SCANDAL

Disclamer J. K Rowling

Author Constantinest.

Hermione seorang penulis novel Romantis-erotis yang terkenal. Namun, bagaimana jika ia tanpa sengaja terlibat Scandal oleh sang aktor muda yang sedang naik daun?

Pria itu tersenyum licik seolah sedang memandang sesuatu. Hermione dapat melihat jelas Draco menjilat bibir bawahnya. "Well, bagaimana kalau kita manfaatkan saja, Scandal ini?"/"Kau bercanda Ginny. Mana mungkin aku menikah dengan pria yang umurnya jauh dibawahku. Dan dia juga model majalah dewasa?"/"Kau bercanda? Aku ini inspirasi."

Rated : T semi M (Always)

-Xoxoxoxxoxo-

Disinilah aku bersama Tom. Berbaring ditengah pantai dengan ditambah desiran ombak secara perlahan. Tom memelukku dengan lembut dan aku tersenyum kepadanya. Setelah sekian lama, masalah yang datang untuk menggangu kami. Akhirnya, aku bisa bersamanya dan selamanya.

Aku memeluknya dengan lembut dan enggan melepaskannya. Lalu dalam detik berikutnya bibir kami menempel satu sama lain.

"Aku mencintaimu, Tom."

"Aku juga, Emma,"

"Aw, endingnya manis sekali bukan. Lihatlah, akhirnya setelah sekian lama Emma dan Tom bersatu. Pengarangnya sungguh hebat," seru seorang gadis sambil menunjukan sebuah buku novel romantis ditangannya.

"Yang aku tak habis pikir. Akhirnya, Tom mau mengakui anaknya Emma. Setelah tiga tahun kita menunggu Novel ini. Akhirnya tamat juga,"

"Aku setuju. Bahkan ketika hubungan mereka mulai retak. Kau tahu aku menangis memikirkannya," ucap gadis pengemar novel romantis itu ditangannya.

Gadis berambut coklat bergelombang hanya bisa tersenyum kecil ketika melewati segrombolan anak-anak muda yang sedang tergila-gila akan sebuah Novel. Ia tak habis pikir, kenapa anak-anak muda itu bisa suka dengan novel seperti itu.

Gadis berambut coklat itu terus melangkahkan kakinya, kesebuah gedung yang lumayan cukup tinggi. Potter corp. Adalah sebuah gedung penerbit yang cukup ternama. Senyuman terus mengembang di wajahnya yang cantik ketika beberapa orang yang melihatnya mulai tersenyum dan menyalaminya.

"Selamat Hermione. Novelmu laku keras," ucap seorang pria dengan kacamata yang menghampirinya dan tersenyum gugup.

"Trims, Robert." Ucap Hermione, tersenyum kecil dan segera memasuki ruangan tempat seseorang.

"Akhirnya dia datang. Dalang dari sang pembuat novel percintaan Love and Hate. Aku senang melihatmu Hermione, kuharap kau bisa memunculkan ide-ide baru." Ucap Ginny Weasley memeluk Hermione yang hanya bisa tersenyum dan membalas pelukan Ginny.

"Kuharap," ucap Hermione setengah meringis sambil melepaskan pelukannya.

Ginny yang melihat itu, langsung memeluk Hermione dengan lembut. "Oh, Hermione. Lupakan kakakku yang bodoh itu. Aku yakin, kau pasti bisa mendapatkan penggantinya yang jauh lebih baik darinya,"

"Trims, Ginny. Kau memang teman yang baik sekaligus editor yang keren." Kekeh Hermione dan dibalas pukulan ringan di pundak Hermione. "Kau ini. Cepatlah Harry menunggumu," ucap Ginny tersenyum kecil.

Kaki yang ramping dengan segera menuntunnya menuju ruangan bosnya. Disinilah Hermione berkerja dengan Harry, Teman sekaligus bosnya.

Senyuman dibibir Harry semakin melebar, ketika melihat Hermione memasuki kantornya.

