Pemuda itu meletakkan tas kopernya di tanah, agar tangannya bisa meraih sesuatu dari saku. Dikeluarkannya sehelai kertas. Pemuda itu pun menatap pada kertas tersebut, lalu menatap ke depan secara bergantian, mengamati objek yang mirip seperti yang terdapat pada kertas yang dipegangnya.

Sebuah bangunan besar dan terkesan modern terbangun kokoh di depannya. Sebuah gerbang yang cukup besar tak benar-benar menjadi pembatas antara dirinya dan bangunan tersebut, lantaran ia masih bisa melihat ke dalam.

Seperti dugaannya. Gelar sebagai salah satu sekolah terbaik di negaranya bukanlah main-main. Perhatian pemuda itu tertuju pada sebuah tugu bundar berdiameter 3 meter, yang ia ketahui merupakan lambang dari sekolah itu. Di bawah tugu itu terdapat tulisan bercetak merah yang jelas.

Sekolah Tinggi Pulau Rintis.

.


.

BoboyBoy © Animonsta

My Roommates © Penjual Senjata Haram Pa Gogo

Genre : Friendship & Romance (maybe)

Rated : T

Warning(s) : AU, BoboiBoy Elementals Sibling, Highschool Life, sho-ai (maybe), OOC, typos

.

Berkisah tentang Fang yang pindah ke sekolah asrama, bertemu teman sekamar yang benar-benar memuat hidupnya lebih berwarna./Fang : berwarna ndasmu!

.

Don't like, don't read!

.

.

.

Chapter 1 : First Day

Fang tak pernah menduga bahwa ia akan dipindahkan ke sekolah dengan level setinggi itu. ia tahu, dirinya memanglah cerdas, utamanya di bidang perhitungan. Namun sekolah yang masuk 300 besar dunia itu tak pernah ada di angan-angannya. Padahal, ia hanya turut saja atas saran gurunya, mengirim permintaan pindah pada sekolah tersebut. Dan entah doa apa yang dilancarkannya saat Imlek lalu, Fang diterima.

Sebenarnya ia tak ingin pindah sekolah. Fang menyukai sekolah lamanya. Dia menjadi siswa paling populer di sana. Yah, siapa yang tak kenal si ketua klub basket yang cerdas, tinggi, ganteng pula. Meskipun ia tak banyak bergaul (malah terkesan introvert) para gadis tak segan-segan menjadikan dirinya sebagai sosok pujaan hati mereka.

Dan Fang harus membuang usahanya selama setahun lebih tahun itu.

Takdir memang tak ada yang tahu. Ibunya meninggal dalam kecelakaan tragis, tewas di tempat. Ia kehilangan satu-satunya orang yang menjadi pelindungnya, terlepas dari kenyataan bahwa ayahnya pun telah pergi terlebih dahulu saat ia masih menginjak kelas lima sekolah dasar.

Fang kehilangan segalanya. Orang tua, rumah, kekayaan yang sempat dinikmatinya selama 17 tahun dalam hidupnya. Keluarga dari pihak ibunya mengambil kesempatan. Mengambil hak dari pemuda yang masih kalut dalam duka mendalam. Sungguh ironi, bukan?

Fang tak peduli akan hal itu. Ia tak butuh uang. Ia hanya ingin ibunya hidup kembali, meski itu adalah keinginan yang paling mustahil. Ambillah uang itu sebanyak yang kalian mau. Lagipula rumah besar itu hanya akan mengingatkan si pemuda kenangan bersama wanita yang telah membesarkannya sendirian.

Untungnya para serakah itu masih tahu rasa manusiawi meski hanya secuil. Mereka masih menanggung biaya hidup si Yatim Piatu. Memberinya uang, untuk kebutuhan hidup dan sekolah.

Sayangnya semuanya masih tak cukup untuk pemuda yang masih butuh perlindungan dan pengawasan itu. Karena itulah, kepala sekolah yang bijaksana itu pun memutuskan untuk melepas siswa kebanggannya, menyarankan si peraih prestasi gemilang itu untuk sekolah asrama.

Dan atas cerita singkat itulah, membawa Fang ke tempat ini.

Pemuda itu menatap seorang pria paruh baya di depannya yang kini tengah memeriksa berkas perihal kepindahannya. Sebenarnya semuanya sudah diurus oleh sekolah, sebelum ia benar-benar dipindahkan di kota ini. Wawancara ini hanya sekedar formalitas saja.

