Special Lesson
Title : Special Lesson
Writer : LeeHunHan947 (Lee)
Genre : Romance, Family
Rated : M
Main Cast : HunHan
Warning : GS (Gender switch), OC (Original Character), OOC (Out of character), Typo(s), bahasa non baku
# LEEHUNHAN947#
"Shh ahh... Yah shhh lebih cepat shh"
"Shit! Sempith sekali!"
"Ahh moreh ahhh shhh disanah shhh"
"Aku shhh sudah ahh tak tahan shh ahhh lagihhhh"
"Ahhhh"
BYURRRR
"OH SEHUN! IREONA! INI SUDAH PAGI! KAU MAU TERLAMBAT KE SEKOLAH, EOH!" teriak seorang yeoja paruhbaya yang berusaha membangunkan seorang namja yang masih tertidur pulas di tempat tidurnya.
"Eomma! Kenapa mengguyurku? Aku sudah bangun kok..." balas namja yang kini sudah basah kuyup terkena air sambil mengucek matanya yang masih setengah terpejam.
"Belajarlah dewasa sedikit! Kau ini sudah SMA tapi masih saja malas untuk bangun pagi! Cepat mandi! Kau bisa terlambat ke sekolah! Eomma tak mau jika harus di panggil kepala sekolahmu lagi karena kau yang sering terlambat!"
Ujar Nyonya Oh kesal dengan kelakuan anak sulungnya itu.
"Eomma dimana sepatuku?" Teriak namja lainnya dari lantai bawah, tepatnya di ruang makan.
"Cepat bangun! Sehan saja sudah siap mau berangkat ke sekolah! Tak ada waktu untuk tidur lagi!" Bentak nyonya Oh membuat Sehun bangun dengan malasnya. Ia melangkahkan kakinya ke dalam kamar mandinya dengan setengah sadar.
"Dasar! Kapan dia dewasanya sih? Ck!" Keluh nyonya Oh dan keluar dari kamar itu.
30 menit kemudian...
Nyonya Oh sudah selesai menyiapkan sarapan untuk suami serta kedua anaknya. Namun sang anak sulung sudah belum juga keluar dari kamarnya. Ia pun kesal dan memutuskan untuk kembali ke kamar anak sulungnya itu.
"OH SEHUN! IREONA! KENAPA TIDUR LAGI? KAU HARUS SEKOLAH!" Teriak Nyonya Oh bertambah nyaring saat melihat anak sulungnya tertidur lagi di tempat tidurnya.
"Ne, eomma... Hoammm..." Sehun kembali mengucek matanya dan berjalan ke kamar mandi dengan malas.
"10 menit kau belum ada di meja makan, eomma tidak akan memberikanmu uang jajan selama sebulan. Arra?" Ujar Nyonya Oh.
"Mwo? Jebal... Jangan eomma... Jangan..." Sehun memohon di hadapan eommanya.
"Sudah cepat kau mandi! Atau eomma benar-benar akan menarik uang jajanmu!" Ancam nyonya Oh.
"Arra arra..." Sehun pun segera melesat ke dalam kamar mandinya.
SKIP
Kini Sehun sudah berada di meja makan. Ia sudah mengenakan seragamnya dan sarapan bersama kedua orangtuanya serta adik kecilnya. Hanya sarapan sederhana seperti keluarga biasanya. Namun yang tak biasa adalah Sehun.
"Hyung? Kau kenapa? Kenapa daritadi melamun sambil senyum-senyum seperti itu? Hyung sakit?" Tanya namja berseragam putih-biru yang duduk di samping Sehun.
"Ya kau bocah! Diam saja! Tak usah ikut campur!" Balas Sehun.
"Hyung! Aku kan cuma bertanya saja. Apa salahnya sih?" Balas Sehan tak suka.
"Sudah... Sudah... Jangan bertengkar seperti anak kecil. Kalian sudah sama-sama besar, kan? Apalagi kau, Sehun. Kau ini sudah kelas 2 SMA. Bersikaplah dewasa sedikit. Masa kau kalah dengan adikmu yang masih kelas 3 SMP?" Ujar Nyonya Oh membandingkan kedua anaknya.
"Kenapa eomma terus membandingkan aku dengannya? Ahh aku sudah tak berselera makan." Sehun pun bangkit dan menyelesaikan sarapannya.
"Ya! Ya! Kau mau kemana? Habisakan sarapanmu! Ya! Oh Sehun!" Teriak Nyonya Oh namun tak digubris sedikit pun oleh Sehun.
"Apa-apaan! Selalu saja membandingkan aku dan Sehan! Memang apa lebihnya dia? Dia saja masih bocah!" Gerutu Sehun sambil mengayuh sepedanya untuk pergi ke sekolah.
Tinnnn
BRAKK
"Auuu" teriak Sehun. Ia melihat siku kirinya berdarah.
"Aishh mobil sialan! Tak tahu jalankah dia? Shit!" Teriak Sehun kesal. Ia mencoba bangun dan mengambil sepedanya kembali.
"Ahhh mianhae... Nan gwenchana?" Tanya seseorang. Sehun sangat yakin jika orang itu yang tadi menabraknya hingga terjatuh dan membuatnya terluka seperti itu.
"Ya! Kau harusnya ha-" Sehun berbalik dan terpesona dengan sosok cantik di hadapannya itu.
GLEK
Sehun menelan salivanya saat matanya menangkap benda kenyal yang dibalut kemeja putih tipis yang dipakai yeoja itu. Pandangan Sehun tak lepas dari benda yang sedikit terekspos itu karena dua kancing atas kemeja putih itu dibuka.
"Nan gwenchana?" Tanya yeoja itu.
"Ahhh ne, gwenchana." Balas Sehun. Ia alihkan pandangan dari benda yang menggoda sosok Oh Sehun itu dan memilih melihat ujung sepatunya.
"Apa kau terluka? Aku bisa mengantarmu ke rumah sakit." Tawar yeoja itu.
"Ahhh ani... Ani... Aku tak apa-apa. Aku permisi dulu..." Sehun segera pergi dari tempat itu tanpa melihat sosok yeoja yang berniat menolongnya tadi. Ia kembali mengayuh sepedanya ke sekolah dengan pikiran campur aduk.
SKIP
Sehun memarkirkan sepedanya di tempat parkir sepeda. Sehun berjalan masuk ke dalam gedung sekolah "Seasons High School". Sehun tak terlalu suka sekolah disini. Karena setiap hari yang ia lihat hanyalah namja. Karena memang sekolah itu adalah sekolah khusus para namja. Guru-guru yang mengajar pun kebanyakan adalah namja. Jika pun ada guru yeoja, pastinya sudah tak muda lagi. Tak ada yang membuat Sehun tertarik di sekolah ini.
Sehun masuk ke dalam kelasnya. Beruntung hari ini ia tidak terlambat. Bel baru saja berbunyi dan guru belum ada yang masuk ke dalam kelasnya. Sehun mendudukkan dirinya di kursinya yang berada di sudut paling belakang. Ia tak begitu suka untuk duduk di barisan depan.
"Selamat pagi anak-anak." Ujar Jung songsaenim. Salah seorang guru wanita yang ada di sekolah itu.
"Pagi songsaenim..." balas semua murid.
"Mulai pagi ini dan beberapa bulan kedepan, songsaenim tidak bisa mengajar disini karena songsaenim harus pergi ke Busan." Jelas Jung songsaenim.
"Yessss! Yuhuuu..." teriak semua murid di kelas itu kecuali Sehun yang tak mendengarkan dan sibuk mengalihkan pandangannya ke jendela yang ada di sampingnya.
