Pemuda reven memperhatikan seorang gadis berambut merah muda bersama beberapa orang yang sedang berkumpul. Jika di perhatikan lebih detail maka kita akan tahu jika gadis pink itu sedang di ganggu teman lainnya. Mata onyx pemuda itu masih terfokus pada gadis itu. Memerhatikan gerak-gerik serta teriakan-teriakan jengkel si gadis. Sasuke—nama pemuda itu, kemudian mengalihkan atensinya pada sekeliling taman. Pemuda itu berada di sebuah taman—lebih tepatnya cafe yang berada di taman. Cafe ini didesain di luar ruangan yang mirip seperti taman bunga. Banyak tanaman dan bunga yang tumbuh di sekitaran meja dan kursi namun tidak mengurangi rasa nyaman pengunjung. Banyak yang hanya duduk atau hanya menumpang wifi atau sekedar mengerjakan tugas kuliah ataupun kerja. Banyak pengunjung yang datang berstatus pelajar.
Pemuda itu berdecak kesal ketika pikirannya malah mengarah pada taman ini. Dirinya hampir setengah jam di sini namun seseorang yang di tunggunya tidak juga datang. Dia bukan mahasiswa yang sedang nongkrong atau pun orang kantoran yang mengerjakan pekerjaannya. Dia hanya ada janji dengan seseorang yang sedari tadi di tunggu. Dia merutuki ponselnya yang kehabisan baterai sehingga dirinya tidak bisa menghubungi orang itu.
Atensinya kembali pada gadis merah muda yang sedang memarahi pemuda berambut coklat jabrik dan tiga teman lainnya tertawa.
"Berhentilah menggangguku! Aku bisa mengerjakan tugas ini sendiri."
"Ayolah cantik. Kau itu ganas sekali." Pemuda itu melihat sang gadis yang bergerak tak nyaman.
"Ayolah Sakura-chan. Setidaknya berikan Kiba kesempatan untuk berkencan denganmu." Sahut gadis berambut pirang pucat.
"Apa kalian tidak memiliki pkerjaan lain selain menggangguku?Aww...Apa yang kau lakukan." Pekik kaget gadis itu ketika pemuda berambut coklat tadi memegang tangan gadis pink lalu di ciumnya. "Jangan menyentuhku sembarangan bodoh." Tangannya di tarik kembali dan gadis musim semi itu terlihat ketakuatan.
Sasuke menghampiri meja sang gadis yang saat ini pemuda coklat tadi masih mencoba merayu sang gadis.
"Apa kau tidak dengar jika dia tidak ingin kau sentuh?Apa kau tuli." Ucap dingin Sasuke. gadis pirang dan gadis berambut merah menatap kagum Sasuke.
"Cihh... jangan sok pahlawan. Siapa kau sampai-sampai berani menyela kami." Ucap pemuda berambut abu-abu.
"Aku pemilik cafe ini. Jika kalian masih mengganggu gadis ini ataupun pengunjung lainnya aku tidak segan-segan menyeret kalian pada petugas keamanan ataupun mempermalukan kalian." Dengan sedikit ancaman dari Sasuke dua pemuda dan dua gadis itu pergi meninggalkan sang gadis merah muda bersama pemuda reven tadi.
"Umm... Terima kasih." Ucap gadis itu malu-malu.
"Boleh aku duduk?" Setelah mendapat anggukan dari gadis tadi Sasuke duduk di samping gadis merah muda.
"Apa mereka temanmu?" Tanya Sasuke kemudian.
"Bisa di bilang iya bisa di bilang tidak." Atensi gadis itu terfokus pada laptop di depannya.
"Bagaimana bisa begitu?" Sasuke menatap sang gadis yang masih mengotak-atik laptopnya sebelum menutup laptop itu. Atensi gadis pink sepenuhnya pada Sasuke.
"Mereka beda jurusan dariku. Kiba, pemuda berambut coklat dan Saara, gadis berambut merah tadi kuliah jurusan kedokteran. Dan Hidan, pemuda satunya mahasiswa perekonomian. Hanya Shion yang sama-sama mahasiswa keperawatan denganku." Jelas gadis itu.
"Aku tidak menyangka jika pemilik cafe ini meluangkan waktunya untukku." Kekehan gadis itu membuat senyuman geli di wajah Sasuke.
"Aku hanya menakuti mereka. Aku bukan pemilik cafe ini jika kau ingin tahu." Sahut Sasuke geli.
