"Hime hime! Hime! Suki suki daisuki! Hime! Hime! Kirakirarin~! Okikuna are mahou kakete mo Hime wa Himena no Himena noda yooo~~"*

Takao mengelap peluh, udah hampir sejam doi sepedaan muterin kompleks sambil nyanyi buat ngusir suntuk dan nggak nemuin barang yang dicarinya. Kalau bukan demi titah sang mamah, mana mungkin dia mau keluar rumah di cuaca seterik ini. Walaupun Takao juga nggak permasalahin kulitnya bakal menghitam, toh ada yang bilang kalau 'hitam itu seksi'. Siapa yang bilang kayak gitu? Siapa lagi kalau bukan sang mamah. Itu juga akal-akalan buat Takao, biar bocah itu mau panas-panasan keluar rumah. Dan berkat seutas kalimat sakti itu, Takao nurutin perintah mamah. Mamah Takao emang jago bujuk anaknya.

Titahnya cuma satu, beliin tusuk gigi. Itupun bukan buat gigi, tapi buat nusuk kue klepon. Sang mamah nggak mau bikinin kue klepon kalau nggak pakai tusuk gigi, lebih maknyos gitu katanya kalau makan klepon yang diangkat pake tusuk gigi. Ada-ada aja emang.

"Dih, coba Bang Shun nggak jauh-jauh amat sekolah pake ngekos di Seirin. Pastinya Bang Shun yang bakal disuruh panas-panasan beli tusuk gigi, bukannya akuuuuuhhh~ Mana jam segini TV Championnya udah mulai pula!" Takao ngedumel sambil memasuki ShutokuMart—pilihan terakhirnya setelah berkelana menyambangi satu warung ke warung lainnya, demi mencari tusuk gigi.

Pucuk di cinta ulam tiba.

Tusuk gigi yang dicarinya!

Cuma tinggal satu kotak. Nyempil di ujung rak.

Takao buru-buru menyambar rak ujung, tapi—

Sudah ada tangan kurus yang mendahuluinya menggapai kotak tusuk gigi.

"Yaaahhh—" nada penuh kekecewan spontan keluar dari bibir manyun Takao. "Mamah bakal misuh-misuh kalau nggak ngedapetin tusuk giginya—"

Sosok itu menatapnya prihatin. Kasihan— mana poninya alay, bakal dimarahin mamahnya pula—

Entah dia lebih prihatin sama Takao yang bakal dimarahin mamah atau sama poni alaynya?

"S- sumimasen— I- ini buatmu aja."

Mata Takao berbinar-binar, "Eh, seriusan, Neng? Buatku?"

Kok dipanggil Neng sih? Dia mau protes, tapi nggak enak juga sama Takao. "I- iya—"

"Huwaaahhh— makasih ya!" Takao sumringah. "Lain kali kalau kita ketemuan, kamu bakal kutraktir cappucino cincau deh!"

"Ng- nggak usah—"

"Nggak apa kok! Lagian cappucino cincau di perempatan gang senggol emang terkenal enak! Yang rasa karamel juga enak lho— Duh!" spontan Takao menepuk jidat. "Aku hampir lupa sama titipan mamah. Yaudah aku ciao dulu ya— Makasih banyak!"

Sudah beberapa menit Takao berlalu dari tempat itu. Gantian si unyu yang kebingungan.

"Kalau stok tusuk giginya habis gini, ntar aku nusuk kue klepon pakai apa?"


Fic ini oleh saya

Kuroko no Basuke kepunyaan Tadatoshi Fujimaki-sensei

.

.

.

.

.

Warning: Midorima ganteng! Awas kepicut

.

.

.

.

.


Rate-T untuk segala keambiguan yang ada(?). Romance. Humor. BL. Gaje. OOC. Takao-Sakurai.

No bashing chara. Don't like don't read.


.

KARAMEL

by Kajika Louisa

.

Chapter 1

"Karena perasaanku ke kamu tuh kayak karamel—"

.

Niatnya emang traktir, tapi celakanya, Takao lupa nanyain alamat si unyu kemarin. Gimana bisa traktir kalau tempat tinggalnya aja nggak tahu, apalagi namanya.