"Nilaimu sangat bagus. Kurasa kau bisa cepat beradaptasi di sekolah ini," si pria kepala empat itu berucap sambil mengelus-elus janggutnya.

Fang hanya membalasnya dengan anggukan sopan, disertai dengan senyuman tipis.

"Baiklah. Kau bisa mulai bersekolah besok. Pastikan kau bersosialisasi dengan baik,"

"Terima kasih,"

Sang kepala sekolah lalu memberi isyarat pada seorang pekerjanya untuk mengantarkan murid pindahan itu ke tempat barunya. Fang hanya mengikuti wanita muda itu dalam diam, sambil menjenjeng kopernya yang tak terlalu besar.

Di perjalanan, si wanita (yang Fang duga merupakan tata usaha) menjelaskan mengenai aturan, jadwal, dan prosedur yang ada. Fang hanya mendengarkan sambil sesekali bertanya hal yang kurang dipahaminya.

Ia akan tinggal di kamar 202, lantai 3, gedung B. Dalam satu kamar dihuni empat orang. Kebetulan kamarnya nanti ini sudah ada penghuninya tiga orang. Fang bertanya, kenapa bisa kamar itu tetap bertahan menampung tiga orang selama lebih setahun ini. Yang ditanya hanya mengangkat bahu. Katanya beberapa siswa sempat tinggal di sana, namun kurang dari sebulan mereka minta dipindahkan. Kebanyakan alasan sih katanya seolah merasa sendirian di kamar itu, dan Fang sama sekali tidak mengerti.

"Katanya mereka tidak tahan dengan teman sekamar mereka,"

Fang memutuskan untuk tidak bertanya lebih jauh lagi. Ia akan mengeceknya sendiri nanti.

Saat itu sudah sore. Para siswa sudah beberapa yang kembali ke asrama, ada beberapa pula yang ikut kelas tambahan maupun kegiatan ekstrakulikuler. Ia bisa merasakan orang-orang yang ia lewati memandangnya dengan rasa penasaran, dan Fang tidak menghiraukannya. Ia hanya ingin segera pergi ke kamarnya, mengistirahatkan diri.

Perjalanan panjang itu pun akhirnya berakhir juga. Kini mereka sampai di depan kamar calon hunian si pemuda keturunan China.

Si pengantar pun mohon pamit, dan dibalas dengan anggukan dan ucapan terima kasih dari sang murid baru.

Fang baru saja hendak mengangkat tangan untuk mengetuk—

Ceklek.

—pintu itu sudah terbuka duluan.

Fang masih cengo dengan tangan terangkat. Matanya menangkap sosok pemuda yang sedikit lebih pendek darinya, juga ikut diam membatu, memasang pose hendak berlari keluar.

Lama mereka terdiam, sampai pemuda itu mengembangkan senyum. "Kau anak baru itu ya?" tanyanya ceria lalu kembali menegakkan tubuhnya.

Fang melakukan hal yang sama, sembari membetulkan letak kacamatanya. "Ehm… Iya," jawabnya sekenanya, masih merasa canggung.

"Heee… Kau jauh lebih baik dari yang kupikirkan! Kupikir kau cowok cupu yang pindah sekolah karena tidak tahan dikerjai di sekolah lamamu,"

Fang megerutkan alisnya tidak senang. Pemuda yang tengah mengenakan kaos kuning di depannya ini sepertinya kebanyakan baca komik. Ia hanya mendengus. "Maaf saja kalau aku tidak sesuai harapanmu," ujarnya sinis.

Pemuda itu tertawa canggung. "Ehehehee… maaf," ujarnya tanpa rasa bersalah sembari menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Ia lalu menjulurkan tangannya ke depan. "Aku BoboiBoy. Kau siapa?"

Fang memutar bola matanya. Namun pada akhirnya ia menyambut uluran tangan itu. "Fang," jawabnya singkat, masih kesal karena dikira anak cupu.

Pemuda yang mengaku bernama BoboiBoy itu hanya tersenyum. "Fang yah? Kalau begitu salam kenal,"

Fang hanya mengangguk. Ia lalu mencoba untuk mencari celah, lantaran BoboiBoy yang sedari tadi menyumbat pintu yang tak bisa dilalui oleh dua orang itu. "Kalau begitu biarkan aku masuk. Aku lelah melalui perjalanan yang panjang, tahu," Fang memang tidak pernah berniat untuk bersikap baik, utamanya terhadap orang asing yang menyebalkan ini.

