Derap langkah yang timbul dari hentakan sepasang kaki dengan lantai kayu seolah berusaha untuk memecah kesunyian di dalam sebuah ruangan, tepatnya di dojo(1) kendo SMA Konoha Gakuen. Tak lama berselang, suara langkah kaki tersebut tak lagi terdengar, digantikan dengan suara benturan yang berasal dari tumbukan antara pedang kayu dengan men(2) salah satu dari dua orang kendoka(3) yang tengah bertempur.
"Ippon(4), Sabaku-san!"
Kesunyian ruangan kembali digantikan, kali ini dengan suara tepuk tangan dan siulan. Salah satu kendoka yang baru saja memperoleh kemenangan melepaskan mennya. Tampak seorang gadis dengan rambut pirang dengan sepasang mata berwarna teal menghela napas.
"Temari-senpai makin hebat saja!" puji seorang gadis berambut merah muda sambil memberikan Temari botol minumnya, tak lupa dengan sebuah handuk untuk menyapu peluhnya.
"Terima kasih, Sakura-chan," ujar Temari setelah menenggak air dari botolnya. "Kau juga jangan mau kalah dariku, harus rajin latihan," sambungnya sambil mengacak rambut merah muda milik kouhai(5)nya. Sakura hanya tertawa kecil.
"Laporan tentang kasus itu sudah selesai, Shikamaru?"
Seorang pria berambut hitam tertangkap basah oleh atasannya ketika ia sedang menguap lebar. Ia lalu menatap malas pada atasannya itu.
"Bukankah Anda bilang paling lambat laporannya diserahkan besok? Berarti setidaknya aku masih punya waktu sekitar... ah, tujuh belas jam lagi, mungkin?" balas pria berambut hitam berkuncir tinggi—Shikamaru, datar tanpa lupa menguap di akhir kalimat.
"Ck... kau ini benar-benar tidak ada keinginan untuk menyerahkannya lebih awal, ya?" ujar atasannya yang juga memiliki rambut hitam namun wajahnya dihiasi jenggot—Asuma, pasrah. "Setidaknya ceritakan padaku tentang kasus aneh itu..." sambung Asuma sambil menarik kursi untuk duduk di depan bawahannya.
"Hah, mendokusei," pria itu menghela napas. "Begini, saat mayat ditemukan sudah nampak lebam mayat. Darah yang masih mengalir digunakan untuk menyembunyikan waktu perkiraan mayat sebenarnya, cukup dengan aspirin maka darah yang mengental akan menjadi cair kembali. Setelah mengetahui hal tersebut..."
PIP PIP PIP
Sebuah bunyi dari komputer yang berada di sebelah kanan Shikamaru menginterupsi ucapan pria berkepala mirip nanas itu. Segera Shikamaru mengecek komputernya. Sepersekian detik kemudian, Asuma dapat melihat bawahannya menyeringai senang dan aura malasnya lenyap begitu saja.
"Sesuatu yang bagus, eh, Shikamaru?" tanya Asuma penasaran.
""Cacing"ku baru saja menembus dinding terakhir dari sistem keamanan dari database store milik Kementrian Pendidikan Konoha... Nah, sekarang kita lihat apa yang bisa kita temukan..."
Seringai milik Shikamaru makin lebar seiring ia mengetik dan mengklik. Asuma hanya bisa bersyukur kalau pria itu ada di sisi yang sama dengannya. Punya musuh seperti Shikamaru adalah hal yang akan sangat merepotkan...
Sabaku Temari, siswi kelas 2 SMA Konoha Gakuen. Tidak hanya terkenal karena sifatnya yang keras kepala, tukang ikut campur, dan emosian, tapi juga terkenal akan kehebatannya dalam ilmu bela diri dan olahraga. Menurut kabar yang beredar ia pernah melawan satu geng berandalan di sekitar Konoha Gakuen tanpa terluka sedikitpun, membuat geng berandalan tersebut enggan mangkal di sekitar Konoha Gakuen setelah perkelahian tersebut sehingga para murid tidak harus khawatir lagi apabila pulang terlalu sore. Tidak hanya dalam bela diri, ia juga pandai dalam negosiasi dan mencari informasi—dengan bumbu ancaman tentunya, berbohong dan berakting.