Yang kebayang cuman— Tampangnya manis dan rambutnya serwarna karamel. Kok Takao jadi keinget sama karamel cincau ya?

Yaudahlah ya, mungkin dia salah satu penghuni baru di kompleks ini. Siapa tahu di perjalanan sekolah nanti Takao ketemuan sama doi. Jodoh kan nggak kemana—bukan, Takao nggak maksud naksir tapi niatan balas budi.

Takao uso uso.

"Eh—"

Baru juga nutup pintu pagar, sosok itu muncul di hadapan Takao—sama terkejutnya dengan Takao.

Bener-bener yang namanya jodoh nggak kemana.

"Kamu tetangga baruku? Kok aku baru tahu—" Kesekian kalinya sosok itu membuat Takao sumringah. "Wuih— jadi rumah besar ini yang bakal kamu tempatin."

"I- iya- baru juga pindah semalem, jadi belum sempat bertamu. gomen—"

Kenapa malah minta maaf? Alis Takao terangkat sebelah.

"...sebelum naruh barang-barang di rumah baru, aku minta sama Abang yang bawa mobil carteran stop dulu di ShutokuMart—nungguin aku belanja bentar. Dan nggak sengaja ketemu kamu di sana, memang agak lama belanjanya jadi baru nyampe rumah tadi malam..."

"Aku Kazunari Takao, salam kenal ya tetangga baru," Takao mengulurkan tangannya. "Kalau butuh bantuan bilang aja, toh rumahku dekatan gitu. Barang-barang yang butuh diberesin masih banyak kan?"

"M- makasih—" Dia menjabat tangan Takao nervous. "Tapi nggak apa nih?"

Ini cewek gugupan gini emang ya? Tapi manis banget aduh mah gak nguatin— "Nggak apa. Lagian kemarin kamu udah nolongin aku. Boleh tahu, namamu siapa?"

"Sa...ku... Saku... rai—"

"Sakura? Namanya manis kayak pemiliknya. Buat cewek semanis Neng Sakura, kalau butuh apa-apa bilang aja sama Abang."

Hari itu juga, seorang Kazunari Takao meluncurkan gombalan perdananya. Untuk pertama kalinya juga, dia jatuh hati pada sosok Sakurai. Kasihan—

"Eh namaku b- bukan Sakura—"

Makin ribet dah. Saking pelan dan gugupnya suara Sakurai. Takao jadi salah paham untuk kesekian kalinya. Pertama, nyebut Sakurai 'Neng'. Kedua, ngubah nama Sakurai jadi Sakura—itu juga karena salah denger sih. Ketiga, secara sepihak bilang kalau Sakurai 'cewek manis'.

Sakurai jadi bingung dibuatnya. Gimana cara ngelurusin hal ini ke Takao?

"Ditungguin buat berangkat sekolah bareng, malah ngegombalin cewek di sini—"

Belum kelar masalah Takao, satu orang lagi mengklaim Sakurai sebagai cewek. Rambutnya adem kehijauan bak lapangan bola, ikemen, tinggi besar, pake megane, dan pheromonnya nyebar kemana-mana. Mungkin kalau Sakurai beneran cewek, bakal langsung klepek-klepek melihat penampakan cowok macam itu.

"Shin-chan, kok malah ke sini?"

"Malah balik nanya. Kau itu yang kelamaan, aku mah ogah ngaret dateng ke sekolah nanodayo—."

"Sori hahaha—" Takao mengalihkan pandangan pada sosok manis di sebelahnya. "Btw Shin-chan, aku nggak modus lho ya—" dusta Takao. "Kenalin ini Sakura tetangga baruku—"

Sakurai memandang si hijau dengan gugup.

"Shintaro Midorima. Jangan cemas, Neng. Walau tampangku kayak gini, aku nggak gigit kok."

"Salam kenal, Midorima-san—" Gugup itu emang bawaan Sakurai sih, bukan karena tampang Midorima atau apa. "Anu sebenarnya—" Sakurai balas menatap Midorima dan Takao bergantian. "Namaku bukan Sakura, tapi Sakurai, dan— Sakurai itu nama keluargaku."

"Mau nama kecil, mau nama keluarga, yang mana aja juga tetap unyuh buat kamu kok, Neng. Iya kan, Shin-chan?"

