Disclaimer : Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi
Warning: Rate M (untuk amannya)Semi-Canon,typo, OOC, & OC.
Inspired by Sakurasou no Pet na Kanojo(Anime)
Pair : Midorima Shintarou x Tanaka Rei(OC)
…
"Tanaka," panggil Midorima begitu memasuki apartemen yang rapi itu. Pemuda dengan manik dan surai hijau itu menghampiri kamar seseorang yang dicarinya itu. Dibukanya pintu kamar yang ditujunya dan ia menghela napas melihat kamar yang berantakan itu. Berbanding terbalik dengan ruangan yang lainnya, kamar yang satu itu seperti kapal pecah.
Barang-barang yang berada di atas meja belajar berserakan di lantai kamar, seperti dilempar dan dibanting dengan keras. Tak lupa juga kemasan kosong makanan ringan yang berserakan ikut memeriahkan suasana kamar yang sudah berantakan itu.
"Tanaka," panggilnya lagi sedikit lebih keras.
"Uhm…" suara gumaman kecil samar-samar terdengar.
Midorima menghampiri tempat tidur dan memandang seorang gadis berambut deep blue sebahu yang merapatkan selimutnya dengan nyaman sambil memejamkan matanya. Sambil menyipit tak suka, ia mengguncangkan bahu gadis itu yang terbalut selimut tebal.
"Tanaka, bangunlah!" perintahnya.
"Hm…" gadis yang dipanggil Tanaka itu bergumam tak jelas.
"Tanaka," panggil Midorima lagi.
"Shin," gumam gadis itu, masih dengan mata terpejam.
Midorima menghela napas. Jika bukan karena ibunya dan ibu gadis itu meminta bantuan padanya, ia tak akan mau mengurusi gadis berumur enam belas tahun yang sedang kacau seperti Tanaka Rei. Sambil menaikkan kacamatanya ia meraih selimut itu.
"Tanaka, bangun!" serunya lagi sambil menarik selimut tebal gadis itu dan menghempaskannya ke lantai.
Midorima menarik napas terkejut. "Tanaka, apa-apaan kau?" bentaknya dengan wajah yang berubah warna menjadi merah. Bagaimana Midorima tidak terkejut? Gadis itu tidur hanya dengan berbalut selimut. Ya, selimut. Tak ada kain yang melekat di tubuh gadis itu selain selimut yang kini sudah teronggok di lantai.
Gadis Tanaka itu memeluk tubuhnya sendiri. "Dingin, Shin." Gumamnya masih memejamkan matanya.
Midorima cepat-cepat menutupi tubuh gadis itu dengan selimut yang tadi dihempaskannya. "Bangun, Tanaka!" perintahnya lagi masih dengan wajah yang merah.
Ini bukan pertama kalinya ia membangunkan Rei, tapi ini pertama kalinya ia melihat gadis itu telanjang. Dan ia sekarang menyesal telah menyanggupi permintaan ibu gadis itu untuk menjaganya selama gadis itu sedang dalam mode kacaunya.
Rei yang terusik bangun dan mengusap mata kanananya lalu memandang Midorima yang membuang muka setelah bertatapan mata dengannya. "Shin," dengan perlahan ia turun dari tempat tidurnya.
"Kenapa kau tidak memakai pakaian seperti itu?" pekik Midorima sambil menunjuknya.
Rei menguap dengan wajah mengantuk ia memandang Midorima. "Kemeja Sensei aku buang." Jawabnya dengan singkat.
Midorima berbalik dan membuka pintu lemarinya, meraih handuk putih lalu melemparkannya pada Rei. "Pakai itu dan cepatlah mandi!" perintahnya.
"Haik, haik." gumam Rei sambil menguap lagi lalu melilitkan handuk itu di tubuhnya dan melangkah keluar kamar.
