This fanfiction may contain yaoi.

I warned you. So, press back button before you regret it.


Akira Zoldyck presents

. a SasuNaru fanfiction .


Imbalan


Namikaze Naruto merupakan pemuda tampan dengan surai kuning terang yang memiliki sepasang kelereng sebiru safir. Di antara kelereng tersebut, hidung mancungnya terpahat apik. Pipinya berisi, namun tak mengurangi aura maskulinnya barang sedikit pun. Tiga garis menyerupai kumis kucing terlihat samar-samar di kedua pipinya. Tubuhnya tinggi tegap mencapai 170 sentimeter. Dada bidang, rahang yang kuat, serta tubuh atletis dengan otot tangan dan perut yang tercetak sempurna karena keikutsertaannya dalam ekstrakulikuler pecinta alam—terbiasa naik turun tebing.

Ha-ah, di tahun keduanya di SMA, Namikaze tunggal memilih untuk menghabiskan masa mudanya di ekstrakulikuler pecinta alam. Berkali-kali ia naik turun gunung bersama teman-teman satu ekskulnya. Sebagai ketua ekskul tersebut, Naruto terbilang mandiri. Yah, mandiri. Tapi, lain tempat lain kepribadian. Sosok ketua yang biasanya terlihat berwibawa itu berubah menjadi kekanakan dan sangat manja di depan kekasihnya.

Contohnya kali ini, Namikaze tunggal tengah menggembel—maksudnya menginap di apato sang kekasih. Naruto sibuk selonjoran di atas karpet, sedangkan kekasihnya tengah mengerjakan tugas di laptop-nya yang diletakkan di atas meja kecil yang berada tak jauh dari posisi Naruto berada.

Uchiha Sasuke, mahasiswa fakultas sastra tersebut genap dua tahun mengemban status sebagai kekasih sang Uzumaki tunggal. Dengan kepribadian yang berbanding terbalik dengan Naruto, Sasuke terhitung cukup sabar dalam menghadapi sang Namikaze tersebut.

Berisik, berlebihan, dramatis, hiperaktif, dan melankolis adalah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan kepribadian Namikaze muda. Tolong cetak tebal kata berisik. Ya, putra satu-satunya Namikaze Minato ini tidak bisa diam barang semenit pun.

"Teme, aku sama sekali belum minum setetes air pun hari ini. Aku kehausan. Aku ingin susu."

"Ada di kulkas."

"Argh! Maksudku bukan yang itu!"

"Hn."

Uchiha Sasuke kembali berkutat dengan laptop hitamnya. Bibir merah muda tipisnya mengatup sempurna. Iris hitam bak batu obsidian itu terfokus pada layar laptop. Kerutan di keningnya menunjukkan bahwa Uchiha bungsu tengah berada dalam mode seriusnya. Tangan kiri sang Uchiha menopang pipi tirusnya yang dibalut kulit seputih susu.

"Teme, jariku gemetaran. Badanku menggigil. Aku kedinginan. Bagaimana kalau aku nanti terkena hipotermia?"

"Nyalakan penghangat ruangannya."

"Teme!"

"Hn."

Sahutan ambigu dari Sasuke membuat Naruto bungkam karena kesal. Tetapi, tidak sampai semenit ia diam, pemuda pirang itu kembali membuka mulutnya.

"Teme, bibirku kering. Bagaimana kalau nanti bibirku jadi pecah-pecah?"

"Pakai lip balm, bodoh."

"Sasuke-teme!"

"Hn."

Cukup dengan kodenya. Naruto mengerucutkan bibirnya tak suka melihat sang kekasih yang terpaut tiga tahun dengannya itu lebih memperhatikan laptop-nya daripada me-notice kode-kode Naruto. Haruskah ia membuat spanduk bertuliskan 'notice me senpai'?

Sayang sekali, Naruto. Sasuke bukan anggota Pramuka yang jago membaca kode.

Kesal karena tidak dihiraukan, ia merangkak mendekat ke arah Uchiha bungsu. Dengan seenaknya, Naruto mendudukkan dirinya di atas pangkuan Sasuke.

"Hei, apa yang kau lakukan?" Pekik Sasuke kaget ketika bocah pirang ketua ekskul pecinta alam itu merapatkan tubuhnya dengan tubuh Sasuke.

"Kau mengabaikanku, Teme." Sahut Naruto dengan nada merajuk. Ia memainkan jarinya di atas lutut kekasihnya.

Ada satu hal—atau tepatnya orang yang dapat membungkam Naruto untuk beberapa jam ke depan. Siapa lagi kalau bukan Sasuke. Apalagi bila pemuda berkulit pucat itu memberinya imbalan.

"Diamlah dulu, Dobe. Biarkan aku menyelesaikan tugas kuliahku. Setelah ini selesai, kau dapatkan 'susu', 'penghangat', dan 'lip balm' eksklusifmu," bisik Sasuke tepat di telinga Naruto hingga tengkuk sang kekasih merinding. Dari apa yang dikatakan Sasuke, Naruto menangkap satu hal, bahwa malam ini dia tidak akan dibiarkan tidur oleh pangeran es itu.


owari