Nara Shikamaru, pria lulusan Jurusan Kriminologi Universitas Konoha dengan IQ 200. Di usianya yang masih 22 tahun ia sudah menjadi inspektur di Kepolisian Konoha. Namun, mengetahui bahwa dunia kepolisian tidak lebih bersih dari dunia kejahatan, ia memutuskan untuk menjadi salah satu detektif swasta di biro milik dosennya dulu, Sarutobi Asuma. Selain kemampuan analisisnya yang cepat dan tepat, ia juga memiliki pengetahuan yang luas tentang obat-obatan, dunia medis—khusunya dalam bidang tanatologi(6), dan merupakan peretas yang hebat sejak dia duduk di bangku SMA. Namun mempunyai kelemahan yang amat besar, yaitu sifatnya yang pemalas dan kurang inisiatif terhadap segala hal yang tidak diminatinya.
Lalu bagaimana jadinya kalau kedua orang tersebut dipertemukan, dalam suatu kasus, misalnya?
Yellow Lily
A Naruto fanfiction
Naruto©Masashi Kishimoto
Yellow Lily (Plot)©Mizumori Fumaira
.
.
.
Genre : Mystery, Crime, Romance (as Subgenre)
Warning(s) : AU, a little OOCness, OCs, slow romance development, typos
Chapter 1: The Meeting (00000001)
Temari berusaha berjalan lurus dengan berbagai macam belanjaan di tangannya. Bukannya dia tidak kuat, mengingat dia bisa mengangkat beban yang beratnya dua kali lipat dari berat tubuhnya hanya dengan satu tangan, melainkan jumlah belanjaan yang terlalu banyak membuat gadis berkuncir empat itu sulit melihat kedepan karena pandangannya terhalang oleh kantung belanjaan.
"Huuh... seharusnya tadi kuajak Sakura saja. Lagipula si sialan itu berbohong, apanya yang dekat dari vila? Toko terdekat aja jaraknya sampai 1,5 kilo dari vila. Cewek sialaaan!" rutuk Temari keras-keras pada teman seangkatannya, Karin, yang juga pemilik dari vila yang tengah ia tempati untuk beberapa hari kedepan.
Klub Kendo SMA Konoha Gakuen tengah mengadakan liburan di vila milik manajer klub kendo, Karin, dalam rangka mengisi liburan musim panas. Harusnya Temari bersenang-senang, namun ternyata karena Sasori, orang yang sedang ditaksir Karin, lebih tertarik pada Temari, jadilah ia disuruh ini itu secara semena-mena oleh Karin, sebagai pembalasan dari Karin. Meskipun Temari orangnya kasar, toh ia tahu sopan santun, merasa kalau ia setidaknya harus sedikit berguna selama ia menginap di vila Karin.
Namun kalau sudah begini, bukankah sudah keterlaluan? Temari memastikan bahwa gadis itu akan menerima balasannya sesudah liburan musim panas.
Temari terus berjalan sambil memikirkan rencana jahat macam apa yang pantas diberikan pada gadis berambut merah itu. Namun pikirannya terhenti seketika ketika ia merasakan tetesan air mendarat di hidungnya. Hanya dalam waktu beberapa detik saja, tetesan air yang lain ikut menyerang dirinya dan kantong belanjaannya.
"Aaah , pake hujan segala lagi! Sial banget aku nggak bawa payung!"
Temari berlari menembus hujan yang semakin lama semakin deras. Ditambah dengan tetesan air hujan yang menghalangi pandangannya, ia semakin kesulitan dalam menentukan arah.
'Yang penting cari tempat berteduh dulu!' pikir Temari dalam hati.
Setelah beberapa menit berlari menembus hujan, Temari melihat sebuah bangunan—seperti mansion dua lantai, yang berdiri beberapa puluh meter darinya. Tak membuang waktu, Temari segera meningkatkan kecepatannya dan akhirnya ia sampai di depan pintu mansion yang tak berpagar itu.
Terlihat sebagai sebuah bangunan tanpa pemilik—dari cat yang kusam sampai kayu-kayu yang terlihat nyaris lapuk, juga halaman yang tidak terawat dengan rumput liar yang menggelitik betisnya.
Segera Temari berteduh di beranda mansion tua itu. Ia pikir dengan berdiri disana setidaknya butiran air hujan yang kian lama kian menderas tidak akan mengenainya. Tapi ternyata air hujan itu tetap menampar tangannya yang mendekap kantong belanjaan yang juga kehujanan.
"Mungkin sebaiknya aku masuk saja, ya?" gumamnya. Berpikir kalau hal tersebut tak sepenuhnya buruk, ia menurunkan beberapa kantong ke lantai agar setidaknya satu tangan miliknya bisa bebas untuk bergerak dan membuka pintu.