"Benarkah?" Gadis itu tertawa. "Kau sungguh mengagumkan. Kau lihat wajah mereka? Itu sangat lucu." Entah kenapa tawa gadis itu menularinya hingga Sasuke ikut tertawa kecil.
"Aku hanya kasihan padamu. Tidak tega melihatmu yang hampir menangis." Sasuke menyeringai melihat wajah gadis itu tiba-tiba merona.
"Aku tidak menangis. Ummm...hanya sedikit takut saja." Pemuda itu dapat melihat perubahan raut sedih pada wajah gadis itu.
"Kenapa takut?"
"Aku pernah memiliki pengalaman buruk dengan lelaki maka dari itu aku tidak nyaman dengan perlakuan tadi..." Sakura menghentikan ucapannya. "Eumm maaf.." Ucapnya kemudian.
"Tidak apa." Sasuke tersenyum tipis sebagai bentuk jika ia tidak keberatan dengan cerita tadi.
"Ngomong-ngomong kita belum saling tahu siapa kita." Ucap Sakura terkekeh. "Sakura." Gadis musim semi itu mengulurkan tangannya. Sasuke memandang tangan gadis itu sebelum menatap Sakura yang tengah tersenyum padanya.
"Sasuke." Ucap pemuda itu balas tersenyum.
.
.
.
Satu bulan lebih mereka selalu bertemu di cafe taman hanya sekedar minum atau hanya mengobrol. Mereka merasa nyaman dengan satu sama lain. Berbagi cerita tentang keseharian masing-masing. Mereka hanya mengenal nama kecil mereka tanpa menyebut marga atau kehidupan pribadi lainnya. Hanya berbagi cerita suka dan menyimpan seribu duka dalam hatinya. Mereka semakin dekat namun tanpa adanya sebuah ikatan pasti. Tanpa menyebut marga yang mungkin saja akan berpengaruh bagi keduanya. Tanpa tahu takdir apa yang akan menghampiri keduanya. Dan tanpa keduanya sadari bahwa tumbuh rasa tertarik pada satu sama lain namun terlalu pengecut untuk mengakuinya.
Hingga suatu hari salah satu dari mereka merasa kehilangan. Jika biasanya mereka setiap hari bertemu maka hari ini hanya ada sang pemuda yang tengah menunggu sang gadis di bangku yang sama. Mungkin gadis itu sibuk, pikir pemuda itu.
Satu bulan lebih sang gadis tidak muncul dan setiap hari pemuda itu masih datang dan duduk di cafe itu sendirian. Pemuda reven merutuki dirinya yang tidak memiliki nomer ponsel atau pun alamat gadis itu. Sampai ketika sang pemuda bertemu gadis berambut pirang pucat teman satu universitas dengan gadis pinknya dirinya bertanya keberadaan gadis itu dan mendapat jawaban yang mengejutkan dari gadis pirang bahwa Sakura sudah pindah kuliah di Amegakure.
Semenjak mengetahui fakta itu Sasuke berhenti mengunjungi cafe dan yang pastinya berhenti memikirkan keberadaan sang gadis.
.
.
.
Crazy Love
Naruto© Masashi Kishimoto
Rate: M for save
Genre: Romance, Drama, Family, Hurt
Warning: Typo, ide mungkin pasaran
Don't like do'nt read!
.
Happy reading!
.
.
.
"Apa yang sedang kau pikirkan Sasuke-kun?" Tanya lembut wanita di sampingnya menyadarkan Sasuke dari lamunannya. Ketika dia menoleh mendapati wanita bersurai merah berkacamata sedang memandangnya penuh tanya.
"Tidak ada." Jawabnya kemudian. Karin, nama wanita bersurai merah tadi menatap tak yakin pada pemuda reven di sampingnya sebelum melanjutkan kegiatan awalnya.
"Kalau begitu cepat makan sarapaanmu. Bukankah kau harus bekerja." Karin tersenyum tipis mendapat gumaman khas pemuda di sampingnya.
"Oh iya. Minggu depan anakku pulang ke rumah..." Sasuke dapat melihat raut bingung di wajah wanita itu dan mengerti apa yang Karin ingin ucapkan.
"Aku mengerti." Potong Sasuke. "Aku hanya perlu menjadi kakak yang baik agar aku di terimanya bukan." Lanjutnya kemudian.