Tek Tek Tek Tek
"Diam! Songsaenim belum selesai bicara! Karena songsaenim tidak bisa mengajar kalian, songsaenim akan mengenalkan kalian pada guru sementara yang menggantikan songsaenim sampai songsaenim bisa mengajar lagi. Silakan masuk songsaenim."
Seorang yeoja berambut cokelat panjang masuk ke dalam kelas itu. Semua murid yang notaben nya adalah laki-laki, langsung memandang yeoja itu dengan mata yang tak berkedip. Bahkan ada yang bersiul-siul.
"Annyeonghasaeyo... Jeonun Xi Luhan imnida. Saya guru baru kalian yang akan menggantikan Jung songsaenim sementara." Jelas yeoja berkacamata itu.
"Selamat pagi songsaenim..." balas semua murid di kelas itu. Senyum tak lepas dari wajah semua murid itu. Dan mata mereka tak lepas dari sosok Luhan sang guru baru.
"Baiklah. Saya permisi. Kau bisa memulai pelajarannya guru Xi." Jung songsaenim pun lamit dari kelas itu.
"Baiklah. Cukup perkenalannya dan buka buku kalian!"
Luhan membanting buku-buku besar yang dibawanya ke atas meja guru. Sosoknya jadi berubah 180 derajat dari awal masuk ke kelas. Luhan yang awalnya terlihat ramah kini malah terlihat galak dengan penggaris besi yang ada di tangan kirinya.
"Buka buku kalian di halaman 123." Perintah Luhan. Semua murid pun menuruti apa yang dikatakan Luhan.
"Ya! Apa yang kau lihat? Dimana bukumu? Kau niat belajar atau tidak?" Luhan menghampiri Sehun yang masih memandang keluar jendela tanpa niatan mau mengikuti pelajaran.
"Ahh mi-" Sehun membelalakan matanya saat menatap sosok Luhan.
"Kau? Siapa namamu?" Tanya Luhan pada Sehun yang tiba-tiba mematung.
"Oh Se-Sehun." Jawab Sehun.
"Pulang sekolah nanti, kau harus menemui songsaenim di kantor! Sekarang buka bukumu halaman 123 dan baca dengan keras!" Jelas Luhan dan kembali ke meja guru.
SKIP
Sehun masih berada di kelasnya. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 17.00 KST dan sudah waktunya untuk pulang. Namun karena perintah guru baru itu, ia jadi belum boleh pulang dan malah harus menemuinya di kantor guru.
Sehun mengambil tasnya dan berjalan ke kantor guru. Sekolah itu sudah cukup sepi. Ya para murid dan guru lain tentu saja sudah pada pulang apalagi hari ini hari Senin, sama sekali tak ada kegiatan club. Yang ada mungkin hanya beberapa karyawan bagian kebersihan sekolah serta satpam.
TOK TOK TOK
Sehun mengetuk pintu kantor guru. Namun tak mendapat jawaban. Dengan nekat, Sehun langsung menerobos masuk. Ruangan itu sepi. Ia tak menemukan siapapun disana. Bahkan guru baru itu juga tak ada.
"Annyeonghasaeyo... Songsaenim..." panggil Sehun tapi tak ada jawaban.
Karena merasa tak ada orang, Sehun pun memutuskan untuk pulang. Sia-sia ia datang kesini jika tak ada orang. Sehun berbalik dan...
"Ahhh panas..." keluh seorang yeoja yang kemejanya kini sudah penuh dengan tumpahan kopi panas. Ia membuka kancing kedua kemejanya dan memperlihatkan sedikit bagian dadanya yang besar.
"Ahh mianhae songsaenim... mianhae..." Ucap Sehun dan mencari sapu tangan miliknya. Wajah Sehun sudah memerah.
"Ahhh panas..." keluh Luhan karena kopi panas itu mengenai kemeja putihnya.
"Ini saputanganku. Mianhae songsaenim... Aku tak sengaja..." Sehun menyerahkan sapu tangan miliknya untuk Luhan.
"Gwencahana..." Luhan mengelap kemeja putihnya yang kini sudah berubah warna menjadi cokelat karena tumpahan kopi miliknya.
"Mianhae... Songsaenim..." ujar Sehun merasa tak enak. Sungguh baru kali ini ia membuat masalah pada seorang guru -selain nilai jelek tentunya.
"Sudah tak apa. Duduklah. Dan tunggu sebentar." Jelas Luhan dan pergi ke toilet meninggalkan Sehun di meja kerjanya sendiri.
Sehun merasa bosan dan juga mengantuk. Biasanya pulang sekolah ia sudah pulang dan tidur di rumah. Namun sekarang? Ia mesti berurusan dengan seorang guru. Sehun merutuki dirinya kenapa tadi saat di kelas ia tidak memperhatikan guru baru itu dan malah barusan ia membuat masalah baru. Ia yakin ia pasti akan dihukum.
"Bagaimana lukamu?" Tanya seseorang membuat Sehun memutar kepalanya. Dan ia melihat sosok Luhan dalam balutan baju lain. Kini Luhan mengenakan kemeja berwarna hitam ketat dan membuat bentuk tubuhnya terlihat jelas apalagi bagian dadanya yang tergolong dalam ukuran besar.
"Lu-luka?" Sehun terlihat bingung tak mengerti maksud ucapan Luhan.
"Ne, lukamu. Tadi pagi kau terjatuh dari sepeda kan? Apa lukamu parah? Maaf tadi pagi aku tak sengaja menabrakmu." Jelas Luhan dan duduk di kursi kerjanya.
"Jadi songsaenim yang tadi pagi..."
"Ne, apa kau tak ingat? Aku memanggilmu karena aku merasa tak enak karena tadi pagi menabrakmu hingga membuatmu terluka." Jelas Luhan.
"Aku rasa aku tak apa. Hanya lecet biasa saja."
"Boleh aku lihat lukamu?" Tanya Luhan. Sehun menganggukkan kepalanya dan menggulung lengan seragamnya untuk menunjukkan luka disikunya.
"Omona! Kau bilang hanya lecet? Ini sudah parah! Biar aku obati!" Luhan beranjak untuk mencari kotak P3K.
"Sini. Biar aku obati lukamu!" Luhan kini duduk di samping Sehun dan mengobati luka di siku kirinya.
"Ahh..." rintih Sehun saat Luhan mengobati lukanya.
"Ahh mianhae... Apa sakit?" Luhan meniup-niup pelan luka Sehun untuk mengurangi rasa sakitnya.
Sehun terus memperhatikan Luhan sambil menahan rasa perih di lukanya. Namun matanya menangkap benda yang tak terlalu asing di depannya. Sehun menelan salivanya sendiri saat ia merasa benda itu bergerak saat sang pemilik mengganti posisi duduknya.
"Auuu..." keluh Sehun saat Luhan tak sengaja menekan luka Sehun terlalu keras.
"Mianhae... Mianhae..." Luhan memasangkan plester pada luka Sehun.
"Kamsahamnida songsaenim..." ujar Sehun merasa tak enak karena Luhan mengobati lukanya.
"Cheonma. Ini sudah jadi tanggung jawabku karena tadi pagi aku sudah menabrakmu. Ahh sudah sore. Dimana rumahmu?" Tanya Luhan pada Sehun.
"Di Komplek Shindang. Tak jauh dari sini." Jawab Sehun.
"Kau pulang dengan apa? Jalan kaki?"
"Ani. Aku membawa sepeda, songsaenim."
"Baiklah. Kau boleh pulang. Sudah sore. Dan hati-hati mengayuh sepedamu." Ujar Luhan dan dibalas Sehun dengan anggukan.