Gombal sisen duwa.

Midorima ngeiyain aja. Itung-itung dukung sohib sendiri—walau Midorima galak. Kalau bisa bantu, Midorima juga ridho—coz sepertinya ini first lovenya Takao. Bantuin temen kan berpahala, apalagi dengan penuh keikhlasan.

"S- sumimasen—" lanjut Sakurai. "Kumohon kalian nggak salah paham. Namaku Sakurai, Ryou Sakurai. Dan aku—"

—Aku cowok!"

.

.

.

.

.

Gimana tampangku kalau ketemu sama dia coba?

Sejak saat itu Takao suka galau buat keluar rumah—kecuali buat ke sekolah, ekskul, atau pas gantiin mamah arisan RT. Gimana kalau dia ketemu sama Sakurai? Dia nggak siap mental—

Beberapa kali mereka papasan, Sakurai mau ngajak ngomong, Takaonya malah kabur duluan.

Sampai sekarang.

.

.

.

.

.

Takao emang punya bawaan maso. Sejak pagi sampai istirahat siang kelar, udah keseratus maji ratus kalinya dia muterin lagu ATDK alias 'Atitnya Tuh di Kokoro' dari grup band ShutokuCODEX kesukaannya. Lirik ATDK yang nyesek—walau nggak ada hubungannya sama asmara, melainkan soal sembako naik—di mix dengan musik rock cadas, tetep aja berhasil membuat sikon Takao makin sulit terdeskripsikan.

"Shin-chan, aku ganteng nggak?"

"Iya, kamu ganteng kayak vokalis ShutokuCODEX."

Berkat pujian itu Takao yang galau langsung sumringah.

Terpaksa Midorima bilang kayak gitu, ketimbang Takao depresi. Kasihan liatnya—

Di lain waktu, Kiyoshi Miyaji—senpai sekaligus teman satu tim basket Takao, gantian ngehibur.

"Ketimbang galau gitu, mending makan nanas sini," Miyaji menepuk-nepuk sisi kiri bangku panjang yang dia duduki—siang itu mereka bersiap ngikutin ekskul basket. Mumpung belum ekskul, anak-anak basket suka duduk-duduk atau latihan basket 1 on 1 di tempat latihan indoor buat ngisi waktu.

Dengan tampang hopeless Takao nerima potongan nanas dari senpainya.

"Tahu nggak?"

"Nggak tahu, Bang."

"Yee— aku kan belum kelar ngomong—" Miyaji ngejitak ubun-ubun Takao. "Tahu nggak, nanas itu bagus banget buat menutrisi organ mata. Soalnya nanas ini sumber vitamin A. Rutin-rutin deh makan nanas biar penglihatanmu jadi lebih baik dan jelas. Kamu minta nanas gratis sama aku juga boleh, asal nggak seumur idup minta gratisan. Bisa-bisa perkebunan nanas keluargaku jadi bangkrut. Ini juga aku prihatin gara-gara, hawk eye kamu rasanya agak mengalami penurunan gitu— Miapah kamu manggil nama Abang jualan cappucino cincau di perempatan gang senggol kemaren pake Bang Midorima. Namanya kan Bang Kagami, bukan Midorima."

"Iye sori ye Bang, aku khilaf. Belakangan ini aku suka salah fokus, padahal nggak lagi fanboyingan sama ShutokuCODEX," Takao ngekrokotin potongan nanas segar pemberian Miyaji—kali-kali petuah Miyaji emang tokcer. Detik itu juga Takao bertekad berguru pada Miyaji, dan menjadi nanaslover.

"Tapi, kamu tuh belakangan ini galau gara-gara apa? Berasa bukan Takao yang aku kenal deh," Miyaji langsung tepat sasaran.

"Takao lagi jatuh tjinta nanodayo—" Bukan Takao yang ngejawab, melainkan Midorima.

BUSET SHIN-CHAN! Maen samber aja, aku ngomong juga belum. "Jangan dengerin Shin-chan, Bang! Bo'ong itumah," semburat merah menghiasi wajah Takao berbanding terbalik dengan perkataannya.

"Kok kamu yang jadi tsundere, mustinya kan yang tsundere Midorima."

