Eyedrops © Kiyoha, Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi. Tidak ada keuntungan finansial yang didapat dari cerita ini.

Pair: Susa x Imayoshi

Genre: Entahlah—friendship maybe? /dibuang

Rate: K+ cukup~

Warning: Nyerempet OOC karena dibutuhkan (?), maybe typo(s) dan kekurangan-kekurangan lainnya. For #CrackPairingCelebration. Mind to RnR?


.

.

Ah, aku lelah melihatnya.

Hari ini juga Imayoshi sibuk dengan kegiatannya bermodus ria—entah hanya iseng atau memang benar-benar serius—kepada Izuki Shun. Entah mengapa ia hobi sekali melakukan hal itu setiap hari. Kemarin ke Hanamiya Makoto, sekarang ke Izuki Shun. Apa ia tidak sadar kalau ia sudah diawasi Kiyoshi Teppei—yang selalu memasang tatapan membunuh setiap melihatnya? Kalau aku, sudah pasti akan langsung menghindar. Dasar Imayoshi…

Ups, kurasa aku belum memperkenalkan diri, ya? Namaku Susa Yoshinori, small forward dari tim basket SMA Touou yang terkadang terlupakan oleh orang-orang. Tapi bukannya aku keberatan, kok. Aku sudah terbiasa menjadi orang yang hanya membantu di belakang.

Dan dia ini—si tukang modus ini—Imayoshi Shouichi, point guard sekaligus kapten tim basket kami. Dia adalah orang yang paling dekat denganku… Mungkin. Akhir-akhir ini aku juga sering memperhatikannya. Imayoshi itu memliki banyak kelebihan, salah satunya adalah tampang yang lumayan ikemen, dia juga baik hati terutama kepada anggota tim basket—walau kadang sadistik, ditambah lagi dengan otak encernya.

Tapi ya, hal yang membuatku kesal adalah itu—fakta bahwa ia hobi sekali modus ke orang lain! Terkadang cara bicaranya juga sedikit menyebalkan, benar-benar tidak manis.

Namun syukurlah, sepertinya opiniku terhadap Imayoshi yang menyebutkan bahwa ia 'benar-benar tidak manis' harus kuralat. Karena akhir-akhir ini, aku menemukan hal yang dapat membuat Imayoshi menunjukkan sisi manisnya, yaitu—

"Susa, bisa bantu aku memakai obat mata?"

—seperti yang tertuliskan di dialog atas, yaitu memakai obat mata.

.

.

.

.

"Tunggu, Imayoshi. Bagaimana aku bisa memakaikanmu obat mata kalau kau saja terus menutup matamu seperti itu?"

Aku mengernyitkan dahi kesal, sementara Imayoshi hanya tertawa-tawa kecil sambil duduk manis di salah satu kasur UKS. Dasar, dia masih sempat-sempatnya saja bercanda di saat serius begini. Ah ya, kalau hanya berdua begini aku tidak perlu memanggilnya kapten. Itu hanya keformalan dalam klub saja.

"Hahaha, maaf, Susa. Habis kau tahu 'kan, aku tidak suka memakai obat mata,"

"Tapi matamu 'kan sensitif. Padahal kau sudah memakai kacamata yang bisa melindungi matamu—"

"Mou, Susa! Akhir-akhir ini kan berdebu. Lagipula sensei terus saja menyuruhku duduk di barisan belakang, mataku kan lelah kalau harus melihat papan tulis dari jarak jauh…" protesnya dengan kansai-ben yang khas. Aku menghela napas. Memang benar sih, kalau sensei menyuruh Imayoshi duduk di barisan belakang. Habisnya ia 'kan sudah pintar, dan ia juga sering main-main sendiri di mejanya. Yang dilakukan sensei sudah benar, menurutku.

"Kau 'kan pintar, Imayoshi. Lagipula kalau kau hanya akan bermain-main di tengah pelajaran, lebih baik kau duduk di belakang."