BoboiBoy kembali tertawa canggung. "Kau ini sinis sekali yah," ia berkomentar. "Ya sudah. Aku juga mau keluar kok. Dah," memberi tepukan singat di bahu si pemuda mandarin, ia pun berlari meninggalkan tempat itu.

Fang hanya mendecih. Ia tak menyangka bahwa orang itu akan menjadi teman sekamarnya selama dua tahun ke depan. Ia hanya berharap, dua orang yang lain akan sedikit lebih baik dari anak tadi.

Menelan gerutuannya, Fang pun menyeret kopernya untuk masuk ke dalam.

Dugaan Fang kembali tepat. Ruangan itu seperti asrama-asrama pada umumnya, hanya sedikit lebih besar dan fasilitasnya lebih lengkap. Terdapat dua ranjang bertingkat, empat lemari, empat pasang meja belajar lengkap dengan kursinya, AC, dan beberapa gantungan pakaian. Fang menangkap sebuah korden, yang ia duga menghubungkan kamar itu ke tempat lain seperti dapur atau kamar mandi. Terdapat pula teras yang tak terlalu besar, dan di sana tergantunglah pakaian-pakaian yang telah dicuci, siap untuk diangkat. Tempat ini bisa dibilang cukup rapi, untuk ukuran kamar yang dihuni oleh tiga orang laki-laki.

'Mana yang lain…?' batin Fang menyadari tempat itu sepi, tidak dihuni seorangpun. Sepertinya BoboiBoy tadi adalah orang terakhir sebelum ia keluar entah untuk urusan apa.

Ia hanya mengangkat bahu. Tatapannya tertuju pada ranjang yang berada di tingkat atas, yang nampak belum terlapisi sepray. Sepertinya itu ranjang miliknya. Ia lalu menuju pada lemari yang masih bersih, tak ada tempelan sticker ataupun catatan-catatan kecil seperti tiga lemari lainnya. Saat Fang memasukkan kunci, lemari itu pun terbuka. Yah, ini benar lemari miliknya.

Dengan tenaga yang masih tersisa, ia pun mengeluarkan barang-barang dari kopernya, menyusunnya dengan rapih dalam lemari. Ia tak membawa banyak. Hanya beberapa setel pakaian, buku-buku, peralatan sekolah dan benda lainnya. Sisanya ia diberitahu diisediakan oleh pihak sekolah seperti peralatan makan, masak, dan sebagainya. Ngomong-ngomong soal seragam dan buku sekolahnya akan ia ambil malam nanti di ruang tata usaha.

Setelah semuanya beres ia lalu menghela nafas panjang. Ia mengambil tempat duduk di ranjang yang ada di bawah miliknya, membiarkan rasa lelah menguasai pikirannya, hingga rasa kantuk pun mulai menggerogoti mata beriris coklat itu.

Fang menguap sedikit, sebelum tanpa sadar ia merebahkan tubuh kurusnya pada ranjang yang ia duduki, membiarkan kedua kakinya tergantung di bawah.

Blam!

Sebuah suara pintu yang dibuka dengan kasar mengejutkan Fang, membuatnya langsung terbangun begitu saja sebelum ia benar-benar terlelap ke alam mimpi secara penuh. Ia harus bersyukur jarak antara ranjang tingkat satu dan tingkat atas cukup jauh, membuat kepalanya tak sampai terbentur.

Dengan sigap ia menoleh ke sumber suara, hanya berharap ranjang yang ia tempat ini bukan milik orang menyebalkan yang bahkan tak tahu cara membuka pintu dengan baik itu.

Alisnya mengerut.

"BoboiBoy…?" gumamnya. Perasaan anak itu baru saja keluar beberapa menit, dan sekarang kembali lagi?

Seharusya Fang tidak perlu seheran itu, namun melihat pemuda itu bersimbah keringat, dan nampak begitu kelelahan tentu saja membuatnya berpikir. Darimana BoboiBoy sampai bisa terlihat seperti habis keliling lapangan sebanyak 10 kliling dengan kecepatan 40 km/jam itu?

Dan yang lebih mengherankan, kaos kuning biasa yang tadi dikenakan BoboiBoy kini bertukar menjadi seragam olahraga yang terlihat seperti seragam basket.

"Kau anak baru itu ya…?" pertanyaan BoboiBoy memecah keheningan antara mereka berdua.

