After You

Ooc, Genderswitch, Typo (s)

Ranted : T

Chapter : 1

Main Cast : Kyungsoo and Jongin

Another cast :, Luhan, Yixing, Minseok, and Chanyeol. (other cast will appear on next chapter)

.

A little note from me : Cerita ini memiliki alur maju mundur dengan beberapa sudut pandang. Seperti cerita yang pernah saya buat sebelumnya. Setiap paragraf yang di cetak miring menandakan alur mundur atau flasback.

.

Musim semi datang membawa sinar matahari yang dinanti. Sebagian besar dari mereka tak ingin melewatkan bunga – bunga yang baru saja bermekaran, sinar matahari yang perlahan muncul dan Sakura cantik yang selalu di nanti.

Begitu pula dengan seorang wanita cantik bernama Do Kyungsoo. Dia jatuh cinta pada musim semi, dia selalu merindukan musim semi sepanjang tahun, berharap hari – hari menyenangkan itu akan segera datang.

Dulu Central Park menjadi salah satu tempat yang sering di kunjunginya, dari mulai untuk berolah raga, piknik, bersantai atau hanya sekedar membaca buku sambil menghabiskan makan siangnya di bawah pohon maple. Banyak hal yang dilakukannya di sana tapi sekarang wanita itu tak lagi tinggal di New York. Dia berada jauh dari negara kesayanganya, negara dimana dia dibesarkan.

Kini dia berada di Seoul, tempa dimana nama Do Kyungsoo itu didapatkan. Sesuatu membawanya harus kembali datang ke Seoul dan menetap di sini. Dulu-entah sudah berapa lama itu- Kyungsoo selalu mengunjungi kakek dan neneknya saat natal tiba, tinggal di Seoul untuk satu atau dua minggu sebelum kembali. Tapi semenjak kakek dan neneknya meninggal, Seoul perlahan terlupakan, dia hanya datang untuk berkunjung ke makam kakek dan neneknya. Hanya sebatas itu.

.

Kyungsoo keluar dari sebuah rumah modern dua tingkat yang terlihat begitu hangat, didominasi oleh warna putih dengan beberapa aksen kayu pada pintu, jendela juga pada balkon di lantai dua. Di terasnnya yang cukup luas, diletakan dua buah kursi dengan sebuah meja bundar dari kaca. Taman depan rumahnya dipenuhi oleh hamparan rerumputan dan pohon – pohon yang membuat kesan rindang itu semakin terasa.

Dia melangkahkan kedua kakinya yang dibalut flatshoes berwarna mint, cocok sekali dengan dress yang digunakannya. Dia membawa sebuah slingbag dari Hermes berisikan dompet, ponsel, alat make up dan sebuah buku. Langkahnya sedikit tergesa – gesa saat memasuki mobil yang terparkir di samping rumah. Dalam hitungan detik mobil itu sudah melesat, ikut masuk ke dalam kemacetan jalanan kota Seoul pagi ini.

.

Jongin sedang menghadiri rapat untuk melakukan kerja sama dengan perusahaan lain. Dia membahas banyak hal dan membicarakan keuntungan yang akan diperolehnya jika memang proyek ini berhasil. Dia selalu fokus, wajahnya berubah menjadi serius setiap kali menghadiri meeting.

Dia menghabiskan waktu berjam – jam di dalam sana sampai semua kesepakan diantara dua perusahaan itu selesai dibuat. Rekan bisnisnya sudah keluar terlebih dahulu sedangkan dia masih berada di dalam, menatap kaca besar yang menyajikan pemandangan sibuk kota Seoul. Dia sedikit melonggarkan dasi yang mencekik lehernya dan menghela nafas panjang menyandarkan tubuhnya di punggung kursi. Langit masih cerah, matahari sedang berada tepat di atas ubun – ubun namun dia sudah hampir kehabisan tenaganya.

Suara dering ponsel menghentikan lamunannya. Dia menatap layar datar yang sekarang menampilkan sebuah nama. Seulas senyum terlihat di bibirnya. Tenaga yang tadi sudah terkuras habis, entah kenapa seakan kembali datang saat sosok seorang wanita hinggap di benaknya. Dengan cepat dia menyambar ponsel itu.

"Hallo my dear."

.