Yang disebut tsundere melotot. Pengen ngelempar Miyaji pake nanas tapi ya nggak mungkin, masak senpai sendiri dilempar pake nanas? Ntar kalau amnesia, siapa yang mau tanggung jawab?

"Memang aku yang salah—" Takao menghela napas. "Waktu itu Shin-chan juga ada, Shin-chan udah minta maaf ke orangnya, tapi aku malah kabur duluan. Aku malu, Bang— Ciyus."

"Kamu cowok kan!" Miyaji mencengkram kedua bahu Takao. "Kalau kamu sayang sama dia, suka sama dia, nggak ada salahnya kamu maju dan minta maaf. Apa dia selama ini menutup hatinya buat kamu sejak kejadian itu? Dia marah sama kamu?"

Eh nggak sih. Malah selama ini tiap dideketin Sakurai, Takao yang kabur duluan.

"Oke deh Bang, makasih buat advisnya. Siap aku laksanakan!"

Takao ijin pamit, langsung ngacir ninggalin lapangan basket indoor.

"Bagus— Gitu dong! Itu baru namanya Kazunari Takao, hawk eye andalan SMA Shutoku!" Miyaji melepas Takao dengan penuh kebanggaan.

"Bagus sih bagus, Bang," Midorima nyeletuk. "Tapi sekarang kan masih jamnya ekskul basket nanodayo— Takao dibiarin bolos ekskul gitu aja?"

Aduh gawats! Miyaji kelupaan soal ekskul. "TAKAOOO EKSKUL DULU WOI! NGELAMAR ANAK ORANGNYA NANTI AJA!"

.

.

.

.

.

Siapa juga yang mau ngelamar anak orang? Aku kan cuma mau minta maaf.

Takao nyepak-nyepak kerikil di sepanjang jalan. Apes dia, kupingnya masih panas, gara-gara sepanjang jam ekskul basket tadi di ciee-ciee in mulu sama teman satu timnya.

—yah mungkin juga sih kalau aku udah lulus kuliah, dan Abang Shun udah ada calon waifu, bisalah aku ngelamar Sa—

Lagi-lagi baru aja dipikirin, doi muncul di hadapan Takao.

"T- Takao-san habis pulang ekskul?"

Hening.

Bukan maksud Takao ngehindar. Tapi lewat suaranya aja, Sakurai suka bikin kicep dan bikin si pemilik mata rajawali jadi nggak konsen. Kalau Takao nekad, biasanya doi emang suka ngerekamin suara bahkan video memalukan dari tim basketnyaapalagi ngerjain Shin-chan. Tapi ini, mau ngeluarin hape buat ngerekam suaranya Sakurai aja, dia nggak bisa. Takao jadi lemah hati gini. Suara sehalus Nobunaga Shimazaki itu sukses mengguyur sanubari Takao.

"S- sumimasen—" sambung Sakurai gugup. "A- aku nggak bermaksud SKSD. Kalau gitu a- aku duluan, permis—"

Lengan kurus Sakurai ditahan oleh tangan kokoh Takao.

Ketika gula meleleh dan mendekati suhu tertingginya, molekulnya memecah, membentuk menjadi cairan lengket berwarna cokelat, dan jadilah karamel. Sakurai bagaikan karamel buat Takao.

Karena perasaanku ke kamu tuh kayak karamel, Sakurai

"Aku minta maaf"

Si rambut karamel menatap Takao dengan bingung.

"Mulai dari awal kita ketemuan di ShutokuMart, lalu kejadian di depan rumahmu waktu itu" Takao membuang muka, biar wajah blushingnya nggak kelihatan di pandangan mata Sakurai. "Aku minta maaf udah ngatain kamu cewek manis"

Walau kamu emang manis sih.

Takao menengadahkan kepalanya ragu-raguentah demi apa, helaian poni alay menjuntai yang menutupi sebagian area matanya, malah makin menonjolkan keganteng Takao. "Kamu marah sama aku?"

Sakurai jadi gagal paham ngelihat pose Takao yang kayak gitu.

"Nggaklah" senyuman mengembang di bibir Sakurai.

Tuh kan manis, ngingetin sama karamel cincau mulu— Nyebelin banget tahu nggak sih! Kamu bikin aku nggak konsen, ugh— pengen tak maem! Takao membatin kesal. Entah dia musti kesal sama siapa.