Fang sedikit tersentak, sebelum kerutan di alisnya menjadi semakin dalam. Namun ia hanya menghela nafas, tetap menjaga imej coolnya. "Udah tau nanya," jawabnya ketus.

Berbanding terbalik dari dugaannya, BoboiBoy akan kembali mememasang senyuman cerahnya, pemuda itu hanya mengangkat bahunya tak acuh, lalu melepas sepatunya, melemparnya secara asal di rak sepatu. Lemparanya tak cukup sempurna, membuat satu sepatu yang lain malah terjatuh di lantai.

BoboiBoy main masuk saja, dan membuka pakaiannya begitu saja.

Fang membatu seketika.

Bukan, bukan berarti ia malu melihat tubuh sesama jenisnya begitu. Ia hanya…

Wajahnya makin memerah.

Oke, dia malu. Ini pertama kalinya ia melihat tubuh laki-laki secara langsung. Di sekolah lamanya (juga saat SD maupun SMP) Fang tak pernah setuju untuk ganti baju bersama teman-temannya. Bukan apanya, ia hanya tidak terima tubuhnya dilihat oleh orang lain. Hanya itu. Bahkan, saat ia sudah genap 4 tahun, Fang menolak untuk dimandikan oleh sang ibu.

Entah sejak kapan sifat menyebalkan ini muncul, jelasnya hal ini merepotkan. Setidaknya ia bersyukur, karena di ruang olahraga sekolah lamanya, ruang gantinya pun dipakai bergantian. Sehingga makin lama Fang makin tidak terbiasa dengan kegiatan lazim itu.

Kembali ke cerita, BoboiBoy hanya mengabaikan Fang yang masih diam seperti melihat alien hijau yang datang ke bumi. Memutar bola matanya, ia pun mengambil handuk, masuk ke ruagan lain yang dipisahkan oleh korden itu.

Fang mengerjap-kerjapkan mata.

Apa-apaan pemuda itu!?

Ia segera menggeleng cepat. Terus kenapa wajahnya pake acara panas segala? BoboiBoy pasti berpikir bahwa ia ini memiliki 'kelainan'.

Mengabaikan hal itu, Fang kembali memikirkan sifat BoboiBoy yang berubah seratus delapan puluh derajat itu. Darimana dia selama sepuluh menit sehingga moodnya sampai turun drastis begitu? Mungkinkah tadi BoboiBoy diajak keluar oleh kekasihnya, diputuskan secara sepihak, dan pemuda itu langsung berlari kembali ke kamarnya tanpa mempedulikan potensi batas staminanya?

Lantas kenapa bajunya berganti? Mungkinkah hadiah terakhir dari sang pacar sebagai permintaan maaf? Fang mulai berasumsi yang tidak-tidak.

'Kupikirkanpun ga ada untungnya juga,' Fang akhirnya mendengus. Ia pun membuka lemari miliknya, mengambil handuk. Ia akan mandi saat BoboiBoy keluar.

Rasa kantuknya sudah menguap entah kemana.

.

~(^w^~) (~n_n)~

.

Suara jam mendominasi kamar yang dikuasai oleh keheningan itu. Fang yang kini duduk di meja belajar melirik melalui sudut matanya, BoboiBoy yang tengah membaca komik sambil berbaring diranjangnya sendiri, yang—sama seperti miliknya—berada di tingkat dua.

Ia pun kembali menfokuskan diri pada buku pelajarannya sendiri. Yah, duka atas kehilangan sang ibu memaksanya untuk tidak bersekolah selama beberapa minggu. Ke sekolah pun Fang sama sekali tidak bisa fokus. Jadi ia benar-benar sudah ketinggalan pelajaran. Mau tidak mau ia harus belajar sendiri agar bisa bersaing dengan siswa-siswa di sekolah bergengsi ini.

Fang melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Makan malam selalu diantarkan setiap pukul tujuh tepat. Fang cukup bersyukur makannya ditanggung begitu. Ia jadi tidak perlu repot-repot mengurusinya. Lagipula ia tak begitu pandai memasak. Rupanya saran untuk bersekolah di sini memang pilihan yang tepat.

Pergerakan BoboiBoy kembali menarik perhatian Fang. Ia pun menoleh, mendapati pemuda itu turun dari ranjangnya dengan melompat begitu saja. Ia lalu mengambil topi yang digantung, dan memakainya dengan normal.