SKIP
Sehun memberhentikan sepedanya di depan pagar rumahnya. Ia baru saja sampai di rumah setelah mampir sebentar ke mini market untuk membeli cemilan. Namun matanya menangkap sebuah mobil yang asing baginya yang terparkir di depan rumah sebelah.
-Mobil siapa ya? Rumah di sebelah kan kosong semenjak nenek Kim pindah.- batin Sehun.
Namun Sehun tak terlalu mau memusingkannya. Ia berjalan masuk ke dalam rumah dan memarkirkan sepeda kesayangannya di dalam garasi bersamaan sebuah mobil milik appanya.
"Eomma, appa aku pulang..." ujar Sehun saat masuk rumah. Ia segera melemparkan tasnya ke sofa dan membaringkan dirinya disana.
"Ya Oh Sehun! Cepat mandi! Kau itu sudah besar! Bersikap dewasalah sedikit!" Teriak nyonya Oh dari arah dapur.
"Aishh aku capek eomma... Sebentar lagi..." balas Sehun malas.
"Hyung! Kau bau sekali!" Ujar Sehan yang berniat ingin menonton TV.
"Ya kau bocah! Bicaralah yang sopan padaku!" Balas Sehun tak terima.
"Ahh auuu auuu eomma... Ampun eomma... Sakit..." rintih Sehun kesakitan.
"Cepat ambil tasmu dan mandi! Mau berapa kali eomma harus bilang padamu jika kau pulang sekolah, segeralah mandi!" Ujar Nyonya Oh sambil menjewer telinga Sehun.
"Auuu eomma... Sakit... Ampun... Ampun..." rintih Sehun karena nyonya Oh terus menjewer telinganya.
"Sudah sudah hentikan... Jangan membuat keributan malam-malam begini. Sehun cepat ambil tasmu dan mandi. Kita makan malam bersama." Interupsi Tuan Oh yang baru saja turun dari lantai atas.
"Ne, appa." Sehun pun segera mengambil tasnya dan naik ke lantai atas dengan telinganya yang memerah.
"Yeobo... Kau terlalu memanjakannya. Dia memang harus di kerasi kalau tidak kapan ia dewasanya?" Keluh Nyonya Oh pada sang suami.
"Sudah kau jangan terlalu keras padanya. Ada waktunya seseorang akan jadi dewasa." Jelas Tuan Oh dan memposisikan dirinya duduk di sofa.
"Kau selalu saja membelanya. Sudahlah aku masih harus memasak." Nyonya Oh pun kembali ke dapur dengan perasaan yang masih sedikit kesal.
SKIP
Sehun kini sudah rapi. Ya, ia sudah mandi dan sudah berada di meja makan bersama kedua orang tuanya dan adiknya. Mereka makan malam bersama. Ditengah-tengah makan, Sehun ingat dengan tetangga di sebelah rumahnya.
"Eomma... Apa rumah nenek Kim sekarang sudah ada yang tempati?" Tanya Sehun pada Nyonya Oh.
"Ne, sejak kemarin malam yang eomma tahu memang rumah nenek Kim sudah ada yang tempati. Wae?" Tanya Nyonya Kim pada Sehun.
"Ani. Aku hanya bertanya saja. Saat aku pulang tadi aku melihat ada mobil yang terparkir di depan rumah nenek Kim. Apa eomma mengenal siapa tetangga baru kita itu?"
"Ani. Eomma tak tahu. Karena ia selalu pergi pagi dan pulang malam hari. Dan tadi sepertinya ia baru pulang."
Sehun mengangguk-anggukan kepalanya. Ia tak terlalu memperdulikan siapa tetangga barunya itu. Ia hanya sedikit penasaran. Apalagi saat melihat mobil yang diparkir di depan rumah itu. Ia seperti pernah melihat mobil silver itu. Tapi dimana?
"Eomma... Besok Shin Songsaenim bilang aku akan ikut pelatihan Fisika. Apa boleh?" Tanya Sehan di sela-sela makannya.
"Fisika? Tentu saja. Memang akan ada lomba lagi?"
"Ne, lombanya 3 bulan lagi."
"Nah Sehun contohlah adikmu ini. Ia selalu mendapat nilai bagus dan sering ikut perlombaan. Tapi kau? Eomma malu jika melihat hasil raportmu. Kenapa tak pernah bagus?" Nyonya Oh kembali membanding-bandingkan Sehun dan adiknya, Sehan.
-Ini yang aku benci! Selalu saja seperti ini!- batin Sehun.
"Ah aku kenyang. Aku mau tidur saja." Sehun beranjak dari duduknya dan naik ke lantai atas, ke kamarnya.
"Ya! Ya! Dasar anak itu!" Gerutu Nyonya Oh kesal.
"Sudah biarkan saja. Kau sendiri juga begitu. Jangan terus membandingkan dirinya dan Sehan. Ia pasti tak suka."
"Sudahlah yeobo. Aku melakukan itu agar ia cepat sadar dan belajar untuk jadi dewasa. Jangan terus menerus bermalas-malasan. Aku khawatir bagaimana jika ia tak lulus? Bagaimana dengan perusahaanmu nanti? Kau kan tak mungkin selamanya akan bekerja."
"Sudah kau tenang saja. Jangan berpikiran seperti itu. Biarkan Sehun melakukan apa yang ia mau asal tak menyeleweng dari aturan."
"Haa terserahlah..."
BRAKK
Sehun menutup pintu kamarnya cukup keras dan menguncinya dari dalam. Ia sungguh sangat merasa kesal dengan eommanya. Eommanya selalu saja membandingkan dirinya dengan adiknya, Sehan. Padahal ia sama sekali tak suka jika dibandingkan dengan orang lain.
"Selalu saja! Ahhh aku benci!" Sehun menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur empuknya. Matanya menerawang langit-langit kamar dalam hening.
Sehun teringat sesuatu. Ia merogoh kolong tempat tidurnya. Ada sesuatu yang ingin diambilnya. Dan tangan Sehun menggapai sebuah buku cukup besar yang disampul dengan kulit kuda yang lembut. Sehun membuka buku itu dan terlihatlah coretan dan guratan tangan indah Sehun di dalamnya. Berbagai gambar dan lukisan indah memenuhi buku itu.
Perlu diketahui jika Sehun ini sangat gemar melukis. Namun sayang hobbynya ini sangat di tentang oleh sang eomma. Eommanya selalu ingin jika Sehun menjadi penerus perusahaan appanya bukan sebagai seorang pelukis.
Egois memang. Namun Sehun tak bisa menentang keinginan eommanya yang -menurutnya sangat galak dan egois itu. Bisa-bisa selamanya ia tidak akan dapat uang jajan. Jadi Sehun hanya bisa melakukan hobbynya diam-diam seperti ini. Ia menyembunyikan buku yang penuh karyanya itu di bawah tempat tidur. Berharap sang eomma tak pernah mengetahuinya.
Sehun mulai membuat guratan-guratan halus pada buku itu. Sepertinya ia sedang mendapat inspirasi untuk ia tuangkan di dalam bukunya. Sehun semakin serius melukis. Pensil yang dipegangnua tak pernah berhenti bekerja.
"A-apa yang a-aku lakukan?" Pekik Sehun saat melihat hasil karyanya. Ia melihat gambar seorang yeoja yang terlihat mirip dengan Luhan naked yang sedang duduk di balik sebuah selimut yang menutupi bagian tubuh bawahnya. Sehun buru-buru menutup bukunya dan meletakannya kembali di bawah tempat tidurnya.
"Ahh sebaiknya aku tidur saja!" Sehun menutup wajahnya dengan selimut. Ia berusaha untuk tidur. Ia berpikir dengan tidur bisa menghilangakan pikiran-pikiran kotor dalam otaknya.
"Sehunnie... Ahh shh..."