Karin mendesah lelah. "Dengar Sasuke-kun, dia gadis kecil yang membingungkan. Kau tidak akan mengerti dia. Sulit untuk bisa mendapat persetujuannya karena aku tau dia tidak menyukaiku Sasuke-kun."
"Dia anakmu. Tidak ada anak yang membenci orangtuanya."
"Dia itu sangat menyebalkan seperti orang itu dan selalu ingin mencari perhatianku dan membenci teman-temanku Sasuke-kun." Menarik nafas panjang. "Kau berkata seolah kau bukan salah satu dari orang itu saja."
Tek. Sasuke meletakan sendoknya dan meneguk air putih sebelum berdiri mengambil tas di samping kirinya.
"Aku berangkat." Pamitnya pada Karin.
Ucapan wanita itu membuat mood pemuda itu semakin memburuk. Cukup dengan mimpinya semalam tentang gadis merah muda yang sudah tiga bulan ini menghilang tanpa memberi kabar saja sudah membuat kepalanya berdenyut. Dirinya tidak peduli pada apapun jika sedang sakit kepala. Bahkan ketika nanti anak wanita itu pulang dirinya hanya perlu berkenalan sebagai kakak angkat anak dari wanita itu, sama seperti warga desa yang hanya tau jika dirinya di angkat sebagai anak oleh Karin. Tanpa seorangpun tahu jika dirinya kekasih yang berstatus anak dari wanita itu. Sungguh menggelikan pemikiran itu namun itulah yang terjadi. Dia tidak tahu siapa nama anak itu atau berapa umurnya. Jika di lihat dari usia Karin yang baru menginjak tiga puluh lima mungkin anaknya masih sekolah. Wanita itu masih sangat muda bahkan hanya selisih tiga belas tahun dengannya. Pemuda itu tak lebih dari sekedar simpanan ibu-ibu muda. Menggelikan. Tanpa sadar dia sampai pada hotel tempat dia bekerja.
.
.
.
"Seperti yang aku katakan minggu lalu Sasuke-kun. Perkenalkan ini putri kecilku." Sasuke memandang tidak percaya pada apa yang tersaji di hadapannya. Di hadapannya seorang gadis bersurai merah muda sedang duduk di sofa ruang tamu. Manik zambrutnya juga memandang terkejut pada pemuda yang baru saja datang. Deheman kecil dari wanita merah itu menyadarkan keterkejutan mereka.
"Sakura, dia Sasuke. Dia sekarang menjadi kakakmu. Dan Sasuke-kun, ini putriku Haruno Sakura." Karin mengenalkan keduanya. Dan untuk kedua kalinya mereka berjabat tangan dan berkenalan kembali.
Setelah perkenalan itu mereka makan malam bersama. Meja makan yang biasanya sepi dan tenang kali ini di hiasi percakapan kedua perempuan berbeda usia. Terkadang juga saling adu argumen. Sasuke masih belum percaya jika dirinya bertemu gadis pinknya dengan cara seperti ini.
Selesei makan Sasuke kembali ke kamarnya mencoba untuk tidur. Dirinya mengabaikan ajakan Karin menonton tv bersama Sakura.
Tanpa terasa jam sudah menunjukan pukul sebelas lebih tiga puluh menit namun mata onyxnya masih belum mau terpejam. Dirinya keluar kamar untuk mencari udara agar dapat tidur. Sampai di depan pintu dapur dirinya melihat gadis merah mudanya sedang makan buah apel dan menghampirinya.
"Hai." Sapa Sakura ketika melihat Sasuke berjalan menuju lemari es. Setelah menuangkan air. Sasuke duduk di samping Sakura.
"Kau belum tidur?" Tanya Sasuke.
"Seperti yang kau lihat. Apa kabarmu?"
"Seperti yang kau lihat."
"Itu kata-kataku." Sakura tertawa geli.
"Kenapa kau tidak bilang kalau kau akan pindah waktu itu." Sakura tersenyum tipis mendapati pemuda di hadapannya yang tidak suka basa-basi.
"Mama yang memindahku. Aku juga baru tahu ketika sehari sebelum keberangkatanku." Jelas Sakura.
"Aku selalu menunggumu."
"Maaf.." Ucap lirih Sakura.
Keadaan menjadi hening. Sayup-sayup terdengar suara televsi yang berasal dari ruang tengah.
