SIGNAL

.

.

.

Menurut spectrum warna, Biru dan Merah takkan menghasilkan warna yang memuaskan. Lalu kenapa? Bagi ku takkan jadi masalah, karena mereka sama-sama pria. Tak memiliki keturunan takkan membuat mereka gila kan, mereka masih bisa mengadopsi anak.

Ini cerita tentang aku dan Sensei-ku yang menyebalkan. Si cebol yang sedikit lebih tinggi dari ku dengan sifat bak Hitler versi KW.

.

.

.

Kuroko No Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Author – Maji D'Tenshi

.

.

.

Typo

OOC

EYD yang diselemorkan :3

.

.

.

"Bicara biasa."

'Bicara Dalam Hati'

.

.

.


Aku memandang sekitar ku bosan, disana sini hanya terdengar suara para mahasiswa yang sebenarnya teman-teman ku saling bicara bersahut-sahutan tanpa dosa. Seolah melupakan jika hari ini mereka memiliki satu mata kuliah dengan Dosen setengah monster dan setengahnya lagi iblis.

Aku memutuskan untuk mengambil novel ku dari dalam tas, sebuah buku tebal terlihat ditangan ku kemudian. Ku buka lembar demi lembar hingga aku sampai pada halaman dimana aku terakhir kali membaca.

Novel yang ku baca memiliki setting cerita zaman kerajaan dimana sang tokoh utama diperankan oleh seorang wanita yang menurut novel cantik nan pintar. Diceritakan dia berusaha untuk dapat memenangkan pertempuran untuk membuat perubahan agar para wanita dan anak-anak dapat memiliki hak yang setara dengan pria dewasa.

Sebuah cerita yang menyentuh hati ku, bahkan dengan membaca sinopsisnya saja sudah membuat ku meneteskan air mata. Wanita dan anak-anak memang selalu berada diposisi yang tidak memuaskan sejak dahulu.

Ku lirik ruangan ku yang agaknya mulai sepi, mungkin mereka sudah lelah sedari tadi ramai. Atau mungkin ada Biksu Tong yang memberi mereka sedikit pencerahan? Entah aku tidak perduli.

Ku rasakan sesuatu bergetar dikantong celana ku. Ku ambil ponsel ku dan ku lihat ada satu notifikasi. Sebuah notifikasi yang ku atur khusus untuk grup ku. Sebuah grup yang didirikan didunia maya oleh seorang Senpai ku dengan nick name 'Red-Yo'. sebuah grup yang isinya hanya pecinta pair favorit ku AhoBaka.

Tangan ku dengan sigap membuka notifikasi tersebut, ku lihat dia mempost sebuah foto buatannya tentang pair tercinta ku. Segera saja tanpa pikir panjang ku klik tanda tumb up di kolom WajahBuku, untuk kemudian mengetik di kolom commentar tentang bertapa kerennya gambar buatannya tersebut.

Aku selalu mengaguminya walau seumur kami berteman tidak pernah sekali pun aku tau wajahnya. Dia adalah Senpai ku didunia maya. Senpai dalam artian yang sebenarnya tentu saja, dia adalah figure yang sangat calm, bijak dan dapat diandalkan walau selera humornya sangat payah dan kuno. Ya itu satu kekurangannya.

Kami pertama kali berkenalan saat aku mempost gambar buatan ku tentang pair favorit ku digrup tersebut yang langsung mendapat banyak apresiasi dari para member disana. Aku mendapat terlalu banyak pujian sehingga aku lupa daratan.

Disana aku bertemu dengannya pertama kali. Dia seolah berdiri dipunggung ku, menepuk pundak ku dan memberi ku kritik ditengah derasnya pujian yang membanjiri ku.

Sebuah kritik yang tidak pedas tapi mengena. Sesuatu yang membuat ku tersenyum dan sadar jika aku belum sempurna, sesuatu yang membuat ku sadar jika aku harus terus berusah untuk dapat menjadi yang terbaik.

Dapat ku lihat pair favorit ku tercinta tengah duduk dengan mesra disebuah bangku panjang di taman kota. Nampak lampu-lampu penerangan yang remang-remang terlihat menyala. Suasana kota pada sore hari ditambah pair kesayangan ku yang sedang duduk dengan saling bercanda setelah mereka latihan basket. Ya ada bola bundar berwarna orange terlihat dipojok gambar tersebut.

