Pukul 08.26
Apartemen dr. Namikaze Naruto
Kiev

Muak. Pusing. Merasa tak berdaya.

Hari ini adalah hari pertama libur setelah sebulan bekerja full time di rumah sakit. Bayangkan, sebulan bekerja tanpa libur! Rehat sehari rasanya memang kurang untuk kami, para dokter onkologi yang terus kedatangan pasien vonis positif kanker

Aku mengintip ke jendela apartemen, Jalan Akademika Koblukova tampak ramai hari ini. Aktivitas manusia dengan mobilitasnya yang tinggi membuat mataku sakit, padahal sebelum ini pemandangan tersebut biasa saja untukku yang sudah tinggal di kota metropolitan seperti Kiev sejak lama. Tidak sebelum kejadian itu...

"Dokter?"

Oh, seseorang memanggilku. Tapi ini di apartemen, bukan rumah sakit.

"Ya, sebentar."

Sebenarnya aku sedikit mengutuk orang yang memanggilku ini. Ini kesempatanku untuk libur dan ada saja gangguannya. Kalau ini panggilan dari teman-temanku di rumah sakit, aku bersumpah akan menyuntik darah mereka dengan udara kosong.

"Hai, dok."

"Sakura?"

•••

Disclaimer:
All characters belongs to Herr Kishimoto

Dia Si Nomor 176
Event 1: 28 April 1996

Don't like?
Why not keep reading? You may like this story

•••

Namanya Haruno Sakura, tetanggaku di apartemen ini. Fiuh, ternyata dia. Dia memanggilku Naruto hanya saat kami berkenalan. Begitu dia tahu kalau aku dokter di Rumah Sakit Kota No.6, dia mulai memanggilku 'dokter'.

"Pagi, dokter." Dia menyapaku dengan sangat ramah. "Aku membuat borshch. Akhir-akhir ini pekerjaanmu pasti menumpuk, kan?"

"Ya, terima kasih. Kau sangat perhatian." Dia menyerahkan sebuah mangkuk dengan nampan metal yang sudah banyak tergores. Aku beruntung, tampaknya aku tidak perlu keluar mencari makanan untuk siang ini, bahkan sampai malam nanti.

"Simpan saja dulu mangkuknya. Aku dan Kakashi sedang ada agenda hari ini."

"Agenda?"

"Ulangtahun pernikahan kami," jelasnya dengan wajah yang sangat ceria.

"Selamat untuk pernikahanmu, Sakura." Mau tak mau aku ikut bahagia. Senang rasanya memiliki tetangga yang selalu senyum seperti tak ada masalah yang berarti. Aku sedikit iri dengannya.

"Aku permisi dulu." Sakura melangkahkan kakinya menjauhi pintu apartemen. Dia berjalan bak model, sangat bebas dan penuh kebahagiaan. "Makanlah. Kau sudah lelah dengan pekerjaan manusiawi itu."

Ketika sosoknya menghilang, aku memboyong mangkuk ini dan meletakkannya di meja kecil di depan televisi. Ketika aku membuka tutupnya, selera makanku terbit. Ada potongan jamur kancing dan ayam yang mengapung di kuah borshch itu.

Aku memutuskan untuk menghabiskannya saat ini juga ―sungguh aku tidak tahan dengan aromanya yang sedap. Makan sambil menonton televisi adalah kebiasaan tidak sehat, tetapi masa bodohlah. Aku sudah dipusingkan dengan pasien yang datang seperti sekelompok semut yang mendatangi setetes madu.

Sekerat roti gandum yang jadi stok terakhirku akan menemani acara makan pagi yang sedikit telat ini. Ketika televisi menyala, isinya tak jauh dari kejadian itu. Oh, perlukah aku membanting benda elektronik ini?

Kejadian itu. Kejadian itu. Tidakkah kau muak?

Hampir semua channel masih membahas peristiwa besar yang terjadi sepuluh tahun lalu. Aku menduga, itulah yang menyebabkan membludaknya pasien kanker di rumah sakit di seluruh Ukraina. Hanya ada satu channel yang tidak menayangkan kejadian itu dengan acara lain yang lebih berfaedah; kartun Tom and Jerry. Ah, yang penting pikiranku teralih sebentar.

Sialnya, kartun anak-anak pun ada newsline di bawahnya. Ada dua kata keramat di sana.

Chernobyl. Pripyat.

Tidak! Jangan ingat dua kata itu lagi!

Aku mengutuk seluruh penyedia siaran di negeri ini. Mengapa berita Chernobyl tidak ada habis-habisnya padahal sudah berlalu 10 tahun? Memangnya peristiwa di dunia ini hanya berpusat pada Pripyat saja, hah! Kesal juga lama-lama. Kalau ada lakban hitam, aku ingin menutup bagian bawah layar televisi itu agar newsline di setiap acara non-berita bisa ditutup.

Baiklah, cobalah untuk fokus pada Jerry Tikus yang kini sedang menggosok badan dan wajahnya dengan sisa gosong di pantat sebuah kuali. Tikus licik itu pasti mau mengerjai Tom.

Tapi ngomong-ngomong, sekeras apapun aku menepis pikiranku sendiri tentang Pripyat, bayangan akan kawanku selalu muncul. Harus aku akui bahwa aku merindukannya. Dulu sekali dia pernah mencoreng wajahku dengan arang bekas acara barbeque di rumahnya -saat itu kami masih tinggal di Pripyat dan mengalami masa kecil yang sangat bahagia.

Besok aku harus bekerja. Kalaupun pasien kanker bertambah lagi aku berharap semoga dia tidak bernasib sama. Pahit-pahitnya, semoga saja dia mati. Kau tidak tahu betapa menyedihkannya para pasien kanker itu dan kami, para dokter, benar-benar kewalahan dengan penyakit mematikan ini.

Sasuke, bagaimana kabarmu? Kalau kita bertemu, masihkah kau ingat padaku?

To be continued

Nambah utang? Bodo lah XD
Yang lain akan tetap diselesaikan koqs~