rating. T

genre. Friendship + Hurt/Comfort

disclaimer. Shingeki no Kyojin © Isayama Hajime

summary. High-school AU.—Sebuah kursi kosong di kelas 2-4, tak kunjung terisi dalam waktu 2 tahun. Mengapa, dan kenapa? Hingga awal tahun ajaran itu mereka membuka siapa gerangan pemilik si meja.

warnings. PERHATIAN, INI AU. #desh

author notes. Oke, ini adalah super random. Super random yang muncul di kepala saya dan—yaudah deh selamat membaca, minna-san!


Moon's Hollow
2013 © Kuroi-Oneesan


[Arc 1 – faura yerwe, murfan anw sol ciel.]

"Eren, ayo cepat nanti kita telat."

"Oi tunggu, Mikasa, Armin! Aku belum ambil jatah sarapanku—ibu aku berangkat!"

Setiap pagi mereka akan berangkat ke sekolah dengan sedikit telat, entah karena Armin Arlert yang keasyikan membaca sebuah novel, Mikasa Ackerman yang tersedot dalam dunia cuciannya atau Eren Yeager yang bangun telat. Walau begitu, kecepatan lari mereka bertiga tidak bisa diragukan—stasiun di dekat mereka dapat dicapai dalam semenit dan lalu menunggu kereta Wallrail menuju jantung Wall Maria untuk bersekolah di Shiganshina Private Academy juga menghindari anggota OSIS yang berjaga di depan gerbang.

Begitulah kebiasaan tiga anak itu setiap pagi. Kini mereka naik ke kelas dua SMA, yang tidak berbeda hanya teman sekelas mereka.

"Baru datang jam segini?" Connie Springer nyengir. "Pasti Eren ngorok lagi."

Eren terdiam, tumben sekali tebakan salah satu temannya itu benar. Armin padahal sudah siap maju untuk menengahi mereka berdua jika terjadi perhelatan skala besar. Pagi ini tentu pagi yang cerah di musim semi, pagi yang membuat malas siswa datang ke sekolah dan pagi permulaan yang baru.

Pagi menuju siang, setelah ada upacara pembukaan yang dikepalai oleh OSIS dan diiringi dengan ceramah kepala sekolah yang klasik di segala sekolah di dunia (baca: lama dan ngelanturnya bukan main), kelas berlangsung cukup cepat. Murid kelas dua langsung melompat ke pelajaran mereka dan tidak ada kata bersantai-santai. Hari ini sekolah diakhiri cukup cepat, sekitar dua jam dari waktu aslinya.

"Hari ini kerja lagi, Mikasa?" Armin yang telah selesai membereskan buku-bukunya menoleh ke arah teman kecilnya yang melilitkan syal merah trademark-nya. "Aku menemani Eren ke klub basket, nanti kami mampir."

Mikasa hanya mengangguk dan berjalan keluar kelas. Eren baru saja selesai memasukkan beberapa buku ke loker di belakang kelas dan melihat punggung Mikasa berjalan keluar. "Oi, Mikasa."

Seketika derap kakinya berhenti, "Ada apa, Eren?"

"Nanti kita beli crepes lagi. Di tempat kerjanya Connie."

Mikasa tersenyum kecil, seraya berlalu. Armin berjalan mendekati Eren. Eren menenteng ranselnya dengan sebelah tangan, dengan mata sedikit malas.

"Baru hari pertama saja rasanya capek," dengus siswa bergelas hijau itu, menghela nafas pendek. "Matematika—dan ada saja PR."

"Kan kita bisa ngerjain bareng nanti malam." Armin memberi ide. "Tapi tahun baru kali ini sepi, ya? Rasanya tidak ada yang spesial."

Eren mencuri pandang ke kursi yang ada di sebelah jendela. Kursi yang menimbulkan rumor tidak sedap bagi siapapun di sekolah karena dibiarkan kosong melompong. Bahkan di tahun kedua ini, tidak ada yang menempatinya, tidak ada yang merasa memiliki kursi itu, bahkan makhluk kelas 2-4 tidak ada yang menganggap kursi itu benar ada.

Apa penghuninya hantu?

"Ada apa, Eren?" Armin sedikit memiringkan kepalanya.

"Kursi itu—" Eren menunjuk meja yang ia amati. "—Benar-benar tidak ada yang menempatinya?"

Pemuda dengan rambut layak mangkuk itu tertegun. Pembicaraan mereka ternyata menarik seseorang yang tengah piket di sana.