"—kupikir Takao-san yang marah sama aku. Sejak lusa kemarin, aku mau nyapa tapi Takao-san malah kabur—"

"Aku nggak marah sama kamu, sungguh!"

Sakurai terkesiap dengan respon Takao.

"M- makasihDan maaf kalau... sikapku kayak gini, aku memang rada gugupan..."

Gantian senyum Takao yang mengembang. Sakurai mau gugupan, atau mau jumpalitan pun rasanya nggak jadi masalah buat Takao.

"Jadi fix ya. Aku sama sekali nggak marah sama kamu, dan kamu maafin aku?"

Sakurai mengangguk pastitanpa dia sadari lengan kurusnya masih dalam genggaman Takao.

"Dan satu lagi, masih ada lowongan buat bantu beres-beres rumahmu?"

Sakurai terkekeh. "Boleh kok, boleh banget!"

Biarlah kayak gini dulu. Asalkan Sakurai nggak memusuhinya, itu sudah cukup buat Takao.

.

.

.

.

.

Seminggu sejak saat itu—sejak Takao meminta maaf ke Sakurai. Sejak saat itu juga Takao jadi bodyguard cabutan buat Sakurai. Walaupun Sakurai nggak perlu bodyguard-bodyguard-an segala, tapi Takaonya yang ngotot nganter-jemput Sakurai di stasiun—sekolah Sakurai memang jauh, dari Shutoku ke Touou dia musti bolak-balik naik kereta. Yaudah Sakurai mah nurut aja, lagian Takao anaknya rame, Sakurai nggak bakal bete sepanjang perjalanan pulang.

"Takao-san—" Sakurai menepuk-nepuk pelan bahu Takao. "Sampai kapan kamu mau tiduran di bangku peron, ini sudah sore— Takao-saan—"

Mungkin kalau aku berantakin rambutnya, Takao-san bakal kebangun—? Atau sekalian aku ubah rambutnya jadi polem kanan, biar makin ketjeh kayak Tattsun?

Sedikit lagi tangan Sakurai menyentuh pucuk rambut Takao, tapi tangan itu mendadak terhenti di udara. Takao menangkap lengan kurus Sakurai, mata rajawali berwarna kelabu langsung menghunus mata karamel milik Sakurai.

"Kamu mau ngapain?"

DEG—

"M- mau ngeberantakin rambut Takao-san biar kebangun. Ha- habis, tidurmu pules banget—!"

Takao berdiri dari tempat duduknya, dilepaskannya genggaman tangannya, diacak-acaknya rambut Sakurai. "Pulang yuk— Tapi kita mampir di cappucino cincaunya Bang Kagami dulu. Kamu kan suka banget sama karamel cincaunya—"

"I- iya—!" Susah payah Sakurai membenahi rambutnya sambil menyusul langkah kaki Takao yang panjang-panjang.

Sebenarnya tinggi mereka nggak jauh beda, tapi karena Sakurai lebih kurus dari Takao, fisik Takao lebih nampak manly ketimbang dirinya.

"Eh—?"

DEG—

Sakurai terenyak, spontan Takao menggenggam tangannya.

"Biar cepet. Entar kalau pulang kemalaman mamah bakal ngomelin kita berdua. Lagian habis Maghrib, kita mau 1 on 1 bareng kan—"

1 on 1 yang dimaksud bukan street basketball bareng, tapi 1 on 1 main bekel bareng. Kebetulan Sakurai baru beli bekel, buat ngusir waktu katanya.

Sakurai mengangguk tanpa menggubris debaran jantungnya. Mungkin itu hanya efek kecapekan setelah perjalanan kereta tadi, pikirnya.

.

.

.

.

.

"Arrggg— Sakurai kok gitu sih. Kenapa dari tadi nyetak three point mulu?"

"Err— Mau diulangi lagi mainnya?"

Yang ditanya menggeleng. Lagian bekelan pake hawk eyenya juga kagak ngefek—hawk eye imba dalam basket, tapi nggak buat bekelan, mana Sakurai pake three point-an mulu.

Emangnya main bekel ada three point-an nya juga tah?