"Song-songsaenim... A-aku..."
"Sehunnie... Ahh lebih cepath ahhh..."
"Songsaenim?"
"Disana! Ahh..."
"Song-"
"Shh Sehunnie..."
Mata Sehun terpejam dan tubuhnya bergetar hebat. Keringat membasahi tubuhnya.
"Ahh tidak!" Teriak Sehun dan membuka matanya. Jantungnya berdetak tak karuan.
"Mimpi apa itu?" Tanya Sehun. Ia merasa seluruh tubuhnya sudah basah dengan keringat.
"Kenapa aku memimpikan aku dan Luhan songsaenim? Dan kami... Ahh Sehun bodoh! Buang jauh-jauh pikiran kotormu itu!" Sehun memukuli kepalanya dengan bantal.
"Aku tak akan tidur malam ini! Aku takut jika mimpi itu akan datang lagi!" Ujar Sehun dan duduk di tepi tempat tidurnya dengan memaksakan dirinya untuk selalu terjaga.
# LEEHUNHAN947#
Hari sudah pagi. Sehun sudah siap dan duduk di meja makan. Nyonya Oh sangat heran melihat anak sulungnya itu yang beda dari biasanya. Setiap paginya ia harus disibukkan dengan membangunkan Sehun namun tidak dengan pagi ini. Sehun dengan sendirinya sudah bangun dan sudah siap sarapan. Namun Sehun terlihat sedikit aneh. Ada kantung hitam dibawah matanya. Dan wajahnya terlihat sedikit pucat.
"Sehun? Sehun?" Panggil Nyonya Oh namun tak mendapat jawaban apapun dari Sehun yang menatap kosong piring di hadapannya.
"Sehun?" Panggil Nyonya Oh lagi.
"Ne, eomma?" Jawab Sehun akhirnya dan sadar dari lamunannya. Ia merasa sangat mengantuk. Namun ia tidak boleh tidur. Ia takut mimpi itu akan datang lagi.
"Kau kenapa? Kau sakit?" Tanya Nyonya Oh sambil menuangkan air di gelas Sehun.
"Ani. Aku baik-baik saja." Balas Sehun sambil memakan sarapannya. Nyonya Oh tak bertanya lagi. Ia malah sudah kembali ke dapur dan sibuk menyiapkan sarapan lain untuk suami dan anak bungsunya.
Sehun sudah selesai sarapan. Ia kini berjalan menuju garasinya untuk mengambil sepeda kesayangannya dan berangkat ke sekolah. Belum sempat Sehun membuka pagar rumahnya, ia melihat sesosok yang tak asing lagi di rumah sebelah.
"Loh songsaenim?" Ujar Sehun saat melihat Luhan yang keluar dari rumah sebelahnya.
"Kau hmm Sehun kan?" Tanya Luhan sambil menatap Sehun dari balik tembok yang memisahkan rumah mereka.
"Jadi songsaenim tinggal disini?"
"Ne, beberapa hari yang lalu aku baru pindah kesini. Kau mau berangkat sekolah?"
"Ne. Songsaenim juga?"
"Tentu saja. Apa kau mau berangkat bersama?" Tawar Luhan. Sehun nampak berpikir dan sedetik kemudian menggelengkan kepalanya.
"Aku tak mau merepotkan songsaenim. Baiklah aku berangkat ya, sampai bertemu nanti, songsaenim." Ujar Sehun dan mengayuh sepedanya meninggalkan Luhan yang masih berdiri mematung di depan pagar rumahnya.
SKIP
Luhan memarkirkan mobilnya di tempat parkir khusus untuk para guru. Luhan melangkahkan kakiknya masuk ke dalam gedung sekolah dan segera menuju ke kantor guru. Setiap ia melangkah, ia selalu melihat para murid -yang semuanya namja selalu memperhatikannya. Luhan merasa sedikit risih ditatapi seperti itu. Ia mempercepat langkahnya menuju ke kantor.
"Guru Xi, bisa ke kantorku sebentar?" Ujar seorang yeoja paruhbaya yang merupakan kepala sekolah Seasons High School.
"Kau tahu apa yang ingin aku bicarakan padamu?" Tanya Moon songsaenim.
"Ani, songsaenim." Balas Luhan sopan.
"Saya hanya ingin mengingatkan. Kita ini masih ada di dalam lingkungan sekolah. Apalagi sekolah ini adalah sekolah khusus untuk para namja. Saya hanya ingin kau merubah sedikit penampilanmu itu. Tolong jangan pakai kemeja yang terlalu ketat, rok yang terlalu pendek dan juga sepatu heels seperti itu. Kau mengerti kan kenapa saya menegurmu seperti itu? Kau itu seorang guru. Berilah contoh yang baik bagi murid-muridmu." Jelas Moon songsaenim pada Luhan.
"Ne, songsaenim. Mianhae..."
"Baiklah. Kalau kau sudah mengerti, kau boleh keluar." Luhan pun keluar dari ruangan itu.
-Apa yang salah dengan penampilanku ini?- batin Luhan sambil melihat dirinya di sebuah cermin yang tak sengaja ia lihat di sudut dekat toilet.
"Pagi, songsaenim..." sapa seorang murid yang berpapasan dengan Luhan.
"Ne, pagi." Balas Luhan sedikit cuek.
"Wah Xi Songsaenim membalas sapaanku. Dan ahh dia seksi sekali ya... Kau lihat bokongnya. Sangat besar dan sepertinya kenyal. Aku ingin sekali menyentuhnya!" Ujar seorang namja tinggi berambut cepak bername tag Hwang JiSeo.
"Hei jaga bicaramu! Jangan sampai ada guru yang dengar! Kau tak lihat jika kita berdiri dimana? Di depan ruang guru!" Balas namja berwajah sedikit ke Eropaan di samping namja tinggi lainnya.
"Aishh Mike. Kau ini tak usah terlalu jaim deh. Kau sendiri berpendapat sama denganku kan? Kau tertarik juga kan dengan guru baru kita itu?" Balas Jiseo sementara namja yang dipanggil Mike itu hanya terdiam tak menanggapi apa-apa.
"Hei kalian! Kenapa masih berdiri disini? Apa kalian tak dengar jika bel masuk sudah berbunyi? Cepat masuk ke kelas kalian sekarang!" Teriak salah satu guru yang paling ditakuti, guru kedisiplinan.
"Ne, songsaenim." Balas kedua namja itu dan segera bergegas pergi ke kelas mereka.
SKIP
Sehun benar-benar mengantuk. Ia jadi menyesali dirinya yang semalan tak tidur. Berulang kali ia menguap dan merasa matanya amat begitu berat. Semua pelajaran yang dijelaskan oleh salah seorang guru di depan tak didengarnya.
"Ya kau! Oh Sehun! Berdiri dan kerjakan soal ini!" Ujar guru berkepala setengah botak di depan pada Sehun. Sehun yang dipanggilpun menuruti apa yang diperintahkan oleh guru berkepala setengah botak itu.
"Ya! Apa-apaan ini? Apa sedaritadi kau tidak mendengarkan penjelasanku? Sekarang, kau keluar! Jangan ikut pelajaran hari ini! Dan pulang nanti kau tak boleh pulang dulu. Temui saya di kantor guru! Sekarang kau boleh keluar!" Ujar guru berkepala setengah botak itu dengan nada marah pada Sehun.
"Ne, songsaenim." Sehun pun berjalan keluar dari kelasnya dengan membawa tas ransel miliknya.