Midorima menghela napas sambil berusaha menetralkan detak jantungnya. Ia pernah mendengar Asumi-san -ibu Rei- mengatakan bahwa putrinya akan bertingkah aneh jika sedang stres terlebih lagi saat bangun tidur, tapi ia tak pernah menyangka bahwa Rei akan seperti itu.
Midorima menghela napasnya lagi sambil menaikkan letak kacamatanya dan keluar dari kamar gadis itu. Tak berapa lama ia menunggu gadis itu keluar dari kamar mandi dengan handuk menutupi kepala sampai lengannya dan tubuh yang basah dan membuat jejak air di lantai.
"Tanaka, jangan keluar dari kamar mandi dengan seperti itu-nanodayo!" Midorima menggeram kesal dengan wajah memerah.
Rei mengangkat kepalanya dan memandang Midorima dengan datar lalu terkikik geli. "Shin lucu." Katanya.
Midorima lagi-lagi menggeram kesal dan menarik handuk dari kepala Rei lalu menutupi tubuh gadis itu. "Jangan muncul seperti ini di depan pria-nanodayo." katanya. "Kau tidak tahu apa yang akan terjadi jika mereka melihatmu seperti ini."
"Shin juga seorang pria."
"Karena itu aku mengatakannya-nanodayo."
Rei tersenyum.
"Keringkan rambutmu!"
Rei mengangguk dan akan melepas handuk yang menutupi dadanya sampai tiba-tiba Midorima menggeram lalu menariknya ke kamar dan mendudukkan gadis itu di tempat tidurnya. "Sudah kubilang keringkan rambutmu." Katanya lagi sambil menarik handuk lain dari lemari dan menaruhnya di kepala Rei.
Rei tetap diam sambil memandangi Midorima. Midorima menghela napas untuk ke sekian kalinya sambil menaikkan letak kacamatanya lagi, berusaha menyembunyikan wajahnya yang merah. Ia lalu mendekati Rei dan mengeringkan rambut gadis itu.
"Aku tidak tahu apa masalahmu, sampai-sampai Asumi-san memintaku untuk mengurusmu." Kata Midorima dengan wajah yang memerah. "Tapi, mengacaukan hidupmu tidak akan membuat perubahan apapun-nanodayo."
Rei tersenyum lemah. "Terima kasih, Shin."
Midorima memalingkan wajahnya. "Aku melakukannya karena Asumi-san yang meminta tolong-nanodayo."
Rei tertawa. Seperti biasa, sifat Midorima yang tsundere adalah sebuah hiburan untuknya sejak ia pindah ke Shuutoku High. Ibunya yang tak bisa meninggalkan pekerjaannya di Amerika, meminta Midorima untuk menjaga Rei yang sedang kacau. Di saat gadis itu sedang kacau, ia akan sulit sekali untuk bangun pagi dan mengurus dirinya sendiri. Sifat Rei yang seperti itu membuat sang ibu cemas dan meminta Midorima, putra dari kawan lamanya itu untuk menjaga Rei dengan harapan Rei akan jauh lebih baik jika dijaga pemuda itu.
"Shin, apa aku boleh meminta kemeja putihmu?"
"Untuk apa?"
"Untuk kupakai saat tidur."
"Tidak." Katanya.
"Kenapa?"
"Aku bilang tidak ya tidak-nanodayo."
"Hee?"
"Setelah berpakaian, bereskan kamarmu."
"Kalau begitu bantu aku berpakaian."
"NANI?"
…
"Nee Shin-chan, kenapa kau selalu pergi ke sekolah bersama Rei-chan?" Tanya Takao. Bel belum berdering, namun keadaan kelas sudah cukup ramai pagi itu.
Midorima melirik Takao yang baru saja menyikunya. "Rumah kami searah-nanodayo."
"Ooh. Nee~ Shin-chan, tidakkah kau pikir Rei-chan cukup manis untuk dijadikan pacar." Bisik Takao yang melihat gadis itu sedang mengobrol bersemangat dengan beberapa gadis di kelasnya.
"Urusai, Takao." Kata Midorima sambil menaikkan letak kacamatanya.