"Meja itu, eh, Eren?" mereka menengok untuk menemukan bahwa asal suaranya adalah Ymir, gadis jangkung pemalas. "Kukira di kelas kita ada yang tahu siapa di meja itu."

Armin menelan ludah, "Benar hantu?"

"—Entahlah? Toh bukan urusanku."

x x x

Kegiatan ekstrakurikuler berlangsung tiap sorenya di pelataran SMA Shiganshina. Terdapat tiga jenis ekskul; olahraga, klub belajar dan selain itu masuk ke kelompok 'lain-lain'. Murid juga diperbolehkan untuk bekerja sambilan, segalanya adalah terserah murid. Eren masuk dalam klub basket dan Armin sebenarnya masuk ke klub sastra klasik, namun karena tidak ada kegiatan klub, Armin akan menyaksikan Eren yang biasanya sparring three-on-three bersama anak-anak sekelasnya yang kebetulan juga anggota basket.

"Roti yakisoba, eh, Eren?" Reiner Braun mengedip seraya menyengir lebar. Pemuda dengan surai pirang dan badan besar itu salah satu center—pemain tengah—yang di elu-elukan timnya. Kali ini ia berseberangan dengan Eren, bersama dengannya Jean Kirchstein dan Thomas Wagner. "Atau crepes aja deh, aku dengar kamu mau nraktir Mikasa?"

"Aku tidak akan kalah lagi darimu, Reiner!" Eren menyambut, sedikit berapi-api. "Di timku ada Bertholdt, asal kau tahu."

Pemuda bergelas hijau itu dengan bangga menunjuk si terjangkung di tim basket putra, Bertholdt Fubar—sering juga disebut monster karena kelihaiannya mencetak three point dari jarak jauh juga dunker yang sulit dihalangi siapapun. Ada juga di regunya Marco Bodt.

"Thomas, jumper." Jean menunjuk garis tengah dan mengoper bola oranye yang ia pegang. "Aku akan menangani Marco, jangan biarkan Bert menyentuh areal keyhole, Reiner!"

(Pertandingan sore pun dimulai.)

x x x

Mikasa Ackerman memiliki kerja sambilan sebagai seorang florist di pasar modern jantung kota. Pekerjaannya tidak terlalu berat, namun bayarannya dirasa cukup bagi Mikasa yang tengah menabung untuk kuliah dan keperluan pribadi. Orangtuanya tengah bekerja di luar negeri dan ia dititipkan di rumah keluarga Yaeger selama beberapa tahun terakhir. Di pasar modern itu banyak toko yang menyediakan lapangan kerja bagi murid-murid seperti dirinya; dari toko sayur hingga coffee shop.

Jam kerja Mikasa hanya sampai petang, pemiliknya terlalu baik; bahkan kadang ia bisa pulang lebih awal bila mendadak ia diseret Eren dkk jalan-jalan.

"Permisi," suara pembeli dari luar menembus masuk ke konter dalam. Sang owner kebetulan tidak ada di tempat jadi dialah yang bertugas sebagai kasir menuju ke depan.

"Ah, Mina-san." Mikasa menelengkan kepalanya sedikit melihat ada teman sekelasnya mampir ke toko tersebut, di tangannya ada beberapa tangkai bunga matahari—yang sudah ia pilih sendiri. "Untuk siapa bunga itu?"

"Biasa." Sang Mina Carolina tersenyum, agak miris.

Mikasa tahu, Mina bekerja di toko daging dekat dengan tempat kerjanya dan sering kemari membeli bunga. Siswi dengan rambut kepang dua itu selalu memilih bunga yang tengah musim, dan mengikat bunga-bunganya dengan seutas pita merah. Mikasa kemudian menawarkan jasa pembungkusan dan negosiasi harga sebelum akhirnya—

"Jangan cemberut begitu, Eren-dono!"

Reiner, dengan nada sedikit mengejek mendekati toko bunga tersebut. Di tangannya ada 2 crepes, sementara Bertholdt mengikuti di paling belakang rombongan dengan ekspresi 'ingin-tertawa-tapi-nanti-Eren-marah'. Armin hanya bisa nyengir, sementara di tangannya ia memegang crepes yang dibelikan Eren untuk Mikasa. Eren di lain pihak berwajah muram, semuram dompetnya yang kosong lantaran porsi yang diajukan Reiner. Dia kalah tanding, sayangnya, dan ini yang ia dapat.

Mikasa Ackerman selesai bertransaksi melongok ke arah etalase untuk melihat keempat cowok itu melintas, Mina Carolina yang tengah berbelanja pun ikut menguping pembicaraan di luar.