"Aku mau ke mini market. Mau titip sesuatu?" ia bertanya.

Fang nampak berpikir. Sebenarnya ia agak terkejut BoboiBoy mau mengajaknya bicara begitu, setelah sikap ketusnya tadi. Akhirnya ia melambai-lambaikan telapak tangannya di depan wajah, lalu kembali pada kegiatannya semula. "Tidak, terima kasih,"

Ia terlalu malas untuk melihat reaksi BoboiBoy, hingga suara pintu yang dibuka lalu ditutup dengan keras itu pun kembali memulai keheningan di ruangan itu.

.

~(^w^~) (~n_n)~

.

Jam sudah menunjukkan pukul delapan lewat seperempat. BoboiBoy ternyata keluar lebih lama dari yang dipikirkannya. Tadi saat pertama kali masuk ke sekolah ini, Fang sempat melihat minimarket yang dimaksud berada dalam sekolah. Memang agak jauh sih, tapi tidak sampai selama ini juga. Kecuali jika pemuda itu memiliki beberapa hal yang harus dikerjakan, itu lain ceritanya.

Fang mencoba untuk tidak peduli, kembali membersihkan tempat makanan yang sudah kosong itu. Ngomong-ngomong, ia belum melihat dua teman sekamarnya selain BoboiBoy hari ini. Apakah mereka sesibuk itu sampai-sampai pulang malam begitu?

Ia tak bisa mengambil kesimpulan bahwa mereka tengah cuti, mengingat keranjang pakaian yang tergeletak di depan kamar mandi itu hampir penuh, dan Fang tidak yakin hanya BoboiBoy saja pemilik pakaian itu. Yah, meski ia melihat baju basket BoboiBoy berada di tumpukan paling atas.

Fang enggan mencampuradukkan pakaian kotornya dan milik teman-teman sekamarnya ini. Ia sendiri juga heran kenapa mereka melakukannya. Begini-begini Fang cukup disiplin dalam hal kebersihan. Jadi dia hanya menaruh pakaian kotornya di kantung plastik, untuk dicuci sendiri besok.

Fang pun meletakkan tempat makanannya di rak piring yang ada di samping westafel. Ia lalu menyibak korden, keluar dari sana dan mengeringkan tangannya dengan tisu.

Tok tok tok

Suara pintu yang diketuk membuat Fang menoleh. Mungkinkah itu teman sekamarnya yang lain? Mengingat bagaimana BoboiBoy tadi main banting saja. Tidak mungkin 'kan, BoboiBoy mau-maunya merepotkan diri hanya untuk mengetuk pintu.

Meski tak ada sahutan, pintu itu pun terbuka.

Dan alis Fang harus mengerut untuk yang kesekian kalinya hari ini.

"BoboiBoy?" ia menggumamkan nama yang sudah tak asing lagi hari ini.

Kesambet apa anak itu sampai tobat begitu? Mungkinkah di perjalanan tadi dia bertemu kembali mantannya yang minta rujuk, sehingga ia malah jadi tahu sopan santun begitu?

BoboiBoy menatapnya untuk waktu yang cukup lama, sampai ia pun menutup pintu, membuka sepatu dan meletakkannya dengan rapih di atas rak. Tak lupa dengan sepatu olahraga lainnya yang tadi sempat terjatuh bagian sebelah kiri, yang tadi sore ia lemparkan begitu saja.

"Kau anak baru itu ya…?"

Pertanyaan yang tiga kali dilontarkan padanya, oleh orang yang sama.

Fang hanya memutar bola matanya. Sepertinya pemuda itu benar-benar niat mempermainkannya.

BoboiBoy lalu masuk ke dalam, meletakkan tasnya di atas meja. Fang agak heran. Seingatnya tadi BoboiBoy tidak membawa tas sekolah saat keluar. Mungkinkah tas itu pemberian dari pacarnya untuk kembalinya hubungan mereka…?

Baiklah, lupakan asumsi mengenai pacar itu.

Dan Fang makin heran, saat menyadari jaket merah yang tadi dikenakan oleh teman sekamarnya ini kini telah berganti menjadi pakaian sekolah.

"Kapan sampainya?" pertanyaan BoboiBoy membuat Fang tersadar dari lamunannya. Pemuda itu lalu mengambil tempat duduk di salah satu kursi belajar, menatap Fang dengan antusias.