Kyungsoo masih sibuk dengan ponselnya, sampai seseorang menyentuh pundaknya. Dia menengok ke belakang dan menemukan Luhan berdiri di sana sambil tersenyum manis. Seperti biasa Luhan terlihat begitu cantik walau dia sama sekali tidak mencoba untuk mendandani wajahnya sendiri.

"Bagaimana pagimu sayang?" tanya Luhan sambil mengedipkan mata. Wanita itu mengikat rambutnya asal dan mengambil sebuah apron yang tergantung di sisi kanan dapur, siap untuk bertempur. Kyungsoo lupa akan ponselnya dan menjejalkan benda itu kembali ke dalam saku. Dia melakukan hal yang sama seperti Luhan, mengikat rambutnya dan menggunakan apron.

Mereka berdua sahabat lama, walau jarak antara New York dan Beijing cukup jauh-well… memang jauh sekali, namun tak berarti mereka tidak bisa menjadi sahabat baik. Keduanya selalu bertemu setiap natal tiba, berkumpul di Seoul dan melepas rindu sambil membagi banyak cerita dalam tawa dan canda.

Kedua wanita itu memutuskan untuk tinggal di Seoul-walau sebenarnya Kyungsoo sedikit memaksa sahabatnya itu untuk menetap di sana- dan membuat sebuah café yang menyajikan berbagai macampastry. Melihat keduanya benar – benar jago membuat kudapan yang menggirukan. Berbagai rencana disusun untuk membuat café ini, dari mulai interior sampai sebuah nama, dan Kyungsoo menyarankan Clair de Lune yang berarti Moonlight dalam bahasa prancis untuk menjadi nama café mereka, dan Luhan dengan mudah menyetujuinya.

Sebenarnya ada dua lagi teman mereka yang bertugas menjaga kasir dan waiters, Minseok dan Yixing. Tapi sepertinya kedua orang itu sedikit terlambat hari ini.

Kyungsoo sudah siap membuat maccaron dengan berbagai macam rasa sedangkan Luhan bertugas membuat cookies yang biasa di taruh di toples – toples untuk dipajang di etalase.

Lima belas menit kemudian Minseok datang, wanita itu dengan cepat membereskan café, mengelap semua meja dan memastikan tak ada debu yang tertinggal. Yixing datang sepuluh menit kemudian. Meminta maaf karena dia bangun terlambat hari ini, temannya yang satu itu akan terus menggumamkan kata maaf dan tidak berhenti merasa bersalah karena datang terlambat. Yixing memang menggemaskan.

Semua orang sibuk dengan pekerjaannya masing – masing. Tawa yang tadi singgal di antara percakapan mereka tiba – tiba menguap saat semua orang sudah fokus dengan pekerjaanya. Kyungsoo dan Luhan terlihat tekun dalam membuat adonan, sedangkan Minseok masih sibuk membereskan café sambil menurun – nurunkan kursi untuk pengunjung yang ingin mencicipi makanan mereka di sana, sedangkan Yixing sibuk menata cookies, maccaron dan cupcake agar memenuhi etalase café.

Setelah semua selesai, Minseok membalik papan close menjadi open. Tak lama kemudian seorang wanita masuk untuk membeli role cake, disusul dengan pengunjung lainnya dan terus seperti itu sampai siang tiba. Mereka semua benar – benar sibuk hari ini. Para pelanggan datang membanjiri café tanpa henti membuat ke empat orang itu tidak bisa berhenti untuk istirahat.

Saat sore tiba pintu sudah di tutup dan papan open kembali menjadi close. Ke empat wanita itu kini duduk di kursi sambil menghela nafas panjang. Menatap satu sama lain yang seakan kehabisan tenaga.

"Bisakah aku mendapatkan libur untuk esok hari?" keluh Luhan sambil meregangkan tubuhnya. Celemek yang dia pakai berubah menjadi kotor dengan berbagai macam noda terdapat di sana, tidak jauh berbeda dengan milik Kyungsoo. Sedangkan seragam khas Clair de Lune yang di pakai Minseok dan Yixing seakan dibanjiri keringat lengket.