"Sepertinya mama tertidur." Sakura memainkan sepiring potongan buah apel di hadapannya. Sesaat kemudian gadis pink itu tertawa kecil dan mendapat tatapan bingung pemuda di sampingnya.
"Lucu sekali ya. Tiga bulan yang lalu kita berkenalan sebagai teman, dan sekarang temanku ini adalah kekasih mamaku." Sasuke mendengus mendengar ucapan Sakura.
"Bagaimana kau tahu kalau aku kekasih mamamu?"
"Sangat aneh jika orang percaya kau ini anak mamaku. Kau terlalu tua untuk menjadi anaknya." Sakura terkekeh dengan ucapannya sendiri. "Kau tidak perlu berpura-pura menjadi kakakku. Aku tahu mamaku tidak membutuhkan anak lagi." Lanjutnya.
"Kau tidak keberatan dengan ini?"
"Tidak. Aku tahu mamaku butuh seseorang untuk menemaninya. Mama pernah berpacaran dengan bermacam-macam orang dan aku tahu kalau mamaku kali ini sungguh menyayangimu."
"Bagaimana kau tahu?"
"Mama tidak pernah berbohong denganku. Dan kali ini kau membuatnya berbohong. Dia akan gugup jika berhadapan denganmu, sama seperti dia yang takut ketika aku bilang 'tidak suka padamu'." Raut wajah gadis itu tidak dapat di mengerti Sasuke. Sulit membaca ekspresi gadis itu ketika dia bicara tentang Karin. Baru kali ini gadis itu menampilkan raut tidak terbaca. Satu bulan bukan waktu singkat untuk dia dapat mengerti gadis itu.
"Ku rasa ini sudah larut sebaiknya aku pergi tidur." Sakura berniat mengakhiri obrolan mereka dan pergi tidur. "Oyasumi Sasuke...-kun." Pamit Sakura kemudian, tidak lupa dengan senyum tulus gadis itu.
.
.
.
Setelah percakapan malam itu mereka menjadi semakin dekat. Hampir setiap malam mereka bercakap-cakap di ruang tengah maupun di dapur tanpa sepengetahuan Karin. Bukannya bermaksud menyembunyikannya namun Karin jarang di rumah hingga tidak mengetahui kedekatan keduanya. Hingga tanpa keduanya sadari rasa itu semakin tumbuh.
Setiap hari Sasuke juga bisa melihat bagaimana kehidupan kedua perempuan itu. Mungkin orang luar yang tidak mengetahui interaksi ibu anak itu akan berpikir mereka hidup bahagia. Seperti itulah tanggapan orang tentang keluarga ini tanpa mereka tahu bahwa keluarga ini tak seharmonis kelihatannya. Sasuke dapat melihat Sakura yang sering berkomentar sinis dengan ibunya ataupun Karin yang suka berbicara kasar dengan Sakura. Gadis pink itu juga sering membantah ibunya dan membuat khawatir Karin. Sama halnya saat ini. Sakura belum pulang meski jam sudah menunjukan pukul sepuluh lebih dan itu membuat Sasuke menjadi pelampiasan amarahnya.
"Aku sudah menelpon teman-tamannya dan mereka tidak bersama gadis kecil itu." Gerutu Karin yang menatap keluar jendela kamarnya. Sasuke yang berbaring di kamarnya hanya mendesah lelah.
"Dia bukan anak kecil lagi Karin. Ini baru pukul sepuluh. Dia tidak mungkin lupa jalan pulang." Sahut Sasuke. Mereka berdua berada di kamar Sasuke.
"Baru jam sepeluh katamu? Ini sudah jam sepuluh dan anak itu seharusnya sudah berada di rumah sekarang." Ucap Karin marah. Sasuke bangkit dari tidurnya dan berjalan mendekati Karin. Di rangkulnya bahu Karin.
"Dia bukan anak kecil lagi." Di elusnya lengan atas Karin. "Percayalah dia akan baik-baik saja."
"Aku tahu...dia ceroboh dan dia masih kecil." Ucap Karin lirih. Karin tidak bisa menyangkal jika apa yang di lakukan Sasuke tadi sudah cukup membuatnya tenang.
"Aku pikir anakmu masih berusia tiga belas tahunan." Ucap Sasuke memecah keheningan di antara mereka. "Kau selalu bercerita seolah dia anak kecil."