Fang masih tidak mengerti. Pemuda di depannya inilah yang 'menyambut'nya pertama kali. Sekarang malah bertanya seperti itu? Pakai santet macam apa sang pacar sehingga kekasihnya jadi seaneh ini?

Lupakan pacar.

Fang masih bingung harus menjawab apa.

Pandangan BoboiBoy lalu teralih pada kotak makan yang tergeletak di atas meja. "Eh, makanannya sudah sampai rupanya," ujarnya senang, lalu berjalan ke sana. Ia memeriksa kotak yang sudah berjumlah tiga itu.

"Kau sudah makan?" tanyanya lagi, seolah melupakan pertanyaan pertamanya.

Fang hanya mengangguk.

"Hmm… mereka berdua kemana yah?" BoboiBoy bergumam tidak jelas. Ia lalu kembali menoleh pada teman sekamarnya. "Kau sudah melihat dua yang lain, err… siapa namamu?"

Fang menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, lalu mengangkat bahu. Ia sudah lelah dibuat terheran-heran hari ini, membuatnya memutuskan untuk tidak peduli lagi. Terserah pertanyaan 'kau-anak-baru-itu-ya' itu mau dilontarkan padanya berapa kali selama masa sekolahnya, ia sudah tidak mau ambil pusing.

Ia pun mengambil tempat duduk di ranjang yang tadi sempat menjadi tempat istirahatnya, menatap BoboiBoy dengan malas. "Fang,"

"Fang, senang bertemu denganmu. Aku BoboiBoy," pemuda itu berujar dengan senyum ramahnya, lalu menjulurkan tangannya. Persis seperti yang dia lakukan sore tadi. Kebetulan jaraknya dengan pemuda di depannya tidak terlalu jauh.

Fang hanya memutar bola matanya malas, tidak membalas uluran tangan itu.

BoboiBoy menarik tangannya dengan canggung. "Ohya, kau sudah bertemu dengan yang lain?" BoboiBoy mengulagi pertanyaannya yang tadi tak sempat ia selesaikan.

"Belum, baru kau," Fang menjawab sekenanya. Ia benar-benar kesal. Hampir sejak di kamar ini ia bersama BoboiBoy, dan pemuda itu masih bertanya.

Fang kembali mendengar BoboiBoy bergumam sendirian, dan ia mencoba untuk tak peduli. Ia pun berjalan menuju meja belajarnya sendiri, memutuskan untuk kembali berkutat dengan soal-soal. Setidaknya ia lebih memilih untuk berpikir keras dalam hal pelajaran, dibanding dengan hal-hal aneh yang menimpanya hari ini.

"Kalau begitu aku mandi dulu yah Fang,"

'Mau mandi sampai berapa kali anak itu,' Fang tidak menyahut.

Dan BoboiBoy pun menghilag dibalik korden.

"Kalau butuh apa-apa bilang saja,"

BoboiBoy masih sempat berujuar sebelum ia menyalakan kran air.

Fang membentak mejanya dengar keras, namun tak menimbulkan suara yang demikian. Kesabarannya sudah mencapai batasnya. Mau sampai kapan BoboiBoy mempermainkannya seperti ini. Ia tahu ia tidak boleh berprasangka buruk begitu, tapi anak itu benar-benar aneh!

Mungkinkah BoboiBoy mengidap Anterograde Amnesia, membuatnya sama sekali tak bisa mengingat kejadian yang baru saja dialaminya? Fang kembali menyusun asumsi yang lebih gila lagi.

Bagaimana mungkin pengidap amnesia bisa bersekolah di sini?

Habis itu kenapa?

Fang mengacak-acak rambutnya yang memang sudah berantakan pada dasarnya.

Ceklek!

Pintu terdengar terbuka begitu saja membuat Fang menoleh ke belakang.

Mata karamelnya membelalak sempurna.

"Wah, mereka belum pulang yah?" sesosok teman sekamarnya yang lain pun masuk dengan setengah berlari, setelah ia menutup pintu dan melemparkan sepatunya sembarangan, bahkan tak menyentuh rak sepatu sedikit pun.

Fang refleks menoleh kembali ke arah korden, dan ia masih bisa mendengar suara air yang mengalir dari dalam kamar mandi.

Kalau BoboiBoy mandi di dalam… kenapa ada BoboiBoy lain yang kini tengah merebahkan tubuhnya dengan asal di atas ranjang tingkat satu yang lainnya.

