendapat gaji yang fantastis, ia juga mendapat apartemen sebagai tempat tinggal, juga mobil. Dan Kyuhyun takkan pernah mau berbagi hal miliknya pada siapapun, apalagi Eunhyuk.

Sungmin menghela nafas mendengarnya. Ia hafal betul sifat Kyuhyun, dan alasannya membuatnya berspekulasi bahwa yang dilakukan Kyuhyun adalah benar menurutnya, padahal jelas sekali tidak. Khayalan! Kepercayaan yang salah.

"Kyuhyun…" Sungmin mendesah.

"Sudahlah, berhenti. Kau pasti sangat tahu bahwa tipe seperti itu sudah sangat biasa bagi persaingan dalam perusahaan." Dan Sungmin berhenti. Ia tak mau merusak mood Kyuhyun kali ini.

"Jadi…" Sungmin menunggu. Alisnya ia kerutkan.

"Kau tahu aku harus bekerja, jadi keluarkan aku dari sini." Kyuhyun memandang Sungmin serius. "Kau juga tahu aku tak butuh antipsikosis lagi." tidak sadar Kyuhyun mengerutkan bibir. Dan Sungmin melihatnya.

Kemudian Sungmin mendelik, "Bahkan kau tidak memberi respons untuk jenis obat pertama yang dokter Lee berikan!" ia lalu mengambil nafas, dan membuangnya perlahan. Melihat tindakan Kyuhyun, ia jadi melanjutkan, "Baiklah. Akan aku diskusikan dengan dokter Lee."

Sungmin tidak sadar bahwa sedari tadi ia sudah duduk. Kemudian ia bangkit. Membenahi pakaiannya yang berwarna putih. Pukul sepuluh malam, ia keasyikkan mengobrol dengan Kyuhyun jadinya. Melihat Sungmin hendak pergi, ia menawarkan Sungmin untuk tidur dikamarnya. Sudah terlanjur nyaman. Tapi yang benar saja! Sungmin pasti menolaknya. Kyuhyun dapat menebaknya. Tepat, karena kemudian Sungmin menggeleng.

"Besok siang mungkin kita bisa keluar. Sekedar makan pannacotta. Kau suka krim kan? Aku suka stroberinya." Sungmin menghentikan kegiatan berkemasnya sejenak, "Habis ini aku akan menemui dokter Lee dan meminta izin." lanjutnya. Namun Kyuhyun belum membiarkannya pergi. Ia menjegal salah satu lengan Sungmin. "Aku ingin sekali keluar. Tapi aku ingin memakan muffin cokelat, kuharap itu buatanmu." kali ini ia seperti tersenyum, memohon. "Aku ingin kismis di atasnya."

"Kau ini. Anggur mahal tahu!" Kyuhyun tersenyum lebar mendengarnya, namun jika dilihat lagi senyumnya berbeda dengan milik Sungmin. Karena... Tunggu. Mengapa itu mengerikan?

"Artinya?" Lanjut Sungmin. Ia seperti dapat menangkap yang Kyuhyun maksud.

"Kau akan membawaku ke rumahmu, Sungmin." benar, kali ini Sungmin benar-benar menyadari bahwa senyuman Kyuhyun yang tadi itu memang mengerikan.

.

to be Continued…