"Silahkan masuk Hermione. Temanku dan pengayal yang hebat," ucap Harry tersenyum. Mendengar ucapan Harry dengan segera Hermione tersenyum kecil dan segera duduk dihadapan Harry.

"Well. Hermione, ini uang atas penjualanmu yang fantastik. Kuharap, kau bisa mendapatkan ide yang jenius seperti itu lagi dan mengirimnya keperusahaanku," seru Harry tersenyum lebar. "Sisanya ku tranfer."

Dengan segera Hermione mengambil uang yang cukup banyak itu dan memasukannya kedalam tasnya. "Tentu, Harry. Kurasa dalam waktu dekat tak bisa, karena aku harus menyiapkan pertapaanku," kekeh Hermione dan Harry hanya tersenyum kecil.

Hermione pamit dan segera keluar dari ruang kerja Harry. Ia melihat, Ginny bersama dengan para editor lain sedang bergumul membaca sesuatu. Saking asyiknya bahkan telepon yang terus berdering saja tak diangkat. "Dasar," ucap Hermione dalam hati. Memang rata-rata diperusahan ini banyak wanita sebagai editor dan pembaca novel akut.

"Ginny, ada apa?" tanya Hermione menatap Ginny yang sedang memandang majalah antusias.

"Hermione. Lihatlah ini. Dia sungguh tampan bukan? Usianya masih muda dibawah kita. Tapi dia sungguh tampan," seru Ginny histeris menyodorkan majalah ditangannya.

"Benarkah?" tanya Hermione mengambil majalah itu dan menatap cover depan majalah itu. "Ginny, kau menyukai majalah dewasa?"

"Ah, itu cuma inspirasi, melihat pria telanjang tanpa busana kadang bisa menambah wawasanmu, Hermione. Mengingat kau adalah pembuat novel romantis-erotis," sindir Ginny. Hermione hanya melotot menatap Ginny.

"Apa bagusnya dari pria ini?" tanya Hermione. Menatap pria yang sedang berdiri tanpa mengenakan busana dan hanya mengenakan celana jeans panjang. Tubuhnya berotot dan bagus. Rambutnya hitam legam, matanya kelabu dan menyeringai seperti akan mempermainkan wanita. Ditambah lagi pose-pose seperti berdiri, berbaring atau lainnya yang rata-rata dapan membuat para wanita meleleh. Membuat Hermione bergidik ngeri membayangkannya.

"Bagaimana Hermione?" tanya Ginny antusias.

"DIa sebuah inspirasi bukan?"

"Inspirasi dari mana? Dia bukanlah seleraku, biasa saja." ucap Hermione mengembalikan majalah itu ke Ginny dan orang-orang itu hanya bisa diam mendengar jawaban Hermione yang bisa membuat dirimu diam membatu.

"Hermione. Kurasa matamu rusak. Terlalu banyak bergulat didepan komputer." Ucap Ginny menyindir.

"Tentu saja, lihat saja seperti apa wajah orang yang telah memutuskannya?" seru Lavender jutek. "Bagus Ron memutuskanmu dan sadar bahwa kau itu tak cantik,"

Hermione diam mendengar perkataan Lavender yang bisa dibilang menyakitkan hati. Dengan segera Hermione mengubah wajahnya kembali, ia hanya tersenyum kecil dan menatap jam didinding. "Oh, tidak. Aku harus menonton film kesukaanku. Bye, Ginny." Seru Hermione berlari keluar.

Sebenarnya, tak film apapun yang ingin dilihat Hermione. Namun, perkataan Lavender barusan. Sungguh membuat hatinya hancur. bagaimana tidak? Hermione adalah seorang pembuat novel terkenal dengan cerita yang romantis dan erotis. Namun, kebenarannya dalam urusan cinta dia adalah orang yang payah.

Hermione hanya bisa menghela nafas berat menatap orang-orang yang sedang bersama kekasihnya. Bagaimana tidak? Setelah peluncuran novelnya yang terakhir. Ron segera memutuskannya dan lebih memilih mengikuti menjadi tentara.