"Musim semi baru saja datang Lu, musim panas masih menanti. Kau tidak bisa lari begitu saja." Ujar Minseok yang disambut dengan anggukan oleh Kyungsoo. Mereka memiliki banyak waktu untuk membereskan café sebelum kembali ke rumah masing – masing.

Namun seakan mengulur waktu, ke empat wanita itu masih tetap duduk di kursi yang menghadap ke sebuah meja bundar dari kayu yang mengkilap dengan beberpa cake dan cookies di atasnya. Membahas berbagai macam hal dan tertawa di sela – sela lelah yang mendera tubuh mereka. Rasa lelah itu memang terbayar dengan semua pujian dan senyum puas dari pada pelanggan yang datang ke café mereka hari ini.

"Jadi kapan kita akan mulai membereskannya?" Tanya Yixing sambil bangkit dari kursi, namun ke tiga temannya kembali mengeluh dan menarik wanita itu untuk kembali duduk.

"Sejujurnya, kita bisa membereskan semua ini besok hari. Kau tidak usah terburu – buru. Lagi pula tidak ada yang menunggumu di rumah." Ejek Luhan, membuahkan tawa dari kedua teman lainnya. Yixing menghela nafas panjang, berpura – pura marah sambil melipat kedua tangannya di dada.

"Tapi tidak dengan Kyungsoo." Tambah Minseok membuat orang yang disebutnya itu menatapnya. Kyungsoo hanya terkekeh dan kembali meregangkan badan.

"Kenapa jadi aku yang dibicarakan?" gerutunya.

"Karena diantara kita hanya dirimu yang di nanti untuk cepat pulang." Timpal Minseok membuat semua temannya tertawa. Kyungsoo hanya mendelik tajam padanya.

"Kau pikir Cimi, tidak menunggumu huh?"

"Well… ternyata hanya seekor anjing yang menungguku di rumah." Hela Minseok memasang wajah sedih yang terlihat menggelikan di mata Kyungsoo.

"Dan mereka menunggu kalian hanya untuk sepiring makan malam." timpal Yixing sambil tertawa geli dan memegang perutnya. Luhan ikut menertawakan mereka berdua, seakan hal yang baru saja di katakan Yixing adalah lelucon paling lucu yang pernah didengarnya. Minseok dan Kyungsoo saling bertatapan sebelum akhirnya ikut tertawa bersama dua orang teman mereka lainnya.

Dan sore hari mereka di habiskan dengan mengobrol sambil menyantap bebetapa cookies dan cake yang masih tersisa sambil membicarakan banyak hal, kebanyakan dari mereka saling mengejek dan menyindir satu sama lain, namun pada akhirnya mereka selalu tertawa bersama.

Mereka pulang saat jam sudah menunjukan pukul tujuh malam. Kyungsoo melempar tas ke jok di sampingnya. Dia menghela nafas panjang sebelum menarik pedal dan melajukan mobil, dia tidak mencoba untuk mempercepat laju kendaraannya, seakan mengulur waktu menikmati jalanan malam kota Seoul. Dua puluh menit kemudian dia sampai di depan rumah.

Rumahnya terlihat gelap menandakan tidak ada siapapun di dalammnya. Dia sudah tau, dia sudah terbiasa. Kyungsoo tersenyum dan keluar dari mobil dengan langkah sedikit gontai. Masuk ke dalam rumah dan menyalakan semua lampu yang ada. Berjalan menuju pantry untuk mengambil segelas air.

Dia mendudukan tubuhnya yang kelelahan di kursi bundar yang menghadap ke pantry dan meminum airnya dengan sekali tegak. Dia bisa saja jatuh tertidur dengan mudahnya namun dia harus memasak untuk makan malam. Bukan untuk dirinya, tentu saja karena perutnya sudah penuh dengan berbagai jenis kudapan. Melainkan seseorang, seseorang yang tinggal di sana….

Bersamanya.

.

Jongin menghela nafas panjang saat semua dokumen selesai. Pakaiannya sudah kusut di beberapa bagian dan dasi yang melikar di lehernya sudah pergi entah kemana. Dia menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya dan terkejut saat jam itu menunjukan pukul sembilan malam. Dia bergegas membawa tas dan menjejalkan ponsel dengan beberapa dokumen ke dalamnya sebelum melesat pergi. Pegawai yang lainnya sudah pulang sedari tadi, kantornya sudah mulai sepi hanya ada beberapa orang yang kerja lembur.