Ia sudah biasa dikeluarkan seperti ini. Ya Sehun memang terkenal sebagai salah satu anak termalas di Seasons High School. Hampir semua guru mencap nya sebagai anak yang malas. Ia jarang sekali mengumpul tugas dan di sekolah pun setiap harinya ia tak pernah benar-benar mendengarkan penjelasan dari guru. Sehun juga sangat jarang mendapat nilai bagus setiap kali ulangan. Tahun lalu saja ia bahkan hampir tak naik kelas karena nilai raportnya yang kebakaran. Tapi karena kebaikan hati kepala sekolah itu, Sehun bisa naik dan melanjutkan sekolah di sana.
Sehun melangkahkan kakinya ke lantai 3 tepatnya ke atap sekolah. Atap sekolah adalah tempat favoritnya untuk membolos ataupun menghabiskan waktu selama ia istirahat. Sudah hampir 2 tahun Sehun sekolah disini. Namun Sehun tak benar-benar memiliki teman. Ia selalu menjauh dari kerumunan teman lainnya bahkan teman sekelasnya. Ia memang agak sedikit sulit untuk bergaul.
Sehun duduk di dekat bak penampungan air agar sedikit terhindar dari panas matahari yang sedang terik-teriknya memancarkan sinar. Angin sepoi-sepoi berhembus mengenai wajahnya. Sehun merogoh kantungnya dan mengambil sebuah mp3 serta headset dan mengenakannya. Ia mulai memejamkan mata dan tertidur.
SKIP
"Kalian! Bisa berlaku sopan sedikit dengan guru kalian? Dengarkan jika guru kalian menjelaskan di depan! Jangan pernah sibuk sendiri mengobrol! Sekarang sebagai hukuman, kalian harus mengerjakan tugas dari halaman 125-127 sebanyak 3 kali!" Teriak Luhan kesal dengan murid-muridnya.
"Mwo? Jangan songsaenim..."
"Banyak banget! Jangan songsaenim..."
"Itu terlalu banyak songsaenim..."
TEK TEK TEK TEK
"DIAM!" Teriak Luhan sambil memukulkan penggaris ke papan tulis.
"Apa terlalu banyak? Oke kalau begitu kerjakan itu sebanyak 5 kali dan besok pagi harus dikumpulkan. Baiklah pelajaran selesai. Siapkan pelajaran selanjutnya." Luhan segera merapikan buku-bukunya dan berjalan keluar dari kelas tanpa memperdulikan gerutu-gerutuan dari para murid dari kelas 2-6.
"Haaa lama-lama aku bisa cepat tua jika sering marah-marah seperti ini." Luhan memijat pelipisnya yang terasa sedikit sakit.
"Habis ini aku kosong. Tak mengajar. Bagaimana jika aku keliling sekolah ini? Baru kemarin aku masuk dan aku belum sempat keliling sekolah ini." Ujar Luhan pada dirinya sendiri.
"Baiklah. Aku letakan buku-buku ini dulu dan setelahnya aku pergi keliling." Luhan melangkahkan kakinya menuju ke kantor guru untuk meletakkan buku-buku bahan ajarnya.
"Oh Guru Xi. Mau kemana?" Tanya seorang guru berpakaian olahraga pada Luhan.
"Saya ingin berkeliling sekolah. Dari kemarin saya belum sempat keliling, Guru Han." Jawab Luhan dan mencoba tersenyum ramah pada guru yang meski sudah berumur namun masih tetap terlihat gagah itu.
"Mau saya temani keliling?" Tawar Han Songsaenim.
"Ani, tak perlu. Anda pasti juga sedang sibuk mengajar. Biar saya pergi sendiri saja. Kalau begitu saya permisi." Pamit Luhan dan melanjutkan berkeliling.
Luhan mengelilingi sekolah yang besar itu sendirian. Mulai dari lantai pertama yang terdapat Kantin, Perpustakaan I, Ruang Lab, hingga lantai kedua yang penuh dengan ruangan kelas. Kini kaki Luhan sudah menginjak tangga yang menuju kelantai ketiga, tepatnya atap sekolah. Entah kenapa kakinya membawa dirinya untuk menuju ke atap.
CKLEK
Luhan membuka perlahan pintu kecil yang menghubungkan tangga dengan atap sekolah. Angin langsung menerpa wajah putih Luhan. Luhan berjalan semakin keluar atap itu. Baru beberapa detik disana, Luhan merasa sangat nyaman dan tenang. Ia merasa segala rasa kesal, lelah langsung hilang seketika ketika ia menginjakkan kaki disana.
Luhan memandang sekelilingnya. Ia sedang mencari tempat agar ia bisa duduk. Namun matanya menangkap seseorang berseragam sedang tertidur di sudut ruangan. Luhan yang penasaran langsung menghampirinya.
"Ternyata ada yang membolos kesini. Awas saja!" Ujar Luhan perlahan dan berjalan semakin mendekat.
"Loh? Bukankah ini..." Luhan terkejut saat mendapati Sehun tengah tertidur disana dengan kedua terlinganya yang dipasang headset.
"Enggg" igau Sehun.
Ekspresi wajahnya jadi berubah. Keningnya kini penuh dengan kerutan-kerutan. Sepertinya ada yang mengganggu tidurnya. Luhan menjauhkan sedikit tubuhnya. Meski ia seorang guru, harusnya ia segera membangunkan Sehun dan menghukumnya karena keluar dari jam pelajaran dan memilih tidur di atap seperti itu. Namun Luhan bukan orang yang tega untuk membangunkan seseorang yang tertidur. Yang Luhan lakukan sekarang hanya duduk di samping Sehun dan menunggu hingga Sehun terbangun.
30 menit kemudian...
Sehun mengerjap-ngerjapkan matanya karena rintik-rintik air mengenai wajahnya. Saat Sehun membuka mata, ternyata langit memang sedang mendung. Dan hujan pun turun. Sehun memposisikan dirinya semakin dekat dengan bak penampungan air menghindati dirinya dari hujan. Namun baru ia berdiri, ia menemukan seseorang yang tertidur di sampingnya.
"Songsaenim?" Sehun mencoba membangunkan Luhan yang sudah tertidur dengan pulasnya.
Namun Luhan tak bergeming. Ia masih tertidur juga. Sehun pun bingung. Hujan sudah semakin deras dan tempatnya berlindung kini sudah tampias terkena hujan.
"Songsaenim? Songsaenim bangun." Sehun mencoba membangunkan Luhan kembali. Dan kali ini berhasil. Luhan mulai mengerjapkan matanya.
"Songsaenim kajja kita masuk ke dalam! Hujan." Ujar Sehun menyadarkan Luhan yang masih setengah mengantuk.
"Kajja!"Sehun menarik tangan kanan Luhan untuk segera bangkit dan kembali masuk ke dalam gedung sekolah.
"Loh loh loh kenapa pintunya terkunci?" Ujar Sehun sambil terus mencoba membuka knop pintu.
"Bagaimana? Apa tak bisa dibuka?" Tanya Luhan yang sudah sadar sepenuhnya. Baju mereka kini sudah basah terkena guyuran hujan yang semakin membesar.
"Tidak bisa songsaenim. Duh bagaimana caranya agar kita bisa masuk?" Sehun melihat sekelilingnya namun ia tak menemukan pintu lain.
"Hatchi.." Luhan bersin. Tubuhnya sedikit bergetar. Ia memang tak bisa terkena hujan. Jika terkena sedikit, ia bisa langsung kedinginan.
"Songsaenim... Pakai jaketku." Sehun menyerahkan jaket miliknya ia baru ia ambil dari dalam tasnya. Ia tak tega melihat seorang yeoja yang kedinginan.
"Gomawo..." Luhan pun mengenakan jaket yang diberikan oleh Sehun.
"Apa aku dobrak saja pintu ini?" Ujar Sehun pada dirinya sendiri.