Okay, itu keinginan Ron. Namun, berpisah dengan Ron dan merelakan sang kekasih pergi berjuang kelak. Sungguh, membuat hati Hermione tersiksa. Akhirnya, pilihan yang bagus. Putus, sebuah perkataan yang mengandung makna.

Sebuah perkataan yang bisa menghancurkan jalinan cinta yang sudah terajut selama enam tahun.

Ia masih mengingat. Bagaimana, ia bisa bertemu dengan Ron di kantor Harry. Ketika umurnya sembilan belas tahun. Dan kini, ketika Hermione berumur 25 tahun hubungan itu harus berakhir. Menangis sepanjang hari, tak mau makan atau melakukan apapun. Bahkan novelnya yang sudah dibuat setengah, hancur berkeping-keping. Karena, hati Hermione juga sudah hancur.

Setahun untuk memulihkan diri. Baru, ia bisa menyelesaikan novelnya dan berharap. Ia tak mau berdekatan dengan pria manapun agar inspirasinya tak hancur.

Menyedihkan memang. Hermione memiliki wajah yang tak buruk-buruk amat, malah cantik. Wajahnya yang melambangkan wajah orang english pada jaman dahulu, aura klasik yang terpancar di wajahnya membuat banyak pria yang menginginkannya. Ditambahlagi, tubuhnya yang bisa dibilang bagus. Kecil dan ramping. Ia juga tak pendek-pendek amat.

Rambutnya yang coklat bergelombang. Suaranya yang merdu. Seolah sempurna dan memang harus ditakdirkan sempurna. Namun, naasnya Hermione sama sekali parah dalam urusan cinta.

Ginny, sudah berapa kali berganti pacar. Menangis semalaman dan besoknya sudah bisa mencari sang penganti.

Lavender, apalagi dengan wanita itu. Rasanya sudah tak ada cinta dihatinya. Putus ya putus. Jarang Hermione melihat wanita itu menangis karena cinta atau semacamnya.

Banyak wanita yang seperti itu. Namun, Hermione bukanlah tipe seperti itu. Baginya cinta adalah sebuah yang sakral dan rapuh harus dijaga betul-betul. Namun, apa bedanya. Hermione memberikan cinta. Namun, para pria lebih banyak mempermainkannya dan membuat Hermione menangis setiap malam.

"Ah, lupakan itu semua." Ucap Hermione kepada dirinya. Kini, umurnya sudah dua puluh tujuh dengan karir sebagai author yang cermelang. Banyak orang-orang yang sangat menginginkan kembali karyanya. Jadi lebih baik, ia segera mencari inspirasi lain sebelum para pengemarnya lapuk.

Hermione membuka pintu rumahnya yang kecil. Kecil namun nyaman. Dirumah inilah semua inspirasi Hermione dan juga saksi bisu tangisan Hermione yang bergema setiap malam. Hermione menghempaskan tubuhnya kesofa, menatap langit-langit dengan pandangan kosong.

Mungkin banyak yang berpikir Hermione adalah wanita yang hebat. Bagaimana tidak, novelnya yang bisa dibilang sang wanita adalah karacter yang kuat. Dilanda ombak cinta tetap saja teguh pendirian.

Kenyataannya, Hermione adalah seorang yang rapuh dan tak memiliki siapapun. Ralat, ia memiliki teman-temannya dan saudaranya Tom Marvolo Ridle.

Tom Ridle, pasti namanya sudah tak asing lagi. Tentu saja sang kakak nyaris sama terkenalnya dengan sang adik. Sebagai seorang fotografer yang hebat dan bisa menyiapkan karya-karya yang cermelang dan briliant.

Berkerja sebagai fotografer ternama di sebuah majalah terkenal. Disebut juga sebagai orang yang multi talent dalam bidang fashion, bagaimana tidak? Dia bisa merangkap sebagai fotografer, model, menata gaya, bahkan sebagai pemilih baju.