Dia pergi ke tempat parkir dan masuk ke dalam mobil, melemparkan tasnya begitu saja dan dengan segera melesat pergi. Sepanjang perjalanan dia baru sadar kalau perutnya keroncongan, dia tidak bisa mengingat apakah tadi siang dia sempat pergi untuk makan atau terlalu sibuk dengan pekerjaannya.

Setengah jam kemudian, dia sampai di depan rumahnya. Sebuah mobil berwarna merah terparkir dengan apik di sana. Jongin memarkirkan mobilnya tepat di samping mobil bercat merah itu. Dengan sedikit tergesa – gesa dia masuk ke dalam rumah menggunakan kuncinya sendiri.

Saat masuk ke dalam, cahaya lampu dari ruang tamu langsung menyapa retina matanya. Dia menatap sekeliling dan tak menemukan siapapun.

Sepertinya dia sudah tertidur.

Jongin hendak pergi ke kamarnya saat dia melihat seseorang tertidur di meja makan dengan tangan yang dijadikan bantal. Rambutnya diikat sedikit berantakan dan sebuah apron masih dikenakannya. Jongin berjalan dan menghampirinya.

"Kyungsoo." Bisiknya sedikit ragu.

Wanita itu bergerak saat namanya di panggil. Jongin menyentuh pundaknya dan saat itulah mata mereka bertemu. Dia bisa melihat bagaimana mata itu berubah melebar, terkejut dan dengan cepat wanita itu menegakan tubuhnya. Reaksi spontan Kyungsoo membuahkan kekehan pelan.

"Kau sudah pulang?" tanya Kyungsoo gelagapan sambil menundukan wajahnya dan mengucek mata beberapa kali sebelum kembali mendongak menatapnya. Jongin memutuskan untuk duduk di samping Kyungsoo dan menatap makanan yang dihidangkan di meja.

"Aku baru saja datang dan terkejut saat melihatmu tertidur di meja. Aku kira kau pingsan atau semacamnya." canda pria itu sambil terkekeh.

"Well… tadinya aku sedang memeriksa pengeluaran café tapi yah… aku berakhir dengan tertidur di meja makan." Jelas Kyungsoo sedikit terbata – bata. "Kau mau aku menghangatkan makananmu sementara kau berganti baju?" tanyanya sedikit ragu. Tapi Jongin tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban.

"Tentu saja, terima kasih." Ujarnya sambil sambil berlalu.

.

Kyungsoo merasa bodoh karena bisa tertidur di meja makan, dia menggerutu dalam hati sambil menghangatkan makanan yang tadi sempat dimasaknya. Dia mendengar suara pintu yang dibuka kemudian ditutup dengan perlahan. Derap langkah berat dari Jongin seakan menggema di seluruh penjuru rumah yang sepi. Dia bisa merasakan bagaimana Jongin yang menarik kursi meja makan dan duduk di atasnya, menunggu dia untuk kembali menghidangkan makan malamnya.

Beberapa menit kemudian Kyungsoo sudah menyajikan masakannya di hadapan Jongin. Menu malam ini adalah kentang tumbuk, sosis, brokoli dan telur, benar - benar menu makan malam khas orang barat. Dia selalu membuat masakan yang sama saat masih berada di New York. Jongin seakan membeku menatap masakannya, dia merasa kalau ada sesuatu yang salah dengan masakannya, entah apa itu.

"Kau tidak suka? Aku bisa-"

"Kau merindukan New York, bukan?" sela pria itu sambil menatapnya.

Kyungsoo tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Otaknya seakan berubah menjadi sangat lambat dan semua kata yang ingin diucapkannya seakan tercekat di tenggorokan. Tapi detik berikutnya Kyungsoo sudah bisa kembali mengendalikan diri. Dia hanya tersenyum sambil menggeleng.

"Selamat malam Jongin." Ujarnya hendak berlalu menuju kamar, menghindari tatapan pria itu yang seakan langkahnya terhenti saat tangan besar Jongin menggengam pergelangan tangannya. Kyungsoo berbalik dan berharap kalau pria itu tidak kembali menanyakan hal yang sama, namun apa yang didengarnya membuat dia sangat terkejut.

