A Naruto Fanfiction : Monochrome

Disclaimer : Naruto belongs to Masashi Kishimoto and I don't take any profit from this Fanfiction

Main Characters : Kakashi Hatake, Shizune

Alternate Universe setting, OOC, Typo(s), Drabble.

Baginya, Kakashi itu layaknya warna monokrom.

Bagi orang lain, dia tidak terlalu menarik kecuali parasnya yang tergolong tampan untuk ukuran seorang laki‒laki. Tapi bagi Shizune, dia memiliki keunikan tersendiri. Warna monokrom memanglah membosankan, tapi banyak orang yang tak sadar bahwa warna yang hanya terdiri dari hitam dan putih itu melambangkan keteraturan serta memiliki makna yang dalam.

Shizune bertemu dengannya sekitar dua tahun yang lalu ketika ia bergabung dengan klub pencinta alam di kampusnya. Dia tidak terlalu mencolok, kecuali rambutnya yang berwarna keperakan dan itu indah menurut Shizune. Dia tak perlu menyebar senyum pun, semua gadis dengan rela bergelayut di sekitarnya. Dia terlihat pendiam sehingga banyak yang segan mendekatinya.

Shizune tak pernah melihat lelaki itu berbicara barang sekalipun. Dia pikir, dia selalu kehilangan kesempatan karena jarang mengikuti pertemuan grup. Maka dari itu, enam bulan lalu ia pun memutuskan untuk mulai rajin dalam menghadiri pertemuan klub.

"Sudah mulai rajin menghadiri pertemuan, Shizune-san?" Shizune tersipu malu ketika salah seorang senior menyapanya. Lelaki itu langsung duduk di samping Shizune, mendekatkan kepalanya seolah ingin berbisik.

"Apa ada seseorang yang menarik perhatianmu di sini?" Ia berbisik cukup pelan. Suaranya tersamarkan oleh kebisingan lingkungan sekitar. Seolah‒olah, ia menyetel agar hanya Shizune yang dapat mendengarnya.

"Ah, bukan begitu, senpai. Bukannya bagus kalau aku selalu menghadiri pertemuan?"

Genma mengangguk pelan. Namun matanya masih menyiratkan kejahilan.

"Ya aku senang anggota klub taat pada aturan. Terutama jika dia berasal dari Fakultas Kedokteran yang elit itu." Shizune bodoh jika tidak menyadari bahwa Genma kini menyindirnya. Dan, ia memang merasakannya. Mencoba memanajemen waktu dan mengefisienkannya agar semua tugasnya dapat selesai lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Berusaha menekan agar ia bisa meluangkan beberapa jam di hari Selasa dan Jumat. Hari pertemuan klub.

Semua itu sangat mudah. Seperti memasukkan gajah ke dalam kulkas.

Shizune akan protes jika semester ini IPK-nya tidak naik karena ia merasa sudah memenuhi tugas tepat waktu. Tapi, bukan itu yang ia khawatirkan sekarang.

"Baiklah, semuanya tolong perhatikan ke depan. Kita akan mulai pertemuannya."

Genma menoleh, beranjak dari kursinya.

"Yosh, aku pergi dulu. Kuharap aku tahu siapa yang kau incar di sini," ujar Genma dengan seringainya yang khas. Shizune tak menganggap Genma sebagai ancaman karena ia tahu, lelaki itu hanya menggodanya semata. Semacam lelaki yang aktraktif.

Shizune kembali melayangkan pandangannya. Mencari sosok yang akhir‒akhir ini menarik perhatiannya. Dan ia temukan orang itu di antara jejeran pengurus yang duduk di depan.

Dia begitu dekat, dalam jangkauan, tapi tetap saja seolah ada tembok yang menghalangi.Setelah pertemuan bubar, Shizune menjadi orang terakhir yang berada di ruangan. Ia berbincang ringan dengan salah seorang mahasiswa yang satu fakultas dengannya namun berbeda semester. Mahasiswa tersebut pamit pulang dan sempat menawari Shizune untuk pulang bersama, namun dengan halus ia menolaknya.

"Kalau begitu aku duluan ya," pamitnya.

"Ya, hati‒hati di jalan," balas Shizune. Setelah mahasiswa itu pergi, Shizune pun menyampirkan tasnya dan beranjak pulang. Namun, seseorang yang duduk sendiri di pojok ruangan, tampak sibuk dengan beberapa berkas menarik perhatiannya. Ia pun memutuskan untuk menghampirinya.

"Kak, sedang apa?"

Lelaki itu mengangkat kepalanya, tersenyum kecil tanpa membalas perkataan Shizune. Di situlah Shizune merasa sedikit tersinggung.

Ia memutuskan duduk di kursi kosong. Di samping lelaki itu sambil memperhatikan berkas yang bercecer.

"Ini absensi ya?"

Lagi, lelaki itu membalasnya dengan anggukan. Melihat wajah Shizuneyang mengerjap tak percaya, ia meraih salah satu kertas dan menuliskan sesuatu.

Maaf.

Shizune tertegun.

Aku tidak bisa bicara.

Rasa terkejut yang melingkupi hati Shizune langsung terpatri di wajahnya. Buru‒buru ia berdiri dan membungkuk.

"Maaf, aku tidak tahu."

Tidak masalah. Kenapa belum pulang?

Shizune mengambil kertas itu dan menuliskan beberapa kata di atasnya.

Malas.

Dan percakapan via kertas dan pulpen mereka berlanjut hingga senja. Percakapan yang ringan dan banyak berbasa‒basi.

Beberapa tahun kemudian, tercetak sebuah undangan pernikahan dengan nama Shizune dan Kakashi Hatake di sampulnya.

Mencintai seseorang, berarti kau harus menerima dan melengkapi kekurangannya.

End