Takao merebahkan dirinya di lantai, bekelan bareng Sakurai bikin capek juga ternyata. Mata kelabunya menyisir ruang tamu hingga langit-langit rumah Sakurai, rumah itu terlalu besar buat seorang Sakurai. Dulu waktu Takao masih SD, dia bareng Abangnya Shun emang suka petak umpet bareng di sekitar situ. Rumah itu lebih sering kosong ketimbang ada penghuninya, makanya anak-anak di kompleks suka menggunakannya sebagai tempat main—tapi itu dulu.

Eh tapi, masak iya Sakurai ngebersihin rumah besar itu seorang diri? Takao yang dari awal niatan bantu beres-beres, malah cuman ngebantu ngeletakkin barang-barang coz itu rumah udah bersih. Masak Sakurai jurik sih? Ah mana mungkinlah— Unyu gitu, toh kakinya juga napak pula.

"Rumah ini rapi banget—" Takao ingin menghapus rasa penasarannya. "Nggak kesusahan apa ngebersihinnya? Awalnya kan berdebu banget—"

"Oh itu, Abang sempet mampir ke sini, bantu bersih-bersih beberapa hari—"

Haah— Syukurlah— Pikiran Takao aja yang terlalu kemana-mana. Masak cowok seunyu Sakurai jurik sih— Nggak mungkinlah.

Dan Takao baru menyadari satu hal—

"Kamu punya Abang?" Sontak dia bangkit dan duduk menghadap Sakurai.

Satu anggukan.

Takao juga punya Abang—Shun, cuma beda setahun sama Takao, dan sekarang doi masih sekolah sekaligus ngekos di Seirin. Tapi bukan itu yang Takao persoalkan—

"Kebetulan abangku mau ke sini," Sakurai melirik jam dinding di sudut ruangan. "Sebentar lagi juga sampai. Kemarin dia janji mau mampir sekalian makan malam bareng. Takao-san jangan pulang dulu ya, kamu kan udah banyak aku repotin, aku pengin ngenalin Takao-san sama Abang."

Glek—

Takao jadi nggak fokus. Bukan soal kenalan sama Abang Sakurai. Masalahnya... kenapa Sakurai harus punya Abang coba? Bukannya nggak ngebolehin Sakurai buat punya Abang, tapi tapi tapi...

Tepat saat bel rumah Sakurai berbunyi, smart phone Takao bergetar. Sebuah nama terpampang jelas di layar.

"Hei, sekarang kau ada dimana, Takao? Kita bawa nanas buat kamu—"

.

Di waktu yang sama, dua orang bertubuh bongsor berdiri tepat di luar halaman rumah Sakurai. Yang satu berbau nanas, satunya lagi punya rambut sehiijau daun nanas. Siapa lagi kalau bukan Bang nanas eh- Miyaji sama Midorima yang lagi dibuat kelimpungan sama Takao.

"Gimana, Bang? Mamahnya bilang kalau sekarang Takao lagi 1 on 1."

"Emang lapangan basket kompleks ini ada di sebelah mana? Jauh banget?"

"Nggak juga nanodayo— Di sebelah ShutokuMart ada lapangan basket. Tapi—"

"Tapi apa?"

"Tapi sebelum sampai di ShutokuMart, kita musti ngelewatin kuburan dulu—mana katanya angker pula. Aku nggak mau nanodayo."

Miyaji ngacak-acak rambutnya sutris. Pasalnya, dia juga nggak ada minat ngelewatin kuburan. Diajak ikutan uji nyali dibayar jutaan pun bakal dia tolak, tapi kalau bayarannya nanas atau durian segerobak mungkin bisa dipikir-pikir dulu.

Coba mereka tahu kalau 1 on 1 yang dimaksud tuh bukan street basketball melainkan 1 on 1 bekelan.

"Apa kita titipin aja sama mamahnya Takao?"

"Coba kamu telepon Takao dulu—cek posisinya sekarang ada di mana," Miyaji ngelangkah masuk ke pekarangan Sakurai, lalu memencet bel.

Midorima menunggu jawaban dari hape Takao sambil memantau gelagat senpainya. "Abang sendiri mau ngapain nanodayo?"

"Aku ada perlu sebentar— Kau ke sini deh," dipencetnya bel sekali lagi.