"Selalu seperti biasanya." kata Takao sambil tertawa geli. "Bagaimana ya jika aku mengajaknya kencan?"
Midorima meliriknya. Entah mengapa ia tiba-tiba merasa terganggu dengan ucapan Takao. "Kenapa bertanya padaku?"
"Kau kan yang selalu bersamanya. Bagaimana?"
"Itu tidak ada hubungannya denganku-nanodayo."
"Hee, benarkah?"
Midorima diam.
"Oi, Rei-chan!" panggil Takao dengan keras.
Rei dan teman-temannya menoleh ke arah Takao. "Apa?" balas Rei tak kalah keras.
"Hari Sabtu nanti, ayo kita berkencan!" ajaknya.
Gadis-gadis yang bersama Rei langsung berseru kaget. Rei tersenyum. "Tentu saja." Katanya, lalu kembali mengobrol bersama teman-temannya yang mulai menanyainya macam-macam.
Takao menyiku Midorima lagi. "Bagaimana?"
Midorima memalingkan wajahnya sambil membalut jari tangan kirinya yang baru saja ia bersihkan sambil berusaha tak peduli. Tapi, entah mengapa ia merasa terganggu akan ajakan kencan Takao pada Rei.
…
Shintarou, apa yang sedang kau lakukan?
Midorima membatin dalam hati begitu ia menyadari bahwa dirinya sedang berdiri di depan pintu apartemen Rei selama sepuluh menit tanpa mengetuk atau pun masuk. Ia mencemaskan sesuatu tentang kencan Rei dengan Takao. Tapi, ia lagi-lagi membantah bahwa dirinya begitu penasaran dan cukup mencemaskan gadis itu.
Ia menghela napas dan baru saja hendak berbalik sampai pintu apartemen itu mengayun terbuka tiba-tiba. Midorima hendak bersembunyi, namun itu akan terlihat konyol jika Rei tahu. Akhirnya ia pun tetap berdiri di sana dengan kaku.
"Shin, apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Rei.
Gadis itu sudah terlihat rapi dengan Dress putih bermotif kotak-kotak biru yang ditutupinya dengan jaket blue jeans dan tak lupa sneakers biru-nya yang membuatnya terasa sempurna untuk kencan kali ini. Penampilan gadis itu yang lain membuat Midorima menatapnya hampir tak bekedip.
Midorima mengerjapkan matanya begitu gadis itu memandanginya dengan heran. Ia berdeham begitu disadarinya ia belum menjawab pertanyaan gadis itu. "Aku memastikan kau berpakaian dengan benar untuk kencan-nanodayo."
Rei nyengir sambil menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.
"Itu bukan berarti aku mencemaskanmu, aku hanya tidak mau kau mempermalukan Takao-nanodayo."
"Tenang saja. Takao yang mengajakku, jadi aku tidak akan mengecewakannya." Balas Rei. "Ternyata kau orangnya begitu peduli dengan temanmu ya."
Midorima menaikkan letak kacamatanya, berusaha agar menyembunyikan wajahnya yang memerah. Baru saja ia akan membuka mulut untuk membantah, ponsel Rei berdering nyaring. Rei cepat-cepat mengangkatnya dan menjawab telepon itu.
"Ah Takao-kun, eh… oh begitu…" ekspresi wajah Rei berubah, senyum menghilang dari wajahnya. "umm… tak apa." Setelah menutup telepon gadis itu mendesah berat.
"Ada apa?"
"Takao-kun tidak bisa datang hari ini." Katanya dengan wajah kecewa. "Dia bilang tiba-tiba ada acara keluarga, sayang sekali."
Midorima memandang wajah kecewa itu sedikit iba sampai tiba-tiba tanpa sadar ia berkata, "Kalau begitu bagaimana jika aku yang menemanimu jalan-jalan?"
"Eh?" Rei terperanjat.
"Aku mengajakmu bukan karena aku ingin jalan-jalan denganmu-nanodayo." Katanya.