Coba lihat senyuman Bakagami-ku yang Nampak manis saat memandang wajah Ahomine-kun yang masam serta kucel bak pantat panci. Well, aku benci Ahomine-kun setulus hati walau warna rambut kami sama-sama berwarna dasar biru. Kalian tanya mengapa? Hah pertanyaan yang lucu sekali bila kalian bertanya begitu. Tentu saja karena dia terlihat sangat cocok dengan Bakagami-ku, aku benci itu. Kenapa bukan aku kenapa? Kenapa dunia kejam sekali membuat mereka menjadi pair ter Zoneable dimuka bumi ini.


Red-Yo : kau tidak kuliah?
Shadow Master : ini sedang kuliah senpai, Cuma sedang senggang saja.

Red-Yo : pastikan kegiatan dunia maya mu tidak menganggu dunia nyata mu.

Shadow Master : tak perlu khawatir senpai, semua berjalan dengan baik.

Red-Yo : aku takut kau mencampur keduanya -_-'

Shadow Master : berhenti menganggap ku bak anak kecil Tuan pengangguran! Aku sudah dewasa dan cukup umur untuk mengurus hidup ku sendiri!

Red-Yo : hanya bocah yang menganggap dirinya sudah dewasa.

Shadow Master : AKU BUKAN BOCAH! Dasar pengangguran #gone

Red-Yo : hei?

Kau benar-benar marah? Baiklah semoga hari mu menyenangkan~


Ku tatap comentar terakhir darinya sebelum aku mematikan ponsel ku dan meletakkannya didalam tas ransel ku.

Itulah yang paling ku benci darinya. Dia selalu saja menganggap ku bak bocah berumur belasan tahun yang masih perlu bantuan orang tua untuk sekedar buang air kecil. Menyebalkan.

Ku allihkan kedua biji mata ku yang berwarna biru laut ke depan kelas. Nampak seorang Dosen yang berambut merah mencolok mata dengan bola mata berwarna merah-kuning yang mungkin saja dilapisi emas. Dia adalah Dosen baru disini, menggantikan dosen sebelumnya yang cuti hamil.

Ku lihat kelompok yang akan mengemban tugas untuk presentasi tampak sangat pucat dengan wajah horror. Ya aku tidak terlalu perduli sih, tugas ku sudah selesai dengan hasil yang memuaskan sedari dahulu. Aku terkikik pelan sebelum kembali melanjutkan bacaan ku yang sempat tertunda.

.

.

.

Sayup-sayup ku dengar beberapa mahasiswa yang menjadi perwakilan kelompok bergantian mengajukan pertanyaan dan sanggahan. Mata ku masih anteng terfokus pada novel baru milikku. Sang heroine wanita tampaknya sudah menemukan jalan pintas untuk menggapai impiannya sebagai revolusioner hak wanita dan anak-anak.

"Sibuk sendiri Tetsuya-kun."

Ku tenggokkan kepala ku kesamping, tepat menghadap Dosen ku yang duduk disamping tempat duduk ku yang kosong.

"Ah begitulah Sensei." Aku menjawab kikuk sebelum ku putuskan untuk menutup novel yang ku baca secara perlahan dan menaruhnya disamping kanan ku.

"Kau tidak mau mengajukan pertanyaan pada Kouki-kun, Tetsuya-kun?" mata berbeda warna itu menatap lurus kedepan, namun dapat ku rasakan aura dinginnya yang menyebar dan membuat ku merinding dibelakang.

"Saya rasa tidak perlu Sensei. Perwakilan kelompok saya sudah bertanya." Aku kembali ngeles dengan sempurna.

Ku fokuskan pandangan ku kearah depan, dapat ku lihat jika hasil pekerjaan teman ku cukup tidak begitu baik saat membuat powerpoint. Pencampuran warna yang mereka gunakan cukup membikin sakit mata memang. Aku menghela nafas kasihan, setelah ini mereka pasti akan dapat kuliah panjang dari Akashi Seijurou selau Dosen mata kuliah ini.