"Dia memang anak kecil bagiku. Dia masih polos dan tidak mengerti kejamnya dunia Sasuke-kun." Karin bersandar di dada bidang Sasuke.
"Berapa usiamu ketika melahirkan Sakura?"
"Tujuh belas tahun." Karin menghela nafas panjang. "Waktu itu aku masih sekolah dan harus berhenti karena hamil." Jelas Karin. Sasuke dapat melihat raut tidak nyaman wanita merah itu.
"Aku mengerti." Dan hanya ucapan itu yang bisa dia ucapkan. Suara gerbang di buka membuat mereka berdua berdiri tegak. Karin segera keluar kamar Sasuke dan berlari menuju pintu utama.
Ketika Sakura membuka pintu dirinya terkejut mendapati Karin berada di depannya.
"Dari mana saja kau?!" Bentak Karin.
"Astaga." Pekik Sakura kaget.
"Kau tahu sudah jam berapa sekarang nona kecil." Sakura hanya diam dan mengabaikan Karin. Dia hendak pergi ke kamarnya sebelum tangannya di tarik Karin.
"Aku bicara padamu Sakura." Sakura menyentak cengkraman Karin hingga terlepas.
"Aku hanya pergi bersama teman-temanku."
"Teman-temammu? Teman yang mana?" Karin menatap Sakura tajam. "Oh aku tahu. Kau pasti bersama teman-teman bodohmu itu kan. Sudah ku katakan berapa kali mereka hanya berpengaruh buruk buatmu. Jauhi mereka dan fokuslah pada kuliahmu. Itu demi masa depanmu Sakura."
"Masa depan ya." Ucap Sakura lirih. "Apa pedulimu? Kau hanya menganggap aku sebagai boneka yang bisa kau dandani bukan." Teriak Sakura marah. "Lagipula bukankah kau senang jika aku tidak ada? Kau bisa berpacaran sepuasmu dengan anak angkatmu?!"
Sasuke terkejut ketika tiba-tiba Karin menampar Sakura. "Kau pikir aku tidak tahu huh? Aku bukan anak kecil yang tidak bisa berpikir dengan perlakuanmu denganya. Aku—"
"Jaga ucapanmu Haruno Sakura." Karin memotong ucapan Sakura.
"Aku membencimu.." Sakura langsung memasuki kamarnya tanpa menghiraukan teriakan Karin.
"Apa yang aku lakukan."Gumam Karin lirih.
.
.
.
Dan untuk kesekian kalinya Sakura menangis sendirian di kamarnya. Dia lelah harus selalu berdebat dengan mamanya. Dia tidak begitu mengerti dengan jalan pikiran Karin. Terlalu membingungkan untuk di mengerti. Dia berpikir bahwa Karin membencinya dan hanya menjadikam dia boneka yang di pamerkan pada teman-temannya. Karin tidak pernah menyukai apa yang dia kerjakan ataupun teman-temannya. Sebenarnya dia tidak ingin kuliah karena dia bisa bekerja tanpa kuliah namun Karin memaksa dan bilang bahwa pekerjaannya nanti akan jauh lebih mapan daripada pekerjaan yang dia pilih. Sejak kecil hidupnya selalu di atur oleh ibunya.
Ketukan di pintu membuatnya tersadar dari pikiran tentang ibunya. Mungkin Karin yanh datang, batin Sakura.
Ceklek. Sasuke dapat melihat Sakura yang tengah duduk di jendela kamarnya.
"Boleh aku masuk?" Suara Sasuke mengagetkan Sakura. Dia pikir ibunyalah yang datang, ternyata salah.
"Kenapa kau di sini? Berperan sebagai kakak yang baik? Atau ayah yang baik?" Tidak dapat di pungkiri jika gadis ini mirip dengan ibunya yang terkadang bermulut tajam.
"Aku hanya ingin melihat keadaanmu."
"Ini sudah biasa Sasuke. Kau tidak perlu sok peduli. Aku baik-baik saja." Bentak Sakura. Sasuke hanya diam membiarkan gadis itu menangis sepuasnya.
"Maaf..." Lirih Sakura ketika menyadari jika dirinya membentak Sasuke.
"Aku dan mama selalu bertengkar. Aku otaku Sasuke dan dia membenci hal itu. Menurutnya itu hanya hobi aneh dan bodoh." Sasuke melihat sekeliling kamar Sakura. Gadis ini tidak tampak seperti maniak anime. Jelas sekali Karin melarangnya.