"Mau menemaniku makan malam?"

Kyungsoo ingin sekali menolak dan lebih memilih untuk tidur, dia juga memiliki alasan untuk menolak karena seluruh badannya yang benar – benar lemas. Tapi tubuhnya seakan menolak dan memilih untuk mengangguk, menuruti pria di sampingnya itu dan duduk di salah satu kursi.

Dia bisa melihat bagaimana Jongin tersenyum dan mulai menyantap makan malamnya. Setiap kali dia melihat bagaimana masakannya masuk ke dalam mulut Jongin, setiap kali itu juga dia berdoa agar tidak mengecewakannya. Berharap kalau masakannya bisa diterima dan tidak membuat pria itu kembali memutahkannya.

"Aku benar – benar harus mengakui kalau kau pintar memasak." Ujarnya sambil mengunyah makanannya.

"Terima kasih." Ujar Kyungsoo merasa lega mendegar pujian itu.

Untuk sesaat kehenigan menghampiri mereka, hanya suara denting sendok dan garpu yang beradu dengan piring. Kyungsoo sibuk memeriksa pemasukan dan pengeluaran yang dikirimkan Yixing ke emailnya.

"Bagaimana Cleir- I'm sorry what is that?" tanya Jongin sedikit mengejutkannya. Kyungsoo tersenyum tipis.

"Clair de Lune, apa kau pikir aku harus mengganti namanya? Sepertinya Clair de Lune terlalu sulit untuk diucapkan."

"Tidak, sungguh. Hanya aku yang tidak bisa mengucapkannya. Sungguh, kau tidak perlu menggantinya."

"Kau pikir begitu?" tanya Kyungsoo tak yakin. Jongin mengangguk dan kembali menyantap makan malamnya.

"Jadi bagaimana keadaan Clair de Lune?" tanyanya dan kini Jongin bisa mengucapkan nama itu dengan benar membuat Kyungsoo memberikan senyumannya.

"Baik, karena musim semi yang baru datang kita selalu kebanjiran banyak pelanggan. Kita bahkan tidak bisa berhenti untuk sekedar mengambil nafas." Candanya.

"Harusnya tadi aku membiarkanmu tidur bukan menahanmu di sini." Ujar Jongin terlihat menyesal. Kyungsoo langsung mengibaskan tangannya dan menggelengkan kepala.

"Apa yang kau katakan? Aku sama sekali tidak keberatan."

Jongin hanya membalasnnya dengan sebuah senyuman. Dia kembali melanjutkan makan malannya dengan tenang, kadang mengajukan beberapa pertanyaan untuk membunuh kesunyian yang selalu datang. Membicarakan beberapa hal sepele sampai akhirnya makan malamnya habis.

"Biar aku membereskannya." Kyungsoo langsung meraih piring dari tangan Jongin dan membawanya ke dapur untuk dicuci. Namun saat dia kembali, dia tak menyangka Jongin masih duduk di meja makan seakan menunggunya. Pria itu tersenyum canggung dan bangkit dari kursi.

"Selamat malam." ujarnya pelan.

"Malam." jawab Kyungsoo sedikit bingung, kemudian dia melihat Jongin berbalik dan masuk ke dalam kamar. Sementar dirinya hanya tersenyum dan naik ke lantai dua, bersiap untuk tidur.

.

.

.

1 tahun lalu.

Kyungsoo menetap di New York semenjak usianya lima tahun membuat dia merasa New York sudah menjadi rumahnya. Dia tau bagaimana seluk beluk kota New York yang seakan tidak pernah tidur ini. Dia menikmati bagaimana rasanya menjadi salah satu warga New York. Kota modern itu sudah menjadi bagian dari hidupnya.

Hari ini Kyungsoo dan Luhan-sahabatnya itu sedang berlibur di New York dan akan tinggal di sana untuk beberapa lama. Melepas rindu dengan sahabat yang lama tak berjumpa sambil mencuci mata dengan meriahnya kota New York. Keduanya memutuskan untuk bersantai dan meminum teh di Tea Bar yang berlokasi di 1631 Palisade Ave. Front Lee New Jersey.

Salah satu tempat yang di pilih Kyungsoo untuk minum teh atau saat dia rindu bagaimana rasanya rice wine ala Korea, karena di tempat dengan bentuk kotak dan atap datar inilah dia bisa kembali merasakannya.