Si hijau ngikutin aja ajakan senpainya—memasuki halaman rumah Sakurai. Yang bikin Midorima heran, ada keperluan apa senpainya di rumah Sakurai? Hmm— mungkin mau bagi-bagi nanas kali ya. Toh mereka bawa nanas ampe dua karung gitu. Itung-itung amal.

Telepon diangkat.

"Hei, sekarang kau ada dimana, Takao? Kita bawa nanas buat kamu—"

"Shin-chan ya, sekarang aku di rumah Sakurai. Kamu dimana?"

Alis Midorima bertaut. Bukannya Mamah Takao bilang kalau anaknya 1 on 1? Masak 1 on 1 di dalam rumah sih? Seborju itukah Sakurai sampai-sampai punya lapangan basket di dalam rumah?

"Aku di depan rumah Sakurai, bareng Bang Miyaji nanodayo—"

Tepat saat itu, pintu rumah Sakurai terbuka.

Sakurai dan Takao muncul dari balik pintu.

"Abang kapan sampainya?"

Namun suara itu bukan berasal dari Takao, melainkan dari Sakurai.

Nggak hanya Takao yang heran, Midorima juga ikut heran.

Sepertinya hawa-hawa nggak enak yang bikin Takao kalut dari tadi, terjawab sekarang.

Wajah Takao memucat, "Jadi.. Abangmu itu..."

"Kalian sudah kenal? Ah, aku baru ingat kalau Bang Kiyoshi satu sekolah sama Takao-san. Jangan-jangan kalian bertiga juga satu tim basket di SMA Shutoku?" timpal Sakurai.

"Iya Ryou sayang— Semua yang kamu bilang tepat banget!" Spontan Miyaji merangkul bahu Takao, bukan rangkulan ala-ala bromance pas mereka tanding basket sama SMA sebelah, lebih mirip rangkulan ngajak gelut. "Takao ini kouhai kesayanganku. Iya kan, Takao?"

Takao menelan ludah susah payah. "Ya— gitu d- deh hahaha—" lanjutnya tertawa garing.

"Salam kenal lagi ya, aku Abangnya Ryou," Miyaji nyengir setan.

Ini yang Takao takutkan. Mana bisa dia naksir seseorang kalau yang ditaksirnya punya abang brocon galak macam Miyaji. Pas nggak brocon aja Miyaji galak, apalagi versi broconnyabisa dua kali lipatnya. Takao nggak sanggup ngebayangin.

Rasanya Takao pengen ngumpet di dalam karung nanas sekarang juga. Misinya miapah jadi nggak mulus gini. Dia suka Sakurai, dia sempat curhat dan didukung sama Miyaji, dan ternyata yang dia curhatin itu Abangnya Sakurai langsung! Arggghhh—

"Tapi" Midorima angkat bicara. "Nama keluarga kalian berbeda nanodayoWalau warna rambut kalian agak sama"

"Itu karena Abang Kiyoshi ini Abang sepupuku, kita sama-sama anak tunggal, otomatis kita berdua udah kayak Abang dan Adek kandung."

Midorima mengangguk-angguk mendapati jawaban Sakurai.

"Oh jadi ini yang bikin kamu galau sampai nggak konsen latihan basket?" Miyaji melepas rangkulan dari bahu Takao. "Someone get me a pineapple"

Wajah Takao masih memucat, Sakurai memandangnya cemas, dan Miyaji nggak suka sama pemandangan macam itu.

"Midorima, tolong kemarikan karung nanasnya ke sini."

"Abang mau ngelemparin Takao pake nanas?"

"BUSET SHIN-CHAN! NGGAK USAH MANAS-MANASIN BANG MIYAJI JUGA KALI!"

"Aku nggak manas-manasin Bang Miyaji nanodayocuma nanya biasa."

Miapah yang kayak gitu dibilang nanya biasa? Shin-chan kamu itu... ter-la-lu.

"Awalnya sih aku ada niatan gituTapi dia hawk eye andalan tim basket kita. Kalau dia benjol-benjol gara-gara ditimpukin nanas, siapa yang bisa gantiin posisi Takao coba?"

"Iya sih nanodayo"

"JADI ALASANNYA GITU DOANG?! KALIAN BERDUA NGGAK FREEN!" Takao teriak ababil.