Pria berumur 25 tahunan itu berdiri dan melangkahkan kakinya kedepan. Untuk mengkoreksi pekerjaan kelompok Furihata Kouki, mungkin lebih tepatnya sih disidang. Ya Akashi-sensei memang keterlaluan jika sudah bicara. Bukan hanya mulut saja yang terbuka gunting taman pun bisa ikut terbang jika kalian ingin tau.

Aku mencoba tidak perduli walau pun agak sedikit kasihan juga. Lagi pula untuk apa aku perduli, Furihata-kun bukanlah seorang yang dekat dan baik dengan ku. Beberapa waktu lalu aku mendengarnya membicarakan tentang keburukkan ku, tapi dasarnya aku itu bukan orang jahat jadi ya sudah aku biarkan saja.

Mungkin jika Bakagami-ku ada didunia ini, aku akan langsung berlari dan memeluknya erat sambil berkata "Aku rapopo kok, aku kuat." Dengan berderai air mata kemudian dia akan memeluk ku balik dan membelai kepala dengan lembut sebelum akhirnya berucap "Kita LDR Kuroko, Lain Dimensi Relationship." Dan aku pun pundung seketika.

.

.

.

"Dilihat dari mana pun pekerjaan kalian ini sampah."

Ku tatap sekilas Dosen ku yang tingginya agak dibawah rata-rata, ya aku juga sih tpi aku kan masih dalam masa pertumbuhan jadi aku masih punya kesempatan untuk bisa setinggi 192cm lalu merebut Bakagami-ku dari cengkraman pemuda jahat nan arogan yang merupakan titisan ibu tiri bernama AHOMINE DAKIan.

Dapat kulihat bulir-bulir keringat yang gak ada manis-manisnya menetes dari pelipis Furihata-kun seberta antek-anteknya. Aku hanya menatap pemandangan itu datar. Gak sexy. Lebih sexy juga Bakagami-ku jika selesai main basket. Bulir keringatnya yang menetes itu sungguh sangat menggoda walau kita berbeda dimensi. Ya jika yang 2d tak membuat mu sakit hati untuk apa memilih yang 3d dan membuat mu menangis tiap hari? Aku bukan jones loh ya. Aku cuma mencoba bijak.

Mencoba tidak perduli dengan suara bak halilintar tersebut aku memilih untuk melanjutkan acara membaca novel ku yang semakin asik saja. Cerita yang ku fikir hanya ada adegan sengol bacok ini ternyata lebih dari sekedar fiksi berdarah, aku terlalu hanyut dalam setiap buaian akan kata-kata sang penulis hingga aku melupakan sekitar ku.

Aku lupa jika aku sedang diruang kelas, dengan Akashi Seijuro-san yang terhormat yang menjadi Dosen pengampu dalam mata kuliah ku saat ini.

Aku lupa segalanya, aku bahkan lupa jika Furihata Kouki dan antek-anteknya sedang disidang dadakan didepan kelas sekarang oleh Sensei ku.

.

.

.

"Orang tolol pun tau jika warna biru tak akan cocok dengan warna merah. Apa kau tak tau kombinasi warna yang tepat untuk powerpoint mu Kouki-kun?"

Aku diam, pembahasan warna yang tersangkut ditelinga ku membuat ku tersadar dari dunia khayal ku tentang pejuang wanita yang memperjuangkan hak asasi untuk kaum wanita dan anak-anak.

Ku angkat kepala ku untuk melihat keadaan Furihata dan antek-anteknya. Dapat ku lihat bibir yang suka membicarakan aib ku dibelakang itu terkatup rapat, biji matanya yang kecil berwarna coklat tua itu terlihat semakin redup karena ketakutan.

Aku diam ditempat ku duduk, wajah ku yang dari sananya datar semakin datar, sejujurnya aku cukup masa bodoh dengan keadaanya jika kalian mau tau, hanya saja perkataan Hitler mini itulah yang terasa menusuk relung hati ku yang paling dalam.

"Maaf Sensei boleh saya berpendapat?" tangan ku terangkat untuk bertanya pada Dosen merah didepan kelas.

Senyum simpul dihadiahkannya pada ku, yang hanya ku balas dengan wajah datar setengah beramarah. Jangan sok innocent kau Akashi! Takkan ku biarkan siapapun menghina pair kesayangan ku apapun bentuknya.