Wajah Rei berubah berseri-seri. "Haik, haik." katanya sambil tertawa geli. Midorima berbalik dan mulai melangkah diikuti Rei.
"Nee, maneki neko?" tunjuk Rei pada keramik berbentuk kucing yang mengangkat tangan kirinya yang sejak tadi dibawa Midorima. "Apa hari ini itu lucky item-mu?"
"Ya."
"Hm… mungkin seharusnya aku bawa maneki neko juga untuk keberuntungan."
Midorima melirik Rei. "Apa zodiakmu?"
"Um… apa ya?" gumamnya sambil berpikir. Ia lalu memandang Midorima dan menunjukkan cengirannya. "Aku tidak tahu."
Midorima menghela napas. "Baiklah, tanggal lahirmu?"
"Dua puluh delapan Desember."
"Zodiakmu Capricorn-nanodayo."
"Jadi, apa artinya?"
"Zodiakmu berada di urutan akhir hari ini, begitu yang Oha Asa ramalkan-nanodayo."
"Hoo…" katanya sambil mengangguk sok paham walaupun sebetulnya ia masih tidak mengerti apa maksudnya 'berada di urutan terakhir'.
…
Jam makan siang telah lewat dua jam yang lalu karena mereka sibuk berputar-putar di taman bermain hanya untuk mengikuti keinginan Rei yang menaiki macam-macam wahana. Keduanya kini baru saja menghabiskan burger di salah satu kedai di taman bermain itu dan mulai menghabiskan minuman mereka.
Midorima menaikkan kacamtanya yang sama sekali tidak merosot ke bawah begitu menyadari Rei memandangnya terus. "Ada apa?"
"Shin, kalau dilihat baik-baik kau termasuk pemuda yang cukup tampan ya."
Midorima hampir tersedak minuman kacang merah kalengan kesukaannya mendengar ucapan Rei. "Jangan mengatakan hal-hal konyol-nanodayo!" katanya separuh membentak. Wajahnya mulai memerah.
"Hee? Aku sungguh-sungguh kok mengatakannya." Balas Rei. "Aku yakin, kau akan tumbuh menjadi pria tampan yang akan dilirik para wanita dua kali. Oh ya, tipe gadismu seperti apa?"
Midorima lagi-lagi menaikkan kacamatanya sambil menahan wajahnya yang kian memerah. "Wanita yang lebih tua dariku-nanodayo."
"Hee? Ternyata Shin lebih suka wanita dewasa ya." Rei terkikik geli.
Midorima hanya diam sambil meneguk minumannya.
"Kalau aku… hanya perlu tiga tipe," Rei melipat ibu jari dan kelingkingnya untuk mengisyaratkan angka 3 dengan jarinya yang lain. "Pertama, dia tampan. Kedua, dia pintar. Dan ketiga, dia memakai kacamata. Sepertimu, Shin."
Wajah Midorima semakin memerah, sedangkan Rei menertawakan ekspresi wajah Midorima.
"Jika kau lebih tua beberapa tahun, mungkin aku akan tergila-gila padamu, Shin." Tambah Rei.
"Ja-jangan mengatakan hal-hal aneh-nanodayo!"
Rei tertawa semakin keras, sampai tiba-tiba seseorang mendatangi meja mereka dan menyapanya Rei. "Yo, Rei-chan."
Rei menghentikan tawanya lalu menatap si penyapa. "Uchida-san, apa yang kau lakukan di sini?"
Pria dengan tindikan yang banyak di telinganya itu menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Kami ada pertunjukan di sini." Ia menunjuk panggung yang tak jauh dari sana. Terlihat penonton yang ingin melihat pertunjukan mereka mulai ramai.
"Oh. Kalian sudah mulai terkenal ternyata. Omodettou."
Uchida menggaruk kepalanya lagi sambil mendecih. "Kau ini bicara apa? Lagumu sendiri yang membuat band ini menjadi terkenal."
