"Pendaftar nomor urut 166, 167, 168, 169. Silahkan masuk."
Pria paruh baya dengan setelan casual muncul dari sebuah ruangan berpintu coklat sambil membawa clipboard. Beberapa orang kemudian mengikutinya memasuki ruangan tersebut.
Seorang yeoja tampak mengusap tangannya berkali-kali. Mengekspresikan kegugupan luar biasa yang sedang menderanya. Bisa dikatakan, hari ini adalah saat terpenting dalam hidupnya. Dan mengingat alasannya membuat yeoja bersurai ungu ini bertambah gugup.
Kini, ia berada di ruang tunggu tempat seleksi siswa baru School of Performing Art –sekolah seni terfavorit se-Korea Selatan- yang biasa dikenal SOPA. Di sekitarnya tampak beberapa siswa yang menunggu dengan rasa gugup yang sama. Ada yang bernyanyi pelan, mempraktikkan gerakan dance, mempraktikkan naskah drama, dan lain-lain.
"Pendaftar nomor urut 170, 171, 172, 173. Silahkan bersiap-siap."
Seorang namja berambut pirang –yang duduk tepat disebelah yeoja itu- mendadak berdiri dari duduknya, "Omooo! Selanjutnya adalah giliran kita, Jun-ah, Seokmin-ah! Astaga, bagaimana bisa kita diseleksi dalam waktu yang sama? Apa ini yang namanya takdir? Ya Tuhan, aku tidak percaya semua iniii!"
PLAK!
Sebuah pukulan mendarat mulus di kepala si namja pirang, "Dasar berlebihan! Itu karena nomor urut kita berurutan! Neo ppaboya Kwon Soonyoung!"
"Yak! Appo! Apa harus memukulku sekeras itu, eoh?!"
"Tentu saja! Agar otakmu itu bisa bekerja lebih cepat!"
"Ya! Kau bilang aku lamban?!"
"Aniyo. Kau sendiri yang bilang barusan, Kwon. Mengaku, ya?"
"YAK! Lee Seokmin!" Soonyoung –si namja pirang- menjambak rambut temannya dengan beringas.
"Aw! Aw! Lepaskan aku, Young! Oke, oke, aku minta maaaaf!"
Si yeoja bersurai ungu tertawa kecil melihat tingkah kedua namja itu. Rasa gugup yang melambung tinggi tadi pun sedikit berkurang. Setidaknya, ia sudah mendapatkan kembali kemantapan hatinya.
"Haish, kalian ini! Sebentar lagi kita akan masuk. Jangan buang-buang waktu dengan pertengkaran tak berguna! Lebih baik bersiap-siap," namja lainnya yang memakai kacamata hitam mendecak kesal. Berkali-kali ia menghentakkan kakinya.
Soonyoung memperhatikan gerak-gerik temannya itu, "Eoh, kau juga gugup, Jun? Aigoo... Aku kira seorang Wen Junhui takkan pernah merasa gugup,"
"Aku ini 'kan juga manusia, Young,"
Tepat setelah yang bernama Jun menjawab, pria-membawa-clipboard keluar dari pintu coklat tadi. Junhui dan si yeoja bersurai ungu langsung menoleh pada pria tersebut.
"Kajja. Ini giliran kita," gumam Junhui.
Si yeoja bersurai ungu lebih dulu memasuki ruangan berpintu coklat itu dengan percaya diri. Dalam hati ia berterima kasih pada kedua namja tadi yang telah mengurangi rasa gugup menyebalkan itu.
Di dalam ruangan itu, si yeoja bersurai ungu, Soonyoung, Seokmin dan Jun berdiri sejajar menghadap meja yang dihadiri empat orang juri.
"Ireumi mwoyeo?" tanya seorang juri berperawakan dingin.