"Jangan. Sudah biarkan saja. Mungkin nanti akan ada yang membukanya." Ujar Luhan bergetar sambil menahan dingin.
"Tapi songsaenim... Songsaenim sudah kedinginan seperti ini. Dan aku rasa hujan ini akan lama."
"Aku tak apa. Aku baik-baik saja." Balas Luhan.
Dugh
"Akhhhh..." keluh Sehun pada lengan kanannya yang terasa sakit karena mencoba mendobrak pintu.
"Sudah hentikan, Sehun."
Dugh
Dugh
Brakkk
Akhirnya Sehun bisa mendobrak pintu itu. Ia segera menuntun Luhan agar masuk kembali ke dalam gedung. Tubuh Luhan sudah benar-benar menggigil. Wajahnya pun sudah memucat. Sehun buru-buru mengantar Luhan ke ruang kesehatan.
"Songsaenim tidurlah. Akan aku carikan obat." Sehun mulai mencari obat. Kebetulan tak ada penjaga saat itu.
Beberapa menit kemudian Sehun sudah kembali dengan sebutir obat berwarna pink dan segelas air hangat.
"Ini songsaenim, minumlah." Sehun memberikan obat dan air itu untuk Luhan.
"Gomawo..." Luhan segera meminum obat itu.
"Apa terasa lebih baik, sekarang?"
"Ne, gomawo..."
Luhan membaringkan tubuhnya di sebuah ranjang yang ada di ruangan itu. Berselimutkan kain tipis yang biasa kita lihat di setiap ruang kesehatan Luhan memejamkan matanya. Ia merasa amat mengantuk, mungkin efek dari obat yang ia minum. Ia tak menghiraukan lagi tubuh dan bajunya yang sudah basah.
"Loh ada kenapa? Kenapa kau ada disini saat masih jam pelajaran? Dan kenapa bajumu basah seperti itu?" Tanya salah seorang guru yang biasa bertugas di ruang kesehatan.
"Maaf Choi songsaenim, saya hanya mengantar Xi songsaenim ke sini. Tadi ia kehujanan dan menggigil. Maka saya cepat-cepat membawanya kesini." Jelas Sehun pada guru wanita bertubuh tambun itu.
"Oh yasudah. Kau kembalilah ke kelas. Biar saya yang urus Guru Xi." Jelas guru bertubuh tambun dengan name tag Choi Yukyeong.
Setelah keluar dari ruang kesehatan, Sehun langsung bergegas ke ruang loker. Ia berniat untuk mengganti pakaian dengan seragam olah raga karena bajunya sudah benar-benar basah terkena guyuran hujan.
"Ya Sehun! Sehun!" Panggil seseorang membuat Sehun memutar kepalanya mencari sumber suara.
"Ada apa?" Tanya Sehun pada namja berambut cepak yang berlari menghampirinya.
"Aku boleh titip sesuatu padamu?" Tanya namja bername tag Jung Taekgu.
"Titip apa?"
"Ini. Tolong ya. Aku titip ini padamu." Taekgu memberikan sebuah majalah pada Sehun.
"Ya! Maksudmu apa?"
"Aku mohon. Aku titip padamu ya. Hari ini ada pemeriksaan. Kau kan diluar kelas jadi tak mungkin ikut diperiksa. Aku titip sampai pulang sekolah saja. Tolong ya..." ujar Taekgu dengan wajah memelas.
"Haa baiklah-baiklah." Balas Sehun pasrah dan segera memasukan majalah itu ke dalam tasnya agar tak ketahuan orang lain.
-Ck ada-ada saja. Awas jika ia tidak mengambilnya nanti.- batin Sehun.
SKIP
Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 KST sudah waktunya para murid Seasons High School pulang. Para murid berlarian keluar dari kelas membuat kegaduhan di lorong kelas karena mereka yang berebut keluar. Ya seperti inilah keadaan sekolah Seasons High School di sore hari saat pulang sekolah. Lagipula ini merupakan sekolah khusus para namja jadi sudah terbiasa melihat pemandangan seperti ini.
Sehun melangkahkan kakinya ke kantor guru. Ia harus cepat untuk bertemu guru berkepala setengah botak itu lalu pulang. Ia semakin mempercepat langkahnya dan akhirnya sampailah ia di depan kantor guru. Kantor guru itu masih cukup ramai karena para guru masih baru selesai mengajar dan banyak dari mereka yang masih asik mengobrol dan melihat daftar-daftar nilai murid mereka. Sehun memandang seluruh ruangan itu namun ia sama sekali tak melihat guru berkepala setengah botak. Ia pun memutuskan bertanya pada seorang guru yang kebetulan baru akan pulang.
"Mian songsaenim, apakah ada Lee songsaenim?" Tanya Sehun pada guru berkacamata, Yoon Kijeon.
"Oh jadi kau mencari Guru Lee? Tadi Guru Lee menitip pesan jika ada yang mencarinya, ia bilang suruh pulang saja. Katanya tidak jadi. Ia ada urusan sepulang sekolah." Jelas guru berkacamata itu dan segera pergi meninggalkan Sehun. Ia nampak buru-buru. Sehun menghela nafas panjang.
"Kalau tahu begini, aku tidak akan menunggunya. Ck." Ujar Sehun sambil berlalu dari kantor guru itu.
Sehun berjalan ke arah parkiran sepeda. Ia berniat untuk pulang sesegera mungkin. Ia sudah sangat lelah padahal apa yang ia lakukan disekolah? Tak melakukan apa-apa. Ia diusir dari kelas saat pelajaran berlangsung. Setelah mendapatkan sepedanya, ia segera mengayuhnya keluar dari sekolah.
Tinn Tinn
Seseorang membunyikan klakson tepat di belakang Sehun yang mengayuh sepedanya. Sehun merasa sedikit terganggu memang namun ia cuek saja. Ia pikir mungkin ada temannya yang iseng mengerjainya, ingin membuatnya marah. Sehun tetap cuek dan terus mengayuhkan sepedanya lebih ke pinggir tanpa sedikitpun menoleh.
Tinn Tinn
Lagi-lagi mobil di belakang Sehun membunyikan klakson. Kini Sehun benar-benar merasa sedikit kesal. Bagaimana tidak? Apa pengemudi mobil itu buta? Di sisi kanan Sehun itu lapang. Jika mau melewati Sehun, bisa saja. Kenapa harus berjalan di belakang Sehun?
Tinn Tinn
"Sehun! Oh Sehun!" Panggil seseorang dari arah belakang lebih tepatnya dari arah mobil.
Sehun mengerem sepedanya dan menolehkan kepalanya. Ia melihat Luhan melambai-lambaikan tangannya pada kaca mobil yang terbuka. Sehun melihat Luhan juga tersenyum padanya. Merasa tak enak, Sehun pun menghampiri mobil Luhan.
"Ne, songsaenim? Ada apa?" Tanya Sehun pada Luhan dari luar mobil. Luhan membuka penuh kaca mobilnya.
"Kajja ikut aku! Akan aku traktir makan." Sehun menaikkan sedikit alisnya mencerna apa yang dikatakan Luhan.
"Traktir? Dalam rangka apa songsaenin?" Tanya Sehun balik. Ia merasa sangat bingung kenapa bisa tiba-tiba songsaenim baru itu -Luhan ingin mentraktirnya.
"Karena kau sudah menolongku hari ini."
"Ahh tak usah songsaenim..."
"Jangan panggil aku songsaenim trus di luar sekolah. Panggil saja aku noona. Aku tak suka penolakan! Cepat masuklah! Kalau tidak, kita bisa membuat macet jalan."
"Bagaimana dengan sepedaku?"
"Masukkan saja ke dalam bagasi mobilku. Cepat!"