Semuanya yang berbau Fashion tentu dia bisa jawab dengan mudah seperti membalikan tangan.

Hermione menatap foto kakaknya itu. Kakaknya sedang ada di indonesia, yang katanya sebagai surga. Karena keindahan alamnya, mungkin dua minggu lagi baru bertemu.

Satu lagi. Tom adalah tipe pria yang kuat, sayang terhadap Hermione, seorang kepala keluarga juga. Hermione masih ingat bagaimana Ron yang dihajar babak-belur, karena sudah membuat Hermione menangis dan agak sedikit depresi.

Oh ya, jangan lupakan. Bela diri, yang dikuasainya. Membuat para pria harus berpikir dua kali untuk melawan kakaknya ini.

Yah, Cuma Tom yang dimiliki Hermione. Orang tua mereka meninggal ketika Hermione berumur sebelas tahun dan Tom yang berusia empat belas tahun.

Kakaknya yang dingin dan nyaris tak memiliki ekspresi sedikitpun. Tak menangis atau apa, hanya memeluk Hermione dan memenangkannya. Sungguh dewasa.

Namun, dibalik itu semua. Hermione masih ingat. Bagaimana, Tom menagis ketika malam hari. Mendekap dirinya dan memandang foto kedua orang tuanya. Ia tak ingin membuat Hermione khawatir dan berpura-pura kuat padahal itu semua palsu. Karena itu, Hermione sangat mendambakan seorang pria yang sama seperti kakaknya.

Tom banting tulang menjadi kepala keluarga. Keluar dari sekolahnya pada saat itu juga dan menjadi kuli bangunan.

Hermione masih mengingat ketika Tom pulang. Tubuhnya lecet dan berdebu. Tangannya berdarah karena luka lecetnya yang besar. Hermione menangis dan terus menangis.

Namun, Tom hanya diam. Mengulus rambut Hermione dan memeluknya. Perkataan Tom yang membuat Hermione menjadi gadis yang tidak manja dan tegar.

"Kalau kau adikku, kau harus menghapus air matamu. Jangan mau dipandang rendah dan janganlah menangis. Hapus air matamu dan cobalah menjadi kuat."

Sejak saat itu, Hermione bersumpah akan menjadi seorang yang kuat dan tahan banting. Ia tak mau mengecewakan kakaknya yang terus menghawatirkannya.

Yah, dua minggu adalah waktu yang cukup lama. Ia merindukan kakaknya dan ingin menaktirnya atas gajinya yang baru didapat. Mengingat siapa yang terus menaktirnya ketika ia sedang bokek.

Menghela nafas berat. Ide buat novel selanjutnya saja belum datang. Ingin sekali ia mengetik.

Baginya mengetik sungguh mengasikan, melancarkan ide ketika kamu sedang begulat dengan laptop. Jari-jari yang seperti sedang bermain dengan piano hanya saja kau sedang bergulat dengan laptop. Membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya dan membayangkan semua yang ada ditokoh dalam novel.

Tentu Hermione bisa membuat apapun didalam novelnya. Seolah dialah sang pemimpin didalam novel itu. Romantis dan erotis adalah genre yang paling senang dibuat oleh Hermione. walaupun ia hanya pernah berciuman saja dengan kekasihnya. Tanpa embel-embel lebih.

Ciuman panaspun belum. Kakaknya mewanti-wanti keras bahwa Hermione harus jaga jarak dan cowok yang nanti mendapatkan seutuhnya dari Hermione, adalah pria yang tak jauh beda dengan dirinya. Selera kakaknya sungguh tinggi, membuat Hermione menghela nafas berat. Restu dari kakak sangat ampuh.

Sebenarnya Tom sudah menerima dengan ihklas jika nanti keponakannya akan memiliki rambut merah. Maka ia merestui dengan Ron mengingat Ron bukanlah pria yang macam-macam atau apa. Namun, apa nyatanya? Tom benar-benar tak mau memandang Ron lagi sekarang.