"Silahkan, Tetsuya-kun."

Aku berdiri dari tempat ku duduk mencoba menjadi orang paling keren dimuka bumi walau aslinya keberadaan ku hampir 100% jarang dinotic oleh mata telanjang.

Novel ku terongok lemah tak berdaya diatas meja, seolah menarikku agar tidak berbuat nekat karena yang kuhadapi adalah Akashi Seijurou.

Anak tunggal keluarga konglomerat yang tidak akan melarat sampai Fujimaki Tadatoshi menggariskannya melarat. Meski beberapa author memplot dia sebagai orang tidak punya tetap saja di Wikipedia dia tercantum sebagai orang kaya.

"Saya tidak setuju dengan pernyataan Anda jika warna biru tidak cocok dengan warna merah." Aku mengambil nafas sebentar untuk kemudian melihat kearah sekitar.

Furihata-kun dan kelompoknya terlihat lega karena aku membelanya. Huh yang benar saja, mana sudi aku membela mu. Aku membela pair kesayangan ku disini, untuk apa membela orang dengan dua muka seperti mu. Cuih.

Sensei merah itu tampak menyunggingkan senyum menantang dapat kulihat walau dari jauh jika bibirnya berkedut untuk menyeringai bahagia. Menemukan lawan yang cocok eh?

"Tetsuya-kun, ku kira kau cukup tau tentang spectrum warna bukan. Warna yang dihasilkan jika biru dicampur dengan merah adalah warna ungu yang tua yang tidak ada manis-manisnya." Aku sweetdrop mendengar perkataannya, dikata le mineral apa pakai ada manis-manisnya segala.

"Kita sedang berbicara tentang penyandingan warna Sensei, bukan pencampuran warna. Saya akui jika powerpoint buatan Furihata-kun dan kelompoknya cukup menyakiti mata dalam pemilihan warna. Ada beberapa slide dimana warna yang mereka pilih terlalu terang atau terlalu gelap. Tapi saya sangat tidak setuju dengan pernyataan Sensei yang menyatakan jika warna biru tak akan cocok dengan warna merah."

Dia diam, agaknya dia sadar akan kekeliruannya dalam pemilihan kata. Namun tak lama kemudian dia tersenyum menantang kearah ku. Seolah mengatakan 'Bocah kau mau mencoba bermain api dengan ku huh?' sedang aku? Aku merasa sangat kuat karena aku yakin jika dibelakang punggung ku ada Bakagami-ku dan Ahomine yang seolah mendorong punggung ku dan menjadi penyemangat ku.

"Kau aneh Tetsuya-kun,Kukira kau akan membela Kouki-kun ternyata kau hanya mempermasalahkan masalah pernyataan ku tentang spectrum warna."

Aku menatapnya tanpa gentar, takkan kubiarkan pair kesayangan ku diinjak-injak harga dirinya. Biar kata aku benci Ahomine aku tetap mencintai Bakagami-ku sepenuh hati takkan kubiarkan dia jadi jomblo karena harus berdiri sendiri. Cukup aku saja yang merasakan bagaimana pahitnya malam minggu tanpa sandaran hati. Fix aku mengaku jika aku jones. Puas!

"Tapi yang saya katakan adalah sebuah kenyataan Tetsuya-kun, warna merah dan biru yang akan lebih cocok dengan warna yang calm, seperti pink atau kuning."

"Hah? Pink? Kuning? Jangan bercanda. Biru dan merah merupakan kombinasi yang sempurna!" ku tunjuk Takao Kazunari yang asik bertelfon ria.

Dia gelagapan saat semua mata memandangnya secara intens. Agaknya dia takut jika ketahuan telfon saat masih waktu kuliah, bagus jika dia sadar tapi lebih bagus lagi jika dia sadarnya dari tadi.

"A-ada apa?" suaranya gugup dan gemetar, sementara Akashi–sensei nampak kebinggungan mellihat ku menunjuk Takao-kun.

"Ada apa dengan Kazunari-kun, Tetsuya-kun?"

Sudah kuduga, aku menyeringai menyadari pertanyaanya. Aku makin yakin jika dia akan kalah. Takkan kubiarkan aku dikalahkan semudah itu!