"Kapan terakhir kali kita hang out berdua?" tanya Luhan sambil menghirup aroma melati yang menguar dari cangkir tehnya.

"Aku bahkan tidak ingat. Musim panas tahun lalu? Saat aku mengunjungimu di Beijing? Entahlah." Jawab Kyungsoo sambil menyeruput tehnya. Dia memotong sedikit Red Velvet Lava Cake dengan sendoknya dan menyuapkannya ke dalam mulut. Matanya sedikit membelalak saat merasakan rasa manis yang menggiurkan menyapa mulutnya.

"Enak?" tanya Luhan saat melihat ekspresinya. Dia hanya menganculkan jempol sebagai jawaban. Luhan ikut mencobanya dan Kyungsoo langsung tau kalau Luhan menyukai cake itu, melihat bagaimana dia mengeluarkan ekspresi yang sama sepertinya.

"Tapi aku yakin kita bisa membuatnya lebih baik." Bisik Luhan sedikit mencondongkan tubuhnya. Kyungsoo hanya terkekeh dan kembali menyesap tehnya.

"Tentu saja, tidak ada yang bisa mengalahkan rasa masakan kita." Timpal Kyungsoo membuat kedua sahabat itu tertawa bersamaan.

"Pastikan suatu hari nanti kita akan membuka sebuah café-tak usah besar dan megah tapi nyaman dengan sedikit aksen modern. Kita berdua menjadi koki dan membuat banyak cookies." ujar Luhan dengan mata yang berbinar – binar.

Mereka menghabiskan hari dengan mengobrol, memesan berbagai macam kudapan dan terus menerus mengulur waktu, mengabaikan hari yang terus bergulir dan langit yang semakin gelap. Sulit sekali menghabiskan waktu bersama dan berbagi cerita seperti ini. Jarak dan kesibukan benar – benar mengekang mereka dalam sebuah ruang sempit yang membuatnya sulit untuk bergerak.

"Jadi apa sudah ada seseorang semenjak Jamie?" Goda Luhan saat mereka memutuskan untuk pergi ke Times Square. Kyungsoo hanya terkekeh pelan dan merangkul tangan Luhan sambil menghela nafas panjang.

"Sepertinya bukan waktu yang tepat untuk mencari pasangan. Masih banyak yang perlu aku lakukan." Desah Kyungsoo tanpa menghentikan langkahnya, menembus kerumunan orang yang berlalu – lalang memenuhi jalanan Times Square. Ingatannya tiba – tiba saja melayang pada dua tahun lalu saat dia menjalin hubungan dengan seorang pria dengan mata hijau cerah bernama Jamie. Namun kisah mereka sudah usai, Jamie memilih wanita lain dari pada dirinya. Ya, pria itu selingkuh dan bla bla bla dengan berbagai alasan pria itu datang dan meminta maaf tapi Kyungsoo memilih untuk melepaskannnya, karena tidak ada gunanya mempertahankan pria yang suka melirik wanita lain.

"Kau tidak trauma atau semacamnya,kan?" tanya Luhan terlihat khawatir saat menatapnya. Kyungsoo tertawa lepas dan memukul pelan sahabatnya itu.

"Apa yang kau katakan? Tentu saja tidak. Kau pikir aku menjadi gila karna pria seperti itu?" ujar Kyungsoo di sela – sela tawanya.

Kedua orang itu terus menjejakan stileto mereka menuruni tangga menuju stasiun bawah tanah. Masih mengobrol banyak hal, kebanyakan tentang pria dan Luhan menoceh tentang seorang pria yang ditemuinya saat dia tak sengaja berjalan – jalan pusat kota Beijing. Kyungsoo mendengarkan ocehan sahabatnya itu sambil sesekali menimpal dan tertawa bersama. Dan kedua orang itu terus tertawa tanpa tau apa yang akan terjadi pada hari selanjutnya. Masalah apa yang akan menimpa salah satu diantara mereka.

.

.

.