Imayoshi menggembungkan pipinya, ngambek. Haah, dia selalu begini. Ya sudahlah, dia memang begitu. Tangan kananku akhirnya mencoba membuka paksa matanya yang menyipit.

"Ow, ow, Susa! Iya, iya, aku membuka mataku!"

"Jangan ditutup, lho." tegasku sekali lagi.

"Iya, aku mengerti!"

Imayoshi akhirnya menyerah dan membuka matanya—walau masih sedikit bergetar. Sepertinya ia tidak rela dipakaikan obat mata, padahal ia sendiri yang meminta. Bagaimana, sih.

"Imayoshi… Kau takut, ya?"

"A-Aku bukannya takut, Susa! Sudah, cepat!"

"Haah, iya, iya."

Sekarang bukan hanya kelopak matanya yang bergetar karena takut dengan tetesan obat mata yang sudah bersiap meluncur di atasnya—badannya juga tidak kalah bergetar.

Seriously? Dia benar-benar takut?

Mau tidak mau, aku jadi berpikir Imayoshi yang sedang begini lucu juga. Padahal biasanya ia sangat sok—dalam hal apapun. Hee, kau bisa lemah seperti ini juga.

Ya sudahlah, menggodanya seperti ini juga tidak baik, sebaiknya aku cepat-cepat meneteskan obat mata ke matanya yang mulai memerah. Kasihan juga.

Tes.

"Ukh!"

Imayoshi langsung menutup matanya secara refleks tatkala tetesan itu jatuh membasahi pupilnya. Aneh, apa memakai obat mata seperih itu? Terakhir aku memakainya, rasanya hanya dingin.

"Hauu—Susa, periiih!"

Ia mengerang pelan, tangannya mulai sibuk menggosok-gosok mata kanannya. Aku terdiam. Imayoshi yang itu—mengerang kesakitan seperti anak kecil. Bahkan air mata mulai mengalir dari pelupuknya. Saat ini ia terlihat begitu manis—

Tunggu, apa?

Aku menggelengkan kepala, mengusir pikiran anehku jauh-jauh. Sial, aku sempat terpana melihat Imayoshi yang mengerang kesakitan. Tapi aku tidak bisa berbohong—dia memang terlihat manis ketika sedang menahan perih seperti itu.

Tidak, aku bukan seorang yang sadis, tidak seperti Imayoshi. Bukannya aku suka melihat wajahnya saat menderita, tapi memang dia benar-benar seratus kali lebih imut dari biasanya! Kalau aku membawa kamera, mungkin aku akan memotret—Aaah, lupakan itu, aku harus menghentikan Imayoshi menggosok matanya.

"Imayoshi, jangan digosok seperti itu. Nanti malah makin parah. Hei, kau dengar aku?"

"Nggak mau."

"Imayoshi!"

Tak sabar, aku menahan kedua tangannya di samping tubuhnya. Imayoshi menutup matanya rapat-rapat, sepertinya masih merasa perih. Aku mengambil sapu tangan dari saku blazer-ku kemudian mengusapkan sapu tangan itu ke mata Imayoshi yang memerah.

"Kalau perih, diusap saja. Jangan digosok, ya?" aku melembutkan suaraku, karena sepertinya tegas atau lembut sama saja kalau ia sedang sibuk sendiri seperti ini. Membuka kedua matanya, Imayoshi menatapku dengan tatapan badmood.

"Susa jahat."

"Bukannya aku jahat, kau kan yang memintaku! Lagipula kau nggak bisa diam, sih!"

Aah, dia kembali menggembungkan pipinya kemudian membuang muka. Wajar saja sih, kalau ia kesal denganku. Tapi itu salah dia, 'kan! Dia yang meminta dibantu memakai obat mata, dia yang nggak bisa diam, kenapa malah aku yang disalahkan? Memang Imayoshi sangat sulit dimengerti apa maunya.

Tapi—dia manis kalau sedang begini, sih.

.

"Yak, sekarang mata sebelah kiri. Ayo buka, Imayoshi."

"Hah?! Bukannya cukup mata kanan saja?!"