"Kemeja yang dipakai oleh Takao-kun berwarna merah tua sedang celananya adalah jeans biru dongker masih kah Sensei beranggapan jika biru dan merah tidak cocok?"

Aku menyeringai dalam hati melihat Sensei-ku, jangan angap enteng Kuroko Tetsuya saat dia sudah berbicara. Begini-begini aku cukup pintar dalam bernegosiasi, walau tidak selalu.

"Anda tidak 100% salah Tetsuya-kun tapi akan lebih baik jika warna yang terlalu gelap disandingkan dengan warna yang lebih cerah."

Ho~ masih belum mau mengalah dia. Aku kembali menyeringai dalam hati. Dia sudah kalah tapi masih mau mencoba memunguti harga dirinya yang hancur berkeping-keping huh? Akan ku tunjukkan pada dunia dan pada Senpai ku 'Red-Yo' jika aku sudah dewasa.

"Lantas mengapa harus gelap dan terang Sensei? Mengapa mereka tidak dapat bersama? Padahal baju Takao-kun sudah menjadi salah satu contohnya. Spectrum warna boleh bicara tidak cocok tapi kenyataan membuktikan jika merah dan biru merupakan perpaduan yang sempurna dari pencampuran yang dianggap orang tidak sempurna."

Dia tersenyum, yang entah mengapa membuat ku berfikir jika aku akan kalah. Namun aku tau jika AhoBaka akan selalu bersama ku. Mereka akn selalu melindungi ku. Aku percaya itu.

"Mereka? Nampaknya ini merupakan pembicaraan yang tidak pada tempatnya Tetsuya-kun. Bagaimana jika setelah mata kuliah saya, kita bicarakan lebih lanjut."

Aku diam nampaknya aku sudah salah memilih kata, kemudian aku mengangguk singkat.

Bagi sebagian orang aku terlihat menang dan Akashi-Sensei sudah kalah mangkanya dia memutuskan berbicara pada ku setelah kelas usai. Namun aku tau setelah ini aku akan dihabisi dengan berbagai wawancara yang menyebalkan.

.

.

.


Shadow Master : Senpai

Red-Yo : ada apa?

Shadow Master : ku rasa aku sudah membuat sebuah kesalahan

Red-Yo : jika begitu kau harus minta maaf dan mengubahnya kan. Begitu saja susah dasar bocah.

Shadow Master : ini tidak semudah kelihatannya Senpai. Aku memiliki masalah dengan Dosen ku.

Red-Yo : nampaknya itu sesuatu yang serius.

Apa yang telah kau lakukan?

Shadow Master : sesuatu terjadi dan aku tak bisa hentikan. Aku terlalu terbawa suasana.

Aku harus bagaimana sekarang?

Red-Yo : mungkin kau harus minum secangkir kopi untuk mendinginkan pikiran mu.

Shadow Master : hahahaha... terima kasih ide yang sangat brilian.

Red-Yo : tak masalah.

Shadow Master : hei Senpai boleh aku bertanya? Ini sebuah pertanyaan yang cukup bodoh nan konyol.

Maksud ku…

Menurut mu apa warna biru dan merah tidak cocok?


.

.

.

Tanpa menunggu balasan pesan dari Senpai, ku masukkan ponsel ku kedalam jas almamater ku. Sedikit berbicara dengannya cukup membuat ku tenang. Sekarang aku baru sadar bertapa bocahnya diri ku.

Harusnya aku tidak terlalu mencolok tadi, harusnya aku lebih memilih untuk melanjutkan bacaan novel ku saja tadi. Harusnya begitu tapi mengapa jadinya begini?

Benar nasehat Senpai, aku tidak boleh mencampur dunia maya dengan dunia nyata ku. Ugh, aku menyesal.

Ku pijat pelan pangkal hidung ku. Siap atau tidak inilah takdir yang sudah ku pilih. Tak ada gunanya menyesali apa yang sudah terjadi. Aku harus maju kedepan dengan berani, run and gun up to glory yeah~.

Toh menurut ku, aku tidak melakukan sebuah kesalahan.