Suara alarm yang membuat dia terbangun dari mimpinya. Sebuah mimpi indah yang tak bisa diingatnya sama sekali. Begitulah sebuah mimpi bekerja, saat kau terbangun kau akan lupa apa yang kau mimpikan. Kyungsoo sedikit jengkel karena dia tak bisa mengingat mimpinya, tapi dia tidak mempunyai waktu untuk menggerutu saat jam menunjukan pukul setengah delapan pagi. Dia terlambat bangun, lagi.

Dengan cepat Kyungsoo menyingkirkan selimutnya dan memakai sandal rumahan dengan kepala kelinci yang lucu di depannya. Dia sedikit berlari keluar dan menuruni tangga tergesa – gesa dan dengan cepat menuju dapur untuk memasak sarapan pagi.

Dia memikirkan sesuatu yang cepat, dua buah telur, roti bakar, bacon dan segela susu. Dia tidak memiliki banyak waktu untuk memasak sesuatu yang lebih rumit. Suara pintu terbuka dan derap langkah terdengar mendekat. Jongin sudah bangun dan dia belum selesai menyiapkan sarapan pagi.

"Pagi." sapa pria itu membuat Kyungsoo sedikit menengok ke belakang. Seharusnya Kyungsoo tidak terkejut melihat Jongin sudah berpakaian rapi dan siap pergi ke kantor.

"Pagi." sapanya singkat dan kembali sibuk dengan masakannya. "Maaf, aku terlambat bangun dan…" Kyungsoo mendesah nafas pendek dan menaruh telurnya di atas piring.

"Tidak apa, aku masih memiliki waktu. Lagi pula tidak ada yang bisa menghukumku jika aku terlambat." Candanya sambil duduk di kursi.

"Kau benar. Tapi mereka akan menghukumku jika akan datang terlambat." Gerutu Kyungsoo sambil menata masakannya sebelum membawanya pada Jongin. Dia bisa melihat bagaimana Jongin tersenyum saat dia meletakan piring dihadapannya.

"Aku bisa mengantarmu jika kau mau," Tawar Jongin sambil meraih garpu dan pisaunya. Kyungsoo hendak menolak karena jika Jongin mengantarnya itu berarti dia tidak bisa pulang dengan mobilnya. "Dan aku akan menjemputmu nanti." Tambahnya sebelum Kyungsoo bisa menyela. Kyungsoo tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Tapi aku-"

"Aku ingin mengenalkanmu pada seseorang." selanya lagi. "Aku sudah berjanji padamu, bukan?"

Oh…

Kyungsoo hampir saja salah mengartikan maksud pria itu. Tapi detik berikutnya dia tersenyum dan mengangguk.

"Tentu saja. Pastikan kita bertemu saat makan malam, tapi sebelumnya aku harus minta maaf karena aku tidak bisa berlama – lama."

"Kenapa?" tanya Jongin yang sedikit terkejut.

"Aku sudah memiliki rencana dengan Luhan."

"Luhan?" tanya Jongin tak yakin.

"Ya, dia menginginkanku untuk menemaninya ke-" ucapan Kyungsoo terhenti sebelum kembali melirik Jongin sambil mendesah. "Entahlah. Aku benar – benar minta maaf."

"Oh," Jongin masih terlihat terkejut dengan hal itu. "Baiklah, jika memang begitu aku sama sekali tidak keberatan." Ucapnya membuat Kyungsoo menghela nafas lega.

"Trims." Ujarnya sambil berlari kecil menaiki tangga.

"Kau tidak akan sarapan?" seru Jongin saat dia sampai di lantai dua. Kyungsoo sedikit mencondongkan tubuhnya untuk menatap pria itu.

"Aku bisa sarapan di café." Serunya sebelum kembali berlari memasuki kamar dan menutupnya dengan rapat.

Dia berdiri di belakang pintu, menghela nafas panjang sambil menutup mata, jantungnya berderap dengan kencang, tak terkendali. Dia membuka mata dan menundukan wajahnya.

Dia baru saja berbohong dan dia tak mengerti kenapa harus melakukan hal itu.

.

Kyungsoo sudah sampai di cafénya. Dia memaksa Jongin untuk masuk karena dia memiliki beberapa makanan untuk dibawanya ke kantor-sebagai tanda terima kasih karena mengantarnya hari ini. Saat suara denting bel terdengar, dia bisa merasakan derap langkah Luhan yang sengaja dihentakan hendak keluar dari dapur. Dia bisa melihat Minseok dan Yixing yang tersenyum heran padanya.

