Opera.
Prolog
For my noona. Hope you like it. ^^
Inspired by "The Gifted Hands – Psychometry" and "Sucker Punch"
Disc = they're not mine. Except the plot ^^
Main cast = Cho Kyuhyun as Park Kyuhyun (14 y.o), Henry Lau (17 y.o), Choi Siwon (25 y.o).
Other cast = Park Jungsoo (29 y.o), Kim Kibum (17 y.o) dan menyusul di chapter selanjutnya.
Warn = GS! Kyu, typo(s), PG-15 ,Rated T slight M. Kalau ada yang tidak suka dengan fic GS, saya sarankan silakan klik tombol "kembali" sebelum anda membuang tenaga untuk protes dan semacamnya. Gomawoyo :^)
.
.
Di mata mereka, sosok pemuda blasteran asia-eropa itu tentu sosok yang menarik. Manis, tampan dan manly menjadi satu. Badannya memang kecil, tapi di balik kemeja atau pun kaus santai itu jelas masih tampak body yang berbentuk bak olahragawan. Jangan lupakan pipinya yang gembil serta senyuman manisnya. Sungguh, parasnya begitu memikat.
Tapi, tak ada manusia yang sempurna kan? Bahkan dewa-dewi Yunani kuno pun punya cela dalam diri mereka. Dan hal itu tentu masih berlaku pada sosoknya.
Di balik wajah Adonis yang nyaris tanpa noda, tersembunyi sebuah rahasia kecil yang tak pernah terbayangkan sama sekali.
Namun, selama hal itu tak ada yang tahu semuanya aman-aman saja kan?
Remember "A Devil was once an Angel", begitu katanya.
Dan seorang Henry Lau tahu dengan pasti bagaimana rasanya kalau makhluk beda kepribadian itu sudah bertarung. Dalam dirinya.
.
.
Kacamata tebal itu masih setia bertengger di hidung mancungnya. Memberi tameng bagi siapa pun untuk melihat mata sewarna lelehan caramel yang begitu jernih itu. Tapi, memangnya siapa juga yang mau menatap mata itu? Jangankan matanya, sekedar melirik penampilannya pun banyak yang malas mungkin.
Padahal, gadis itu jauh dari kata buruk rupa. Imut malah. Hanya saja semua keindahan itu tersembunyi dibalik pakaian kebesaran dan model kuno yang lebih sering dikenakannya. Jangan lupakan kacamata kuda dan potongan rambut lama yang terkesan ketinggalan jaman. Makin kuatlah kesan "nerd" yang disandang si gadis muda itu.
Dia sendiri sih tidak terlalu peduli mau di pandang bagaimana oleh teman-teman sekelasnya. Ia kemari hanya untuk sekolah. Belajar serajin mungkin –supaya beasiswanya tidak dicabut-, sambil sesekali bekerja part time di toko buku dekat café milik kakaknya. Sudah itu saja.
Hidup itu sederhana.
Setidaknya, sebisa mungkin hidupnya yang rumit dibuat sesederhana mungkin.
Karena hidup seorang Park Kyuhyun tak pernah sama lagi sejak hari itu. Dan biarlah dia menikmati waktu menyenangkannya sebelum takdir punya rencana lain.
.
.
"Selamat siang! Selamat datang di Caramac café!" Seorang pria muda tersenyum ramah dari balik meja kasir. Single dimple itu kelihatan begitu menawan di wajah khas asianya.
"Seperti biasa Tuan Jung?" Dia cepat hafal wajah para langganannya. Poin plus untuk cafenya yang masih relative baru tapi sudah punya cukup banyak pelanggan tetap.
"Ah tidak, aku mau espresso saja."
"Baiklah!"
Tak sampai sepuluh menit cup plastic warna coklat dengan gambar telur bersayap yang menguarkan aroma caramel sudah ada di tangan pria bernama Jungsoo itu. Segera saja di serahkan pesanan itu pada pria paruh baya yang langsung di sambut senyum senang.