"Aku juga suka membuat komik. Kupikir ketika aku berhasil dengan komikku yang aku kirim diterbitkan akan membuatnya bangga, tetnyata aku salah. Dia malah berkata bahwa pekerjaan seperti itu tidak akan bisa menjamin hidupku dan menyuruhku melanjutkan sekolah."
"Mungkin dia hanya memikirkan masa depanmu Sakura."
"Jika hanya berhenti menulis cerita mungkin aku bisa. Tapi tidak dengan melarang aku bersama teman-temanku."
"Mungkin kalian bisa bicara."
"Kau tidak akan mengerti Sasuke-kun. Mungkin dia membenciku."
"Tidak ada ibu yang membenci anaknya Sakura."
"Kita tidak akan pernah tahu isi hati orang lain Sasuke-kun. Bahkan seorang ibu saja bisa membunuh anaknya yang belum lahir."
"Yah kau benar. Tidak ada yang bisa tahu isi hati orang lain."
Malam ini Sasuke tahu jika gadis ini banyak menyimpan rahasia dalam kehidupannya.
.
.
.
Keesokan harinya pagi-pagi sekali Karin pergi sebelum Sasuke dan Sakura bangun dan di siang harinya dirinya menelpon jika dia akan pergi selama seminggu ke Suna untuk memenuhi panggilan cliennya. Karin bekerja sebagai perias. Di Suna dirinya merias untuk acara fashion show.
Di rumah hanya ada Sasuke dan Sakura. Hubungan keduanya kini semakin dekat. Namun Sasuke tidak dapat mengetahui seperti apa perasaan Sakura kepadanya sementara dirinya semakin menaruh hati pada wanita itu. Dia tahu jika tindakannya ini salah tapi dia tidak bisa menghentikan perasaannya dan membiarkan perasaanya semakin menguat.
Tanpa Sasuke tahu bahwa sebenarnya perasaannya bukan hanya bertepuk sebelah tangan karena Sakura jugapun merasakan hal yang sama. Sakura tahu jika hal itu salah dan akan menyakiti ibunya tapi dia tidak bisa mencegahnya. Karena hati tidak bisa untuk di perintah ataupun sekedar memaksakan, karena hati berjalan dengan sendirinya. Tanpa memandang hal benar atau salah. Mereka tahu jika ini salah dan merasa hina namun tidak ada yang mampu menghentikan perasaan. Sama seperti air yang mengalir, sekalipun di tampung menggunakan emberpun jika tidak berhenti maka akan tumpah. Sekalipun kau membangun bendungan namun jika hujan tidak berhenti dan bendungan itu tidak bisa bertahan maka bendungan itu akan roboh dan air akan mengalir ke mana-mana.
.
.
.
Hari ini hari ketiga mereka tinggal berdua. Cuaca hari ini mendung dan hujan turun ketika sore hari hingga malam. Jam sudah menunjukan pukul delapan tapi Sakura belum juga pulang sementara hujan masih belum mau berhenti. Sasuke mulai khawatir dengan keadaan Sakura.
Suara mobil berhenti membuat Sasuke segera bangkit dan membuka pintu. Dirinya memang sengaja menunggu di ruang tamu. Sasuke dapat melihat seorang pemuda berambut abu-abu sedang membukakan pintu penumpang dan terlihatlah Sakura keluar dari mobil dan berjalan menuju teras rumah.
"Sakura." Sasuke dapat melihat jika tubuh gadis itu basah kuyup.
"Siapa dia Sakura?" Tanya pemuda itu.
"Dia kakakku. Perkenalkan dia Sasuke-kun dan ini Toneri."
"Kau tidak pernah bercerita jika punya kakak."
"Eum...Dia kakak sepupuku Toneri-kun. Sudah lebih baik kau cepat pulang agar tidak kedinginan." Setelah mengucapkan itu Toneri pamit pulang meninggalkan seorang pemuda reven yang tengah menatap tajam kepergiannya.
"Pantas saja jika Karin selalu marah padamu." Gumam Sasuke cukup jelas.
"Apa?"
"Mandilah."
Setelah mengatakan itu Sasuke meninggalkan Sakura dengan raut bingung.
.
.
.