Ia lalu meraih gagang pintu dan mencoba membukanya. Setlah berkali-kali menaik-turunkan gagang pintu yang berat karena sudah karatan dengan tenaga ekstra, akhirnya terdengar bunyi 'klek' dari pintu. Suara decitan yang memekakan telinga terdengar saat ia mendorong pintu.
"Permisi..." ujarnya pelan.
Gadis itu sedikit terkejut karena tanpa diduga ada sesosok pria yang tengah duduk tepat menghadapnya. Saking kagetnya, tanpa sadar Temari tersentak mundur. Sosok itu membuka suara.
"Jangan ditu..."
BLAM!
"...tup"
Terlambat. Tumbukan antara daun pintu dengan punggung Temari alhasil membuat pintu tertutup. Sosok pria yang tadi langsung menampakkan wajah kesal.
"Hah, mendokusei. Terkurung lagi, deh..."
Temari hanya menatap bingung ke arah pria berambut hitam dengan kunciran yang membuat kepalanya mirip buah nanas. Kemudian ia dikejutkan lagi dengan kedatangan pria lain dengan tubuh gempal dan wajahnya brewokan.
"Tadi kudengar pintunya terbuka, Nara-san?" pria bertubuh gempal itu tidak sadar akan kehadiran Temari dan langsung bertanya kepada si pria berkepala nanas.
"Ya, ada tamu tak diundang lain yang masuk," ujar pria berkepala nanas sambil mengarahkan jempolnya ke arah Temari dengancuek, membuat pria bertubuh gempal itu menyadari keberadaannya. "Dan dia menutupnya kembali. Mendokusei."
"Me... memangnya kenapa kalau misalnya tertutup? Di luar 'kan sedang badai, jadi harus ditutup, 'kan?" akhirnya Temari berani protes.
"Masaahnya nona, pintu itu sedang ngadat dan hanya bisa dibuka dari luar," jelas pria bertubuh gempal itu dengan formal, namun tak dapat dipungkiri ada sedikit kecemasan terselip dalam nada bicaranya.
Bagi Temari yang punya tenaga melebihi manusia rata-rata, hal tersebut justru menjadi tantangan. Ditambah lagi pemuda berkepala nanas itu dari tadi terus menyalahkannya karena tanpa sengaja menutup pintu itu, makin membuatnya merasa tertantang untuk membuka pintu itu.
"Biar kucoba!"
Temari kali ini menurunkan semua kantong belanjaannya, lalu meraih gagang pintu. Setelah menaik-turunkan gagang pintu seperti tadi dan terdengar bunyi 'klik', ia menarik pintu itu.
"Oi, jangan dipaksa!" bentak pria berkepala nanas. Namun jangan sebut gadis itu Temari kalau ia menurut. Buktinya, gadis itu terus menarik pintu sambil sesekali menaik-turunkan gagangnya dengan tenaga yang ia miliki. Padahal belum semua tenaga yang ia miliki digunakan tiba-tiba saja...
TEK
Temari terlempar ke belakang karena gagang pintu yang ia tarik terlepas dari pintu tersebut, menimbulkan gaya reaksi yang menarik Temari ke belakang. Refleks kaki kanannya segera menahan tubuhnya agar ia tak terpelanting lebih jauh lagi atau menumbuk tanah.
"A...ah..." pria bertubuh gempal itu bergumam, nadanya terdengar frustasi.
"Sekarang kita benar-benar tidak bisa keluar dari sini. Dasar gadis keras kepala. Setidaknya kalau gagang pintu tersebut masih terpasang, kita bisa keluar dari sini nanti malam," pria berkepala nanas menatap Temari dengan wajah kesal campur malas.
"Ma... Maaf deh..." sesal Temari.
Pria berkepala nanas itu hanya memutar matanya bosan. Sementara Temari hanya berdiri, menunduk karena merasa bersalah. Tubuhnya yang basah kuyup mulai gemetaran karena kedinginan. Refleks, ia segera mendekap tubuhnya dengan kedua tangannya.
Sampai ia merasakan sesuatu yang hangat tersampir di bahunya. Jas hitam yang tadinya dipakai pria berkepala nanas berpindah ke bahunya. Temari hanya menatap pria itu bingung.
"Isshii-san, bisa tanyakan kalau-kalau Marin-san punya baju ganti untuk gadis ini?" tanya Shikamaru ke arah pria bertubuh gempal itu sambil menunjuk Temari dengan jempolnya.
"A...ah, baik..." pria bernama Ishii itu segera berlari ke bagian barat mansion itu.
"Dan kau, ikut aku."