"Selain sebuah lagu, performa band adalah yang utama." Balas Rei tak mau kalah.
Uchida menghela napas lalu melirik Midorima. "Hee? Kau sedang berkencan ternyata."
"Tentu saja." Balas Rei dengan bangga.
"Uchida Haruto." Kata pria berambut hitam itu sambil mengulurkan tangannya.
Midorima menyambutnya. "Midorima Shintarou."
"Nah, Midorima-san bisa kupinjam teman kencanmu selama setengah jam?"
"He?" Rei memandang Uchida heran. "Untuk apa?"
Lagi-lagi Uchida menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Gitaris kami akan datang terlamabat. Jadi, aku mohon padamu untuk menggantikannya."
"Eh, ta-tapi aku sedang…"
"Ayolah Rei-chan." kini pria itu menggenggam tangan Rei dengan pandangan memohon. Midorima mendelik tidak suka melihatnya.
Rei yang merasa tak enak meng-iya-kan saja permintaan rekan satu band-nya dulu. "Um… baiklah."
"Arigatou Rei-chan," katanya sambil memeluk gadis itu erat-erat.
Midorima membelalakan matanya. "Oi!" serunya tanpa sadar.
Uchida yang mendengar itu cepat-cepat melepaskan pelukannya dan memandang Midorima. "Ah maaf, aku tidak sengaja." Katanya sambil nyengir lebar.
"Maaf Shin, kau bisa menungguku sebentar, kan?"
Midorima hanya diam.
Rei memandangnya penuh harap, namun kemudian ia berucap dengan pandangan enggan. "Mungkin jika kau ingin pulang, kau bisa pergi. Aku akan pulang sendiri."
"Aku sudah bilang akan menemanimu hari ini-nanodayo."
Wajah Rei kembali berseri-seri. "Arigatou, Shin."
…
Bohong jika Midorima tidak terkesan akan penampilan Rei di atas panggung. Dia bahkan sama sekali tidak melepaskan pandangannya dari gadis itu yang begitu luwes dengan gitar listik yang dimainkannya. Jari-jari tangan kiri yang lentik itu seakan menari di atas senar yang ia tekan. Hanya satu kata yang ada dipikiran Midorima untuk penampilan gadis itu. Hebat.
Tak lama kemudian, Rei digantikan oleh seorang pria yang sempat ber-High five dengannya di atas panggung. Rei lalu berlari-lari kecil menghampiri Midorima yang tak beranjak dari tempatnya sejak ditinggalkan Rei.
"Shin, maaf membuatmu menunggu."
"Oh, tak apa." jawabnya dengan sedikit gugup.
Rei lalu menariknya untuk kembali berjalan. Kali ini, Rei menggandeng tangan Midorima sambil memandang pemuda berkacamata itu dengan senyum merekah di bibirnya. "Bagaimana penampilanku?"
Midorima baru saja akan menjawab, sampai tiba-tiba suara seseorang menyelanya. "Kau selalu bagus, Tanaka."
Rei memandang ke depan dengan cepat dan seketika tubuhnya membeku di tempat. Midorima yang menyadari tubuh Rei yang menegang di sampingnya memandang ke arah asal suara dan mendapati seorang pria dengan wajah cukup tampan tersenyum lembut pada Rei.
"Se-Sensei,"
Tsuzuku
Hmmm… yah, beginilah jadinya… untuk yang kemarin baca dan review (Kumada Chiyu-san, kurohime-san, ekon818-san) serta yang sempat follow Love Story saya ucapkan terima kasih sekali lagi.
Yak, untuk cerita Rei… aduh bingung mau nulisnya gimana… um yah, karakter Rei emang agak-agak aneh sih, tap demi kepentingan cerita saya bikin seperti itu. Referensi-nya saya ambil dari karakter Shiina Mashiro, tapi nggak semuanya kok. Yah, semoga Midorima-kun nggak terlalu Out of Character di sini. Hehehe~ Thanks for Read.