"Lee Jihoon, nomor urut 177,"
Jadi, nama yeoja manis itu Lee Jihoon. Sepertinya ia sudah tidak gugup lagi. Syukurlah, rencanaku tadi berhasil. Meski harus mendapat pukulan dari si Seokmin sialan itu, aku senang membantunya. Walaupun ia tidak menyadarinya. Soonyoung membatin.
Ternyata, di ruang tunggu tadi Soonyoung sengaja bertingkah konyol demi membantu Lee Jihoon –si yeoja bersurai ungu- yang tadi dia perhatikan tampak sangat gugup. Astaga, sungguh tak disangka.
"Hei, nak! Kau dengar? Hei, aku tanya, siapa namamu?"
"Eh, jeo, jeosonghamnida!" Soonyoung tersadar dan membungkuk canggung, "Ah iya, saya Kwon Soonyoung, nomor urut 178,"
Juri ber-nametag Oh Sehun itu mendelik kesal. Huh, berani sekali dia melamun disaat seleksi. Batin Sehun. Tak begitu peduli, ia melanjutkan menanyai peserta lainnya.
"Baiklah, dimulai dari kau."ia menunjuk Jihoon, "Silahkan tampilkan kelebihanmu yang membuatmu percaya diri untuk mendaftar di sini," ucap Sehun dingin.
Jihoon mengangguk singkat. Mengambil nafas sebentar dan mulai bernyanyi.
I call you baby, baby's called my happines
I just want it simple, simple
I want it simple
Soonyoung terperangah, begitu pula Junhui dan Seokmin. Bahkan Sehun pun melepas raut dinginnya tanpa sadar. Lagu bermakna indah itu sangat pas dinyanyikan oleh suara Jihoon yang khas. Dan disaat lagu berakhir, keheningan membungkus ruangan. Semua orang seolah terlarut oleh lagunya.
"Um, aku pikir aku belum pernah mendengar lagu itu. Apa judulnya?" juri ber-nametag Do Kyungsoo memecah keheningan.
"Judulnya 'Simple', aku membuatnya sendiri,"
Mata bulat Kyungsoo semakin membulat. Bagaimana bisa dengan bakat seperti ini seorang Lee Jihoon tidak dikenal? Lebih membingungkan lagi, di riwayat hidup yang Kyungsoo pegang, tertulis bahwa Lee Jihoon hanyalah siswi lulusan SMP biasa dan tak pernah mengikuti kompetisi apapun.
Sehun mendengus tak percaya, "Huh, kau serius itu buatanmu sendiri? Tidak... menjiplak?" desis Sehun tajam.
Jihoon mengangguk mantap, "Plagiat adalah tindakan paling hina dan memalukan di dunia kreasi. Dan saya tak mungkin menodai karya saya dengan itu. Percayalah,"
Soonyoung dan semua orang disana spontan mengangguk. Tak ada yang perlu diragukan lagi dari Lee Jihoon, kejujuran tercermin jelas dalam setiap perkataannya.
.
Maka... mulai saat itu... hati Kwon Soonyoung hanya terpaut pada satu orang...
.
.
.
Title : I Fell For The Strong You
Cast : Lee Jihoon, Kwon Soonyoug, Lee Chan, Wen Junhui, Lee Seokmin –dan akan bertambah sepanjang cerita.
Genre : Romance, Brothership, Family.
Rate : T- (?)
Disclaimer : The cast belong to Pledis Ent. The plot is inspired by a comic whose belong to Koizumi Ren sensei. But, the story absolutely mine.
Warning : GS, OOC, Typo(s), DLDR, RnR.
.
.
.
Jika dihitung, sudah genap setahun Jihoon bersekolah di SOPA –sekolah kebanggannya. Dan hari ini tepat seminggu ia menjadi siswi kelas 2.
Disaat yang lain membuat kelompok untuk saling bertukar bekal dan bercengkrama, Jihoon selalu makan sendirian pada jam istirahat siang. Selalu begitu. Daripada merasa kesepian, Jihoon lebih sibuk memikirkan apa yang harus ia lakukan sepulang sekolah.