Sasuke masih memikirkan siapa lelaki yang baru saja mengantar Sakuranya pulang. Ingin rasanya dia marah pada lelaki itu tapi dia tidak berhak marah demgannya. Siapa dia? Dia hanya lelaki simpanan ibu gadis itu. Dia tahu mungkin saja Sakura jijik dengannya sekarang. Namun memikirkan gadis itu bersama pemuda itu saja sudah mampu membuatnya naik darah.
Dirinya harus menanyakan perasaan gadis itu saat ini juga agar tidak menimbulkan harapan kosong pada gadisnya. Dirinya memasuki kamar Sakura tanpa mengetuk pintu dulu. Sakura tidak ada, dan terdengar gemerisik air juga suara senandung gadis pink di dalam kamar mandi.
Ceklek.
Sakura keluar menggunakan kimono di buat terkejut dengan kehadiran Sasuke yang tengah duduk di tepi ranjang.
"Astaga! Kau membuatku kaget Sasuke-kun."
"Hn."
"Ada apa? Kau merindukanku?" canda Sakura. Gadis itu duduk di atas kursi di hadapan meja riasnya menghadap Sasuke sembari mengeringkan rambutnya.
"Siapa tadi?"
"Aku sudah bilang Sasuke-kun. Dia Kaguya Toneri."
"Ada hubungan apa kau dengannya."
"Toneri-kun teman SMP ku. Kami bertemu di jalan dan mengantarku pulang." Sakura menunduk. "Jika ini untuk merebut hatiku agar mengijinkanmu berpacaran dengan mamaku, kau tidak perlu berpura-pura peduli Sasuke-kun. Kau su—" Ucapan Sakura terhenti ketika Sasuke menariknya berdiri. Rasa terkejutnya bertambah ketika dia merasakan sentuhan hangat di bibirnya.
"Aku tahu ini salah Sakura, tapi..." Sasuke menatap Sakura dalam. "Apapun anggapanmu terhadapku, aku tidak peduli. Tapi bolehkah aku bertanya bagaimana perasaanmu terhadapku Sakura?" Sakura memanfang bingung Sasuke. Dirinya merasa senang namun di sisi lain dia merasa bersalah.
"Jawaban apa yang akan membuatmu senang Sasuke-kun?" Lirih Sakura.
"Aku akan senang jika kau berkata jujur sekalipun itu menyakitkan untukku. Tapi untuk malam ini apapun jawabanmu kau akan tetap menjadi milikku."
"Apakah setelah itu kau akan melepaskanku?" Sasuke berpikir sejenak sebelum menjawab "Ya."
Sakura menutup kedua manik zambrutnya. Dia harus memutuskan pilihannya sekalipun itu tidak benar. Sekalipun dirinya terluka. Ketika dia membuka mata kedua manik onyx di hadapannya sedang menatap tajam dirinya.
"Kau hanya kekasih mamaku Sasuke, tidak lebih dan aku...membencimu." Ucapan Sakura semakin lirih di akhir ucapannya. Sasuke dapat melihat kebohongan di mata gadis itu saat melihat air mata yng mengalir dari kedua mata indah sang gadis.
"Kau pembohong!"
Sasuke mendorong Sakura sampai jatuh di atas kasur. Sasuke mulai mencium kasar gadis di bawahnya. Meluapkan perasaan yang selama ini dia pendam. Bahkan dia tidak peduli ketika gadis di bawahnya dia baru melepas ciumannya ketika dia butuh oksigen. Dia baru menyadari jika gadis di bawahnya tengah menangis ketakutan. Di elusnya lembut gadis di bawahnya, kedua kening mereka bersentuhan. Tangan kanan pemuda itu mengelus pipi gadisnya dan tangan satunya sebagai tumpuan.
"Maaf... Maafkan aku Sakura." pria itu berucap maaf berkali-kali namun gadis di bawahnya masih menangis ketakutan.