"Ah, Lupakan. Itu cuma masa lalu, Hermione Marvolo Ridle."

Suntuk atas ide yang tak bisa didapat atau apa. Kurasa secangkir kopi bisa melancarkan idenya kembali.

Berdiri dari kursinya, mengenakan kaos putih dan celana jeans panjang dan sepatu boot.

"Hidup baru. Aku datang,"

-Xoxoxoxoxoxo-

Hermione tersenyum kecil ketika melangkahkan kaki keluar dari kedai kopi. Bau kopi yang harum dan bau lembut dari susu membuat ia tersenyum gembira. Baru berjalan beberapa langkah, dan ketika Hermione hendak meminum kopi itu. Seseorang pria dibelakangnya menubruknya dengan keras, membuat ia dan pria itu terjatuh. Kopi yang ada ditangannya tumpah mengenai bajunya yang putih membuat pakaian dalamnya kelihatan. Tubuh Hermione dibawah pria itu. Rasanya bagaikan ditimpa oleh sapi.

Pria itu juga sama, bajunya kotor. "Maaf," serunya ketika melihat Hermione yang memandangnya kesal. "Kau harus ganti rugi," seru Hermione mencekram tangan pria itu. Wajahnya terlihat familiar bagi Hermione, namun Hermione tak mau mengingatnya.

Pria itu menatap wajah Hermione yang belumuran kopi lalu turun ke bagian bawah baju Hermione. "Hitam," serunya. Dengan segera Hermione melihat bajunya, menampar pria itu dan menutupi tubuhnya. "Kau brengsek,"

"Aku minta maaf. Namun, aku tak bisa lama-lama," ucapnya berdiri menyerahkan jaket yang dipakainya. "Pakailah, tutupi itu," seru pria itu menyerahkan jaket, namun matanya melihat kearah lain. Hermione menggerutu pelan, menerima jaket pria itu dengan tidak iklas.

"Kau harus ganti, minumanku." Serunya galak.

"Baiklah, tapi nanti. Aku sedang—" ucapan pria tak dikenal itu terpotong ketika dua orang pria mengenakan jas hitam berlari mengejarnya. "Itu dia. Cepat tangkap,"

Pria itu hendak berlari. Namun, Hermione menarik bajunya. "Kau harus ganti baju, kakiku memar sekarang. Atau aku akan menuntutmu,"

"Ah kau ini, menghambatku saja." seru pria itu. Menatap dua orang yang semakin dekat.

Tanpa banyak bicara, pria itu segera mengendong Hermione dengan gaya putri dan segera berlari menjahui dari kejaran dua orang pria itu.

"Apa-apaan kau, lepaskan aku. Lepaskan," seru Hermione memukul badan pria itu meronta-ronta untuk dilepaskan.

"Diamlah, aduh. Kau ini berat sekali,"

"Kurang ajar! Kau berkata bahwa aku gemuk?" tanya Hermione tidak terima.

"Bukan. Bukan itu maksudku, kau diam saja. Aku sedang berusaha berlari dari kejaran dua orang itu," serunya panik. Berlari dengan mengendong seorang wanita sungguh tak mengenakan.

"Kenapa? Kau kepergok mencuri pakaian dalam?" tebak Hermione asal.

"Hei. Apakah tampangku seperti itu?" ucap pria. Mata yang kelabu terus mencari jalan disekeliling yang bisa dibilang aman.

"Ya,"

Pria itu hanya mendengus. "Oh, aku tak tahu kota ini." Seru pria itu mengeluh.

"Apa kau tak tahu? Kau mau menculikku ya?" ucap Hermione melotot menatap pria itu.

"Tidak. Buat apa aku menculik wanita cerewet sepertimu. Mereka adalah orang jahat yang hendak membunuhku," ucap pria itu. Terlihat jelas dari wajahnya ia sungguh ketakutan dan bingung.

"Benarkah? Kau tak bilang. Lihat belokan sebelah, masuk situ. Itu adalah tempat yang aman." ucap Hermione menunjuk dan pria itu segera menuju tempat itu.