Dan Fang menyadari, 'BoboiBoy yang ini' adalah BoboiBoy yang pertama kali ditemuinya sore tadi. Mengenakan kaos kuning, dengan topi biru yang dimiringkan ke samping.

Ia masih tenggelam dalam keterkejutannya, hingga sebuah suara lain nyaris membuat jantungnya copot.

BLAM!

Pintu dibanting dengan kasar.

Dan rahang Fang terjatuh begitu saja, membuatnya melongo seperti orang bodoh. Ia masih bisa menganggap BoboiBoy yang tadi hanyalah sebuah ilusi, atau yang sedang mandi adalah hantu. Tapi kini tidak lagi. Kemunculan BoboiBoy yang lain membuatnya nyaris kehilangan akal sehatnya.

Ia juga mengenali BoboiBoy yang ini. Pemuda dengan topi merah yang menghadap ke depan, mengenakan jaket merah. Pemuda itu menenteng kantong plastik, yang sepertinya berisi barang belanjaannya dari minimarket.

"Eh, kak Hali sudah pulang?" BoboiBoy bertopi miring bertanya, meski pertanyaan itu tak membutuhkan jawaban karena sosok yang ditanyakannya sudah jelas-jelas ada di depan.

Yang ditanya pun hanya mengangkat bahu, menutup pintu (sekasar ia membukanya), melemparkan sepatunya asal. Seolah déjà vu, satu sepatu mendarat di rak, dan satunya terjatuh di lantai.

"Aku dari minimarket tadi, juga ada urusan sedikit," jawabnya singkat.

Ia lalu memberi kantung plastik lain pada Fang, dan pemuda itu hanya menerimanya dengan wajah kosong, seperti orang yang terkena hipnotis. Sepertinya si anak baru belum bisa mencerna semuanya.

"Itu seragam dan peralatan lainnya. Tadi pak guru menitipkannya padaku," BoboiBoy 'merah' berucap sebelum ditanya.

"Wah, kak Hali beli apa?" BoboiBoy 'biru' langsung saja merampas kantong plastik yang ditenteng pemuda bermata tajam itu, dan secepat kilat langsung mengeluarkan isinya. Makanan ringan dan sebuah majalah.

"Hoi! Siapa yang memberimu!" si korban pencurian langsung mencoba merebut haknya kembali, membuat mereka berdua terlibat dalam pergulatan di atas ranjang yang tak terlalu besar itu.

Sepenuhnya mengabaikan Fang.

Krieeett…

Dan korden pun tersibak, menampakkan BoboiBoy lain nampak begitu segar, mengenakan mantel mandi berwarna biru lembut.

"Heh, kalian sudah pulang?"

Seolah kehilangan kesadarannya, Fang langsung naik ke ranjangnya, menarik selimut, dan menutupi tubuhnya secara keseluruhan.

Ketiga pemuda berwajah sama itu terdiam, menatapnya bingung.

.

Tbc

.


Fic ini berkisah tentang Fang yang pindah ke sekolah asrama, bertemu teman sekamar yang benar-benar memuat hidupnya lebih berwarna.

Fang : berwarna ndasmu!

BoboiBoy : Sampai jumpa chapter depan~


.

A/N :

Entah kesambet apa saya malah bikin fic AU seperti ini! XD Saya merasa tertantang untuk membuat fic BoboiBoy elementals sibling :3

Masih mikir untuk menjadikan fic ini harem ato doublepairing. Saya juga masih pertimbangin untuk rated. Bisa jadi dinaikkan atau diturunin sewaktu-waktu, (tergantung mood) Tapi kita ambil T aja lah untuk aman :3 Silahkan memberikan pendapat jika berkenan XD

Okelah. Segitu aja dulu. Sebenarnya saya masih bingung fic ini mau dibawa ke mana. Mau jadi romance atau sekedar friendship aja… Juga 'tujuan'nya masih ga jelas. Mungkin bakal jadi kumpulan drabble aja. Tapi saya masih mikir soal konflik! Bingung lah pokoknya! XD Mohon pendapat readers sekalian. Kalo ada ide silahkan tuangkan melalui kotak review~

Yosh! Mohon maaf atas segala kekurangan yang ada! Sekarang, bolehkan saya meminta review anda sekalian? Silahkan memberi saran, kritik, maupun pendapat mengenai fic ini~~

Akhir kata, review please~


*Anterograde Amnesia : hilangnya kemampuan ingatan jangka pendek yang bersifat permanen.