"Nah, ini uangnya. Kembaliannya buatmu saja Jungsoo. Bye!"
"Lekas kembali Tuan!"
Senyum itu tak juga hilang melihat bayaran berlebih yang di berikan customernya.
Yaah, biarpun pekerjaannya berkaitan dengan minuman dengan rasa pahit yang khas, bukan berarti hidupnya harus sama pahit seperti itu kan? Buktinya, rasa pahit kopi bisa ditolerir banyak orang dengan sedikit tambahan di sana-sini. Sama dengan hidup. Makin banyak pengalaman makin tahulah dia pahit manis kehidupan.
Ia tidak mau membuat hidupnya mirip kopi pahit. Ia mau seperti caramel macchiato yang manis. Dan kemanisan itu pasti akan terus dibaginya dengan adik satu-satunya yang sudah merasakan pahit kehidupan lebih banyak darinya.
.
.
Dua lesung pipi itu tergambar jelas saat pria muda itu tersenyum. Meningkatkan level ketampanannya yang memang sudah diatas rata-rata. Seorang wanita dewasa yang duduk dihadapannya masih memasang ekspresi menyelidik pada pria muda itu.
"Apa kau yakin dengan keputusanmu ini Siwon-ah? Mengajar disini, maksudku? Kenapa tidak di yayasan milik ayahmu saja? Pasti kau sudah mendapat posisi yang lebih baik dibanding sekedar guru pengganti?" sosok itu masih menatapnya dengan tatapan tak percaya. Padahal, perbincangan ini sudah lebih dari sekali mereka lakukan.
"Ahjumma, kita sudah membicarakan ini berulang kali kan? Aku serius dengan keputusanku ini." Pria muda yang dipanggil Siwon itu melempar tatapan memelas yang tidak sesuai dengan wajah aristokratnya. Membuat sosok yang dipanggil ahjumma itu hanya bisa menghela nafas panjang. Selalu seperti ini.
"Appa bahkan menyetujui keputusanku ini. Anggap saja aku sekaligus mengawasi dongsaengku disini, bagaimana? Apa dia berulah terus selama di sekolah?"
"Aku yakin bukan hanya itu alasanmu kemari, kan? Aish, kalau bukan karena aku kenal ibumu mana mau aku menerima anak lulusan kemarin mengajar di yayasan ini."
"Yak! Kau meragukanku Ahjumma?
Wanita bernama Kim Sung Ryoung itu hanya tertawa pelan mendengar protes Siwon. Dia hanya bercanda. Ayolah, siapa orang gila yang berani meremehkan kemampuan keturunan Choi?
"Baiklah, jika keputusanmu sudah bulat. Kau sudah boleh mengajar awal semester nanti. Dan –"
" – jangan harap aku akan memberi perlakuan istimewa karena status kedua orang tuamu. Kau mengerti, Choi Siwon?"
Mendapat tatapan tajam begitu, Siwon langsung mengangguk pasti. Menyetujui segala konsekuensi atas keputusannya ini. Dan tidak akan mundur apapun yang terjadi.
"Senang mendengarnya, Mrs. Kim," keduanya berjabat tangan dan Siwon bangkit dari duduknya. "Akan ku jaga kepercayaan darimu, Ahjumma." Dan pria itu pun bergegas keluar dari ruangan berlaber "School Principal" dengan senyum terkembang.
Mata hitamnya menatap lurus koridor berwarna kuning gading yang sebentar lagi akan sering di laluinya. Berusaha mengingat-ingat ruangan kelas yang nanti akan menjadi tanggung jawabnya. Syukurlah ia hanya kebagian mengajar satu kelas tiga dan satu kelas dua. Dia masih baru, bisa kewalahan kalau langsung mengajar banyak kelas.
'Semoga saja instingku kali ini tidak salah. Aku harus secepatnya menemukan mereka sebelum semuanya memburuk.'
.
.
TBC or DELETE?
Keputusan ada di tangan readerdul semua ^^
Silakan review kalau tetap berkenan cerita ini dilanjutkan.
Gomawo :^)