"Nggak bisa begitu. Ayo cepat buka, atau akan kubuka paksa."

"Susa hidoi!"

.

.

.

.

Imayoshi memakai kembali kacamatanya yang ia letakkan di atas meja suster. Kedua matanya memerah berkat dipakaikan obat mata tadi. Hei—itu bukan salahku, ya! Harusnya kan obat mata dapat menghilangkan mata merah, tapi ini salahnya yang terlalu keras menggosoknya!

Sudahlah, aku tidak mau tahu lagi.

Aku membuka lemari obat kemudian meletakkan obat mata di dalamnya. Menoleh ke arah Imayoshi, ia masih saja ngambek. Ah ya ampun—wajah ngambeknya entah mengapa terlihat manis. Tapi tetap saja, aku tidak bisa membiarkannya ngambek selamanya hanya karena aku memakaikannya obat mata.

"Hei, Imayoshi." Aku mendekatinya kemudian duduk tepat di sebelahnya. Ia masih saja tidak mau memandangku.

"Kau itu sudah tahu lemah dengan obat mata, masih saja."

"K-Kalau aku bisa mengobatinya selain dengan obat mata, pasti aku sudah melakukannya dari dulu, Susa!" serunya kesal kepadaku.

"Tapi bagaimanapun aku berusaha melindungi mataku—dengan cara menyipitkannya setiap saat—setiap aku membukanya, pasti langsung terkena damage!"

Ia masih saja menyerocos panjang, menyerukan keluhannya—aku hanya bisa sabar mendengarkannya sambil tertawa pasrah. Dasar Imayoshi, ada-ada saja.

Tapi—aku menyukai saat-saat ini. Melihatnya yang seperti itu mengasyikkan, ia juga terlihat manis kalau sedang begini. Bisa dibilang kalau ini satu-satunya saat di mana ia lengah dan menunjukkan kelemahannya yang begitu imut—setidaknya itu menurutku. Mungkin mulai saat ini, aku akan terus membantunya memakai obat mata, modus-modus melihat tampangnya yang lucu itu.

...

"Nee, Susa?"

"Apa lagi?"

Imayoshi tersenyum jahil—sementara aku memandangnya dengan bingung.

"Barusan kau menganggap tampangku seperti ini manis, kan? Tertulis dengan jelas di wajahmu, tuh~"

…Err…

"Susa nakal, ya."

…Kutarik lagi perkataanku.

Ternyata memang ketika ia mulai berbicara, ia tidak ada manis-manisnya sama sekali!

Aku menyentil dahinya dengan tangan kananku, membuatnya meringis. Ukh, dia benar-benar membuatku kesal dengan kalimatnya barusan. Aku tahu ia bisa membaca pikiran orang, tapi... Bisa-bisanya dia menggodaku seperti itu!

Tapi… Ini aneh. Walaupun aku sudah tahu kalau ia menyebalkan dan tidak ada manis-manisnya sama sekali, namun…

Mengapa aku masih saja… Jatuh hati padanya, ya?

.

.

.

.

~END~


Author Note:

Uuukh, apa iniii *kubur diri* Maafin ya aduh ini fic macam apa- *ngumpet*

Akhir-akhir ini kiyoha lagi ketagihan banget sama SusaIma, dan berhubung ficnya di FFN cuma 5 biji-an, jadi nyoba meramaikan, deh~ Tapi takut kiyoha malah nyampah huhuhu ini fic macam apa coba-terus maapin kiyoha yang bukannya ngeupdate ff lain ya, huwaaaa *kabur*

Awalnya ini cuma gegara kiyoha disuruh pakai obat mata karena akhir-akhir ini kebanyakan memandang leppie tersayang (hahaha) jadi matanya agak merah, malah jadi inspirasi ff begini. Habis kiyoha nggak tahan sih mau bikin uke!Imayoshi yang kyut gini. Jarang-jarang ada, kan? xD

Oke, lastly, maukah readers sekalian meninggalkan jejak di kolom ripiu, maupun double F? xD *ngarep* /hei

kiyoha