"Aku nggak masalah sih kalau kau mau mengambil hati Ryou, tapi" Lagi-lagi sebuah seringai setan. "Kau harus tanding 1 on 1 melawanku pakai nanas!"

Bahkan Sakurai-pun belum bisa mencerna kalimat Abangnya. 1 on 1 pake nanas itu yang kayak gimana?

.

.

.

.

.

TEBECE

.

.

.

.

.


OMAKE

.

"Honnou teki naru situation, tatakau imi wo sagasu kono imitation. Kurayami kara koboreru light, tora wareta yourself kowase!"**

"Aku baru dengerin kamu nyanyi sekarang. Suaramu cakep juga, kayak suaranya Tattsun."

Hah? Sakurai memujinya?

"Karamel cincaunya udah dipesen?" Takao mengalihkan pembicaraansekaligus mengalihkan debaran jantungnya yang nggak beraturan. Dia seneng aja kalau nyanyi tiap hari, mana dipuji Sakurai lagi. Tapi debaran jantungnya iniloh, makin bikin salting aja.

"Udah kok, karamel cincaunya dua. Entar katanya Bang Kagami yang nganter langsung. Nah itu dia"

"Silakan, karamel cincaunya dua."

"Makasih Bang," timpal Sakurai.

"Ngomong-ngomong, Bang" sambil nyeruput karamel cincaunya, Takao angkat bicara. "Abang kenal sama Shintaro Midorima?"

Rupanya Takao masih penasaran sewaktu dia pernah salah nyebut manggil nama Bang Kagami pake nama Midorima.

"Dia temanmu kan, tim basket SMA Shutoku juga. Abang pasti kenal lah, dia kan bisa dibilang saudara jauh Abang."

Takao sama Sakurai nganga bareng.

"Eh seriusan Bang?" kali ini Sakurai yang penasaran.

"Iya, dia itu putra om nya Abang sepupunya ayah Abang dari adeknya kakek Abang yang nomor dua."

Elah ribet amat penjelasannya—

"Ada apa memangnya?"

"Takao-san kan pernah manggil nama Abang pake nama Midorima. Itu juga kata Takao-san karena garis wajah kalian mirip, jadi salah manggil gitu. Tapi ternyataTakao-san sama sekali nggak asbun." Ada nada takjub dari kalimat Sakurai.

"Sasuga deh hawk eye nya SMA Shutoku, Abang kagum sama kamu."

"Ahahaha" Takao nyengir garing. He, apa sebegitunya kemampuan mata rajawalinya, masak sih?

.


* Koi no Hime Hime Petannko, OST Love Hime yang suka dinyanyiin sama Sakamichi Onoda di YowaPeda

** Catal Rhythm, OST KuroBas ED02 S1, Takao sendiri pernah nyanyiin lagu ini di KuroBas NG-Shuu


.

A/N

Tattsun daisukiii~ /hoi/ Yaamplop, hiatus saya lama banget /plak/ dan ini fic KuroBas pertama saya u,u

Di awal, saya pengin buat ini cerita dengan chara yang berbeda tapipas banget sama Ultah Takao, dan miapah doi cocok juga saya jadiin main chara alay ww /plak/ dan jadilah fic ini. Semoga bisa fix 2 atau 3 chapteranrencananya memang mau buat sedikit chapter aja. Tapi ntah kalau kedepannya, chapternya malah nambah lebih dari itu :))

Kenapa Takao dipasangin sama Sakurai?

Keduanya bukan mainchara dan minor di KuroBasapalagi Sakurai, langka banget bisa OTP-in doi gini sama Takao. Tapi keduanya chara fave saya. Bikin fic chara fave, bisa ngebikin saya mood booster juga :) Saya nulis fic juga sambil nggak sante dengerin F.O.V. sama Ayamari Kinoko no Yuuutsu-nya Takao - Sakurai. Yang belum dengerin, coba denger chara song KuroBas mereka deh. Suara Tattsun sama Zakki-kun bener-bener greget bangeeet di situ x) /promo?/

Egen saya ucapkan, Selamat Ulang Tahun, Hawk Eye \( v )/

Maaf kalo kriuk-kriuk(?), gaje, atau ada salah-salah kata. RnR?