"Oi, Mikasa, sudah selesai?" Eren melambai dari etalase, dibarengi suara yang agak keras.

Mikasa memberikan telunjuknya pada Eren, menunjukkan bahwa ada satu pembeli sebelum ia pulang.

"Itu—Mina, kan, Reiner?" Bertholdt menunjuk siswi yang tengah bertransaksi di toko itu. Reiner memicingkan matanya untuk melihat dengan jelas.

"Tapi aku ada kerja hari ini, Bertl." Reiner memberitahu dengan nada rendah. "Kau pergi saja dengan Mina."

Eren menyela pembicaraan mereka, iris hijaunya melirik. "Ada apa, Reiner, Bertholdt?"

Bertholdt terdiam, Reiner yang awalnya terdiam angkat bicara. "Kau ingat meja kosong di kelas kita, Eren?"

"…Benar ya isinya hantu?" Armin memotong.

Bertholdt memberikan seulas senyum. "—Tidak kok, penghuninya ada."

("Ajak saja mereka kesana, Bertl. Kurasa dia pasti senang.")

x x x

Rumah sakit Trost, hanya sekali naik kereta Wallrail untuk mencapai tempat itu. Rumah sakit besar yang juga megah. Shiganshina memiliki rumah sakit, namun rumah sakit Trost jauh lebih maju dan merupakan rumah sakit pusat di areal perbatasan Wall Maria dan Wall Rose. Mina dan Bertholdt, atas ajuan Reiner, mengajak Mikasa, Armin dan Eren ke tempat itu.

Mendaki ke lantai empat, tidak ada yang berkata apapun—tak terkecuali Eren, yang sudah merasa cukup bertanya barusan ketika mereka masuk lift.

Tiba di lorong lantai empat yang sepi, Bertholdt dan Mina berjalan lebih dulu di depan mereka bertiga, mengucapkan salam pada resepsionis depan dan masuk ke pintu sebelah kanan dan memroses hingga ujung lorong. Menuju kamar bernomor 403, dengan satu nama yang terpampang di sana. Bertholdt menaruh tangan di sakunya seraya menggeser pintu masuk.

Angin berhembus lumayan kencang dari jendela yang terbuka di ruangan itu, tirai cukup besar menutupi gadis pirang yang tengah duduk di sana, menyendiri. Rambutnya tergerai, sedikit memantulkan warna surya yang kunjung tenggelam. Birunya menatap lamat jendela, seakan tak ada hal lain yang bisa ia tatap.

.

.

.

"Umm, siapa yang kalian bilang, anggota kelas kita?" Eren bertanya.

Bertholdt yang tengah menengadah melihat langit-langit lift sedikit terperangah. "A-Aah… iya, harusnya ia anggota kelas kita sejak kelas satu tapi ia tidak bisa masuk sekolah."

"Apa ia menderita sebuah penyakit?" Armin menyeletuk.

Mina menjawab, "Ia terkena sebuah kecelakaan, sekarang ia—tidak bisa berjalan dan…"

Bertholdt berdehem. Mina hanya terdiam di sana dan tidak meneruskan.

.

.

.

"Hei, Annie. Aku datang," sapa Bertholdt, berusaha membuyarkan nestapa sang gadis di atas singgasana putih pualam itu. "Sore yang cerah, ya?"

("—Ia adalah burung yang kehilangan suaranya, Armin.")


[TBC.]


Trivia.

[1] Wallrail—adalah pelesetan monorail; kereta satu ini berjalan di atas Wall. Fasilitas yang digunakan masyarakat karena lebih murah disbanding merawat mobil. Bagian imajinasi author.

[2] Soal tanding basketnya mungkin kapan-kapan akan author jelaskan lagi lebih banyak, sedang malas #dor

+Keyhole: areal di dekat ring basket yang tergambar menyerupai lubang kunci. Ini adalah areal vital pertahanan dan biasanya dijaga oleh center di tengahnya
+Three-point: skor untuk tembakan di lahan three-point.
+Jumper: pemain yang melompat untuk meraih bola, menandakan awal permainan
+Dunker: Sebutan untuk pemain yang memasukan bola dengan dunk (tepat di bibir ring). Cocok kan untuk Bertl? Ehehe.

[3] Judul chapternya menggunakan bahasa—hayo, ada yang tahu? xD

Endnotes. Saya sudah lama ingin menulis fanfic dengan tiga karakter itu [Reiner-Annie-Bertl], dan malah keluar AU dan gajelas. Baik, sekian dari saya. Terima kasih sudah membaca dan stay tuned!