"Um, sepertinya bahan-bahan makanan di rumah sudah hampir habis. Aku harus mampir ke minimarket setelah kerja," gumam Jihoon pada dirinya sendiri seraya mengunyah bekalnya, "Karena sekarang hari Rabu, berarti minimarket SVT ya? Aku ingat disana ada diskon-"
" YAK! Kwon Soonyoung! KEMBALIKAAANN!" suara 4 oktaf milik seorang namja menginterupsi lamunan Jihoon.
Jihoon meringis karena telinganya yang berdenging. Ingin sekali rasanya Jihoon melempar sepatunya kepada Lee Seokmin –namja dengan suara kelewat tinggi tu. Tapi ia masih tau diri untuk tidak mencari masalah pada minggu pertama ini.
"Aku hanya minta sedikit saja masa tidak boleh? Huh, kau pelit sekali pada temanmu, Seokmin-ah!" yang bernama Kwon Soonyoung memasang tampang merajuk, dengan kimbab –milik Seokmin- yang masih tinggal setengah di tangannya.
"Sedikit kau bilang, Young? Bahkan, bekalku sudah habis karenamu!"
Soonyoung nyengir konyol, "Habisnya, kimbab buatan ibumu enak sekali!" ia menepuk pelan bahu Seokmin yang mendengus kesal, "Lagipula, aku 'kan jarang makan masakan rumahan. Hanya bisa makan masakan instan yang mudah disiapkan. Terkadang, malah hanya sempat delivery saja. Kau tidak kasihan padaku, huh?" Soonyoung mengakhiri penjelasan sepanjang jalan kenangan itu dengan memasang tampang sedih dibuat-buat.
"Memangnya aku peduli? Makan bekalmu sendiri sana!"
"Ya, kau benar-benar marah? Aigoo~ Kalau seperti itu, kau bisa dikira uke PMS loh~"
BUGH!
Sebuah kamus Korea-Inggris –yang bisa kalian bayangkan tebalnya- mengenai muka Soonyoung dengan sukses. Ya, sukses membuat Soonyoung merasa pusing di kepala dan nyeri di wajah secara bersamaan, sehingga meredam suara berisiknya untuk-
"YAK, APPOO! Awas kau KUDAAA!"
-sementara
"Biar tau rasa! Itu balasan menghabiskan bekalku dan menghina posisi ku sebagai seme!" Seokmin berlari, lalu berlindung dibalik Junhui.
Namja yang akrab disapa Jun itu mendelik malas, "Kalian ini, cobalah untuk tidak berisik. Teman-teman jadi terganggu karena kalian, sadar tidak, eoh?" bersahabat sejak SMP dengan kedua sahabat childish-nya ini membuat seorang Wen Junhui harus banyak bersabar.
Jihoon saja tak habis pikir, mereka sudah kelas 2 SMU, tetapi tingkah mereka lebih rusuh dari murid playgroup!
"Si Soonyoung yang cari masalah!"
Soonyoung memberi Seokmin death glare, bukan balasan ejekan seperti biasa –dancer itu sudah lelah berdebat ternyata. Seokmin malah mencibir, seakan berkata bahwa death glare Soonyoung sama sekali tak berdampak apa-apa baginya.
"Sudah, sudah. Jangan mulai ribut lagi," lerai Jun, "Nah, Soonyoung-ah, lain kali habiskan bekalmu dulu sebelum mengambil milik orang lain. Dan kau Seokmin-ah, kalau masih lapar ambil saja bekalku ini. Kebetulan aku punya dua. Yang satunya dibawakan oleh Minghao,"
"Wah, Jun. Bahkan ia membawakanmu bekal. Kapan kau akan menembaknya? Aku jadi kasihan pada Minghao. Jangan membuatnya menunggu, Jun," celetukan Seokmin sukses membuat wajah Jun memerah.