"Dulu ketika aku berusia enam belas tahun..." Setelah tangisan gadis itu mereda Sakura mulai bercerita. "Mama meninggalkanku sendirian. Kemudian Sasori—pacar mamaku datang. Dia kakak kelasku disekolah. Kami dekat dan aku sudah menganggapnya sebagai kakak...Tapi malam itu... dia.." Sakura masih terisak. Di pegangnya tangan Sasuke yang sedang memegang pipinya. Sasuke dapat merasakan tangan gadis itu masih gemetar takut. "Dia datang...dia mabuk dan dia meracau...aku takut, aku tidak bisa melakukan apa-apa.. Aku mengatakan jika mama pergi tapi dia...dia menarikku dan hampir memperkosaku..." Sasuke dapat melihat gemetaran Sakura semakin terlihat. "Dia menyentuhku. Dia menyakitiku.. Dan rasanya aku memilih mati daripada di perlakukan seperti itu... Saat ku pikir duniaku hancur.. Paman itu..Dia menolongku... Aku tidak tahu siapa dia.." Sakura tersenyum miris. "Kau tahu Sasuke? Setelah itu aku gila. Aku harus bertemu psikiater setiap hari. Aku...pernah masuk tempat rehabilitas. Aku takut jika ada orang yang menyentuhku.. Aku gila Sasuke.. Aku gila.. Aku bukan gadis normal, aku tidak sempurna Sasuke.." Sasuke memeluk erat Sakura. Tanpa terasa airmata ikut menetes di kedua pipinya.
"Aku tidak peduli Sakura. Aku tidak peduli jika kau gila. Aku akan tetap mencintaimu karena kau pantas di cintai. Sekalipun kau terlarang aku tidak peduli karena kau memang pantas untuk di pertahankan." Sasuke menatap Sakura dalam. "Aku mohon beri aku kesempatan untuk mencintaimu. Izinkan aku menghapus lukamu. Aku mohon biarkan aku mengubah rasa takutmu. Izinkan aku untuk tetap mencintaimu." Sakura dapat melihat keseriusan di mata kelam Sasuke. Dia mengangguk memberi izin Sasuke.
Sasuke mencium lembut Sakura. Di hisapnya bibir bawah Sakura. Lidah Sasuke seolah meminta izin untuk memasuki mulut Sakura. Kedua lidah mereka saling membelit. Salah satu kaki Sasuke berada di antara kedua paha Sakura menggesek lembut pangkal paha Sakura membutnya mendesah. Tangan kiri Sasuke bermain di payudara Sakura. Di remas, pilin pijat payudara gadisnya. Sasuke kemudian mencium cuping Sakura sebelum turun ke leher jenjanh Sakura. Kimono yang di pakai Sakura tersingkap sampai menunjukan kedua payudara dengan puting yang mengeras. Di hisapnya payudara Sakura. Di gigit, hisap kulum,hisap membuat gadis itu mendesah. Ciuman Sasuke turun sampai pada vagina Sakura. Entah sejak kapan kimono itu terlepas Sasuke tidak peduli. Di ciumnya vagina putih bersih Sakura. Di jilatinya lubang kewanitaan dan juga di pilinnya klitoris Sakura. Sakura mendesah nikmat. Setelah di jilati jari telunjuk Sasuke memasuki liang Sakura. Satu jari dua jari sampai tiga jari sudah merasa longgar pemuda itu menggosok-gosokkan penisnya pada vagina Sakura. Di masukannya sedikit demi sedikit penis Sasuke.
"Mungkin akan sedikit sakit tapi tahanlah Sakura. Kau bisa menggigit bahuku jika terasa sakit." Setelah Sakura mengerang keenakan dimasukannya kejantanan Sasuke dengan sekali hentakan. Sasuke berhenti agar Sakura dapat menyesuaikan diri. Dia dapat merasakan darah mengalir di antara paha gadis itu.
Setelah mendapat gerakan dari Sakura dirinya segera menggoyangkan pinggulnya.
Mereka tahu apa yang mereka lakukan. Mungkin ini adalah sebuah dosa bagi keduanya. Tapi mereka tidak peduli. Biarkanlah ini menjadi dosa terindah bagi mereka tanpa tahu taldir apa yang akan menghampiri mereka di waktu mendatang. Biarkanlah malam ini mereka melupakan kenyataan hidup ini. Melupakan masa lalu, melupakan kenyataan hidup dan melupakan bahwa akan ada hati yang mereka sakiti.
.
.
.
Tbc..
.
.
.
Happy birtday papa Sasu..
Gak yangka udah jadi papa-papa keren.
Garing banget ya baru ngucapin.. XD
Well, mungkin nih fic gaje bgt.. tp pliss meskipun nih fic gk jelas jangan sampai ada yang bashing chara ya.. Aku gak bermaksud ngejelek-jelekin chara manapun.
Oke mungkin note ku ini juga sama gajenya.
See u next capt...
#Psstt nih two shot hlo..
Please RnR...