"Demi Tuhan! DO KYUNGSOO! AKU-" namun tiba – tiba saja ucapan Luhan itu terhenti saat wanita itu keluar dari pintu dapur. Matanya terfokus pada dia, atau mungkin pada Jongin yang berdiri di belakangnya. Wanita itu seakan berubah menjadi sebongkah es batu.

"Aku terlambat. Maafkan aku." Ujar Kyungsoo sebelum Luhan bisa meneruskan ucapannya. Air muka Luhan langsung berubah, dia menggelengkan kepala dan menatapnya dengan sebelah alis yang dinaikkan.

"Aku yang membuatnya terlambat, karena tadi dia harus membuat sarapan untukku. Jika ada yang patut disalahkan, mungkin aku orangnya." Ujar Jongin membuat kerutan di kening Luhan semakin mendalam. Tapi detik berikutnya wanita itu sudah bisa mengendalikan ekspresinya dan tersenyum pada Jongin. Kyungsoo mengerlingkan matanya, melihat bagaimana ekspresi Luhan yang bisa berubah dalam hitungan detik.

"Oh, aku pikir dia terlambat bangun atau semacamnya." ujar Luhan sambil mengerlingkan matanya dan Kyungsoo hanya mendengus, melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengambil beberapa kudapan yang tersisa. Dia menatanya dengan cepat dalam sebuah kotak kecil berwarna hijau pastel yang cantik dengan tulisan Clair de Lune di depannya.

Saat kembali dia melihat Luhan, Yixing dan Minseok sedang bercakap – cakap dengan Jongin. Ini tidak bisa dibiarkan, mereka-terutama Luhan- pasti akan mengatakan hal – hal aneh mengenai dirinya. Semua orang menatapnya saat dia kembali. Ketiga temannya menatapnya curiga sedangkan Jongin memberikannya senyuman tipis.

"Ini untukmu. Aku tidak bisa menemukan sachertorte yang kau inginkan, tapi mungkin aku bisa membawakannya nanti." Ujar Kyungsoo sambl memberikan kotak itu pada Jongin.

"Tidak apa, sepertinya aku harus berangkat sekarang atau aku akan terlambat untuk meeting." Ujarnya sambil berpamitan, Kyungsoo mengantarkannya sampai ke depan pintu dan berdiri di sana untuk beberapa saat sebelum melihat mobil Jongin mengilang di perempatan jalan.

Saat dia berbalik ketiga temannya berdiri berjajar, menatapnya sambil menaikan alis. Dia tau ini akan menjadi hari panjang dengan jutaan pertanyaan yang akan menghujaminya.

"Apa?" tanya Kyungsoo malas sambil berlalu menuju dapur. Luhan mengikutinya dari belakang sedangkan Minseok dan Yixing kembali pada pekerjaanya.

"Aku tidak pernah melihat kau diantarkan oleh Jongin." Goda Luhan. Kyungsoo hanya mendesah nafas pendek sambil memakai apronnya.

"Lalu? Ada yang salah dengan hal itu?" tanya Kyungsoo malas sambil mengeluarkan coklat dari dalam lemari es. Dia bisa melihat Luhan menyeringai padanya.

"Tidak. Tentu saja tidak ada yang salah saat kau diantarkan oleh suamimu sendiri."

Oh dear.

.

.

.

.

.

To Be Continued

Here my new KAISOO FANFICTION! YOHOOOOOO! I wish I can post it as fast as I could, but I have to do some reaserch for this ff just I do when I wrote my previous ff, You're My London. So at last I can't post it that fast, but Thank God! Finaly I can finish this first chapter, hoping that I can update for next chapter that fast.

But I'm not pretty sure I can update it that fast just like you want because I gonna be so busy this month until next month probably, I'm still not sure with my scadule. It's gonna be tighter that before. Bless me God!

Well… thanks for reading my story, please give me some review, comment or critic or else (?) I'm so happy-very happy actually everytime I read a long review from you guys, I mean it's like give me some motivation and still awake until midnight to continue the story.

So for the last please GIVE ME A LOT OF REVIEW AND LOVE ^^

SEE YA,

LOVE YA.