Xu Minghao, siswi kelas 1 di SOPA, sekaligus teman masa kecil Jun yang ia sukai sejak lama. Tapi, Jun masih terlalu takut untuk mengungkapkan perasaannya pada yeoja imut nan polos itu. Saat ditanya mengapa, Jun memberi alasan klise; aku hanya tak ingin merusak hubungan persahabatan kami. Dan sahabatnya –Seokmin dan Soonyoung- yang mendengar hanya akan mendelik jengah.
"Belum tentu ia menyukaiku, Lee," Jun menghela napas berat, "Sudahlah, jangan banyak bicara lagi dan habiskan saja bekalmu,"
Seokmin memberi dua jempol. Tanpa disuruh pun ia sudah melahap nasi kari dalam kotak bekal itu dengan rakus. Masakan buatan ibu Jun memang tak kalah enaknya dengan masakan eomma-nya sendiri!
.
Klangg~
.
Tak sengaja Jihoon menyenggol sendok makannya. Oh shit, sendok sialan. Umpat Jihoon dalam hati. Saat akan menunduk untuk mengambilnya, sendok itu terlempar lebih jauh karena tertendang seseorang. Triple shit. Rasanya perempatan sudah muncul di dahi Jihoon. Ia mendelik kesal menatap pelaku yang menendang sendoknya –Kwon Soonyoung.
"Ehm, ini, sendok milikmu, Jihoon-ah? Mian, tak sengaja tertendang. Sepertinya kotor, jadi tidak usah dipakai dulu. Atau... kau mau pakai sendokku?" Soonyoung berucap panjang dan sangat cepat hingga Jihoon berpersepsi mungkin bisa menyamai KTX.
"Dwasseo, aku bawa sumpit." gumam Jihoon –yang terdengar ketus.
"Oh, baiklah," Soonyoung tersenyum tipis. Entah kenapa, melihat senyum itu hati Jihoon menghangat. Untung saja Jihoon masih bisa mengontrol ekspresi datar wajahnya sehingga rona merah di pipi seputih susu itu tak disadari Soonyoung.
Tak sengaja, mata sipit Soonyoung melirik isi bekal Jihoon, dan itu membuatnya-
"OMO! Ini bekal karakter, kan?! Jihoon buat sendiri, yaaa? Aigoo~ Neomu kyeoptaaaa!"
–memekik kencang seperti seorang fangirl yang bertemu idolanya. Heol, namja ini benar-benar OOC, dan Jihoon hanya bisa ternganga heran.
Soonyoung menatap kotak bekal Jihoon dengan mata berbinar. Terdapat nasi yang dibentuk seperti kelinci, tumis ayam yang ditata rapi menjadi kepala beruang dan telur serta salad yang menyerupai penguin. Yah, Soonyoung tak salah, itu memang sangat imut.
"Uhm, Jihoon-ah. Bagaimana kalau kita makan bareng?"
"Shirreo. Aku tak ingin diganggu." jawab Jihoon –kali ini benar-benar ketus.
Soonyoung mengerjab kaget, tak menyangka mendapat jawaban seperti itu, "Eh? O, oh, arraseo, hehehe," Soonyoung menggaruk tengkuknya canggung, "Mi, mian, kalau aku menganggu," ia pun berbalik kecewa.
"Kasihan sekali kau, Kwon! Makanya, jangan sembarangan minta bekal orang! Hahahaha!" Tawa keras Seokmin pun meledak melihat tampang menyedihkan sahabatnya.
"Berisik kau kuda!" Soonyoung cemberut. Ia menarik bangku dihadapan Seokmin, duduk disana dan memakan bekalnya yang sama sekali belum tersentuh. Sesekali, mencuri sesendok makanan dari kotak bekal Jun.