"Kemana dia. Cepat sekali menghilang," seru pria dengan kulit hitam legam,

"Kami kehilangannya," ucap salah satu pria dengan kulit putih menekan ponsel.

"Ah itu dia, dia masuk kedalam belokan itu," ucap pria kulit hitam melihat mangsanya.

"Sekarang bagaimana?" tanya pria itu sedikit risih dengan ruangan sempit yang ternyata jalan buntu. Namun ada bagusnya, banyak kekasih yang sedang berciuman mesra disitu. "Kau menjebakku?" ucap pria itu melotot kesal kepada Hermione.

"Aku tak tahu. Kalau ini jalan buntu," ucap Hermione tak mau kalah.

"Kau bilang kau tahu. Kau bilang ini tempat aman,"

"Itu dia. Diantara pasangan ini," ucap pria kulit putih itu mencari pasangan satu-persatu.

Wajah pria itu semakin memucat. Ia tahu bahwa dua orang yang sedang mengejarnya akan segera tahu. Dan dia akan tertangkap? Tidak.

Ia memandang Hermione dengan memelas. Hermione hanya menatapnya bingung. "Apa?" tanya Hermione.

"Maaf," serunya dan—

"Itu mereka," ucap pria itu menunjuk dua sepasang kekasih yang sedang berada dipojok ruangan. Melewati Hermione dan pria asing itu.

Wajah Hermione memerah ketika menyadari apa yang sedang terjadi. Pria asing itu menciumnya tepat dibagian bibir. Bukan cuma itu, bahkan juga sedikit melumat bibir Hermione. Hermione meronta namun pria itu memeluknya dan terus menciumnya.

"Mereka tak ada disini," ucap salah satu pria yang mengejarnya dan berlari.

JRRREEEEPPPRRREETT.

Sebuah kilatan dari kamera membuat pria itu melepaskan ciumannya dari Hermione dan memandang ke belakang.

"Paparazzi," seru pria itu menutupi wajahnya agar tak terlihat kamera. Tentu ada dua atau tiga paparazzi yang ternyata diruangan itu menyamar sebagai sepasang kekasih.

Dengan segera pria itu menarik tangan Hermione. Namun, kaki Hermione masih sakit dan membuat pria asing itu harus mengendong kembali mencari tempat aman.

"Aku membenci kota ini," seru pria itu segera berlari. Terlihat jelas keringat dingin mulai menetes dari wajahnya yang tampan. Rambut merahnya yang sama seperti Ron mulai berkeringat. Ada sebuah taman dan pohon yang rimbun. Dengan segera pria itu melompat masuk kedalam pohon-pohon yang lumayan lebat.

"Apa yang sebenarnya sedang terjadi?" tanya Hermione yang kini sedang berbaring terngkurep. Diatas kepalanya ada tangan pria itu yang sedang menahannya untuk tak berdiri. Tubuh mereka berdekatan dan membuat jantung Hermione berdetak kencang.

Pria itu diam tak menghiraukan pertanyaan Hermione. Mata kelabunya masih memperhatikan orang-orang yang berlari mencarinya yang kehilangan dirinya.

Setelah dirasa aman. Baru pria itu membantu Hermione berdiri. "Maaf telah membuatmu seperti ini. Ini uang ganti rugi," ucapnya mengeluarkan beberapa lembar uang. Hermione menerimanya dengan tanda tanya besar dikepalanya.

"Kurasa aku tak bisa banyak bicara denganmu. Maaf dan terimakasih, kuharap aku bisa bertemu denganmu kelak," ucap pria itu kembali berlari.

"Aneh," ucap Hermione dan menyadari sesuatu. "Hei, Jaket—mu," ucap Hermione mencari keberadaan pria itu. Namun sudah menghilang.

Hermione merasa pusing dengan kejadian barusan. Dengan segera ia pulang. Acara minum kopinya batal. Karena, pria itu. Ditambah lagi, pria itu juga sudah merebut ciumannya yang berharga.