Apa salah jika aku sebagai seorang fans ingin mengibarkan bendera AhoBaka dipuncak menara Thorn? Apa salah jika aku ingin menancapkan bendera kebanggaan ku sebagai Fudanshi dipuncak Everest? Apa salah jika aku ingin mengarak panji biru-merah keliling dunia? Apa salah jika aku ingin menyebarkan foro hot mereka seperti mbak-mbak yang hanya berbalutkan handuk putih? Soal aku ditangkap polisi kan urusan ku sendiri.

Dengan menghela nafas berat aku memutuskan membuka pintu ruangan Akashi-sensei.

Selamat tinggal angin sore, tolong sampaikan cita-cita ku pada para Fujodanshi AhoBaka fans diluar sana.

.

.

.

"Senang mellihat mu datang tepat waktu Tetsuya-kun."

Aku hanya tersenyum sekenanya walau dalam hati aku mengumpat jika aku tidak sama senangnya dengan dia.

"Duduklah, mari kita mulai pembicaraan kita."

Dia tersenyum sekilas, saat aku mendaratkan pantat mulus ku kekursi. Aku harus lebih berhati-hati jangan sampai aku terlihat mencolok dan menimbulkan hal-hal yang tidak baik.

"Siapa yang kau maksud dengan 'mereka' Tetsuya-kun?

"Tidak ada Sensei."

Alis merah itu terangkat, seolah tidak yakin dengan jawaban yang ku berikan. Mata berbeda warna itu menghujam ku sepenuh hati. Mencoba mengorek kebenaran dari dasar jiwa ku.

Luda pahit ku teguk lamat-lamat, mencoba sesantai mungkin menghadapinya.

"Kau yakin tidak sedang membicarakan sesuatu atau seseorang? 'mereka' merujuk pada sesuatu Tetsuya-kun." Senyum ganjil dilebarkan, aku diam karena mati kutu.

Fikiran ku kacau bisa gawat jika dia tahu aku Fudan. Negara ini dan masyarakat ini takkan menerima keberadaan ku sebagai penyuka pair sesame jenis. Mereka masih memandang kegemaran kami sebelah mata, meski aku tidak dapat menganggap mereka salah. Hanya saja melihat AhoBaka bersama membuat ku merasa jika mereka ditakdirkan bersama.

"Saya rasa Anda terlalu memikirkan tentang pemilihan kata saya yang salah Sensei."

"Begitukah? Bukankah sebelumnya Anda menggunakan kesalahan yang saya perbuat dalam pemilihan kata ketika diskusi." Pria merah didepan ku menyeringai, merasa diatas angin huh?

Tapi jika dipikir-pikir dia ada benarnya juga sih.

"Maaf…"

Aku tertunduk dengan kepala memandang paha ku. Ku rasa sudah saatnya menjatuhkan harga diri ku serta mengakui kesalahan ku tentu saja.

"Bisa kau terangkan kenapa tiba-tiba meminta maaf Tetsuya-kun?"

Derit kursi terdengar, nampaknya dia menyandarkan badannya kekursi.

"Maaf saya sudah egois waktu itu, saya menyesal. Saya hanya merasa jika biru dan merah adalah kombinasi yang cocok. Maksud saya, saya tidak setuju dengan pernyataan Anda sebelumnya."

Tanpa kusadari sebuah tangan sudah mendarat dipucuk kepala ku, dan membelai surai ku pelan.

"Kau harus belajar untuk mengendalikan diri dan tidak mencampur dunia maya mu dengan dunia nyata mu, Shadow Master."

Aku diam iris mata ku melebar.

'Tu-tunggu jangan bilang jika. . .'

Segera ku tolehkan kepala ku kebelakang dan kedua bola mata ku hanya dapat menangkap pintu ruangan yang sudah tertutup.

Dia sudah pergi keluar ruangan.

"Sen-pai. . ." gumam ku pelan dengan tatapan tidak percaya.


.

.

.

TBC

.

.

.


Red-Yo : jika menurut spectrum warna biru dan merah merupakan warna yang tidak cocok karena akan menghasilkan warna ungu yang terlalu gelap.

Namun jika menurut pendapat ku secara pribadi….

...Biru dan merah merupakan kombinasi yang sempurna.

Seperti pernyataan mu, Tetsuya-kun.

.

.

.