Apa kelakuanku itu mengganggunya? Kwon Soonyoung! Seharusnya kau berpikir sebelum bertindak! Tapi, aku 'kan hanya ingin mengajaknya berbicara. Duh, bagaimana jika ia tidak suka melihatku dan menjauhiku?ANDWE! Aku tidak ingin itu terjadi! Huwaa,eomma~ Batin Soonyoung berlebihan. Hah, dasar drama queen. -_-
Jihoon melanjutkan memakan bekal seakan tidak ada yang terjadi. Setelah beberapa suap, Jihoon berhenti dan melirik Soonyoung dari sudut matanya. Ia menghela nafas kasar. Sebenarnya, bukan maksud Jihoon untuk bersikap dingin pada namja kelebihan energi itu. Hanya saja...
"Igo mwoya?! Si culun itu sok jual mahal sekali pada uri Soonyoung-ie! Ia pikir ia siapa, eoh?!" Seulgi –yeoja yang duduk tepat dibelakang Jihoon- mendecih kasar.
"Keurae! Beraninya ia bersikap seperti itu pada Soonyoung-ie! Dasar culun tak tau diri!" timpal yeoja ber-nametag Yerim cukup pelan, hingga –dengan sengaja- hanya mereka berdua dan Jihoon yang bisa mendengar.
Jihoon meletakkan sumpit dengan keras. Ia buru-buru menutup kotak bekalnya –yang masih bersisa banyak. Tampaknya, yeoja bermarga Lee ini sudah kehilangan nafsu makan.
.
.
.
19.00 KST
Jam segini, Jihoon baru saja kembali dari cafe tempatnya bekerja sambilan. Setelah itu, sesuai rencana tadi, yeoja ini mampir di minimarket SVT. Barulah setelahnya Jihoon menjemput Chan di tempat penitipan anak.
Di perjalanan ke tempat Chan, tak terhitung batu dan kaleng malang yang Jihoon tendang tanpa ampun, "Damn it!" kata kasar itu terlontar untuk kesekian kali dari mulut Jihoon. Mungkin jika ibunya mendengar, Jihoon akan mendapat cubitan sayang di pipi gembilnya.
Wajar saja, Jihoon masih kesal dengan Seulgi dan Yerim. Andai Jihoon tidak bisa menahan diri, mungkin tamparan dan jambakan tak terlelakkan lagi. Jihoon meremas tali kantung belanjaannya dengan kuat. Tak peduli dengan tangannya yang mulai berjejak merah.
"Dasar, Kwon –TIDAK PEKA- Soonyoung! Ugh, aku benar-benar membencinya!"
Nah, inilah alasan sikap dingin Jihoon pada Soonyoung. Namja itu sama sekali tak mengerti, betapa merepotkannya rasa cemburu para yeoja centil yang mengaku sebagai fans-nya itu!Yah, di luar dugaan, Soonyoung itu populer. Hal yang wajar, mengingat ia memiliki bakat dance yang luar biasa. Hingga berkali-kali menjuarai berbagai kompetensi dance yang mengharumkan nama sekolah –dan namanya sendiri.
Jihoon menghela napas kasar, mencoba mengusir perasaan buruknya. Ugh, sebenarnya Jihoon sangat benci direpotkan oleh hal-hal tidak penting seperti kejadian tadi. Karena...
"Hoon-ie noona!"
... karena hidup Jihoon berputar dengan berpusat hanya pada adikknya.
Jihoon tersenyum manis lalu berjongkok, menyamakan tingginya dengan bocah di hadapannya, "Chan-ie lama menunggu noona, hm?"
"Aniyo!" Chan –yang menyandang sebuah ransel coklat- menggeleng imut.
"Tidak ada barang yang tertinggal?" Chan menggeleng lagi, "Kalau begitu, ayo kita pulang sekarang!" Jihoon berdiri tegak lalu menggandeng tangan Chan, "Kajja uri Chan-ie~ " ucap Jihoon dengan irama yang tidak teridentifikasi.
"Ne, kajja uli Hoon-ie noona~" Chan mengulang perkataan Jihoon dengan ekspresi menggemaskannya, ditambah bumbu-bumbu cadel ala anak kecil. Jihoon jadi tak tahan untuk tidak mencium pipi gembil itu. Chan terkikik geli ketika napas Jihoon terasa menggelitik pipinya.