Sehun pun segera turub dari sepedanya, melipat sepeda itu dan memasukannya ke dalam bagasi mobil Luhan. Untunglah sepeda Sehun itu sepeda lipat. Kalau tidak, agak sedikit susah memasukkannya ke dalam bagasi mobil. Setelahnya Sehun masuk ke dalan mobil tepatnya di samping kanan Luhan.
"Songsae... Hmm maksudku noo-noona hmm kita mau kemana?" Tanya Sehun penasaran.
"Tenang saja. Aku tak akan menculikmu hehehe..."
Luhan mengemudikan mobilnya di jalanan Seoul yang hari ini tidak terlalu ramai. Entahlah tak seperti biasanya yang selalu ramai bahkan macet. Suasana di dalam mobil terasa begitu hening. Luhan berkonsentrasi menyetir sedangkan Sehun hanya memandangi jalanan Seoul dari balik kaca mobil. Sehun merasa sangat cangung jika suasana hening seperti ini.
"Hmm noona kenapa memutuskan untuk jadi guru? Bukankah jadi guru itu sulit? Terlebih ada murid sepertiku ini." Tanya Luhan memecah keheningan.
"Hahaha sebenarnya jadi guru bukan keinginanku. Tapi karena keluargaku dari keluarga kalangan dosen, aku pun digiring ke bidang yang sama seperti kedua orang tuaku itu. Untunglah aku masih bisa diijinkan hal lain yang aku sangat sukai seperti musik." Jelas Luhan panjang lebar.
"Musik? Noona suka bermain alat musik?"
"Ne. Aku suka main piano dan membuat lagu juga."
"Wah hebat! Noona beruntung sekali masih bisa melakukan hal-hal yang noona suka. Beda denganku."
"Wae? Kenapa?"
"Eomma selalu melarangku untuk melukis. Ia selalu menuntutku lebih dan selalu membandingkanku dengan adikku yang yah aku akui dia memang pintar. Eomma ingin aku menjadi penerus perusahaan appa. Padahal aku sama sekali tak menyukainya." Jelas Sehun dengan tertunduk.
"Melukis? Wah hebat. Sekali-kali aku ingin melihat karyamu. Hmm begini, kau bisa melakukan apa yang kau suka. Seperti melukis contohnya. Kau hanya perlu menunjukkan nilai yang terbaik. Aku yakin eommamu pasti mengerti dan mengijinkannya."
"Mana mungkin. Aku bodoh. Tidak pintar seperti adikku."
"Hei tak ada manusia yang bodoh di dunia. Yang ada hanyalah pemalas. Kau harus lebih banyak belajar."
"Belajar? Haa aku tak suka belajar."
"Kenapa? Apa kau merasa kesulitan belajar? Aku bisa membantumu. Datanglah ke rumahku jika kau butuh bantuan."
"Ani... Aku tak ingin merepotkan noona."
"Tidak kok. Aku malah senang jika bisa membantu orang lain. Nah kita sampai. Turunlah." Luhan mematikan mesin mobilnya saat mereka sampai di sebuah cafe yang cukup besar dan sangat ramai.
Luhan melangkahkan kakinya masuk ke dalam cafe diikuti oleh Sehun di belakangnya. Sehun terkagum-kagum saat ia sudah memasuki cafe. Cafe berinterior Eropa ini sangat membuatnya terkagum terlebih banyak lukisan-lukisan yang memenuhi cafe itu. Luhan tersenyum saat melihat ekspresi Sehun. Ia sangat yakin pasti Sehun sangat menyukai tempat ini.
"Apa kau suka tempat ini?" Tanya Luhan sambil menepuk bahu Sehun yang lebih tinggi darinya itu.
"Ne. Aku sangat menyukainya. Kamsahamnida noona sudah mau mengajakku ke tempat semenakjubkan ini."
"Jangan berbicara seformal itu. Kajja duduk." Kini Luhan dan Sehun duduk saling berhadapan. Luhan berkali-kali terkekeh melihat berbagai ekspresi ke kaguman Sehun akan cafe itu.
"Ahh mian noona. Apa aku terlihat kampungan sekali?" Tanya Sehun sambil menundukkan kepalanya, merasa malu. Meski sedari kecil ia hidup di Seoul, ia sama sekali tak pernah ke cafe seperti ini.
"Ani. Kau ingin pesan apa?" Tanya Luhan sambil memberikan buku menu untuk Sehun.
SKIP
Luhan dan Sehun telah selesai menikmati makan malam mereka. Di sela-sela makan mereka banyak sekali mengobrol. Luhan merasa Sehun seorang yang menyenangkan, begitupun sebaliknya. Kini mereka sudah berada di dalam mobil. Mereka berencana untuk pulang karena hari sudah menjelang malam.
"Gomawo noona sudah mentraktirku makan dan mengajakku ke tempat yang indah." Ujar Sehun setelah turun dari mobil Luhan dan mengambil sepedanya.
"Cheonma. Sampai bertemu besok di sekolah."
Luhan kembali mengemudikan mobilnya hingga masuk ke dalam garasi di rumah sebelah. Sehun melangkahkan kakinya masuk dan memarkirkan sepedanya di tempat seperti biasa. Tapi kali ini ia belum melihat mobil appanya disana. Sehun masuk ke dalam rumahnya.
"Eomma... Aku pulang..." ujar Sehun. Namun rumah itu nampak sepi, seperti tak ada orang.
Mata Sehun menangkap sesuatu yang ada di meja ruang tengah. Selembar kertas yang ditujukan untuknya. Sehun pun membacanya.
'Ya Oh Sehun! Kau darimana saja? Kenapa kau mematikan ponselmu? Eomma jadi tak bisa menghubungimu. Kau pasti bingung sekarang karena kami tak ada di rumah. Kami sekarang memang tak ada di rumah. Kami pergi ke Incheon untuk beberapa hari ke depan. Nenekmu sedang sakit. Jika kau mau kau bisa menyusul kami kesini dengan kereta. Jika kau tak mau kami juga tak memaksa. Tapi kau harus ingat. Karena eomma tak ada dirumah, kau tak boleh seenaknya memberantakkan rumah. Eomma tak mau jika eomma pulang rumah sudah berantakan seperti kapal pecah. Eomma juga memberikan uang untukmu. Pakailah uang itu untuk makan. Eomma tahu kau tak bisa masak. Jadi belilah makanan dengan uang itu. Jangan beli yang tidak-tidak. Eomma.'
Sehun tersenyum senang saat membaca surat itu. Tandanya ia bebas selama beberapa hari ini. Tak ada yang melarangnya apapun. Ia bisa bersenang-senang dan melakukan apapun yang disenanginya.
Sehun segera berlari ke dapur dan mengambil cemilan banyak-banyak. Ia hidupkan TV dan duduk di sofa dengan santai. Jika ada Nyonya Oh, Sehun tak akan bisa melakukan semua hal ini. Apalagi melihat keadaan Sehun yang masih mengenakan seragam lengkap. Kini Sehun tak peduli. Tak akan ada yang memarahinya.
1 jam sudah berlalu. Acara TV tak ada lagi yang menarik perhatiannya. Dan ia juga sudah merasa kegerahan. Pasalnya ia masih belum membersihkan diri setelah pulang sekolah. Sehun segera mematikan TV dan menuju ke lantai atas tanpa membereskan terlebih dulu bungkus cemilan yang ia makan.
"Ahh segarnya..." ujar Sehun setelah keluar dari kamar mandi masih dengan handuk yang melilit pinggangnya serta rambut yang masih basah.
Saat mengambil pakaian, Sehun mendengar suara-suara dentingan piano yang sangat indah seolah menghipnotis dirinya. Ia jadi penasaran darimana suara piano itu berasal.