Temari mengekor pria berkepala nanas itu dalam diam, sambil melirik belanjaannya yang sudah kebasahan.
"Tenanglah, tidak akan ada yang mencuri belanjaanmu," ujar pria berkepala nanas itu.
Temari dibawa ke sebelah timur mansion. Ia berjalan sambil sesekali melihat lukisan dan patung-patung yang dipajang di sepanjang koridor. Tidak seperti bagian halaman depan mansion yang terlihat tidak terawat, bagian dalamnya justru terlihat rapi dan bersih. Ia lalu masuk ke sebuah ruangan yang tampak seperti perpustakaan yang cukup luas.
"Kau duduklah di sana, akan kubuatkan sesuatu."
"Ah... terima kasih..."
"Aku hanya berpikir bahwa akan merepotkan kalau kau sampai sakit, nona."
Keheningan menyergap. Hanya dentingan cangkir dan sendok yang masih berusaha memecah kesunyian. Sambil menunggu, Temari melihat sekeliling. Di depan sofa tempat ia duduk ada sebuah meja kayu dengan ukiran indah, dikelilingi oleh tiga sofa: sofa panjang tempat ia duduk, dan dua sofa kecil yang berada di sisi kiri dan kanan meja. Sekitar satu setengah meter dari meja tersebut, ada sebuah perapian. Dinding di sekitar perapian dihiasi dengan lukisan di atas perapian, sementara di kiri-kanannya terdapat senjata-senjata yang dipajang, seperti pedang, tombak, dan lain-lain yang diatur dengan apik.
Temari lalu melihat ke belakang. Di pojok ruangan ia bisa melihat pria berkepala nanas sedang membuat minuman dari peralatan yang ada di sana—sebuah dispenser, cangkir, dan lemari yang kemungkinan berisi teh atau kopi dan gula. Sementara, sisi-sisi ruangan dipenuhi dengan masing-masing dua buah rak buku yang menjulang tinggi. Di tengah ruangan terdapat meja kayu berukiran yang berukuran besar dikelilingi dengan kursi-kursi kayu yang sepertinya satu set dengan mejanya. Sementara itu, langit-langitnya berbentuk kubah, dihiasi dengan gantungan berbentuk tata surya yang saat itu memberikan cahaya remang-remang di ruangan tersebut. Dari jendela kecil yang berada di setiap sisi ruangan, tepat diatas rak buku, Temari bisa melihat kalau hujan masih turun dengan derasnya.
Tak sampai lima menit, pria itu kembali datang dengan dua cangkir minuman. Temari meraih secangkir minuman hangat dari tangan pria berkepala nanas itu. Setelah memberikan cangkir kepada Temari, pria itu kemudian duduk di sofa sebelah kiri meja.
"Teh...?" gumam Temari refleks. Pria berkepala nanas itu melihat ke arah Temari setelah menyeruput sedikit tehnya.
"Apa aku harus membuat minuman lain?" tanya pria itu dengan nada malas.
"Ah... bukan, hanya saja... Anda 'kan laki-laki, biasanya laki-laki lebih suka menyuguhkan kopi daripada teh," balas Temari sopan. Temari tahu kapan ia harus bersikap sopan, apalagi dia sudah disuguhi teh yang merupakan minuman favoritnya.
"Kafein tidak cocok untukku," ujarnya dengan nada sinis. "Memangnya teh hanya identik dengan perempuan?"
Merasa kalau Temari menjawab pertanyaan terakhir akan membuatnya berdebat dengan pria berkepala nanas yang cukup menyebalkan, Temari memilih untuk mengalihkan pembicaraan, "Namaku Sabaku Temari. Boleh kutahu nama Anda?"
"Shikamaru. Nara Shikamaru..." jawab pria itu cepat. Mata Temari membulat.
"Nara... Shikamaru?"
Glossary
(1) Dojo : tempat latihan bela diri
(2) Men : pelindung kepala;salah satu atribut olahraga kendo
(3) Kendoka : atlet/pemain kendo
(4) Ippon : menang satu angka
(5) Kouhai : junior
(6) Tanatologi : ilmu yang mempelajari tentang mayat (sebab dibunuh, perkiraan waktu kematian, dll). Sangat berguna dalam penyelidikan forensik
(A/N) Salam kenal! Ini fic ShikaTema pertama saya. Iya, saya tahu saya masih punya hutang fic, tapi jari-jari saya rasanya gatel kalau enggak negluarin fanfic ini
Makasih udah baca ^ ^. Review, ya? Saya menerima segala jenis review, termasuk yang pedes-pedes *ngambil obat maag*