Sepanjang perjalanan mereka bersenandung ria, didominasi oleh Jihoon tentunya. Ketika giliran Chan bernyanyi, Jihoon menggigit bibir menahan tawa. Chan bernyanyi dengan cepat dan irama yang hampir tak dikenali –persis seperti lirik rap. Akhirnya mereka menghentikan acara bernyanyi itu –karena Jihoon hanya akan terbahak jika tetap dilanjutkan.
"Bagaimana sekolah Chan-ie hari ini, hum?"
Itu pertanyaan yang biasa dilontarkan orang tua pada anaknya. Namun, karena ibunya yang terbaring lemah di rumah sakit, dan ayahnya yang harus bolak-balik keluar kota untuk bekerja, membuat Jihoon harus mengantikan peran mereka bagi Chan sejak tiga tahun yang lalu. Walau sulit, Jihoon sama sekali tak merasa terbebani.
"Hali ini Chan-ie belmain dengan Camuel, teman balu di kelac Chan-ie. Camuel datang dali lual negli. Dia banyak celita tentang cekolahnya dan lumahnya di cana. Dia juga celita tentang tempat-tempat indah di cana. Ceeluuu cekalii!" Chan merentangkan lengannya. Mengekspresikan imbuhan sangat pada kata seru.
Jihoon membelai rambut Chan penuh sayang, "Seharian ini Chan-ie jadi anak baik, kan?"
"Tentu caja! Chan-ie 'kan cudah beljanji pada noona untuk tidak nakal. Dan noona bilang ingkal janji itu tidak baik!" titah Chan tegas. Membuktikan bahwa Jihoon benar-benar mengajarkan Chan dengan baik, "Eh iya, Hoon-ie noona, tadi ada ulangan matematika, teluc Chan-ie dapat celatuc!"
"Woah, benarkah? Chan-ie memang adik noona yang paaaliiing pintar sedunia!" Jihoon mengacungkan dua jempolnya. Chan tersenyum lebar. Merasa bangga telah berhasil menuai pujian dari noona kesayangannya ini.
"Kalau begitu, noona akan memberi Chan-ie hadiah karena sudah jadi anak pintar! Eotte?"
Mata Chan membulat lucu. Ia langsung menerjang Jihoon dengan pelukan. Jangan lupakan mulutnya yang tak henti bersorak, "Mancae~" ayolah, seluruh anak kecil di dunia pasti akan bahagia ketika mendengar kata 'hadiah', tak terkecuali Chan, "Hadiah apa, noona?"
"Hmm, apa ya? Chan-ie maunya apa? Akan noona kabulkan apapun yang Chan-ie inginkan!"
"Eh, jeongmal?" Jihoon mengangguk, "Yakco?" Chan mengacungkan jari kelingkingnya, meminta ikrar perjanjian dari noona-nya itu.
Jihoon menautkan jari mereka berdua, pertanda mensahkan perjanjian tadi, "Yakso! Tapi tidak boleh berlebihan, ya!"
Bukan tanpa alasan, Jihoon baru saja menerima gaji dari kerja sambilannya. Lagipula, sudah lama ia tidak membelikan Chan hadiah –yang notabenenya bukanlah tipe anak kecil yang selalu merengek meminta sesuatu.
"Jadi, Chan-ie mau hadiah apa? Mobil-mobilan? Robot? Es Krim?" Jihoon mendaftar sederet permintaan anak kecil lainnya, "Ayo, sebutkan apa saja!" yeoja itu tersenyum manis.
"Chan-ie mau hadiahnya... Eomma cepat cembuh!"
Seketika senyum manis Jihoon terganti dengan seulas senyum pahit, "Eh, Chan-ie tidak mau mainan? Mainan Chan-ie 'kan tidak banyak. Tidak mau es krim? Chan-ie juga sudah lama tidak makan es krim, kan?" pancing Jihoon mencoba mengalihkan permintaan Chan.