'Mereka akan membunuhku!' ucapan pria itu tergiang kembali ditelinganya. "Apakah pria itu. Jangan-jangan dia buronan! Bodoh sekali aku membantunya," ucap Hermione memukul-mukul kepalanya. "Namun, wajahnya terlihat familiar. Tapi dimana ya?"

Tubuh Hermione kini berbau kopi. Ia melepaskan jaket milik pria itu yang lebih besar dari tubuhnya. "Kurasa, aku harus segera mencucinya." Ucap Hermione berjalan kekamar mandi.

Hermione tak mau ambil pusing dengan kejadian barusan. Ia memijat pelipisnya dan memasuki bathtub dengan aroma greentea. Ia dapat merasakan tubuhnya menjadi rileks sebentar.

Merasa sudah baikan. Dengan segera Hermione menuju kamarnya. Merebahkan tubuhnya di kasur miliknya.

"Lupakan hari ini. Semoga besok berjalan dengan lancar dan biasanya." Ucap Hermione memejamkan matanya dan jatuh tertidur.

Hari selanjutnya, kehidupan Hermione berubah total.

-XOxoxoxoxxoXO-

Hermione mengerjapkan matanya berulang-ulang ketika suara di ponselnya terus berbunyi. Hermione setengah mengutuk orang yang terus menelponnya tanpa henti. Mata Hazelnya menatap layar handphone miliknya yang menampilkan nama Ginny, sahabatnya yang terus menelponya bagaikan di teror.

"Ya, Ginny?" tanya Hermione setengah sadar.

"Hermione," jerit Ginny senang yang membuat Hermione bangun dari tidurnya. "Apakah kau sudah melihat koran pagi ini? Ada fotomu." Seru Ginny cepat.

"Be—belum. Aku akan segera membacanya," ucap Hermione segera mematikan ponselnya.

Hermione berjalan malas menuju dapur. Mengambil sekotak susu dari kulkas, menuangkannya di gelas. Lalu meminumnya sedikit. Hermione membuka pintu rumahnya, sebuah bungkusan yang berisi koran pagi ini. Dengan malas Hermione membuka bungkus koran itu. Ia meneguk susu yang berada tangannya.

Mata Hermione memebelalak ketika melihat wajahnya bersama dengan pria asing yang kemarin. Ditambah lagi adengan ciuman dan pria itu yang mengendong Hermione seperti putri. Terpampang jelas.

Yang lebih mengejutkan tulisan besar sebagai judul koran.

"Big News. Bintang majalah dewasa dan pewaris Malfoy Corp, Draco Malfoy. Terjepret kamera sedang bersama dengan wanita yang tak dikenal. Mereka berciuman mesra dan terlihat sekali Draco menyembunyikan hubungan mereka yang romantis."

"Apa ciuman mesra? Jelas sekali aku meronta-ronta," ucap Hermione jengkel. Ponselnya kembali berbunyi.

"Ginny,"

"Aku tak percaya. Kau mengenalnya, Hermione. Kenapa kau tak pernah bilang?" ucap Ginny antusias.

"Ginny. Aku sama sekali tak mengenalnya. Bahkan aku tak sadar bahwa itu adalah dirinya,—" ucap Hermione terpotong ketika suara ketukan terdengar.

Setengah mengerutu akan siapa yang datang. Hermione membuka pintunya dengan malas.

Jantung Hermione nyaris terlonjak ketika melihat siapa tamunya.

"Hello. Kita bertemu lagi," serunya senang sementara dibelakangnya terdapat dua pria yang kemarin mengejarnya.

"Draco Malfoy?!"

-To Be Continued-

A/N : Hello aku kembali lagi dengan judul baru. Hehe, SCANDAL. Semoga kalian semua terhibur dan mereview hehe.

Cerita ini sebagai pengganti Yes, My Lord yang sudah tamat.

Semoga kalian menikmati cerita ini hehe,

Constantinest