"Apa mungkin itu Luhan noona?" Ujar Sehun pada dirinya sendiri.
Sehun merebahkan dirinya yang sudah berpakaia lengkap ke tempat tidur. Ia sangat menikmati melodi-melodi yang tercipta dari piano yang ia yakini dimainkan oleh Luhan. Sehun memejamkan matanya sambil tersenyum simpul.
Entah bagaimana sesaat setelah Sehun membuka matanya, ia segera melesat pergi dari kamar tidurnya. Dan kini Sehun sudah berada di depan pintu rumah Luhan. Suara piano masih terdengar dengan jelas. Sehun ragu untuk menekan bel karena ia takut mengganggu permainan indah piano Luhan.
Sehun mendudukan dirinya bersandar pada pintu. Ia sangat ingin masuk. Namun ia ragu. Untuk apa ia kesana? Ia jadi bingung dengan dirinya sendiri yang tiba-tiba saja berniat untuk ke rumah Luhan.
Suara piano sepertinya sudah tak terdengar lagi. Sehun mencoba untuk bangkit dan menekan bel. Namun lagi-lagi ia ragu. Berulang kali Sehun mondar mandir di depan pintu seperti orang kebingungan. Sehun memandang pintu itu dan menghela nafas berat.
CKLEK
Belum sempat Sehun menekan bel, tiba-tiba pintu itu terbuka dan menampakkan sosok Luhan dengan pakaian rumahan. Ia hanya menggunkan hotpants berwarna putih serta t-shirt yang kebesaran berwarna senada. Rambut Luhan yang biasanya panjang teruraipun kini di kuncirnya tinggi-tinggi. Ia tetap tetlihat cantik meski terkesan sangat santai.
"Sehun? Hmm ada apa kau datang kerumahku?" Tanya Luhan ramah. Sebenarnya ia keluar karena ingin mengambil barangnya yang tertinggal di dalam mobilnya.
"Ahh itu hmm aku..." Sehun terlihat salah tingkah. Ia bingung harus menjawab apa. Karena ia pun sama sekali tidak tahu kenapa ia bisa datang kesana.
"Sudah kau masuk saja dulu. Aku mau ke mobil sebentar. Ada barang yang tertinggal." Ujar Luhan pada Sehun sambil berlalu menuju mobilnya yang ada di garasi.
Bukannya masuk, Sehun malah terus memperhatikan Luhan yang kini sibuk mencari sesuatu di dalam mobilnya. Sehun menegak salivanya saat melihat Luhan yang menungging memperlihatkan bokong seksinya.
-Ya! Apa yang kau perhatikan Sehun!- batin Sehun. Sehun segera menepis pikirannya dan masuk ke dalam rumah Luhan.
Sehun mengamati setiap isi rumah Luhan yang terlihat sangat bersih dan rapi. Dinding rumah yang bercat putih itu banyak dipasang beberapa lukisan dan foto-foto Luhan. Sehun mengamatinya satu-satu sambil tersenyum. Ada salah satu foto yang membuatnya sangat penasaran. Di dalam foto itu ada sosok yeoja kecil mungkin berusia sekitar 6 tahun. Yeoja itu mengenakan sebuah dress bercorak bunga-bunga berwarna merah. Di tangannya ia memegang setangkai mawar sambil tetsenyum senang ke arah kamera. Sepertinya itu foto Luhan saat kecil. Sehun terus memperhatikannya. Keningnya bahkan sampai berkerut. Ia yakin ia pernah bertemu yeoja kecil itu sebelumnya. Tapi dimana?
"Sehun, kau ingin minum apa?" Tanya Luhan tiba-tiba yang sekarang sudah masuk sambil membawa beberapa lembar kertas.
"Ani. Tidak usah noona." Tolak Sehun. Ia pun kini sudah berjalan ke arah sofa. Namun matanya masih memperhatikan Luhan yang kini pergi ke arah dapur.
"Sungguh? Kau tidak ingin minum?" Luhan membuka lemari dingin dan mengambil sebotol air dingin dari dalamnya.
"Aishh menyebalkan. Sebentar ya Sehun aku mau mengganti bajuku yang basah."
Luhan segera berjalan ke lantai atas. Bajunya basah karena terkena tumpahan air saat ia minum. Karena bajunya basah, pakaian dalamnya yang berwarna hitam jadi sedikit terekspos dan itu membuat jantung Sehun berdebar.
Selama di tinggalkan Luhan, Sehun kembali memandang sekelilingnya. Rumah Luhan yang besar ini terasa sangat sepi jika hanya di tinggal oleh seorang Luhan sendiri. Sehun memandang sebuah meja kecil yang ada di hadapannya. Ia menemukan sebuah benda kecil berbentuk seperti lipstick berdiri di sekitar tumpukan majalah dan kertas yang Sehun tak ketahui isinya.
"Sehun sebenarnya apa yang membawamu kemari? Apa ada masalah dengan belajarmu?" Tanya Luhan tiba-tiba yang sekarang tengah berdiri di belakang sofa yang di duduki Sehun.
"Ne. Ada yang ingin kupelajari dari noona..." jawab Sehun seadanya. Kini Luhan yang sudah kembali dengan sebuah kemeja besar transparannya duduk di samping Sehun.
"Hmm? Memang apa yang ingin kau pelajari dariku?" Tanya Luhan sambil menatap Sehun yang sedikit gugup.
"Semuanya."
"Semua? Hmm baiklah. Pertama apa yang mau kau pelajari dariku?" Tanya Luhan sambil mendekatkan dirinya dengan Sehun.
"Haaa hmm itu... Hmm aku ingin belajar menjadi dewasa. Ya, menjadi dewasa." Balas Sehun susah payah sambil menjauhkan dirinya dari Luhan.
"Dewasa? Apa kau tahu arti 'dewasa' itu sesungguhnya?" Tanya Luhan kembali sambil terus mendekatkan dirinya pada Sehun.
"Hmm ya tentu saja. A-aku tahu..." kini jarak Sehun dan Luhan hanya beberapa centi saja. Bahkan lengan mereka pun hampir bersentuhan.
"Baiklah akan aku ajarkan bagaimana menjadi dewasa itu sesungguhnya."
To be continued...
# LEEHUNHAN947#
Annyeong readers^^ Hai^^ Salam kenal semua... Aku Lee hehe... Sebenarnya author ini author baru loh. Dan ini FF pertama aku... Jadi mian kalau banyak kesalahan dan ceritanya sedikit tidak masuk akal. Karena aku memang baru belajar dan tiba-tiba FF yang mau dibuat pun yang rated M. Penuh perjuangan nih... Tapi aku seneng kalau banyak yang suka dan banyak yang review FF ini. Aku juga butuh kritik dan saran dari semua readers yang udah baca. Jangan sungkan-sungkan jika ingin menjatuhkan atau berkomentar pedas. Karena akan aku terima semuanya. Komentar kalian itu buat pembelajaran aku juga hehehe... Aku mau curhat sedikit nih. Sebenarnya aku buat FF ini karena dirundung sedih masalah HunHan yang udah gak sedeket dulu lagi. Aku buat FF ini karena ingin menghilangkan rasa kangen pada HunHan moment. Udah jarang banget ada moment mereka berdua dimanapun. Inget ini aku jadi makin sedih hiks. Tapi sebagai fans HunHan yang baik, aku bakal ngedukung mereka dan bakal nunggu mereka sampai kembali drkat seperti dulu-dulu. HunHan jjang! Oke cukup basa-basinya. Aku cuma butuh review dari kalian sebanyak-banyaknya. Bye sampai ketemu di Chap depan ya...