Chan menggeleng, ia sama sekali tak ingin semua hal yang dikatakan Jihoon. Chan tidak peduli dengan kenyataan bahwa ia hanya pernah beberapa kali merasakan kelezatan es krim –bahkan Chan sudah lupa perbedaan rasa coklat, stroberi dan vanila. Atau kenyataan bahwa ia hanya punya satu mainan –robot pemberian ayahya saat ulang tahun yang ke-3.
"Chan-ie cuma mau eomma kembali ke lumah. Coalnya, Chan-ie lindu cekali pelukan eomma yang cangaaat hangat. Chan-ie juga lindu cekali makan macakan eomma yang lebih enak dali yang lain. Teluc, kalau eomma cudah cehat, appa dan Hoon-ie noona tidak pellu lagi bekelja tellalu kelac untuk membayal lumah cakit. Kita bica belkumpul dan belmain cepelti dulu lagi... Makanya, Chan-ie cuma mau eomma cepat cembuh, noona..."
Hati Jihoon bergemuruh hebat. Meski Chan hanyalah anak kecil, tapi Jihoon bisa merasakan ketulusan di balik permintaan sederhananya itu. Dan amat menyakitkan ketika Jihoon menyadari mereka memiliki harapan yang sama. Harapan agar ibunya segera sembuh.
Mata Jihoon terasa memanas. Buru-buru ia menghapus air mata yang mulai keluar. Tidak. Aku tidak boleh menangis di depan Chan. Aku harus terlihat kuat agar kelak dia menjadi sosok yang kuat juga. Batin Jihoon tegas.
"Kalau Chan-ie memang ingin itu, noona pasti akan berusaha mengabulkan permintaan Chan-ie," Jihoon menyeka matanya dan mencoba tersenyum. Meski air mata belum bisa berhenti mengalir, "Belajarlah dengan giat dan jadi anak baik, ya! Jadi, kalau besar nanti Chan-ie bisa membanggakan eomma, appa dan noona!"
Chan mengangguk semangat, "Chan-ie ingin cepat becal, noona. Cupaya Chan-ie bica melawat eomma dengan baik. Teluc, Chan-ie ingin bekelja dan mengumpulkan uang. Lalu mengajak appa, eomma dan Hoon-ie noona pelgi jalan-jalan ke lual negeli sana, ke tempat-tempat indah yang dicelitakan Camuel!"
.
Sore itu, matahari terbenam dengan sangat indah membawa sebuah harapan dari sepasang saudara.
.
.
.
TBC?
Annyeonghaseyo, Reader-deul! (emang ada yg mau baca ff ini?xD) Welcome to my debut FF! *prokprok* Ini ff debut ku, tapi malah remake, maafkeun aku~ TAT Ya, karakter Jihoon yang dingin dan beberapa alur cerita disini terinspirasi dari komik buatan Koizumi Ren sensei. Dan aku sengaja buat judul yang sama untuk menghargai karya sensei. ^_^ Komiknya bagus lo! Silahkan dibaca! /promosi/:3 Oya, melihat interaksi antara Jihoon dan Chan di sini aku jadi teringat ff The Secret karya kak Yara Aileen. Sumpah demi apapun, itu ff bagus bngeutt, aku aja sampe nangis bacanya! Silahkan dibaca! /promosilagi/xD Nah, aku ini masih amatir dalam hal per-FF-an(?) So, mohon bantuan readers semua untuk memberi kritik ann saran terhadap kelanjutan ff ini yaaa~ :D Last, review juseyo~ *aegyobarengvernon* /readersmuntah/:v
PS.1: To my lovely sister (HealingLove) nih, udh di post. Janji lu ngereview paling panjang kan? Awas, klo engga ya... :v
PS.2: Orang tuanya Jihoon siapa ya? Ada yang bisa nebak?:D *Clue: SVT member
